Anda di halaman 1dari 12

Trauma Ginjal : Manajemen terbaik saat ini

Tomer Erlich dan Noam D. Kitrey

Abstrak : Ginjal merupakan organ genitourinari yang sangat rentan terhadap trauma, dimana
organ ini terlibat lebih dari 3,25% dari seluruh kasus trauma. Mekanisme trauma ginjal yang
paling sering ditemukan adalah trauma tumpul (kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan
jatuh), dan kasus trauma penetrasi (disebabkan oleh senjata api dan luka tusuk). Trauma dengan
velositas yang tinggi lebih sering menyebabkan luka yang berat dikarenakan tingginya energy
yang dihasilkan dan efek kerusakan sampinganya. Penegakan diagnosis trauma ginjal
utamanya menggunakan Computed Tomography (CT-Scan) dengan kontras, yang
diindikasikan pada semua pasien stabil dengan gross hematuria, pasien dengan hematuria
mikroskopis, dan pasien dengan hipotensi. Selain itu juga, CT-Scan dapat dilakukan ketika
mekanisme trauma atau pemeriksaan fisik yang mengarah ke trauma ginjal seperti proses
deselerasi yang cepat, fraktur tulang iga, ekimosis pada region flank, dan semua kasus trauma
penetrasi pada abdomen, flank, dan dada bagian bawah). manajemen trauma ginjal selalu
berkembang setiap setiap dekadenya, perkembangan dewasa ini lebih mengarah ke pendekatan
non-operatif. Sebagian besar dari pasien dengan kasus trauma ginjal ditatalaksana secara non-
operatif, disertai dengan proses monitoring yang teliti, proses radiografi apabila ditemukan
adanya kelainan, dan penggunaan prosedur invasif minimal. Prosedur yang dimaksud adalah
prosedur Angioembolization yang dilakukan pada kasus pendarahan aktif dan prosedur sten
Endourological pada kasus ekstravasasi (kebocoran) urin.

Keywords: hematuria, trauma ginjal, trauma multiple, trauma renal

Latar Belakang

Manajemen trauma ginjal selalu berkembang setiap setiap dekadenya, perkembangan dewasa
ini lebih mengarah ke pendekatan non-operatif.1-4 Transisi ini kemungkinan disebabkan dari
kombinasi dari berbagai aspek, yang pertama adalah akumulasi pengetahuan mengenai
keselamatan dan outcome dari pendekatan manajemen trauma ginjal non-operatif, 1-17 dan juga
untuk proses manajemen organ internal lainya seperti lien dan hepar. 18-21 Aspek kedua adalah
berkembangnya proses radiografi (terutama proses CT-Scan)22 dan teknik invasif minimal.
Prosedur yang dimaksud adalah prosedur Angioembolization yang dilakukan pada kasus
pendarahan aktif, 23-25 dan prosedur sten Endourological pada kasus ekstravasasi (kebocoran)
urin. 22,26,27 Tujuan utama dari review ini adalah untuk menemukan manajemen terapi terbaik
terhadap kasus trauma ginjal.

Epidemiologi, Etiologi, dan Patofisiologi

Epidemiologi

Walaupun terletak pada regio retroperitoneal yang cenderung terlindungi, ginjal merupakan
28
salah satu organ sistem genitourinary yang sering mengalami trauma. Trauma ginjal yang
terjadi dapat berupa trauma yang terisolir, namun pada 80-95% kasus trauma yang terjadi
16,29-30
bersifat konkomitan (berasal dari organ lain). Trauma renal lebih sering terjadi pada
laki-laki (72-93% kasus), 3,5,31,32 dan juga sering ditemukan pada populasi berusia muda dengan
rata-rata usia 31 sampai 38 tahun. 5,16,17 Usia rata-rata dapat menjadi lebih muda apabila hanya

memperhitungkan trauma penterasi (27-28 tahun).6,30

Prevalensi dari trauma ginjal diantara kasus trauma lainya berkisar antara 0,3% hingga 3,25%,
12,17,33-36
dan mekanisme trauma ginjal yang paling sering ditemukan adalah trauma tumpul,
dimana trauma ini berperan terhadap 71-95% kasus trauma ginjal. 5,12,23,26,32-35

Etiologi dan patofisiologi dari kasus trauma tumpul ginjal.

Berdasarkan review sistematik yang dilakukan oleh Voelzke dan Leddy, kasus trauma tumpul
ginjal pada populasi dewasa disebabkan oleh kecelakaan bermotor (63%), diikuti dengan kasus
jatuh (43%), olahraga (11%) dan kecelakaan pejalan kaki (4%), dimana kasus trauma tumpul
pada populasi pediatric lebih sering disebabkan oleh kasus jatuh (27%), kecelakaan pejalan
kaki (13%) dan kasus kecelakaan bermotor (30%).31 berdasarkan penelitian Mcaleer dan
rekanya, didapatkan kasus trauma tumpul ginjal pada kasus pediatrik, lebih sering disebabkan
oleh bersepeda (28%), jatuh (23%), berkendaraan (8%), Playground (8%), sepeda motor (8%),
olahraga team (6%), sepatu roda (6%), bermain bola (4%), olahraga berkuda (3%) dan lompat
trampoline (1%); dan tidak ada ginjal yang rusak pada studi ini. 37

Proses patofisiologi dari trauma tumpul ginjal belum dimengerti secara keseluruhan, namun
elemen utama dari proses trauma itu sendiri adalah proses deselerasi dan akselerasi. Ginjal
dilapisi oleh lapisan lemak dan facia geriota di daerah retroperitoneum, pedikulus renalis dan
ureteropelvic junction (UPJ); oleh karena itu, proses deselerasi pada elemen ini mungkin dapat
menyebabkan trauma ginjal dalam bentuk ruptur ataupun trombosis.38 proses akselerasi dapat
menyebabkan tertabraknya ginjal ke organ sekitarnya seperti tulang iga dan tulang belakang,
dan dapat menyebabkan trauma parenkim dan vascular. 38

Abnormalitas ginjal yang ditemukan pada 7% pasien trauma tumpul ginjal disebabkan oleh
proses impaksi kecepatan rendah; akan tetapi studi lebih lanjut sangatlah dibutukan
dikarenakan manajemen dari abnormalitas ginjal yang disebabkan oleh trauma sangatlah
39
bergantung terhadap tipe dari patologinya. Schmidlin dan rekanya mengemukakan bahwa
kelainan ginjal yang dimaksud sebelumnya adalah hidronefrosis (38%), kista (17%), tumor
39
(7%), ginjal ektopik (7%) dan yang lainya (31%). Berdasarkan simulasi komputer,
kompartemen berisi cairan yang tidak terkompressi dapat meningkatkan kekuatan dari trauma
tumpul, hal ini dapat menjelaskan kerentanan dari ginjal abnormal dengan hidronefrosis atau
kista. 40

Etiologi dan patofisiologi dari trauma penetrasi ginjal

Sebagian besar trauma penetrasi ginjal (bersifat lebih parah dan tidak terprediksi dibandingkan
dengan trauma tumpul), disebabkan oleh senjata api (83-86%) dan luka tusuk (14-17%).6,30
Pada skenario perperangan, berbagai jenis fragmen (seperti alat peledak terimprovisasi dan
pecahan peluru Meriam) juga dapat menyebabkan trauma penetrasi ginjal. Trauma penetrasi
diklasifikasikan berdasarkan dari velositas dari proyektil tersebut: proyektil bervelositas tinggi
(senapan), proyektil bervelositas medium (handgun) dan proyektil bervelositas rendah
(tusukan pisau).

Proyektil bervelositas tinggi menyebabkan kerusakan yang lebih hebat, dikarenakan peluru
mentranmisikan energy yang besar ke jaringan. luka ini membentuk rongga sementara yang
besar dan akan runtuh dengan cepat sehingga menyebabkan daya rusak yang sangat luas
dibandingkan dengan proyektilnya itu sendiri. Pembentukkan rongga tersebut dapat
,menyebabkan kerusakan jaringan, ruptur pembuluh darah, kerusakan saraf, dan juga dapat
menyebabkan fraktur pada tulang yang jauh dari jalur proyektil tersebut. Pada kasus trauma
yang disebabkan oleh proyektil dengan velositas yang lebih rendah, kerusakanya biasanya
ditemukan sesuai dengan jalur dari proyektil itu sendiri.

Posisi dari luka tusuk dapat mempengaruhi manajemen luka tersebut. Luka tusuk pada daerah
anterior abdomen dapat melukai struktur vital dari ginjal seperti pelvis renalis dan vaskularisasi
pedikulus, dimana luka tusuk pada region posterior kea rah anterior garis aksilari dapat melukai
parenkim ginjal, namun jarang mengenai organ vital renal. 41
Klasifikasi dan derajat keparahan trauma

Klasifikasi trauma ginjal yang paling sering digunakan adalah yang berdasarkan American
Association for the Surgery of Trauma (AAST) (gambar 1) deskripsi anatomic diskalakan dari
1 menuju 5, untuk menggambarkan keparahan trauma, dari yang tidak parah ke sangat parah.
42

29,36,43-45
Klasifikasi AAST divalidasi oleh lima studi. Derajat AAST dari trauma renal,
keparahan trauma secara keseluruhan, kebutuhan akan tranfusi darah merupakan factor utama
dalam menentukan apakah pasien membutuhkan nefrotomi 36,45 dan prognosisnya. Klasifikasi
AAST merupakan sebuah prediktor dari morbiditas pasien pada trauma ginjal tumpul dan
44
penetrasi, dan mortality pada kasus trauma tumpul. klasifikasi AAST secara statistical
berkorelasi secara signifikan terhadap kebutuhan akan operasi (0 ke 93%) dan risiko untuk
nefrotomi (0-86%). 29 selebihnya lagi, pasien dengan luka tembak memiliki derajat AAST lebih
tinggi dibandingkan trauma tumpul. 45

Proses revisi diajukan oleh Dugi dan rekanya pada tahun 2010. 46 Mereka membagi grade 4
menjadi 4a (risiko rendah) dan 4b (risiko tinggi) berdasarkan tiga temuan CT scan yang
berasosiasi dengan kebutuhan akan intervensi emergensi yaitu: hematoma perirenal yang lebih
besar dari 3,5 cm, kebocoran kontras intravascular, dan laserasi medial ginjal. Mereka
menemukan bahwa pasien dengan tidak ada dan satu factor risiko (4a) berisiko kecil untuk
proses intervensi (7,1%), sementara pasien dengan dua atau tiga faktor risiko (4b) berisiko
lebih tinggi untuk proses intervensi (66,7%).46 Revisi lain juga diajukan oleh Buckley dan
renanya pada tahun 2011. 47 Berdasarkan definisi yang diajukan Buckley, yang termasuk
dalam trauma grade 4 adalah yang mengenai sistem koledokus, pelvis renal, dan arteria tau
vena segmental. Dimana grade 5 dari klasifikasi ini terbatas hanya pada trauma sistem vascular
mayor.

Tipe
Grade Definisi Trauma
Trauma
Hematuria mikroskopik atau gross hematuria, gambaran radiologis
Kontusium
I urologi normal
Hematoma Subcapsular nonexpanding tanpa laserasi parenkim
Hematoma perineal Nonexpanding terkonfirmasi di
Hematoma
II retroperitoneum renal
Laserasi <1.0 cm kedalaman parenkim korteks renal tanpa kebocoran urin.
>1.0 cm kedalaman parenkim korteks renal tanpa rupture sistem
III Laserasi
koledokus atau kebocoran urin
Laserasi parenkim melewati renal korteks, medulla dan sistem
Laserasi
koledokus.
IV
Trauma arteri renal utama atau trauma vena yang disertai dengan
Vascular
hemorrhage.
Laserasi Ginjal hancur total
V
Vascular Avulsi dari hilum ginjal yang menyebabkan devaskularisasi ginjal

Gambar 1. Klasifikasi trauma ginjal berdasarkan American Association for the Surgery of
Trauma (AAST).42

Distribusi keparahan kerusakan berdasarkan klasifikasi AAST (berdasarkan dua studi registry
5,17 31
nasional dan review sistemik ): grade I, 22-28%; grade II, 28-30%; grade III, 20-26%;
grade IV, 15-19%; grade V, 6-7%.

Evaluasi awal: Riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan laboratorium

Penilaian awal terhadap semua pasien trauma yang tiba di departemen emergensi termasuk
dalam primary survey, yaitu menilai airway, breathing, sirkulasi, dan mengukur tanda vital
yaitu nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen darah.

Riwayat Pasien

RIwayat pasien dan detil terhadap kejadian yang menyebabkan trauma mungkin tidak dapat
didapatkan pada pasien yang tidak stabil secara hemodinamikal, namun pada pasien yang stabil
data ini sangat relevan dalam menentukan tatalaksana yang tepat. Memahami mekanisme
trauma dan gaya yang terlibat sangatlah penting pada kasus deselerasi dan akselerasi yang
tinggi, dikarenakan adanya risiko tinggi terjadinya trauma ginjal sehingga pemeriksaan
38
radiologi lanjutan seharusnya dilakukan. Riwayat penyakit pasien juga sangatlah relevan.
Kelainan ginjal yang dimiliki pasien menempatkan pasien tersebut terhadap risiko tertentu,
walaupun trauma tersebut disebabkan oleh proses dengan velositas rendah, sehingga
pemeriksaan radiologis lanjutan sangatlah diindikasikan. Manajemen dari kelainan ginjal yang
diketahui oleh proses trauma sangatlah berpengaruh terhadap dari tipe patologinya. 39, 40 Pada
pasien dengan satu ginjal, atau satu ginjal berfungsi, tindakan nefrotomi sebaiknya dihindari
kecuali sangat membahayakan.
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik membantu menentukan lokasi, penyebaran dan keparahan dari trauma.
Trauma tumpul pada region flank, punggung, thoraks bagian bawah, dan abdomen bagian atas
dapat mencelakai ginjal. Pada kasus trauma penetrasi Dokter sebaiknya mencari luka masuk
dan luka keluar, tanda gangguan peritoneal (rebound tenderness), dan gejala yang menandakan
trauma ginjal, seperti gross hematuria, hematoma pada region flank dan abdomen bagian atas,
teraba masa, ekimosis atau abrasi, dan fraktur tulang iga. 48-50

Pemeriksaan Laboratorium

Urinalisa, kadar hematokrit dan kreatinin merupakan pemeriksaan yang diperlukan untuk
51
mendiagnosa hematuria mikroskopik, keadaan kehilangan darah, dan fungsi basal ginjal.
Ketika dicurigai pendarahan aktif, cross match golongan darah wajib dilakukan. Evaluasi
laboratorium lain yang dapat dilakukan adalah, hitung darah komplit, analisa gas darah, dan
kimia darah komplit (glukosa, elektrolit, fungsi hepar, amilasi, dan lipase) untuk menilai
trauma organ abdominal lainya.

Hematuria, terlihat ataupun tidak terlihat, merupakan tanda dari trauma ginjal yang paling
sering ditemukan. Hematuria tidak terlihat atau lebih dikenal dengan hematuria mikroskopik
ditandai dengan adanya tiga atau lebih sel darah merah dalam satu lapang pandang besar pada
dewasa 52, dan lebih dari 50 sel darah merah per lapangan pandang pada pasien pediatric .53
hematuria terlihat (gross) hanya ditemukan pada 35-77% pasien trauma ginjal. 10,45,54 Hampir
setengah pasien dengan trauma ginjal grade II dan 30% pasien dengan trauma renal grade IV
tidak ditemukan hematuria. 45 Gross hematuria bahkan lebih jarang ditemukan pada kasus
30
trauma penetrasi. Oleh karena itu, tidak ada hubungan absolut antara tipe dan derajat
hematuria terhadap tipe dan keparahan dari trauma ginjal.

Radiologi

Computed Tomography (CT-Scan)

CT-Scan menggunakan kontras dewasa ini merupakan gold standar dari pemeriksaan radiologi
pada pasien pasien trauma tumpul atau penetrasi ginjal yang stabil secara hemodinamik.
1,48,55,56
Pemeriksaan ini dapat dilakukan hampir diseluruh tempat dan dapat menentukan secara
cepat dan akurat lokasi kerusakan organ ginjal atau organ lainya yang nantinya berperan dalam
menentukan derajat yang akurat. 57 Kekhawatiran terhadap keracunan kontras sampai saat ini
belum dapat dikonfirmasi, dikarenakan rendahnya tingkat nefropati yang disebabkan oleh
kontras pada pasien trauma. 58 CT pada pasien trauma ginjal meliputi empat fase: prekontras,
postkontras arterial (35 detik post injeksi intravena), postkontras vena nefrogenik/portal (75
22,57
detik setelah injeksi intravena) dan delayed (5-10 menit setelah injeksi intravena). Fase
39,40
prekontras dapat mengidentifikasi kalkuli renal, yang dapat mempengaruhi manajemen,
57
pendarahan aktif atau hematoma intraparenkim. Fase Post kontras dapat mengidentifikasi
kerusakan parenkim dan vascular, termasuk keberadaan kebocoran kontras, atau kerusakan
organ solid lainya (hepar dan penkreas) dan variasi fisiologi organ yang dapat mempengaruhi
57
manajemen. fase delayed dapat memvisualisasikan sistem koledokus dan kemungkinan
22
kerusakan ureter. apabila fase delayed tidak dapat dilakukan pada proses penilaian awal
dikarenakan prioritas emergensi, pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setelahnya ketika
memungkinkan.

Intravenous Pyelography

Intravenous Pyelography (IVP) telah digantikan oleh CT-Scan dengan kontras sebagai
pemeriksaan penunjang, namun masih dapat digunakan sebagai alat untuk mengkonfirmasi
keberadaan fingsi ginjal kontralateral intraoperative pada pasien tidak stabil secara
hemodinamikal, yang tidak dapat menyelesaikan pemeriksaan CT-scan preoperative.
Penggunaan IVP intraoperative adalah dengan memberikan injeksi bolus satu kali media
kontras (2mg/kgbb), diikuti dengan pengambilan foto polos single setelah 10 menit. 59

Ultrasound

Ultrasound (US) digunakan untuk menentukan cairan bebas pada kasus trauma, namun tidak
lebih baik dibandingkan dengan CT dalam resolusinya, dan kemampuanya dalam
60, 61
mendeskripsikan kerusakan ginjal. Pada operator yang terlatih dan berpengalaman,
62
laserasi ginjal dan hematoma dapat diidentifikasi. Namun pemeriksaan US tidak dapat
membedakan antara darah segar dan kebocoran urine, dan juga tidak dapat mengidentifikasi
kerusakan vaskuler pedikulus dan segmental infark. 60 US dapat digunakan sebagai follow up
dari hidronefrosis, laserasi renal yang di tatalaksana secara non-operatif dan pengecekan cairan
48
post-operatif. Tidak adanya radiasi, yang merupakan kelebihan utama dari US sangatlah
relevan pada pasien pediatric.

Indikasi Pemeriksaan Radiologi Inisial

Tujuan dari pemeriksaan radiologi inisial adalah untuk menentukan derajat keruakan ginjal,
mendemonstrasikan ginjal kontralateral dan kelainan ginjal yang telah ada sebelumnya, dan
menentukan kerusakan organ lainya. Keputusan untuk mengambil pemeriksaan radiologis
inisial didasarkan dari aspek klinikal dan mekanisme dari trauma. Menurut European
63 55
Association of Urology (EAU) dan the American Urological Association (AUA) guidelines,
CT sebaiknya dilakukan pada semua pasien trauma tumpul yang stabil secara hemodinamik
dengan atau tidak adanya gross hematuria, atau pasien dengan hematuria mikroskopik dan
hipotensi (tekanan darah sistolik <90mmHg). Harus ditegaskan bahwa ketidastabilan
hemodinamik tidak memungkinkan dilakukana pemeriksaan CT. Selebihnya CT sebaiknya
dilakukan ketika mekanisme trauma atau pemeriksaan fisik mengarah ke terjadinya trauma
renal (rapid deselerasi, fraktur iga, ekimosis region flank, dan semua trauma penetrasi dari
abdomen, flank dan dada bagian bawah)

Indikasi pemeriksaan Radiologi Ulang

Tujuan dari pemeriksaan radiologi ulang adalah untuk mendiagnosa komplikasi dan untuk
mengevaluasi kelainan klinikal. Guideline terbaru menyarankan pemeriksaan radiologi ulang
48,55,63
pada pasien dengan kerusakan tingkat tinggi setelah 2-4 hari. Pemeriksaan radiologi
ulang juga diindikasikan pada pasien dengan komplikasi yang bermanifestasi klinik seperti
demam, nyeri regio flank yang semakin berat, kehilangan darah yang berketerusan dan distensi
abdomen. 48,55,63

Manajemen Trauma Renal

Prioritas dari manajemen trauma renal adalah (secara berurutan) menghindari mortalitas
dengan kontrol pendarahan, menyelamatkan nefron dan mencegah komplikasi. Dahulunya
manajemen yang dilakukan untuk mencapai tujuan ini adalah dengan melakukan tindakan
operasi. Klinisi berasumsi bahwa cara terbaik untuk mengontrol pendarahan adalah dengan
pembedahan, dan kemungkinan tertinggi untuk mencegah nefrotomi adalah dengan operasi,
dimana klinisi mengrekonstruksi vascular, UPJ atau kerusakan parenkim jika dibutuhkan.
Belakangan ini manajemen trauma yang sesungguhnya telah berkembang kea rah pendekatan
non-operatif (NOM) jika dibutuhkan, yang dikarenakan terkumpulnya pengetahuan mengenai
2-5,31
keamanan dan prognosis yang baik dari pendekatan ini. Pendekatan ini dilakukan pada
kedua populasi, pediatrik ataupun dewasa.

Indikasi Terkini Intervensi Renal

55, 63
Indikasi Absolut. Berdasarkan guideline terbaru, indikasi absolut untuk intervensi renal
adalah instabilitas hemodinamik, dan ketidak responan terhadap resusitasi agresif yang
disebabkan karena pendarahan renal, kerusakan grade V, dan hematoma pulsatile perirenal
yang menyebar ditemukan ketika laparotomy karena trauma yang bersangkutan.

Indikasi Relatif. Subkomite trauma renal menyimpulkan indikasi relative dari eksplorasi renal
yaitu laserasi besar pada pelvis renal, avulsi dari UPJ, kerusakan usus dan pancreas yang
bersamaan, kebocoran urin yang persisten, dan urinoma post injuria atau abses perirenal yang
gagal dimanajemen secara perkutaneus atau endoskopik. Indikasi tambahan lainya adalah
kelainan IVP one-shot intraoperative, defitalisasi segmen parenkim yang berhubungan dengan
kebocoran urin, thrombosis arteri renal komplit pada kedua ginjal atau salah satunya, kerusakan
vascular ginjal setelah gagal manajemen angiografik. 48

Manajemen Non-Operatif (NOM)

Tindakan NOM terdiri dari observasi dengan perawatan suportif, bed rest dengan monitoring
vital sign, hasil laboratorium, dan pemeriksaan radiologi ulang ketika ditemukan kelainan,
penggunaan prosedur invasive minimal (angioembolization atau stenting ureteral) jika ada
indikasi.

Pada dua penelitian kohort skala besar, trauma renal ditatalaksana secara nonoperatif pada 84-
95% kasus, didapatkan 2,7-5,4% kegagalan dari NOM. 5,31 Efektifitas dari NOM didukung oleh
review sistemik dan meta-analisis 64, oleh studi prospektif kecil, 11 dan ditemukan efektif dalam
mengobati komplikasi dari pengobatan primer.15

Managemen non-operatif pada pasien dengan trauma tumpul ginjal. Pasien dengan trauma
ginjal grade I-II sebaiknya ditatalaksana dengan NOM. Pada beberapa studi didapatkan tidak
diperlukanya nefrotomi pada pasien manapun dan sangat jarang diindikasikan untuk eksplorasi
ginjal. 45,47,65

Pada dua studi terhadap pasien trauma tumpul ginjal grade III, persentase rekonstruksinya
adalah 73% (87/119) dan 11% (9/82), persentase nefrotominya adalah 3,3% (4/119) dan 4.8%
(4/82). 45,65 Persentase nefrotomi sangatlah rendah (1,8%) pada studi lain (3/171).66 Aragona
dan rekanya mendapatkan diantara 21 pasien dengan trauma tumpul ginjal grade III persentasi
nefrotominya adlaah 9% namun ketika dibagi menjadi dua periode (2001-2005, 2006-2010)
ditemukan pada periode kedua tidak ada tindakan nefrotomi. Hal ini disebabkan karena
meningkatnya penggunaan angioembolisasi.54 Angioembolisasi memiliki tingkat kesuksesan
sebesar 89% untuk pertama kali dan 82% ketika diulang.67 keefektifanya dalam mengobati
pasien dengan derajat trauma ginjal lebih tinggi (IV/V) telah terbukti.9,14,23,24,67 Olehkarena itu,
pasien dengan trauma ginjal grade III dapat diobati dengan NOM, dengan memonitoring secara
aktif pengunaan angioembolisasi jika diindikasikan.

Sebagian besar trauma tumpul ginjal grade IV diobati secara non-operatif, dengan insiden
nefrotomi yang kecil. 7,68 sesuai yang telah dijelaskan sebelumnya, adanya kecenderungan kea
rah NOM pada pasien dengan trauma ginjal grade IV dikarenakan prognosis yang baik,54 yang
disebabkan karena penggunaan angioembolisasi. Lanchon dan rekanya mempresentasikan
protokol NOM lini pertamanya mereka pada 149 pasien dengan trauma ginjal grade IV atau V.
NOM berhasil pada 82% pasien, dengan persentase yang lebih tinggi pada pasien grade IV
(89% versus 52%) dan predictor dari kegagalan NOM adalah grade yang tinggi dan
ketidakstabilan hemodinamik. Delapan belas persen menjalani angioembolisasi, 17%
menjalani insersi sten ureteral, dan 18% membutuhkan operasi tertunda.9 McGuire dan rekanya
menggunakan protokol yang sama pada 117 pasien dengan trauma ginjal grade III-V. sejumlah
83% ditatalaksana dengan NOM dan 9,3% (9/97) membutuhkan intervensi: angioembolisasi
di delapan kasus dan hanya satu kasus yang dinefrotomi. Prediktor untuk intervensi adalah
grade V [Relative risk (RR) 4,4] dan penggunaan platelet {RR 8.9). van der wilden dan rekanya
menemukan bahwa 77% (154/201) pasien dengan trauma tumpul ginjal grade IV atau V
mengalami NOM yang sukses tanpa mengalami kehilangan unit ginjal. Usia diatas 55 tahun
dan kecelakaan bermotor adalah dua prediktor dari kegagalan NOM.16 Angioembolisasi
berhasil pada Sembilan pasien dengan trauma tumpul ginjal grade V pada studi lainya.24
Berdasarkan data tersebut, pasien dengan trauma tumpul ginjal grade IV-V yang stabil secara
hemodinamik sebaiknya memiliki kesempatan untuk dilakukan NOM dengan pengawasan
aktif.55

Manajemen non-operatif pada pasien dengan trauma penetrasi ginjal. Dahululnya, trauma
penetrasi ginjal merupakan indikasi absolut dilakukan eksplorasi ginjal, namun dewasa ini
terdapat peningkatan bukti yang mendukung terapi NOM untuk pasien trauma penetrasi renal
yang stabil secara hemodinamik.2,4,18,19,21 Trauma penetrasi ginjal memiliki persentase
nefrotomi yang tinggi dibandingkan trauma lainya,29 dan tingkat kegagalan angioembolisasi
yang lebih tinggi dibandingkan trauma tumpul ginjal.23 walaupun begitu, sebagian besar trauma
penetrasi dapat ditatalaksana secara non-operatif.69 Moolman dan rekanya menemukan bahwa
63% (47/64) ditatalaksana dengan NOM, dan semuanya tidak memerlukan operasi.10

Manjemen Operasi

Kendatipun keuntungan yang jelas dari NOM, ada beberapa situasi dimana operasi merupakan
opsi terbaik. Bjurlin dan rekanya menemukan diantara 19572 pasien dengan trauma renal,
16,6% ditatalaksana secara operatif.5 Sebagian besar klinisi akan mengoperasi pasien tidak
stabil secara hemodinamik yang tidak merespon terhadap resusitasi.59 Pendekekatan yang
paling sering adalah pedekatan transperitoneal,70 dengan mengisolasi arteri dan vena renalis
sebelum explorasi sebagai maneuver keamanan.71 pendekatan ini dapat mengurangi persentasi
nefrotomi dari 56% ke 18%.72 isolasi pembuluh dijelaskan dengan baik oleh Santucci dan
McAninch.29 kontrol optimal terhadap pembuluh renal membantu operator untuk menghindari
nefrotomi yang tidak perlu dengan evaluasi secara menyeluruh region retroperitoneal,
walaupun Gonzalez dan rekanya menemukan bahwa control vascular dari hilum renal sebelum
membuka Gerota’s fascia tidak mengurangi persentasi nefrotomi, kebutuhan tranfusi atau
kehilangan darah.73 hemotama stabil sebaiknya tidak dibuka ketika hematoma sentral atau yang
menyebar [yang menandakan kerusakan pembuluh mayor(pembuluh ginjal, aorta, vena cava)]
melainkan sebaiknya di eksplorasi secara operatif. 48

Penyelamatan ginjal melalui renorrhaphy atau nefrotomi parsial membutuhkan terpaparnya


secara maksimal dari ginjal, debridement jaringan tidak viable, kontrol pendarahan
menggunakan jahitan, penutupan sistem koledokus, dan penutupan kerusakan parenkim. Flap
omental dari lemak perirenal dapat digunakan untuk menutupi kecacatan besar.48 Pada semua
kasus, drainasi dari sisi ipsilateral retroperitoneum direkomendasi setidaknya selama 48 jam.29
pada kasus dicurigai kerusakan pancreas, drainase pancreas sebaiknya dipasang untuk
mencegah abses dan pembentukan fistula.74

Komplikasi

Komplikasi awal dapat berupa pendarahan, infeksi, abses ginjal, sepsis, fistula urinary,
hipertensi, kebocoran urin, dan urinoma. Komplikasi tertunda dapat berupa pendarahan,
hidronefrosis, pembentukan batu, kronik pyelonephritis, hipertensi, fistula arteriovenous,
hidronefrosis dan pseudoaneurisma. Sebagian besar dari komplikasi dapat ditangani secara
non-operatif, percutaneous, dan endourologically. Trauma renal jarang menyebabkan
hipertensi, dan diperkirakan hanya berkisar 5%.75 Kebocoran urin persisten yang berasal dari
ginjal yang viable setelah trauma tumpul biasanya respon terhadap pemasang stent atau
drainase percutaneous.76

Pendanaan

Penelitian ini tidak mendapatkan pendanaan dari agen pendanaan di sector public, komersil
atau non profit.

ORCID iD

Noam D. Kitrey https://orcid.org/0000-0001- 5587-1485

Anda mungkin juga menyukai