Format SAP
Format SAP
PENCEGAHAN STUNTING
Disusun Oleh :
AnugerahFalendy (171341101)
DiahYumailiani (171341105)
Irawati (171341110
SyahtiLatifah (171341125)
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN
A. LATAR BELAKANG
Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keterunan
(genetic) dari kedua orang tuanya sehingga masyarakat banyak yang hanya menerimah tanpa
berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor
determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor
perilaku, lingkungan (social, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan
kata lain stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.
Kejadian balita stunting merupakan masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia.
Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama 3 tahun terakhir, pendek memiliki
prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya (gizi kurang, kurus dan
gemuk). Prevalensi balita pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5%
menjadi 29,6% pada tahun 2017.
Salah satu focus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan
agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal,
dengan disertai kemampuan emosional, social dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu
berinovasi dan berkompetisi ditingkat global.
Ada 178juta anak didunia yang terlalu pendek berdasarkan usia dibandingkan dengan
pertumbuhan standar WHO. Prevalensi anak stunting diseluruh dunia adalah 28,5% dan
diseluruh Negara berkembang sebesar 31,2%. Stunting merupakan indicator keberhasilan
kesejahteraan, pendidikan dan pendapatan masyarakat. Dampaknya sangat luas mulai dari
dimensi ekonomi, kecerdasan, kualitas dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan
anak. Hal ini mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi
rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa sanitasi buruk mengakibatkan beragam dampak
negative, baik bagi kesehatan, ekonomi maupun lingkungan. Saat ini, tantangan
pembangunan sanitasi semakin berat dengan adanya temuan bahwa sanitasi buruk
mengakibatkan sebagian besar generasi penerus bangsa terdiagnosa stunting. Sanitasi buruk
dan air minum yang terkontaminasi mengakibatkan diare yang mengganggu penyerapan zat-
zat gizi dalam tubuh. Akibatnya, anak-anak tidak mendapatkan zat gizi yang memadai
pertumbuhannya terhambat.
Efek jangka panjang stunting berakibat pada gangguan metabolic seperti penyakit
yang terkait dengan obesitas, hipertensi dan diabetes mellitus. Menurut Walker pemberian zat
gizi yang tidak tepat pada perkembangan janin, saat lahir dan masa bayi dapat memberikan
dampak jangka panjang buruk terhadap kardiovaskular dan tekanan darah pada saat dewasa.
Anak dengan status gizi stunting akan mengalami gangguan pertumbuhan hingga
masa remaja sehingga pertumbuhan anak lebih rendah dibandingkan remaja normal. Remaja
yang stunting berisiko mendapatkan penyakit kronik salah satunya adalah obesitas. Remaja
stunting berisiko obesitas 2 kali lebih tinggi daripada remaja yang tinggi badannya normal
(Riskesdas, 2010). Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai oleh
penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan. Obesitas terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar.
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Memberikanpemahamanmengenaipencegahan stunting padaanak di Indonesia
Definisi Stunting
Balita pendek (Stunting) adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan
dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Stunting adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks BB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi
anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai
dengan -3 SD (pendek/stunted) dan <-3 SD (sangat pendek/severely stunted) (Trihono
dkk, 2015).
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor
gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Secara lebih detail, beberapa
faktor yang mempengaruhi kejadian stunting dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Faktor langsung
1) Faktor ibu
Faktor ibu dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama prekonsepsi, kehamilan,
dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi perawakan ibu seperti usia ibu terlalu muda
atau terlalu tua, pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa, BBLR, IUGR
dan persalinan prematur. (Sandra Fikawati dkk, 2017).
2) Faktor Genetik
3) Asupan makanan
5) Faktor infeksi
Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi enterik seperti diare,
enteropati, dan cacing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA),
malaria, berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi, dan inflamasi.
Penyakit infeksi akan berdampak pada gangguan masalah gizi. Infeksi klinis
menyebabkan lambatnya pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan anak yang
memiliki riwayat penyakit infeksi memiliki peluang mengalami stunting (Picauly
& Toy, 2013).
Status ekonomi yang rendah dianggap memiliki dampak yang signifikan terhadap
kemungkinan anak menjadi kurus dan pendek (UNICEF, 2013). Menurut
Bishwakarma dalam Khoirun dkk (2015), status ekonomi keluarga yang rendah
akan mempengaruhi pemilihan makanan yang dikonsumsinya sehingga biasanya
menjadi kurang bervariasi dan sedikit jumlahnya terutama pada bahan pangan yang
berfungsi untuk pertumbuhan anak seperti sumber protein, vitamin, dan mineral,
sehingga meningkatkan risiko kurang gizi.
Pendidikan ibu yang rendah dapat mempengaruhi pola asuh dan perawatan anak.
Selain itu juga berpengaruh dalam pemilihan dan cara penyajian makanan yang
akan dikonsumsi oleh anaknya. Penyediaan bahan dan menu makan yang tepat
untuk balita dalam upaya peningkatan status gizi akan dapat terwujud bila ibu
mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang baik. Ibu dengan pendidikan rendah
antara lain akan sulit menyerap informasi gizi sehingga anak dapat berisiko
mengalami stunting.
4) Faktor lingkungan
Lingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh stimulasi dan aktivitas yang tidak
adekuat, penerapan asuhan yang buruk, ketidakamanan pangan, alokasi pangan
yang tidak tepat, rendahnya edukasi pengasuh. Anak-anak yang berasal dari rumah
tangga yang tidak memiliki fasilitas air dan sanitasi yang baik berisiko mengalami
stunting (Putri dan Sukandar, 2012).
1. Pertumbuhan melambat
2. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
3. Pertumbuhan gigi terlambat
4. Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya
5. Pubertas terlambat
6. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata
terhadap orang di sekitarnya
Pemberian Makan Bayi (0-24 Bulan)
Waktu Menu
Bubur ayam special
Sarapan (07:00)
Jus wortel tomat
Pancake selai strawberry
Snack Pagi (10:00)
Susu
Nasi
Makan Siang (13:00) Sayur asam
Gepuk daging
Tempe goreng crispy
Buah pisang
Kroket
Snack Sore (16:00)
Jus melon
Nasi
Oseng jagung muda
Makan Malam (19:00) Kakap saus lemon
Tempe goreng lengkuas
Buah apel
Dampak Stunting
a. Jangka pendek
Jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.
b. Jangka panjang
Dalam jagka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya
kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga
mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan disabilitas pada usia tua.
Pencegahan Stunting
1. Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energy
dan protein kronis.
2. Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat.
3. Mengatasi kekurangan iodium.
4. Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil.
5. Melindungi ibu hamil dari Malaria.
Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan:
1. Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI jolong/colostrum).
2. Mendorong pemberian ASI Eksklusif.
Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-24 bulan:
E. METODE
F. MEDIA
G. PENYULUH
Mega Utami
I. EVALUASI
Melakukanevaluasidengancaramemberikanpost
testsebagaitolakukursetelahdilakukanpenyuluhan.
J. PENGORGANISASIAN
K. SUMBER
Riset Kesehatan Dasar. (2010). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.
Trihono, dkk. 2015. Pendek (stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Badan Penelitian
dan pengembangan Kesehatan. Jakarta : 23-37.
Nasikhah, R. 2012. Faktor-faktor Resiko Kejadian Stunting pada Balita Usia 24- 36 bulan di
Kecamatan Semarang Timur. Artikel Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi Universitas
Diponegoro. Semarang.
L. LEMBAR SOAL
Lembarsoal (post-test)
1. Apaitustunting?
a. Kurus c. Gemuk
b. Tinggi d. Kerdil
4.