Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENCEGAHAN STUNTING

Disusun Oleh :

AnugerahFalendy (171341101)

DiahYumailiani (171341105)

Irawati (171341110

Mega Utami (171341115)

Ria Astari (171341120)

SyahtiLatifah (171341125)

PROGRAM STUDI DIII GIZI

POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG

2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Judul Kegiatan : Pencegahan Stunting


Pokok Bahasan : Stunting
Sub Pokok :
Bahasan
Sasaran : Ibu hamil, ibu menyusui, anak, danpendampinganak
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :

A. LATAR BELAKANG

Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap


kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu masalah gizi yang menjadi perhatian
utama saat ini adalah masih tingginya anak balita pendek (stunting). Stunting adalah kondisi
dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan
umur. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor
seperti kondisi social ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi dan kurangnya
asupan gizi pada bayi.

Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keterunan
(genetic) dari kedua orang tuanya sehingga masyarakat banyak yang hanya menerimah tanpa
berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor
determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor
perilaku, lingkungan (social, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan
kata lain stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.

Kejadian balita stunting merupakan masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia.
Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama 3 tahun terakhir, pendek memiliki
prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya (gizi kurang, kurus dan
gemuk). Prevalensi balita pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5%
menjadi 29,6% pada tahun 2017.

Salah satu focus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan
agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal,
dengan disertai kemampuan emosional, social dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu
berinovasi dan berkompetisi ditingkat global.
Ada 178juta anak didunia yang terlalu pendek berdasarkan usia dibandingkan dengan
pertumbuhan standar WHO. Prevalensi anak stunting diseluruh dunia adalah 28,5% dan
diseluruh Negara berkembang sebesar 31,2%. Stunting merupakan indicator keberhasilan
kesejahteraan, pendidikan dan pendapatan masyarakat. Dampaknya sangat luas mulai dari
dimensi ekonomi, kecerdasan, kualitas dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan
anak. Hal ini mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi
rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa sanitasi buruk mengakibatkan beragam dampak
negative, baik bagi kesehatan, ekonomi maupun lingkungan. Saat ini, tantangan
pembangunan sanitasi semakin berat dengan adanya temuan bahwa sanitasi buruk
mengakibatkan sebagian besar generasi penerus bangsa terdiagnosa stunting. Sanitasi buruk
dan air minum yang terkontaminasi mengakibatkan diare yang mengganggu penyerapan zat-
zat gizi dalam tubuh. Akibatnya, anak-anak tidak mendapatkan zat gizi yang memadai
pertumbuhannya terhambat.

Efek jangka panjang stunting berakibat pada gangguan metabolic seperti penyakit
yang terkait dengan obesitas, hipertensi dan diabetes mellitus. Menurut Walker pemberian zat
gizi yang tidak tepat pada perkembangan janin, saat lahir dan masa bayi dapat memberikan
dampak jangka panjang buruk terhadap kardiovaskular dan tekanan darah pada saat dewasa.

Anak dengan status gizi stunting akan mengalami gangguan pertumbuhan hingga
masa remaja sehingga pertumbuhan anak lebih rendah dibandingkan remaja normal. Remaja
yang stunting berisiko mendapatkan penyakit kronik salah satunya adalah obesitas. Remaja
stunting berisiko obesitas 2 kali lebih tinggi daripada remaja yang tinggi badannya normal
(Riskesdas, 2010). Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai oleh
penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan. Obesitas terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar.
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Memberikanpemahamanmengenaipencegahan stunting padaanak di Indonesia

C. TUJUAN INTRUSIONAL KHUSUS (TIK)


1. Mengurangi angka stunting di Indonesia
2. Memberikan pengetahuan tentang stunting agar ibu hamil lebih dapat menjaga
kondisi kehamilannya (KHUSUS)
3. Memberikan pengetahuan tentang asupan gizi
4. Agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan
maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk
belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.

D. GARIS BESAR MATERI

Definisi Stunting

Balita pendek (Stunting) adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan
dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Stunting adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks BB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi
anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai
dengan -3 SD (pendek/stunted) dan <-3 SD (sangat pendek/severely stunted) (Trihono
dkk, 2015).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stunting

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor
gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Secara lebih detail, beberapa
faktor yang mempengaruhi kejadian stunting dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Faktor langsung

1) Faktor ibu

Faktor ibu dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama prekonsepsi, kehamilan,
dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi perawakan ibu seperti usia ibu terlalu muda
atau terlalu tua, pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa, BBLR, IUGR
dan persalinan prematur. (Sandra Fikawati dkk, 2017).

2) Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil proses pertumbuhan.


Melalui genetik yang berada di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan
kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Hal ini ditandai dengan intensitas dan
kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur
pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang (Narsikhah, 2012). Menurut Amigo
et al., dalam Narsikhah (2012) salah satu atau kedua orang tua yang pendek akibat
kondisi patologi (seperti defisiensi hormon pertumbuhan) memiliki gen dalam
kromosom yang membawa sifat pendek sehingga memperbesar peluang anak
mewarisi gen tersebut dan tumbuh menjadi stunting. Akan tetapi, bila orang tua
pendek akibat kekurangan zat gizi atau penyakit, kemungkinan anak dapat tumbuh
dengan tinggi badan normal selama anak tersebut tidak terpapar faktor resiko yang
lain.

3) Asupan makanan

Kualitas makanan yang buruk meliputi kualitas micronutrient yang buruk,


kurangnya keragaman dan asupan pangan yang bersumber dari pangan hewani,
kandungan tidak bergizi, dan rendahnya kandungan energi pada complementary
foods. Praktik pemberian makanan yang tidak memadai, meliputi pemberian
makan yang jarang, pemberian makan yang tidak adekuat selama dan setelah sakit,
konsistensi pangan yang terlalu ringan, kuantitas pangan yang tidak mencukupi,
pemberian makan yang tidak berespon. Bukti menunjukkan keragaman diet yang
lebih bervariasi dan konsumsi makanan dari sumber hewani terkait dengan
perbaikan pertumbuhan linear. Analisis terbaru menunjukkan bahwa rumah tangga
yang menerapkan diet yang beragam, termasuk diet yang diperkaya nutrisi
pelengkap, akan meningkatkan asupan gizi dan mengurangi risiko stunting (Sandra
Fikawati dkk, 2017).

4) Pemberian ASI Eksklusif

Masalah-masalah terkait praktik pemberian ASI meliputi Delayed Initiation, tidak


menerapkan ASI eksklusif, dan penghentian dini konsumsi ASI. Sebuah penelitian
membuktikan bahwa menunda inisiasi menyusu (Delayed initiation) akan
meningkatkan kematian bayi. ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI
tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus,
ataupun susu selain ASI. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama untuk mencapai tumbuh
kembang optimal. Setelah enam bulan, bayi mendapat makanan pendamping yang
adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan. Menyusui yang
berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi signifikan terhadap asupan
nutrisi penting pada bayi (Sandra Fikawati dkk, 2017).

5) Faktor infeksi

Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi enterik seperti diare,
enteropati, dan cacing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA),
malaria, berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi, dan inflamasi.
Penyakit infeksi akan berdampak pada gangguan masalah gizi. Infeksi klinis
menyebabkan lambatnya pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan anak yang
memiliki riwayat penyakit infeksi memiliki peluang mengalami stunting (Picauly
& Toy, 2013).

b. Faktor tidak langsung

1) Faktor sosial ekonomi

Status ekonomi yang rendah dianggap memiliki dampak yang signifikan terhadap
kemungkinan anak menjadi kurus dan pendek (UNICEF, 2013). Menurut
Bishwakarma dalam Khoirun dkk (2015), status ekonomi keluarga yang rendah
akan mempengaruhi pemilihan makanan yang dikonsumsinya sehingga biasanya
menjadi kurang bervariasi dan sedikit jumlahnya terutama pada bahan pangan yang
berfungsi untuk pertumbuhan anak seperti sumber protein, vitamin, dan mineral,
sehingga meningkatkan risiko kurang gizi.

2) Tingkat Pendidikan Menurut Delmi Sulastri (2012)

Pendidikan ibu yang rendah dapat mempengaruhi pola asuh dan perawatan anak.
Selain itu juga berpengaruh dalam pemilihan dan cara penyajian makanan yang
akan dikonsumsi oleh anaknya. Penyediaan bahan dan menu makan yang tepat
untuk balita dalam upaya peningkatan status gizi akan dapat terwujud bila ibu
mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang baik. Ibu dengan pendidikan rendah
antara lain akan sulit menyerap informasi gizi sehingga anak dapat berisiko
mengalami stunting.

3) Pengetahuan gizi ibu Menurut Delmi Sulastri (2012)

Menjelaskan bahwa pengetahuan gizi yang rendah dapat menghambat usaha


perbaikan gizi yang baik pada keluarga maupun masyarakat sadar gizi artinya tidak
hanya mengetahui gizi tetapi harus mengerti dan mau berbuat. Tingkat
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tentang kebutuhan akan zat-zat gizi
berpengaruh terhadap jumlah dan jenis bahan makanan yang dikonsumsi.
Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap
konsumsi pangan dan status gizi. Ibu yang cukup pengetahuan gizinya akan
memperhatikan kebutuhan gizi anaknya agar dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal.

4) Faktor lingkungan

Lingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh stimulasi dan aktivitas yang tidak
adekuat, penerapan asuhan yang buruk, ketidakamanan pangan, alokasi pangan
yang tidak tepat, rendahnya edukasi pengasuh. Anak-anak yang berasal dari rumah
tangga yang tidak memiliki fasilitas air dan sanitasi yang baik berisiko mengalami
stunting (Putri dan Sukandar, 2012).

Tanda-tanda Anak (Balita) Mengalami Stunting

1. Pertumbuhan melambat
2. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
3. Pertumbuhan gigi terlambat
4. Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya
5. Pubertas terlambat
6. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata
terhadap orang di sekitarnya
Pemberian Makan Bayi (0-24 Bulan)

6-7 bulan 7-9 bulan 9-12 bulan


Waktu 0-6 bulan >12 bulan
(bertahap) (bertahap) (bertahap)
06:00 ASI/PASI
Nasi tim 
Bubur susu Makanan
08:00 Bubur susu makanan
 nasi tim keluarga
keluarga
10:00 Buah segar/ biskuit Snack
Nasi tim 
ASI sesuai Bubur susu Makanan
12:00 ASI makanan
kebutuhan  nasi tim keluarga
keluarga
bayi
14:00 ASI ASI/PASI
16:00 Buah segar/ biskuit Snack
Nasi tim 
Bubur susu Makanan
18:00 Bubur susu makanan
 nasi tim keluarga
keluarga
21:00 ASI ASI/PASI

Contoh Menu Ibu Hamil

Waktu Menu
Bubur ayam special
Sarapan (07:00)
Jus wortel tomat
Pancake selai strawberry
Snack Pagi (10:00)
Susu
Nasi
Makan Siang (13:00) Sayur asam
Gepuk daging
Tempe goreng crispy
Buah pisang
Kroket
Snack Sore (16:00)
Jus melon
Nasi
Oseng jagung muda
Makan Malam (19:00) Kakap saus lemon
Tempe goreng lengkuas
Buah apel

Dampak Stunting

Dampak buruk yang ditimbulkan oleh stunting :

a. Jangka pendek
Jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.
b. Jangka panjang
Dalam jagka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya
kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga
mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan disabilitas pada usia tua.

Pencegahan Stunting

Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil :

1. Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energy
dan protein kronis.
2. Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat.
3. Mengatasi kekurangan iodium.
4. Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil.
5. Melindungi ibu hamil dari Malaria.

Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan:
1. Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI jolong/colostrum).
2. Mendorong pemberian ASI Eksklusif.

Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-24 bulan:

1. Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 24 bulan didampingi oleh


pemberian MP-ASI.
2. Menyediakan obat cacing.
3. Menyediakan suplementasi zink.
4. Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan.
5. Memberikan perlindungan terhadap malaria.
6. Memberikan imunisasi lengkap.
7. Melakukan pencegahan dan pengobatan diare.

E. METODE

MetodedidaktifdenganteknikceramahPenyuluhan di mana yang aktif adalah orang


yang melakukan penyuluhan kesehatan sedangkan sasaran bersifat pasif dan tidak
diberikan kesempatan untuk ikut serta mengemukakan pendapatnya atau mengajukan
pertanyaan apapun atau bersifat satu arah.

F. MEDIA

Media cetakberupa leaflet.

G. PENYULUH
Mega Utami

H. PROSES PELAKSANAAN PENYULUHAN

No. Tahapan Waktu Kegiatanpenyuluhan Kegiatanpeserta

1. Pembukaan 5 menit 1. Memberisalam 1. Menjawabsalam


2. 2. Mendengarkan
Memperkenalkandiri
2. Inti 30 Menjelaskantentang : 1. menyimak
menit a. definisi stunting 2.
b. faktor-faktor yang mendengarkandanmemperhatikan
mempengaruhi
stunting
c. tanda-
tandaanakmengalami
stunting
d. dampak stunting
e. pencegahan
stunting

3. Penutup 15 1. Tanya jawab 1. bertanya


menit 2. menyimpulkan 2. menjawabpertanyaan
3. evaluasi 3. menjawabsalam
4. memberisalam

I. EVALUASI
Melakukanevaluasidengancaramemberikanpost
testsebagaitolakukursetelahdilakukanpenyuluhan.

J. PENGORGANISASIAN

Pembawa Acara : SyahtiLatifah


Pembicara : Mega Utami
Observer : IrawatidanDiahYumailiani
Fasilitator : Ria Astari
Pembimbing : AnugerahFalendy

K. SUMBER

Riset Kesehatan Dasar. (2010). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.

Trihono, dkk. 2015. Pendek (stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Badan Penelitian
dan pengembangan Kesehatan. Jakarta : 23-37.

Nasikhah, R. 2012. Faktor-faktor Resiko Kejadian Stunting pada Balita Usia 24- 36 bulan di
Kecamatan Semarang Timur. Artikel Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi Universitas
Diponegoro. Semarang.
L. LEMBAR SOAL

Lembarsoal (post-test)

1. Apaitustunting?
a. Kurus c. Gemuk
b. Tinggi d. Kerdil

2. Dibawahinisalahsatufaktor yang mempengaruhi stunting, yaitu …


a. pemberian ASI
b. faktorbapak
c. pemberianuangjajan
d. iritasikulit

3. Dibawahinidampakdari stunting, kecuali…


a. terganggunyaperkembanganotak
b. gangguanpertumbuhanfisik
c. tubuhmenjaditinggi
d. menurunnyaprestasibelajar

4.

Padagambardiatas, denganumur yang sama, anak yang mengalami stunting


yang ditunjukkanpadalingkaranberwarna ….
a. hijau
b. biru
c. merah

Anda mungkin juga menyukai