Kelompok 5 Diare Konstipasi
Kelompok 5 Diare Konstipasi
Disusun Oleh :
Kelompok 5
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015
PEMBAGIAN TUGAS MATERI DISKUSI
1
1. A. Rinciani Putri Patofisiologi Konstipasi (kurang serat,
penggunaan obat opiat, geriatri)
2. Amirah Farmakologi diare
3. Astari Rachma Nityasa Farmakoterapi konstipasi dan farmakologi
konstipasi (laksatif osmotik dan laksatif
stimulan)
4. Claudia Nelrima Fisiologi penyerapan
5. Desta Andriyani Fisiologi usus halus
6. Erwin Patofisioogi diare (diare sekretori)
7. Fismia Hikmah Tiara Farmakoterapi diare dan farmakologi diare
8. Hilmia Erianto Fisiologi usu besar dan anus
9. Kartika Dwi Sukmawati Patofisiologi konstipasi (gangguan GIT,
gangguan endokrin, kehamilan, gangguan
neurogenik)
10. M. Aditya Wardana Patofisiologi diare (diare motilitas dan diare
osmotik)
11. Rahmadina Providya Farmakologi konstipasi (bulk forming
laxatives, surfactant laxatives), farmakoterapi
konstipasi
KATA PENGANTAR
2
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Tri Wahyuni, M.Biomed., Apt. selaku dosen pembimbing kami dalam proses
pembuatan makalah ini. Kami juga berterima kasih atas bantuan semua pihak yang secara
langsung maupun tidak langsung telah memberikan dukungan moral maupun materi kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar.
Untuk kedepannya kami berharap makalah Diare dan Konstipasi sebagai tugas mata
kuliah Obat Gangguan Endokrin dan Saluran Pencernaan yang telah kami susun dapat
berguna bagi pembaca. Sebelumnya kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki
banyak kekurangan. Untuk itu kami menerima kritik dan saran untuk memperbaiki makalah
ini.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
3
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................4
Bab I PENDAHULUAN
Bab II ISI
2.1 Fisiologi..........................................................................................................................7
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................................72
3.2 Saran……………………………..…………………………………………...................….....72
4
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................73
BAB I
PENDAHULUAN
Memberikan pengetahuan lebih bagi penulis dan pembaca mengenai penyakit diare dan konstipasi
serta penanganannya
BAB II
ISI
2.1. FISIOLOGI
6
2.1.1 Usus Halus
Dari ketiga aktivitas diatas, yang akan dibahas lebih jauh dan yang nantinya
berkaitan dengan patofisiologis diare serta konstipasi ialah motilitas dan penyerapan.
Berikut ini penjelasan dari kedua aktivitas tersebut:
2.1.1.1 Motilitas
Motilitas yang dilakukan oleh usus halus bertujuan untuk melakukan
pencampuran dan pendorongan kimus dari lambung ke sepanjang usus halus
hingga mencapai usus besar nantinya. Ada 2 macam motilitas yang dilakukan
usus halus, yaitu
7
a. Segmentasi
Segmentasi merupakan motilitas utama usus halus saat mencerna makanan
dimana proses ini berfungsi untuk mencampur dan mendorong kimus secara
perlahan. Terjadi kontraksi otot polos sirkular yang distimulasi oleh saraf
parasimpatis pada usus halus sehingga usus halus akan membentuk suatu
cincin-cincin kontraktil dimana saat berkontraksi, cincin-cincin kontraktil
ini akan melakukan gerakan dua arah yaitu kedepan dan kebelakang,
dengan adanya pergerakan tersebut kimus dapat tercampur secara optimal
serta terdorong secara perlahan melewati usus halus. Proses segmentasi
terjadi secara kuat setelah makan. Dimana duodenum akan memulai
segmentasi ketika terjadi peregangan dikarenakan keberadaan kimus,
sedangkan ileum akan memulai segmentasi ketika hormon gastrin
disekresikan sebagai tanda bahwa kimus berada di dalam lambung (refleks
gastroileum). Pada duodenum proses segmentasi terjadi 12x per menit
sedangkan pada ileum terminal proses ini terjadi 9x per menit, kimus akan
terdorong perlahan agar pencampuran merata dan penyerapannya optimal.
b. Migrating Motility Complex
Merupakan motilitas diantara waktu makan. Berbentuk gelombang
peristaltik lemah berulang dalam jarak yang pendek sampai kebagian hilir
usus halus. Kontraksi yang terjadi akan menyapu sisa-sisa makanan, debris
mukosa dan bakteri menuju kolon. Proses ini dibantu oleh hormon motilin
yang disekresi oleh sel-sel endokrin mukosa usus halus saat keadaan tidak
makan
2.1.1.2 Penyerapan
Penyerapan merupakan proses utama yang terdapat didalam usus halus,
dimana bagian dari usus halus yang merupakan tempat menyerap nutrisi terbesar
ialah duodenum dan jejunum. Meskipun duodenum dan jejunum merupakan
tempat paling optimal melakukan penyerapan, bukan berarti ileum tidak
melakukan penyerapan. Penyerapan yang terjadi di ileum tidak terlalu besar
karena memang sebagain besar telah terserap lebih dahulu pada bagian awal usus
halus, akan tetapi vitamin B12 serta garam-garam empedu lebih banyak diserap
pada bagian ini.
Usus halus memiliki mukosa dengan luas permukaan yang besar, itu sebabnya
proses penyerapan terbesar terjadi pada organ ini. Semakin besar luas permukaan,
maka semakin optimal penyerapan yang terjadi. Sel-sel epitel usus halus itu
8
sendiripun memiliki berbagai macam mekanisme kerja transport aktif yang dapat
membantu proses penyerapan.
Adapun nutrisi yang diserap di usus halus itu sendiri meliputi, karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, mineral, garam-garam empedu, ion dan yang paling
utama ialah air. Setiap zat tersebut memiliki mekanisme penyerapannya masing-
masing, pada bagian ini akan dibahas penyerapan dari kalsium karena beberapa
sudah dibahas sebelumnya.
a. Penyerapan kalsium
9
bentuk calcitriolnya. Ketika konsentrasi kalsium dalam plasma menurun,
maka sekresi hormon paratiroid akan meningkat sehingga akan memberikan
feedback negatif kepada ginjal untuk meningkatkan sekresi calcitriol dan
meningkatkan penyerapan kalsium ke usus halus.
b. Volume cairan yang diserap oleh tubuh
Gambar
3. Volume
cairan yang
diserap usus
Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia: Dari Sistem ke Sel edisi ke-6. Jakarta: EGC
Setiap harinya, 9500 ml cairan yang masuk ke usus halus dimana 2500
berasal dari eksternal yaitu makanan dan minuman sedangkan 7000ml
sisanya merupakan getah-getah hasil sekresi pencernaan. Dari 9500ml itu
yang akan diserap oleh usus halus hanya 9000ml nya saja termasuk getah-
getah pencernaan sehingga tubuh tidak akan kehilangan getah- getah
pencernaan tersebut. Sisanya yaitu 500ml akan masuk ke kolon.
10
Gambar 4. Proses pencernaan lemak yang terjadi di dalam tubuh
Lemak yang masuk ke dalam tubuh ada yang sudah dalam bentuk siap
untuk di absorpsi dan ada yang dalam bentuk belum siap di absorpsi. Oleh
karena itu, lemak dalam bentuk belum siap diabsorpsi oleh usus halus akan
di metabolisme lagi dan diuraikan oleh enzim lipase dalam usus halus
sehingga bisa menjadi asam lemak dan molekul gliserol yang siap untuk di
absorbsi oleh usus halus dan siap untuk dibawa darah menuju jaringan yang
memerlukan.
11
6. Garam-garam empedu terus mengulangi fungsi melarutkan lemak di
sepanjang usus halus sampai semua lemak terserap
12
Sementara vitamin B12 memiliki sifat unik yaitu harus berikatan terlebih
dahulu dengan faktor intrinsik lambung agar dapat diserap melalui proses
endositosis yang diperantarai oleh reseptor di ileum terminal
e. Proses Penyerapan Besi dan Kalsium
Berbeda dengan penyerapan elektrolit lain, besi dan kalsium tidak dapat
seluruhnya diserap oleh tubuh karena penyerapan keduanya berada di
bawah pengaturan dan bergantung pada kebutuhan tubuh. Penyerapan besi
ke dalam darah melibatkan dua langkah utama, yaitu penyerapan besi dari
lumen ke dalam sel epitel usus halus dan penyerapan besi dari sel epitel ke
dalam darah.
Besi diserap secara aktif oleh lumen ke dalam sel epitel usus halus. Ada
beberapa hal yang mempengaruhi transpor aktif dari zat besi, yaitu jenis
kelamin (wanita memiliki tempat transpor aktif empat kali lebih banyak
dari pria), bergantung dari jenis zat besi yang diserap dan adanya zat lain
yang dapat mempengaruhi penyerapan zat besi (contoh : vitamin C dapat
meningkatkan penyerapan zat besi).
Setelah diserap ke dalam sel epitel usus halus, zat besi memiliki dua
kemungkinan yang terjadi, yaitu :
1. Besi yang segera dibutuhkan untuk produksi sel darah akan
langsung diserap ke dalam darah untuk disalurkan ke dalam sumsum
tulang.
2. Besi yang tidak segera dibutuhkan akan tetap tersimpan dalam sel
epitel dalam bentuk granular yg disebut ferritin
Proses penyerapan besi :
13
1. Hanya sebagaian dari besi yang tertelan yang berada dalam bentuk yang
dapat diserap
2. Besi dalam diet yang diserap ke dalam sel epitel usus halus dan segera
dibutuhkan untuk produksi sel darah merah akan dipindahkan ke dalam
darah
3. Di dalam darah, besi yang diserap akan diangkut ke sumsum tulang dalam
bentuk terikat ke transferin
4. Besi dalam makanan diserap namun tidak digunakan akan diubah menjadi
bentuk feritin
5. Kelebihan besi dalam darah dapat dibuang ke kompartemen feritin
6. Besi yang tidak digunakan dapat dikeluarkan bersama tinja ketika sel epitel
mengandung feritin terlepas
7. Besi dalam makanan juga akan dikeluarkan bersama tinja jika tidak diserap
Penyerapan kalsium dapat dilakukan dengan difusi pasif tetapi
umumnya dilakukan dengan transpor aktif. Vitamin D sangat meningkatkan
traspor aktif dari penyerapan kalsium. Vitamin D ini menghasilkan efek
setelah diaktifkan di hati dan ginjal dan distimulasi oleh hormon paratiroid.
Dalam keadaan normal, hanya dua per tiga dari 1000 mg kalsium yang
dapat diserap oleh usus halus.
2.2 Usus Besar dan Anus
Usus besar adalah organ dalam sistem pencernaan yang terletak setelah usus halus
(intestine). Usus besar memiliki panjang sekitar 5 kaki atau 1,5 meter. Fungsi usus
besar adalah sebagai tempat penyerapan dan penyimpanan residu makanan sebelum
14
defekasi (pegeluaran feses melalui lubang anus). Usus besar terdiri dari empat bagian
utama yaitu sekum, apendiks, kolon, dan rektum.
2.1.2.1 Sekum
Gambar 9. Sekum
Bagian dari usus besar yang letaknya paling dekat dengan usus halus.
Sekum adalah kantung buntu yang terletak setelah pertemuan antara usus
halus dengan usus besar. Pertemuan antara usus halus dengan usus besar itu
sendiri dibatasi oleh sebuah katup yang dinamakan katup ileosekum atau
ileosecal valve.
Katup ileosekum adalah katup pada persimpangan ileum dengan usus
besar yang dikelilingi oleh otot polos yang menebal (ileocecal sphincter).
15
Terdapat 2 faktor yang mengatur kemampuan katup ini sebagai pembatas
antara usus halus dan usus besar yaitu:
Anotominya yang terdiri dari lipatan jaringan menonjol dari ileum ke
dalam lumen sekum. Ketika isi ileum terdorong ke arah sekum maka katup
ini akan mudah terbuka. Tetapi lipatan jaringan menonjol tersebut akan
dipaksa tertutup ketika isi sekum mencoba untuk bergerak mundur.
Lapisan otot polos yang menebal pada bagian akhir dinding ileum yang
membentuk sphincter ileocecal. Bagian ini aktivitas kerjanya diatur oleh
sistem saraf dan hormon. Apabila terjadi distensi (penggelembungan) ileum
maka bagian ini akan mengalami relaksasi yang dimediasi oleh pleksus
intrinsik. Sementara itu ketika terdapat sedikit tekanan pada sekum maka
sphincter ini akan berkontraksi sehingga katup akan tertutup. Mekanisme
relaksasi dan kontraksi ini akan menyebabkan isi ileum terdorong ke arah
sekum sekaligus mencegah masuknya bakteri usus besar ke usus halus.
2.1.2.2 Apendiks
16
Gambar 11. Apendiks
2.1.2.3 Kolon
Kolon merupakan bagian yang membentuk sebagian besar usus besar.
Tidak seperti otot halus yang bergulung-gulung, kolon terdiri dari 3 lapisan
yang relatif lurus yaitu kolon asendens (ascending colon), kolon
transversum (transverse colon), dan kolon desendens (descending colon).
Bagian akhir dari kolon desendes disebut sebagai kolon sigmoid (sogmoid
colon) karena bentuknya menyerupai sigma ataupun seperti huruf s.
Kolon adalah bagian dari usus besar tempat terjadinya motilitas, sekresi,
pencernaan, dan penyerapan terhadap isi kolon. Pada kolon juga terdapat
bakteri penghuni kolon yang jika diakumulasikan beratnya bisa mencapai
1000 gram dan terdiri dari sekitar 500-1000 jenis bakteri. Bakteri pada
kolon berfungsi dalam melakukan fermentasi terhadap karbohidrat dan
protein tidak tercerna menghasilkan senyawa seperti laktat dan asam lemak
rantai pendek seperti asam butirat. Selain itu bakteri pada kolon juga
berfungsi dalam menjaga imunitas kolon dengan bersaing melawan bakteri
jahat dalam menempati kolon, menjaga integritas mukosa kolon,
mendorong motilitas kolon, dan menghasilkan berbagai vitamin khususnya
vitamin K yang dapat diserap oleh mukosa usus besar dan bermanfaat bagi
tubuh. Salah satu contoh bakteri penghuni kolon adalah E. coli.
2.1.2.4 Rektum
17
Gambar 12. Rektum
Rektum adalah bagian paling akhir dari usus besar. Rektum dalam istilah
bahasa berarti lurus. Rektum memiliki panjang hanya sekitar 12 cm
(termasuk pendek). Rektum berbatasan langsung dengan kolon sigmoid dan
antara rektum dengan lingkungan luar tubuh dibatasi oleh lubang anus.
Rektum berperan dalam proses defekasi atau pengeluaran residu makanan
dari tubuh. Pada saat akan dilakukan defekasi maka rektum akan
berkontraksi sedangkan jika terjadi penundaan defekasi maka rektum akan
berelaksasi.
2.1.2.5 Anus
18
Gambar 14. Lapisan Dinding Usus Besar
19
sehingga menyebabkan terjadinya kontraksi segmental. Waktu antara 2
kontraksi segmental haustra sekitar 30 menit. Lebih lama dibanding
kontraksi usus halus yang mencapai 9-12 kali per menit. Lokasi
kantung haustra secara bertahap berubah sewaktu segmen yang semula
melemas dan membentuk kantung mulai berkontraksi secara perlahan
sementara bagian yang tadinya berkontraksi melemas secara bersamaan
untuk membentuk kantung baru. Gerakan ini tidak mendorong isi usus
tetapi secara perlahan mengaduknya maju mundur sehingga isi kolon
terpajan mukosa penyerapan. Kontraksi haustra umunya dikontrol oleh
refleks-refleks lokal yang disebut pleksus intrinsik.
- Perubahan massa (mass movement): Selain kontraksi haustra yang
mencampur aduk kimus di dalam kolon, tejadi juga gerakan yang
dinamakan Perubahan Massa (Mass Movement). Perubahan massa
adalah kontraksi masif yang mendorong isi kolon ke bagian distal
sebagai tempat penampungan akhir sebelum terjadi defekasi. Gerakan
tersebut memperkecil diameter segmen kolon sehingga materi bolus
akan diteruskan menuju bagian distal kolon. Sebanyak 3-4 kali sehari
terjadi peningkatan motilitas kolon akibat kontraksi segmen-segmen
besar kolon asendens dan kolon transversum secara stimultan dan
mendorong feses sejauh 1/3 sampai ¾ panjang kolon dalam beberapa
detik. Gerakan ini dipengaruhi oleh refleks gastrokolon dan refleks
gastroileum. Reflex gastrokolon adalah reflex terjadinya pengosongan
makanan di usus halus menuju kolon karena adanya makanan baru
yang memasuki saluran pencernaan. Sedangkan reflex gastroileum
adalah pengosongan makanan di lambung menuju usus halus karena
adanya makanan baru yang memasuki saluran pencernaan.
b. Sekresi: usus besar tidak mensekresikan enzim pencernaan apapun. Oleh
karena itu sudah tidak ada lagi pencernaan di ussu besar kecuali yang
dilakukan oleh bekatri kolon. Sekresi kolon itu sendiri hanya terdiri dari
sekresi larutan mukus basa (NaCOH3) yang berfungsi melindungi mukosa
usus besar dari cedera mekanis dan kimiawi. Mukus menghasilkan
pelemasan yang berfungsi melancarkan pengeluaran feses. Sedangkan
NaCOH3 berfungsi menetralkan asam-asam iritan yang dihasilkan oleh
bakteri kolon.
20
c. Digesti: sudah tidak terjadi proses pencernaan lagi di kolon karena proses
pencernaan sudah berakhir di usus halus. Namun pencernaan dapat
dilakukan oleh bakteri kolon pada selulosa tidak tercerna untuk
kepentingan mereka. Selain itu bakteri pada kolon dapat menurunkan
jumlah karbohidrat dan protein yang tidak tercerna melalui proses
fermentasi. Hasil fermentasi oleh bakteri tersebut termasuk laktat dan
asam lemak rantai pendek seperti asam butirat.
d. Absorpsi: penyerapan di kolon lebih rendah dibanding penyerapan di
usus halus. Hal ini diakibatkan karena lumen kolon yang cukup halus dan
tidak memiliki vili sehingga luas permukaannya menjadi jauh lebih kecil.
Kolon dalam keadaan normal menyerap air dan garam-garam dengan
mekanisme penyerapan sebagai berikut:
- Ion natrium diserap melalui transpor aktif
- Ion klor diserap melalui difusi pasif mengikuti gradien listrik
- Air diserap melalui mekanisme pompa osmotis
2.1.2.8 Defekasi
Defekasi adalah pengeluaran kotoran tidak tercerna dari dalam tubuh.
Defekasi seperti pada urinasi merupakan refleks spinal yang dipicu oleh
adanya relaksasi dinding organ. Perpindahan materi feses ke dalam rektum
normal yang kosong memicu terjadinya defekasi. Relaksasi otot polos pada
21
internal anal sphincter dan kontraksi peristaltik rektum mendorong materi
feses menuju anus. Pada saat yang tepat external anal sphincter juga akan
berelaksasi sehingga feses keluar dari anus. Defekasi juga dibantu dengan
adanya kontraksi otot perut dan gerakan ekspirasi paksa yang melawan
glottis tertutup (Valsalva maneuver).
Defekasi terjadi saat adanya reflex defekasi. Reflex defekasi
menyebabkan rektum mengalami kontraksi dan kedua sfingter anus
mengalami relaksasi sehingga feses keluar melalui lubang anus. Apabila
terjadi penundaan defekasi baik disengaja maupun tidak maka rektum akan
mulai berelaksasi dan kedua sfingter anus akan mulai berkontraksi kembali
sehingga feses tidak jadi dikeluarkan melalui lubang anus. Defekasi
berikutnya baru akan terjadi sampai adanya gerakan massa selanjutnnya di
kolon.
Seperti urinasi, defekasi dipengaruhi oleh keadaan emosi seseorang.
Stress dapat berpengaruh pada motilitas usus besar (kolon).
- Pada sebagian individu, stress dapat meningkatkan motilitas kolon
sehingga terjadi diare dan sebaliknya pada beberapa individu stress
dapat memperlambat motilitas kolon sehingga terjadi konstipasi.
- Penundaan buang air besar baik disengaja maupun tidak akan
menyebabkan feses yang lebih lama berada di kolon mejadi keras
dan kering karena proses penyerapan air terus berlanjut.
2.1.2.9 Flatus (Gas Usus)
Flatus adalah gas usus yang dikeluarkan baik melalui anus maupun
mulut. Flatus berasal dari dua sumber yaitu gas yang tertelan (sekitar 500
ml ketika makan) dan gas yang dihasilkan oleh bakteri kolon. Berdasarkan
organ pengeluarannya, flatus dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Buang angin: Pengeluaran gas dari rektum dilakukan akibat gerak
sadar. Seseorang secara sengaja mengontraksikan otot-otot
abdomen dan sfingter ani eksternus secara bersamaan. Ketika
kontraksi abdomen meningkat maka akan terjadi peningkatan
tekanan pada sfingter ani eksternus yang tertutup sehingga
terbentuk gradien tekanan yang memaksa udara keluar dengan
kecepatan tinggi melalui lubang anus yang berbentuk celah dan
terlalu sempit untuk keluarnya feses. Lewatnya udara dengan
kecepatan tinggi menyebabkan tepi-tepi lubang anus bergetar,
menghasilkan nada rendah khas yang menyertai keluarnya gas.
22
b. Borborigmi: disebut juga bersendawa yaitu peristiwa pengeluaran
sebagian besar gas dari lambung. Gas yang tidak dikeluarkan
melalui sendawa akan diserap di usus halus atau diteruskan ke
kolon.
Diare (berasal dari bahasa Yunani dan Latin: dia, artinya melewati, dan rheein, artinya
mengalir atau berlari) adalah kondisi dimana seseorang mengalami peningkatan frekuensi
defekasi dan bobot cairan, volume, dan berat feses. Secara fisiologis, rata-rata volume feses
pada orang dewasa adalah kurang dari 200 g/hari, pada anak-anak bergantung pada usia dan
besarnya, dan pada bayi dapat mencapai 100 g/hari. Pasien diare mengalami peningkatan
massa feses, pada laki-laki lebih dari 235 g/hari, sedangkan perempuan lebih dari 175 g/hari.
Frekuensi defekasi juga meningkat menjadi lebih dari 2 kali per hari.
Diare diklasifikasikan berdasarkan durasi, volume feses, dan mekanisme.
• Berdasarkan durasi:
Akut jika < 2 minggu
Persisten jika 2-4 minggu
Kronik jika > 4 minggu
• Berdasarkan volume feces:
Large-volume diarrhea karena jumlah dan sekresi air yang berlebihan
pada intestin
Small-volume diarrhea karena motilitas intestinal yang berlebihan
sehingga volume feses tidak meningkat
• Berdasarkan mekanismenya menjadi diare sekretori, osmotik, dan motilitas.
2.2.1 Diare Sekretori
23
teraktivasi. Pada sel mukosa, Cl- diperbanyak secara aktif sekunder oleh
pembawa simporter Na+-K+-2Cl- basolateral dan disekresikan melalui kanal
Cl- luminal. Hal ini terjadi lebih sering ketika konsentrasi cAMP intrasel
meningkat.
2.2.1.1 Pengobatan.
Diare ini dapat terjadi akibat penggunaan obat-obatan seperti antibiotik,
antidisritmik jantung, antihipertensi, NSAID, beberapa antidepresan,
agen kemoterapi, bronkodilator, antasid, laksatif, dll.
2.2.1.2 Keracunan.
Diare sering terkait dengan respon tubuh terhadap pencernaan toksin,
jadi tubuh berusaha mengeluarkan toksin tersebut dengan cara sekresi
air berlebih yang akhirnya menyebabkan diare. Toksin tersebut antara
lain insektisida organofosfat, amanita dan jamur lain, arsen, dan toksin
lingkungan dalam seafood seperti ciguatera dan scombroid.
2.2.1.3 Operasi usus, penyakit mukosa, dan fistula enterokolik.
Hal ini akan menyebabkan permukaan reabsorpsi cairan dan elektrolit
menjadi tidak adekuat. Kondisi ini diperburuk dengan adanya
makanan. Penyakit (contohnya Crohn’s ileitis) atau operasi kurang dari
100 cm terminal ileum, asam dihidroksi empedu dapat lolos dari
absorpsi dan menstimulasi sekresi kolonik (cholorrheic diarrhea).
Mekanisme ini menyebabkan diare sekretori idiopatik, dimana asam
empedu mengalami malabsorpsi dari terminal ileum.
2.2.1.4 Defek kongenital absorpsi ion.
Sangat jarang, defek pada pembawa (carriers) spesifik terkait absorpsi
ion menyebabkan diare berair sejak lahir, dan kelainan ini termasuk
24
defek pertukaran Cl–/HCO3– yang menyebabkan alkalosis dan defek
pertukaran Na+/H+ menyebabkan asidosis.
2.2.1.5 Hormon.
• Metastatic gastrointestinal carcinoid tumors atau primary
bronchial carcinoids dapat menyebabkan diare berair. Diare ini
terkait pelepasan ke sirkulasi sejumlah sekretagog intestinal yang
poten, seperti serotonin, histamin, prostaglandin, dan beberapa
kinin.
• Gastrinoma adalah salah satu tumor neuroendokrin yang
kebanyakan ditandai dengan ulkus peptikum refraktori, tetapi diare
terjadi sebanyak satu sampai tiga kasus dan mungkin merupakan
manifestasi klinis pada 10%. Pelepasan sekretagog lain dengan
gastrin berperan dalam hal ini, kebanyakan diare terjadi akibat
maldigesti lemak karena inaktivasi enzim pankreatik oleh pH
intraduodenal yang rendah.
• Sindrom akloridia hipokalemia diare berair, disebut juga kolera
pankreatik, terkait non- cell pancreatic adenoma, merujuk pada
VIPoma, yang mensekresikan VIP (vasoactive intestinal peptide)
dan sebagai host hormon peptida lain termasuk polipeptida
pankreatik, sekretin, gastrin, polipeptida inhibitor gastrin (disebut
juga peptida insulinotropik bergantung glukosa), neurotensin,
kalsitonin, dan prostaglandin. Kondisi diare sekretori sering parah
dengan volume feses lebih dari 3 L/hari; telah dilaporkan terdapat
volume mencapai 20 L. VIPoma dapat menyebabkan dehidrasi
yang mengancam kehidupan; disfungsi neuromuskular terkait
hipokalemia, hipomagnesia, atau hiperkalsemia; flushing; dan
hiperglikemia.
• Karsinoma medular tiroid muncul dengan diare sekretori akibat
kalsitonin, peptida sakretori lain, atau prostaglandin. Tumor ini
terjadi sporadik atau pada 25-50% kasus, seperti pada kebanyakan
neoplasia endokrin tipe 2a dengan feokromositoma dan
hiperparatiroidisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
pasien MCT yang mengalami diare, menunjukkan peningkatan
nilai kalsitonin dari 20,2 sampai 680 µg/l (normalnya < 0,08 µg/l).
25
Kalsitonin merupakan sekretagog poten pada usus halus kelinci
dan manusia, tetapi mekanisme aksinya belum diketahui.
• Mastositosis sistemik terkait dengan lesi kulit urtikaria
pigmentosa, dapat menyebabkan diare sekretori karena histamin,
atau inflamatori terkait infiltrasi intestinal oleh sel mast.
2.2.1.6 Enterotoksin.
Enterotoksin bakteri adalah polipeptida yang dapat menyebabkan
diare. Beberapa enterotoksin menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit
tanpa merusak jaringan. Hal ini terjadi karena toksin dapat menembus
membran sel epitel dan mengaktivasi sekresi elektrolit yang diikuti
dengan cairan. E.coli memliki 2 jenis toksin sekretagog yaitu heat-
labile (LT) dan heat-stable (ST) yang merupakan penyebab terbesar
dari traveler’s diarrhea. Toksin ST menginduksi cGMP yang akhirnya
meningkatkan ekresi air. Toksin kolera merupakan toksin sekretagog
yang dapat meningkatkan Ca2+ intrasel yang menyebabkan disfungsi
transpor cairan dan elektrolit. Toksin kolera terdiri dari 5 peptida B
pengikat dan 1 peptida A katalitik. Peptida B berguna sebagai landing
pad yang berikatan dengan karbohidrat dari gangliosid GM1 pada
permukaan membran epitel usus halus. Hal ini memungkinkan toksin
subunit A masu melalui kalveolar dimediasi endosomal. Transpor
kembali subunit A dari endosom ke sitoplasma sel diikuti dengan
pemutusan ikatan disulfida yang menghubungkan peptida A (A1 dan
A2). Katalitik peptida A1 :
A1 berikatan dengan protein sitosolik 20-kD yaitu faktor
ribosilasi-ADP (ARF)
Komplek ARF-A1 mengkatalisis ribosilasi ADP dari protein G 49
kD (Gsα)
Ikatan NAD dan GTP menghasilkan Gsα yang teraktivasi yang
kemudian berikatan dan mengaktivasi adenilat siklase.
Adenilat siklase yang teraktivasi menyebabkan cAMP intrasel
intrase yang meningkat dari ATP
cAMP menstimulasi sekresi Cl- dan HCO3- yang terkait dengan
sekresi Na+ dan air. Resorpsi Cl- dan Na+ juga diinhibisi
26
Gambar 17. Ion yang terlibat dalam resorpsi dan sekresi penyebab diare
27
Osmotic diarrhea dikarenakan konsumsi zat yang sulit diabsopsi, baik
dalam keadaan normal maupun pada kondisi malabsorpsi, dalam jumlah
banyak. Zat-zat seperti sorbitol, fruktosa; garam magnesium; anion yang
sulit terabsorpsi seperti sulfat, fosfat dan sitrat, bersifat osmotik aktif
sehingga mengeluarkan air dari dalam sel ke lumen saluran cerna.
Pengeluaran air dari saluran cerna adalah suatu mekanisme tubuh untuk
mempertahankan gradient osmotik, yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan volume feses. Selain konsumsi zat non-absorpable ada
beberapa hal lain yang mengakibatkan osmotic diarrhea lainnya yaitu
malabsorpsi yang terkait defisiensi laktase, deisiensi enzim pankreas atau
garam empedu, pertumbuhan bakteri usus yang terlalu cepat, celiac disease.
Contoh Sediaan
2. Difenoksilat
Mekanisme Kerja
Menginhibisi motilitas saluran cerna dan dorongan saluran cerna
Indikasi
• Diare
Kontraindikasi
Hipersensitifitas anak yang
Penyakit hati
berusia < 2
yang parah tahun
Diare infeksius Toleransi
Colitis ulseratif
terhadap alcohol
Jaundice
Efek Samping
Konstipasi Takikardia
Lemas Mati rasa
Mulut kering Anafilaksis
Pusing dan Anoreksia
Pankreatitis
mengantuk
Muntah
Ileus paralitik
Interaksi Obat
Alkohol Narkotik
Hipnotik sedatif
30
Contoh Sediaan
3. Paregoric
Mekanisme Kerja
• Meningkatkan kerja otot halus di saluran cerna, menurunkan
motilitas dan peristalsis
• Menurunkan sekresi pencernaan
Indikasi
• Diare • Mengurangi sakit
perut
Kontraindikasi
• Hipersensitivitas
pada opium
• kehamilan
31
Efek Samping
• CNS : pusing, malaise, insomnia, depresi CNS, peningkatan
intracranial
• Kardiovaskular : Palpitasi, hipotensi, bradikardia, vasodilatasi
perifer
• GI : mual, muntah, konstipasi, anoreksi, keram perut
Interaksi Obat
• CNS depresan (ex/ alkohol, narkotik, benzodiazepin), MAO
inhibitor dapat meningkatkan efek agonis opiate (ex/ morfin)
Contoh Sediaan
2.4.2 Adsorben
Kontraindikasi:
Lesi pada saluran gastro intestinal, konstipasi, obstruksi intestinal,
hipersensitivitas
Efek samping:
Konstipasi, impaksi fekal
Perhatian:
Pemberian pada anak usia di bawah 6 tahun, demam tinggi,dan
pemakaian obat lebih dari dua hari
Interval 2-3 jam setelah konsumsi obat oral
Interaksi obat:
Interaksi kaolin:
Menurunkan konsentrasi digoksin jika dikonsumsi bersamaan
dengan digoksin
Berinteraksi dengan aspirin kloroquin dan hidroksikloroquin,
fenotiazin, dan tetrasiklin
Interaksi New Diatabs:
Menghilangkan aksi ipecacuanha & obat-obat emetik lain.
Berinteraksi dengan hipoglikemik oral, antikoagulan, antagonis
vitamin K, PABA, dan prokain.
Meningkatkan efek antikolinergik dari obat-obat jenis
antihistamin, antidepressan, antipsikotik, dan antiparkinson.
Kaolin-Pektin
Neo diaform ® (Corsa) tablet
Neo kaominal ® (Molex Ayus) suspensi
Attapulgit
New diatabs ® (Biomedis, Medifarma) tablet
Gambar 25. Diatabs
Karbo Adsorben
Norit ® (Eglin) Tablet 125 mg, 250 mg
2.4.3 Antisekretori
Saluran cerna ↑ sekresi / ↓ absorbsi sejumlah besar air dan elektrolit
DIARE yang menyebabkan:
vasoactive intestinal peptide (VIP) dari tumor pankreas,
laksatif,
hormon (seperti: sekretin),
toksin bakteri,
produksi asam empedu yang berlebihan,
bahan-bahan yang menstimulasi intracelluler cyclic adenosine
monofosfate dan menghambat Na+/K+ ATPase yang menyebabkan
peningkatan sekresi.
Obat yang termasuk antisekretori
Bismuth subsalisilat
Lactobacillus
a. Bismuth subsalisilat
Mekanisme Kerja
b. Lactobacillus
Merupakan suatu pengobatan kontroversial yang dapat mengganti
koloni mikroflora mengembalikan fungsi usus dan menghambat
mikroorganisme patogen
Diet produk susu yg mengandung laktosa 200-400 g / dekstrin,
efektif dalam rekolonisasi mikroflora
2.4.4 Antibiotik
Pemberian antibiotik pada penyakit diare diindikasikan pada: pasien
dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,
leukosit pada feses, dimaksudkan untuk mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan dan untuk penyelamatan jiwa pada diare infeksi
Antibiotik dapat menyembuhkan diare apabila organisme penyebabnya
peka terhadap antibiotik tersebut, tetapi infeksi diare sangat terbatas dan
diobati dengan terapi pendukung.
Adanya penggunaan antibiotik untuk penyakit diare ini, yang mungkin
tidak rasional dapat menyebabkan resistensi, sehingga perlu dievaluasi.
Jenis-jenis bakteri, protozoa, dan virus yang dapat menyebabkan diare
cukup banyak. Berikut ini adalah beberapa tipe bakteri, protozoa dan virus
yang menyebabkan diare berserta gejala yang ditimbulkan dan terapi yang
dilakukan.
Jenis-jenis Antibiotik yang digunakan untuk Obat diare
a. Kotrimoksazol
Kotrimoksazol (trimetoprim : sulfametoksazol, 5:1)
2.4.5 Octreotide
• Analog oktapeptid sintetik dari somatostatin.
• Golongan Antidiarrheals & Somatostatin Analogs.
• Diresepkan untuk pengobatan gejala tumor karsinoid dan tumor sekresi
VIP.
• Menghambat pelepasan serotonin dan peptida aktif lain.
• Efektif mengontrol diare.
Mekanisme Kerja
o Kerjanya serupa dengan Somatostatin.
o Menghambat sekresi serotonin. Karena penghambatan serotonin ini,
maka dapat:
Menghambat sekresi sejumlah hormon dan transmitter seperti
gastrin, kolesistokinin, glukagon, hormon pertumbuhan, insulin,
sekretin, polipeptide pankreas, dan peptida vasoaktif usus.
Mengurangi sekresi cairan usus dan sekresi pankreas.
Memperlambat motilitas saluran cerna dan menghambat
kontraksi kandung empedu.
Memicu kontraksi langsung otot polos vaskular, yang
menyebabkan reduksi aliran darah portal dan splanknik.
• Menghambat sekresi beberapa hormon hipofisis anterior.
Indikasi
Diare sekretori yang disebabkan oleh
Mengontrol simptom (diare dan
VIPoma dan tumor carcinoid yang
flushing) pada pasien menderita
menyebabkan peningkatan sekresi
metastatik karsinoid tumor
hormon pankreas dan saluran GI
Dosis Obat
Dewasa Anak-anak
2.4.6 Enzim
Gambar 32. Perbedaan pencernaan laktosa pada keadaan normal dan tidak normal
Laktase Glukosa
Diserap
Laktosa Dari
Lumen
Usus
Galaktosa
Gambar 33. Mekanisme penyerapan laktosa
Indikasi
• Mengatasi diare yang disebabkan oleh intoleransi laktosa atau difisiensi
laktase.
Efek Samping
• Tidak ada yang membahayakan.
Contoh Sediaan: Lactaid (Tablet kunyah)
Gambar 34. Lactaid
2.4.7 Oralit
• Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida
(NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa
anhidrat.
• Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang
terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah
dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga
lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung
dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare.
2.6.1 Klasifikasi
Berdasarkan International Workshop on Constipation, defenisi kosntipasi
dibagi menjadi 2 tipe, adalah:
1. Konstipasi Fungsional
Kriterianya yaitu dua atau lebih dari keluhan ini paling sedikit dalam 12 bulan:
mengedan keras 25% dari BAB
feses yang keras 25% dari BAB
rasa tidak tuntas 25% dari BAB
BAB kurang dari 2 kali per minggu
1.6.2.1 Kelainan GI
Kelainan saluran gastrointestinal yang dapat menyebabkan konstipasi
antara lain IBD, divertikulitis, upper and lower GI tract disease,
hemoroid, fisura anal, ulcerative procitis, tumor, hernia, , sifilis,
tuberkulosis, lymphogranuloma venereum.
Adanya stimulasi simpatis dapat menyebabakan motilitas saluran
pencernaan berkurang sehingga akan memperlambat terjadinya defekasi
(Corwin)
2.6.2.2 Kelainan metabolisme dan endokrin
Kondisi yang menyebabkan diabetes antara lain neuropati diabetes,
hipotiroid, panhypopitutarism, pheochoromacytoma. Selanjutnya akan
dijelaskan mengenai:
2.6.2.2.1 Hiperkalsemia
2.6.2.7 Geriatri
Pada Geriatri konstipasi disebabkan oleh beberapa hal berikut :
a. Perubahan anatomis
Perubahan anatomis yang terjadi yaitu atrofi dinding usus,
berkurangnya suplai darah, dan perubahan-perubahan neuronal
intrinsik. Perubahan tersebut berkontribusi terhadap lama transit
dan berkurangnya kandungan air dalam feses
b. Usia >65th kehilangan 37% neuron enterik
Penurunan densitas neuron akan disertai dengan peningkatan
komponen fibrosa ganglion mesenterikus. Hal tersebut
menunjukkan bahwa perubahan neurodegeneratif berkontribusi
pada gangguan motilitas kolon pada populasi usia lanjut.
c. Tekanan sfingter anal internal dan kekuatan otot pelvis menurun,
begitu juga perubahan sensitivitas rektum dan fungsi anal.
Pada wanita mengalami penurunan tekanan pemerasan lebih
besar berkaitan dengan usia, terutama setelah menopause dan
akibat cedera persalinan per vaginam. Perubahan-perubahan ini
meningkatkan risiko ataupun potensi terjadinya konstipasi.
(Sianipar, Nicholas Benedictus., 2015)
a. Serat Alami
Pada keadaan normal, baik massa, ukuran, kekerasan, dan hidrasi
feses sangat bergantung pada kandungan serat makanan yang
dikonsumsi. Serat merupakan bagian dari makanan yang dapat
melawan pencernaan enzimatik dan sebagian besar serat tidak
berubah hingga mencapai kolon.
Bakteri kolon memfermentasi serat dengan tingkat beragam,
tergantung sifat kimiawi serta kelarutan dalam air masing-masing
subtype serat. Fermentasi serat memiliki 2 efek penting yaitu: (1)
memproduksi asam lemak rantai pendek (SCFA) yang berguna
atau sebagai nutrisi untuk epitel kolon, dan (2) meningkatkan
massa bakteri. Serat yang difermentasi dapat menurunkan cairan
feses, SCFA juga mempunyai efek prokinetik dan meningkatkan
massa bakteri yang berkonstribusi membentuk massa feses.
Sedangkan serat yang tidak difermentasi dapat mengabsorpsi air
dan membentuk massa feses. Jadi, efek bersih serat makanan pada
pergerakan usus beragam, bergantung pada komposisi serat dalam
makanan tersebut. Pada umumnya serat yang sulit difermentasi
(seperti lignin) merupakan yang paling efektif untuk meningkatkan
massa feses dan transit.
b. PEG
Larutan PEG biasa digunakan untuk pembersihan kolon
sebelum dilakukan endoskopi. Karena memiliki tekanan osmotik
yang tinggi, PEG diabsorbsi dengan buruk oleh tubuh sehingga
larutan akan tertahan pada lumen. Ketika digunakan pada volume
besar, larutan PEG akan memperlihatkan efek katartik yang efektif.
Larutan isotonis PEG terdiri atas gula yang memiliki osmotik
tinggi (PEG) dan untuk mencegah perpindahan ion pada saluran
intestinal, biasanya mengandung campuran isotonik, seperti
natrium sulfat, natrium bikarbonat, atau kalium klorida. Oleh sebab
itu, penggunaan berlebihan dapat menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit.
Mekanisme kerja PEG sebagai agen laksatif adalah dengan
menambah isi cairan pada lumen kolon, sehingga cairan pada feses
juga meningkat. Selain itu, PEG juga meningkatkan gerakan
peristaltis sehingga proses evakuasi usus meningkat.
Contoh sediaan:
MiraLax (PEG 3350)
• Indikasi: konstipasi yang tidak rutin
• Kontraindikasi: hipersensitivitas, obstruksi usus, ulkus kolitis
• ESO : pendarahan rektal, nyeri pada perut, berkeringat banyak,
pusing
• Dosis: Dewasa 17 gram (dilarutkan pada kurang lebih 225 ml
cairan) per oral 1 kali sehari, anak-anak 0.5-1g/kg per hari
a. Castor oil
Disebut juga minyak jarak atau Oleum Ricini, didapat dari
tanaman Ricinus communis, dan mengandung dua komponen
penting, yaitu protein yang sangat toksik, ricin, dan minyak yang
terdiri atas trigliserida asam ricinoleat. Asam ricinoleat bekerja
pada usus kecil untuk menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit
dan kecepatan transit usus. Karena rasanya yang kurang enak dan
potensi toksik pada epitel usus dan saraf enterik, minyak castor
jarang direkomendasikan.
Asam ricinoleat adalah senyawa aktif dari minyak castor. Asam
ricinoleat akan meningkat akibat proses pencernaan lemak.
Mekanisme kerja dari asam ricinoleat adalah menginduksi mukosa
duodenum untuk mengeluarkan kolesistokinin/pankreozimin ke
dalam darah. Selanjutnya Pankreozimin/ kolesistokinin akan
bekerja pada tiga mekanisme :
• Kontraksi kantung empedu sehingga terjadi sekresi
asam empedu
• Induksi pancreas sehingga terjadi sekresi lipase
• Induksi gerakan peristaltis usus
Contoh sediaan:
Castor oil
Gambar 46. Contoh sediaan Castor Oil
• Indikasi : Konstipasi yang tidak rutin,
• Kontraindikasi : hipersensitivitas, ulkus peptikum
• Efek Samping: mual, muntah, nyeri perut
• Dosis: Dewasa dan anak di atas 12 tahun: 1 – makan 4 sendok
makan sehari, anak usia 2-12 tahun: 1-3 sendok teh sehari,
jangan digunakan pada anak di bawah 2 tahun
b. Derivat antraquinon
Derivat antraquinon di antaranya adalah aloe, senna, dan
cascara yang terdapat dalam tanaman dan memiliki inti antrasena.
Inti antrasena tersebut dimodifikasi oleh gugus hidroksil, metil
atau karboksil sehingga membentuk monoanthrone, seperti rhein
dan frangula. Gugus monoanthrone dapat mengiritasi mukosa
mulut, tetapi proses pengeringan mengubah bentuknya menjadi
bentuk dimer (dianthrone). Selanjutnya, gugus dianthrone akan
diubah oleh aksi bakteri kolon menjadi bentuk aktifnya.
Pencahar derivat antraquinon diabsorbsi secara buruk dan
setelah dihidrolisis dalam kolon, akan menyebabkan pergerakan
pada usus 6-12 jam setelah pemberian per oral dan 2 jam setelah
pemberian per rektal. Pencahar ini dapat menyebabkan kontraksi
kolon sehingga meningkatkan evakuasi dan menginduksi sekresi
elektrolit dan cairan. Tidak dianjurkan untuk pengobatan jangka
panjang atau konstipasi kronik karena dapa menyebabkan
pigmentasi melanosis pada kolon (melanosis coli).
Senna didapat dari daun dan buah kering Cassia acutifolia
atau Cassia angustifolia dan mengandung glikosida sennosida A
dan B. Senna termasuk laksatif golongan antrakuinon yang
menginduksi sekresi elektrolit dan air dan kontraksi kolon.
Cascara diperoleh dari kulit kayu pohon buckthorn
(Cascara sagrada) yang mengandung glikosida barbaloin dan
chrysaloin.
Contoh sediaan :
c.Derivat difenilmetana
Bisacodyl meupakan derivat defenilmetana yang digunakan
untuk terapi konstipasi akut dan kronis. Bisacodyl dapat diberikan
secara oral ataupun rektal. Bisacodyl menginduksi pergerakan
usus dalam waktu 6-10 jam setelah pemberian oral karena
bisacodyl dimetabolisme oleh enzim esterase di usus. Derivat
difenilmatana memiliki absorpsi yang minim sehingga aman untuk
pengobatan jangka panjang dan kosntipasi akut. Bisacodyl jika
teraktivasi di usus akan menyebabkan iritasi lambung, untuk itu
pencegahan yang dapat dilakukan adalah menelan tablet bisacodyl
secara utuh tanpa dikunyah.
Obat lain pada kelas ini adalah fenolftalein, tetapi sudah
tidak direkomendasikan lagi penggunaannya karena memiliki
kemungkinan toksik pada jantung.
Contoh sediaan:
Dulcolax
• Indikasi: Digunakan untuk pasien yang menderita konstipasi.
Untuk persiapan prosedur diagnostik, terapi sebelum dan
sesudah operasi dan dalam kondisi untuk mempercepat defeksi.
• Kontraindikasi: Pada pasien ileus, abstruksi usus, yang baru
mengalami pembedahan dibagian perut seperti usus buntu,
penyakit radang usus akut dan hehidrasi parah.
• Efek samping: rasa tidak enak pada perut termasuk kram, sakit
perut, dan diare. Reaksi alergi, termasuk kasus-kasus
angiooedema
• Dosis: Gambar 48. Mekanisme Bisakodil
– Dewasa dan anak-anak di atas 12 tahun: 2 - 3 tablet (10 -
15 mg) sekali sehari.
– Anak-anak 6 - 12 tahun: 1 tablet (5 mg) sekali sehari.
– Anak-anak di bawah 6 tahun: konsultasi dengan dokter atau
dianjurkan memakai supositoria anak.
– Dosis yang berlebihan akan menyebabkan diare
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Terdapat berbagai macam aktivitas di usus. Antara lain motilitas, sekresi getah
pencernaan di usus, serta penyerapan
2. Klasifikasi diare dibagi menjadi tiga yaitu diare sekretori yang berkaitan dengan
transpor cairan dan elektrolit, diare motilitas yang berkaitan dengan konsumsi zat
yang sulit diabsorpsi, dan diare osmotik yang berkaitan dengan peningkatan
motilitas usus
3. Obat- obat yang digunakan untuk menangani diare antara lain antimotilitas,
adsorben, enzim laktose, oralit, antisekretori, antibiotik, dan octreotide
4. Penatalaksanaan diare dilakukan tergantung diare yang diderita pasien kronis atau
akut
5. Konstipasi merupakan penyakit yang disebabkan oleh penyakit lain. Kondisi yang
menyebabkan terjadinya konstipasi adalah gangguan GIT, kelainan neurogenik,
gangguan pada endokrin, kehamilan, kurangnya konsumsi serat, geriatri, dan
konsumsi obat opiat
6. Golongan obat yang digunakan untuk menangani konstipasi antara lain laksatif
osmotik dan laksatif stimulan, bulk forming laxatives, serta laksatif surfaktan
7. Tujuan terapi konstipasi yaitu menghilangkan gejala, mengembalikan fungsi
normal usus, serta meningkatkan kualitas hidup dengan meminimalisir reaksi obat
yang tidak diinginkan dari terapi.
3.2 SARAN
Farmasis harus paham dan mengerti mengenai fisiologi, patofisiologi, serta
penanganan diare dan konstipasi secara komperhensif.
DAFTAR PUSTAKA
Cavenaghi, S., Felicio, O., Ronchi, L., Cunrath, G., Melo, M. and Netinho, J. (2008).
Prevalence of rectoanal inhibitory reflex in chagasic megacolon. Arq. Gastroenterol.,
45(2), pp.128-131.
Departemen Farmakologi dan Tepeutik. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta. 2009
Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells, BG, Posey LM. (2011).
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Eight Edition. USA: The McGraw-
Hill Companies.
Oh, J., Kim, Y., Park, S. and Kim, J. (2013). Estrogen Rather Than Progesterone Cause
Constipation in Both Female and Male Mice. The Korean Journal of Physiology &
Pharmacology, 17(5), p.423.
Goodman, L., Gilman, A., Brunton, L., Lazo, J. and Parker, K. (2006). Goodman & Gilman's
the pharmacological basis of therapeutics. New York: McGraw Hill
Ikarashi, N., Baba, K., Ushiki, T., Kon, R., Mimura, A., Toda, T., Ishii, M., Ochiai, W. and
Sugiyama, K. (2011). The laxative effect of bisacodyl is attributable to decreased
aquaporin-3 expression in the colon induced by increased PGE2 secretion from
macrophages. AJP: Gastrointestinal and Liver Physiology, 301(5), pp.G887-G895.
Pranaka, Kris., & R, Rejeki Andayani. (n.d.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia: Dari Sistem ke Sel edisi ke-6. Jakarta: EGC
Silverthorn, D.U. 2010. Human Physiology: an Integrated Approach 5th Ed. San Fransisco:
Pearson Benjamin Cummings Publishing
Sianipar, Nicholas Benedictus. (2015). Konstipasi pada Pasien Geriatri. Continuing Medical
Education, 42 (8), 572-577
Sofyandari,made Windy. Rai Gunawan.2012. Komunikasi, Informasi, Dan Edukasi
(Kie)pada Resep Pasien Dengan Kasus Diare apotek Kimia Farma 108 Teuku Umar.
Jurusan Farmasifakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alamuniversitas Udayana
Trevor, A., Katzung, B. and Masters, S. (2008). Katzung & Trevor's New York: McGraw Hill
Medical.
Wardlaw, G.M., Hampl, J.S., and DiSilvestro, R.A. 2004. The Water-Soluble Vitamins. In:
Meyers, L.M., ed. Perspectives in Nutrition. 6thed. New York: McGraw-Hill. 352-356.
WebMD, (2015). First Trimester of Pregnancy: What to Expect. [online] Available at:
http://www.webmd.com/baby/guide/first-trimester-of-pregnancy [Accessed 19 Nov.
2015].
Anon, (2015). [online] Available at: http://americanpregnancy.org/pregnancy-
health/constipation-during-pregnancy/ [Accessed 19 Nov. 2015].
Anon, (2015). 1st ed. [ebook] Available at: http://eknygos.lsmuni.lt/springer/97/39-47.pdf
[Accessed 19 Nov. 2015].
Anonim. 2009. Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia; Volume 44-2009 s/d 2010.
Jakarta : PT. ISFI Penerbitan Jakarta.