PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Usus halus merupakan tempat paling banyak terjadi pencernaan
karbohidrat. Enzim amilase pankreas memasuki usus melalui duktus pankreas dan
melanjutkan pemecahan polisakarida menjadi rantai glukosa pendek dan maltose.
Langkah terakhir terjadi pada membran terluar sel usus. Beberapa enzim spesifik
bekerja pada disakarida tersendiri:
Maltase memecah maltosa menjadi dua molekul glukosa
Sukrase memecah sukrosa menjadi satu molekul fruktosa dan satu
molekul glukosa
Laktase memecah laktosa menjadi satu molekul galaktosa dan satu
molekul glukosa
Terakhir, setelah 1-4 jam makan, hampir semua gula dan pati telah dicerna.
Hanya serat seperti selulosa, galaktan, dan pentosan serta sebagian pati yang
masih bertahan di usus besar. Serat tersebut menyerap air, sehingga melunakkan
tinja. Selain itu, beberapa bakteri pada saluran cerna memecah zat tersebut melalui
fermentasi, membentuk air, gas, dan asam lemak rantai pendek.
3
Kemudian, fruktosa dan galaktosa dibawa oleh darah, tepatnya vena porta,
menuju hati. Disana, kedua gula diubah menjadi senyawa yang melalui
metabolisme mirip dengan glukosa, sehingga semua disakarida secara langsung
berubah menjadi satu glukosa dan setara dengan glukosa secara tidak langsung
melalui metabolisme di hati.
4
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 4
tahun 2014, Acceptable Daily Intake sakarin 0-5 mg/kgBB, siklamat 0- 11
mg/kgBB, aspartam 0-40 mg/kgBB, acesulfam-K 0-15 mg/kgBB, neotam 0-2
mg/kgBB, dan sucralose 0-15 mg/kgBB (BPOM, 2014).
Contoh pemanis buatan yaitu sakarin, siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol
sintetis, nitropropoksi-anilin. Banyak aspek digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam menentukan jenis pemanis buatan yang diizinkan untuk
produk pangan, antara lain nilai kalori, tingkat kemanisan, toksisitas, dan
pengaruhnya terhadap metabolisme tubuh manusia. Selain jenis pemanis buatan,
batasan jumlah maksimum penggunaannya juga dijadikan dasar pertimbangan
(Ambarsari et al. 2008).
Penggunaan pemanis buatan yang semula hanya ditujukan bagi penderita
diabetes, saat ini penggunaannya semakin meluas pada berbagai produk pangan
secara umum. Industri pangan dan minuman lebih menyukai menggunakan
pemanis sintetis karena harganya relatif murah dan tingkat kemanisannya yang
lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan semakin meningkatnya penggunaan pemanis
sintetis terutama sakarin dan siklamat. Dalam kehidupan sehari-hari, pemanis
buatan sakarin dan siklamat maupun campuran keduanya sering ditambahkan ke
dalam berbagai jenis jajanan anak-anak seperti makanan ringan (snack), cendol,
limun, makanan tradisional, dan sirup (Yulianti 2007).
5
Sakarin tidak dimetabolisme oleh tubuh, lambat diserap usus dan
cepat dikeluarkan melalui urin tanpa perubahan (Deshpande, 2002).
Sakarin merupakan pemanis yang paling awal ada di pasaran. Nilai
konsumsi harian yang diperbolehkan oleh FAO adalah 5 mg/kgBB/hari,
sedangkan menurut penelitian lainnya menunjukkan bahwa sakarin pada
dosis 30-300 mg/hari (0,43-4,3 mg/kg/hari) tidak meningkatkan risiko
kanker manusia (Deshpande, 2002). Menurut penelitian pada tahun 1971
yang dilakukan oleh Winconsin Alumni Research Foundation (WARF)
membuktikan bahwa sakarin tergolong pada zat penyebab kanker
(carcinogen). Pemerintah Indonesia sendiri mengeluarkan peraturan
melalui Menteri Kesehatan RI No. 208 / Menkes/ Per/ IV/ 1985 tentang
pemanis buatan dan No. 722 / Menkes/ Per/ IX/ 1988 tentang bahan
tambahan pangan, bahwa pada pangan dan minuman olahan khusus yaitu
berkalori rendah dan untuk penderita penyakit diabetes mellitus kadar
maksimum sakarin yang diperbolehkan adalah 300 mg/kg (Cahyadi, 2006).
2.4.2 Siklamat
Siklamat merupakan jenis pemanis buatan yang tidak memberikan
efek rasa pahit, yang berbeda dengan sakarin yang memberikan efek rasa
pahit. Menurut Es-tiasih, T., dkk (2015) rasa manis yang dihasilkan dari
siklamat lebih kecil dari sakarin dan perbedaan rasa yang sangat jauh yaitu
untuk siklamat hanya 30-50 kali manis gula biasa sementara sakarin
memiliki kemanisan 200-700 kali gula biasa. Dengan perbedaan
kemanisan yang sangat jauh tetap membuat para konsumen menggunakan
siklamat sebagai penambah rasa manis karena bagi mereka siklamatlah
yang dirasa lebih sesuai digunakan bagi produk yang mereka jual daripada
menggunakan sakarin.
Meskipun demikian pemakaian bahan pemanis buatan atau bahan
tambahan pangan umumnya sudah diatur olah Peraturan Menteri
Kesehatan RI di Indonesia dan Food and Drug Administration (FDA) di
USA. Pengonsumsian siklamat dalam dosis yang lebih akan
mengakibatkan kanker kandung kemih. Selain itu akan menyebabkan
tumor paru, hati, dan limfa (Thamrin, 2014).
6
Dosis penggunaan siklamat pada manusia mempunyai nilai ADI
maksimum 11 mg/kg berat badan (BB). Jadi jika pada anak ditemukan
siklamat 240% ADI, berarti kandungan pemanis buatan itu sudah
mencapai 240 persen /0,45 = 533,3 persen. Jika dikonversikan, berarti
kandungan siklamat sebesar 5,333 x 11 mg/kg = 58,63 mg/kg BB.
2.4.3 Aspartam
Aspartam lebih manis sekitar 200 kali lipat dibandingkan gula
biasa. Aspartam digunakan untuk pemanis es krim, gelatin,minuman dan
permen karet. Namun ketika dimasak menggunakan suhu tinggi,
aspartame akan berubah menjadi asam amino. Maka dari itu aspartame
tidak digunakan untuk membuat kue.
Contoh dosis penggunaannya :
ADI = 50 mg/kg BB. Asumsi satu sachet pemanis aspartam kurang lebih
40 mg aspartam dan dikonsumsi oleh seseorang dengan berat badan 50 kg,
maka orang tersebut boleh mengkonsumsi sampai dengan 62 sachet
pemanis aspartam dalam satu hari, suatu hal yang tidak mungkin
terpenuhi.
2.4.4 Sukralosa
Sukralosa adalah gula pasir yang terklorinasi dan mempunyai
kemanisan hingga 600 kali lipat dibandingkan dengan gula alami.
Sukralosa digunakan untuk pemanis minuman, es krim, permen karet,
produk roti dan makanan lainnya. Tak seperti zat pemanis lainnya,
sukralosa stabil pada suhu tinggi sehingga dapat dapat digunakan untuk
produk kue dan roti. Sekitar 15% sukralosa diserap oleh tubuh dan lainnya
keluar dari tubuh tanpa perubahan.
Namun sebagai catatan penting, sukralosa tiak dapat larut dalam
lemak sehingga ketika dikonsumsi, dapat mengakumulasi dijaringan
lemak. Sukralosa tidak dapat terpecah dan akan terdeklorinasi hanya pada
kondisi tertentu. Dosis penggunaan: ADI (Acceptable Daily Intake)
Sucralose yaitu 5 mg/kg BB.
7
2.4.5 Asesulfam-K
Salah satu pemanis buatan yang diizinkan di Indonesia dan sering
ditambahkan pada produk pangan adalah asesulfam-K (acesulfame
potassium). Asesulfam-K memiliki nama kimia potassium salt of 6-
methyl-1,2,3-oxathiazine-4-(3H)-one-2,2-dioxide. Rumus kimianya adalah
C4H4KNO4S dan berat molekulnya 201,24 gram/mol. Senyawa ini
berbentuk tepung kristal berwarna putih, tidak berbau, mudah larut dalam
air, dan berasa manis. Tingkat rasa manis asesulfam-K relatif 200 kali
tingkat kemanisan sukrosa.
Di Indonesia, asesulfam-K digunakan antara lain sebagai table-top
sweetener (sediaan pemanis yang siap dikonsumsi dan dikemas dalam
kemasan sekali pakai), pemanis berbagai jenis pangan, seperti susu,
yoghurt, buah beku, buah kering, jem, jeli, pangan dalam kemasan kaleng,
sirup, permen, roti, kukis, pai, pangan diet untuk pelangsing dan penurun
berat badan, kopi, dan makanan ringan siap santap. Pada beberapa orang,
mengonsumsi produk pangan yang mengandung asesulfam-K dapat
menimbulkan sisa rasa pahit (bitter aftertaste) pada lidah. Oleh karena itu,
pemanis ini seringkali dikombinasikan dengan pemanis lainnya untuk
meningkatkan rasa manis tanpa menimbulkan bitter aftertaste.
Jenis pangan serta batas maksimum penggunaan pemanis dalam
setiap jenis produk pangan telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan
POM RI Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pemanis.Joint FAO/WHO Expert Committee on Food
Additives (JECFA) dan Food and Drug Administration (FDA) menyatakan
bahwa asesulfam-K aman dikonsumsi oleh manusia sebagai pemanis
buatan dengan nilai Acceptable Daily Intake (ADI) sebesar 15 mg/kg berat
badan per hari. Ini berarti bahwa seseorang dengan berat badan 50 kg
dapat mengonsumsi 750 mg asesulfam-K per hari. Jika dalam produk
table-top sweetener terkandung 20 mg asesulfam-K per sachet, maka
jumlah maksimal yang relatif aman dikonsumsi dalam sehari adalah
37,5sachet.
8
2.4.6 Neotam
Neotam merupakan pemanis sintetis yang baru muncul di pasaran
pada tahun 2002 dengan tingkat kemanisan relatif antara 7000x hingga
13.000x glukosa (Aguilar, 2007). Penggunaan neotam sering dijumpai
pada industri farmasi sebagai eksipien obat karena tidak memiliki nilai
kalori dan terbukti aman dikonsumsi oleh penderita gangguan
phenylketonuria, diabetes dan wanita hamil (Andriyani, 2014).
Jumlah penambahan pemanis sintetis telah diatur oleh BPOM.
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 4 tahun 2014 tentang batas maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pemanis, batas maksimum yang diperbolehkan
dikonsumsi adalah <2 mg/kg berat badan perharinya.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang memiliki peranan penting
dalam kehidupan. Karbohidrat dapat berfungsi secara efektif di dalam tubuh, jika
telah melewati proses pencernaan dan metabolisme. Hasil dari pencernaan
karbohidrat paling sederhana adalah monosakarida dalam bentuk terbanyak yaitu
glukosa. Glukosa tersebut kemudian diabsorpsi ke aliran darah dan akan
ditempatkan ke berbagai organ dan jaringan tubuh sebagai dasar bagi
pembentukan energi di dalam tubuh.
Penggunaan pemanis buatan semula hanya ditujukan bagi penderita
diabetes. Namun, saat ini penggunaannya semakin meluas pada berbagai produk
pangan secara umum. Industri pangan dan minuman lebih menyukai
menggunakan pemanis sintetis karena harganya relatif murah dan tingkat
kemanisannya yang lebih tinggi.
3.2 Saran
1. Sebagai manusia, kita perlu menjaga asupan zat gizi secara seimbang yaitu
tidak berlebihan maupun kekurangan.
2. Penggunaan pemanis buatan ke dalam makanan harus memperhatikan
takarannya. Jangan berlebihan karena bisa memberikan efek-efek tertentu
bagi tubuh.
3. Semoga dengan adanya makalah ini, baik penyusun maupun pembaca
dapat memahami proses pencernaan karbohidrat dan pemanis buatan baik
jenis maupun dampak penggunaannya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Whitney, Ellie &Rolfes, Sharon R., 2015, Understanding Nutrition, edisi 14,
Stamford, Cengange Learning.
Gropper, Sareen S. & Smith, Jack L, 2013, Advanced Nutrition and Human
Metabolisme, edisi 6, Belmont, Cengange Learning.
Utomo, Hidayat, Dafip, & Sasi, FA. 2012. STUDI HISTOPATOLOGI HATI
MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIINDUKSI PEMANIS BUATAN.
Jurnal MIPA, 35(2). 122-129.
Usmiati S & Yuliani S. 2004. Pemanis alami dan buatan untuk kesehatan.
WartaPenelitian dan Pengembangan TanamanIndustri 10(1): 13-17.
11
Cahyadi, W, 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, hal 67-74.
Deshpande, SS, 2002. Handbook of Food Toxicology. Marcel Dekker, New York
Thamrin, Z. (2014). Analisis Zat Pemanis Bu-atan (Sakarin Dan Siklamat) Pada
Pangan Jajanan di SD Kompleks Lariangbangi Ko-ta Makassar. Jurnal
Penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Linda, H. N., 2006, Analisa dan Pemanis pada Es Krim yang dijajakan di Kota
Medan Tahun 2005., Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Sumatera Utara.
Teti, E., Rukmi, P. W. D., & Endrika, W. (2015). Komponen Minor Dan Bahan
Tambahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.
12