Anda di halaman 1dari 10

MATA KULIAH : KEPERAWATAN MATERNITAS

DOSEN : YUSRIAWATI, S.ST

JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

Oleh :
Nama : Harlina Hamzah
Nim : 4201016027

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IST BAUBAU


TAHUN AKADEMIK
2017
JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

A. Abstract
Isu tentang pengobatan selama kehamilan mulai diperhatikan karena
fisiologis dari kehamilan mempengaruhi farmakokinetik dari pengobatan yang
digunakan dan beberapa pengobatan dapat mencapai fetus dan menyebabkan
gangguan (kerusakan ).Mempelajari pengobatan yang aman dalam kehamilan
dan laktasi adalah suatu tantangan; jadi Food and Drug Administration (FDA)
Amerika membatasi kategori obat beresiko bagi kehamilan, terutama untuk ibu
dalam masalaktasi. Pemahaman yang lebih baik pada peran perubahan
fisiologis selama kehamilan, fungsi plasenta, efek pengobatan pada fetus dan
mekanisme pengangkutan obat ke payudara ibu menyusui dapat membantu
perawat mengajarkan kepada klien mereka baik sebelum masa konsepsi;
selama kehamilan dan masa laktasi. Artikel ini memberikan tunjauan literatur
baru sehingga perawat dapat lebih memperhatikan prinsip dasar keterlibatan
penggunaan obat untuk kehamilan dan wanita menyusui.

B. Tujuan
Tujuan dari artikel ini adalah untuk memberikan tinjauan literatur baru
dan merangkum prinsip dasar keterlibatan penggunaan obat untuk kehamilan
dan wanita menyusui. Perawat dan mahasiswa keperawatan mencoba secara
hati-hati untuk memberikan informasi tentang pengobatan dalam kehamilan
dan sering berhadapan dengan peringatan nonspesifik yang
menyatakan ”penggunaan obat selama kehamilan tidak dianjurkan kecuali
obat itu mempunyai potensi keuntungan yang lebih jelas daripada potensi
resiko terhadap fetus”. Pengetahuan tentang karakteristik fisiologis yang unik
pada kehamilan dan masa laktasi dalam hubungan dengan cara pemberian obat
dan pengetahuan dari ketersediaan sumber untuk memberikan beberapa
informasi diperlukan untuk membantu memberika perawatan yang terbaik.
Pemahaman tentang pengobatan yang digunakan selama kehamilan dan
masa laktasi dipengaruhi oleh peristiwa sejarah, termasuk krisis Thalidomide
tahun 1960-an dan efek teratogenik yang ditemukan yang dihubungkan dengan
penggunaan Diethystibesterol (DES) tahun 1971 (melton,1999).
Wanita hamil (atau wanita usia subur) mungkin menggunakan obat
untuk terapi (pengobatan) kondisi kronik seperti epilepsi, hipertensi atau
gangguan psikiatrik. Pengobatan mungkin diresepkan untuk mengobati kondisi
selama sakit tetapi tidak berhubngan dengan kehamilan seperti ; infeksi saluran
pernafasan atas/ nyeri muskuloskeletal. Obat lain yang biasa digunakan untuk
pengobatan dengan gangguan yang dihubungkan dengan kehamilan seperti
kehamilan preterm, hipertensi yang dipacu oleh kehamilan, untuk
meningkatkan kematangan servik/menginduksi kelahiran/untuk mendorong
kematangan (maturitas) paru-paru dari fetus yang dilahirkan preterm. Obat
yang biasanya banyak digunakan dalam studi Oklahoma (Splinter et al., 1997)
adalah vitamin, analgesik, sediaan kalsium dan zat besi serta antibiotik. Pada
studi di Eropa (Vigan et al., 1999) obat yang biasanya digunakan adalah
intiinfeksi, antimual dan terapi pengobatan aborsi.

C. Farmakokinetik Dalam Kehamilan dan Laktasi


1. Perubahan fisologis dalam kehamilan
Perubahan fisiologis yang unik dalam kehamilan berakibat pada
farmakokinetik dari obat yang digunakan oleh wanita hamil. Selama
kehamilan, volume plasma wanita meningkat antara 30-50 % dan cardiac
output dan rata-rata filtrasi glomerulus juga meningkat sesuai dengan
proporsinya. Faktor ini mungkin berkontribusi pada rendahnya konsentrasi
beberapa obat saat bersirkulasi (terutama yang di ekskresikan oleh ginjal)
pada wanita hamil dan mungkin pada tingkat subterapeutik obat.
Peningkatan lemak tubuh selama kehamilan mungkin meningkatkan
volume dari distribusi obat yang larut dalam lemak. Penurunan konsentrasi
albumin plasma selama kehamilan meningkatkan volume distribusi dari
obat yang berikatan dengan protein tinggi seperti antikonvulsan dan
selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) (Yankowitz & Niebyl,2001).
Loebstein, Lalkin and Koren (1997) menunjukkan bahwa obat-obat yang
tidak berikatan lebih rentan terhadap peningkatan clearance oleh ginjal dan
hati, yang menyeimbangkan efek dari peningkatan distribusi volume.
Penurunan waktu pengosongan gaster yang dihubungkan dengan efek
progesteron yang memungkinkan perubahan absorbsi dari obat, terutama
pada trisemester III, perlambatan waktu efek; maka perlu mempersiapkan
rute intravena yang tepat untuk pengobatan (Yankowitz & Niebyl, 2001).
Mual dan muntah yang dihubungkan dengan kehamilan mungkin juga
berefek pada absobsi obat. Kehamilan yang dihubungkan dengan
peningkatan pH gaster akan berefek pada absorbsi asam lemah dan basa
(Loebstein et al. 1997). Bersamaan dengan hal itu biasanya digunakan obat
lain dalam kehamilan seperti antasida dan suplemen nutrisi seperti vitamin,
zat besi yang bisa mengikat dan mengionaktivasi beberapa obat (Yankowitz
& Niebyl,2001). Absorbsi obat IM secara umum lebih cepat dihubungkan
dengan peningkatan aliran darah, yang mempertinggi penyerapan obat
secara sistemik dan lamanya tingkat aksi obat. Tapi terdapat pengecualan
yaitu terjadi keterlambatan pada kehamilan ketika aliran darah ke ektermitas
akan melambat, yang akan berpotensial untuk penurunan absorbsi obat pada
area ektremitas (Yankowitz &Niebyl, 2001). Akhirnya, estrogen dan
progesteron mengganggu aktivitas enzim hepar, yang dapat menambah
akumulasi obat atau mengurangi pengeluaran dari beberapa obat (Hansen &
Yankowitz, 2002). Waktu yang paling mudah terjadi gangguan pada fetus
adalah setelah periode embriogenesis, dimana pada akhir minggu ke-2
sampai minggu ke-8 setelah konsepsi (35-70 hari setelah periode menstruasi
terakhir). Paparan oleh teratogen (agen teratogenik) selama masa ini dapat
menghasilkan malformasi mayor ( Mis: abnormalitas anggota badan,
palatoskisis, dan abnormalitas jantung).

2. Tranfer obat pada plasenta


Sebagian besar obat dipindahkan dari sirkulasi maternal kepada
sirkulasi fetal dengan difusi. Tingkat tranfer tergantung pada
konsentrasi kimia dari obat seperti derajat ikatan kimia, disosiasi ion, daya
larut lemak dan berat molekul (Kraemer, 1997). Protein fetal tampak
kurang dalam mengikat obat yang ada daripada protein maternal, dan
plasma albumin maternal menurun selama kehamilan, ketika albumin fetal
secara progesif meningkat. Hal ini menghasilkan perbedaan konsentrasi
yang tergantung pada usia kehamilan. Hanya obat yang tidak berikatan yang
mampu untuk melintasi plasenta, oleh karena itu obat-obat yang berikatan
(seperti digoxin dan ampicillin dapat mencapai konsentrasi lebih tinggi
dalam fetus). (Loebstein et al., 1997).
Karena pH fetus biasanya sedikit lebih asam daripada pH maternal,
basa lemah lebih mudah melewati plasenta. Meskipun, sekali melintasi
plasenta dan membuat kontak dengan keasaman pada darah fetal, molekul
ini lebih terion; fenomena ini dikenal sebagai ”ion yang terjebak”
(Loebstein et al., 1997). Obat yang larut dalam lemak juga akan lebih dapat
melewati membran sel dan kemudian dengan cepat dapat melewati plasenta,
sebagai contoh antibiotik dan opiat merupakan obat yang sangat larut dalam
lemak dan cepat melewati plasenta (kraemer, 1997).
Berat molekul obat juga mempengaruhi kemampuan untuk melewati
plasenta. Seperti aturan umum, obat dengan besar molekul lebih besar juga
memiliki berat molekul yang lebih tinggi. Seperti obat dengan beratmolekul
rendah ( < 500 g/mol)akan lebih mudah melewati plasenta, ketika dengan
berat molekul antara 600-1000 g/mol akan melewati plasenta lebih lambat,
beberapa obat dengan berat molekul tinggi(> 1000 g/mol) seperti heparin
dan insulin tidak bisa melewati plasenta dengan nilai yang signifikan
(Kraemer, 1997).
Transfer obat transplasenta meningkat pada trisemester 3,
ini dihubungkan dengan peningkatan aliran darah maternal dan plasenta,
penurunan ketebalan dan peningkatan daerah permukaaan plasenta. Ion
yang terjebak mungkin menghasilkan konsentrasi obat pada fetus yang
melebihi konsentrasi obat pada ibu. Walaupun untuk kebanyakan obat
konsentrasi darah fetal dijaga antara 50 – 100 % dari konsentrasi darah
maternal ( Yankowitz & Niebyl, 2001).
3. Efek obat yang merugikan pada fetus
Efek merugikan pada fetus termasuk teratogenesis, perkembangan
abnormal /hasil dari defek pada fetus atau mutagenesis dimana dapat
menyebabkan perubahan permanen pada material genetik. Efek
teratogenik termasuk aborsi spontan, abnormalitas struktur atau hambatan
pertumbuhan fetal ( larimore & Petrie, 2000). Efek obat yang merugikan
termasuk perubahan tingkah laku karena gangguan neuron, dimana
gejalanya tidak muncul segera (Yaffe, 2002). Effek dari obat tergantung
pada dosis obat yang dapat mencapai fetus. Dosis ini dipengaruhi oleh dosis
maternal, distribusi dari obat pada aliran darah ibu, fungsi plasenta, genetik
fetal dan status fisiologis, demikian juga adanya paparan dengan obat lain,
kimiawi/lingkungan yang berbahaya (Yankowitz & niebyl, 2001). Faktor
lain yang signifikan adalah usia kehamilan pada waktu terpapar. Selama 2
minggu pertama setelah konsepsi, paparan jadi dapat merusak sebagian
besar pada embrio (menyebabkan aborsi spontan) atau hanya beberapa sel
(memberi kesempatan pada embrio untuk pulih tanpa ada perkembangan
defeks) (Lewis 2000). Waktu yang paling membahayakan untuk fetus
adalah saat periode embriogenesis yaitu pada akhir minggu ke-2 sampai
minggu ke-8 setelah kosepsi (35-70 hari setelah periode menstruasi
terakhir). Paparan dengan teratogen pada waktu ini dapat mengahsilkan
malformasi mayor seperti abnormalitas anggota badan, palatoskisis atau
abnormalitas jantung (melton, 1999). Setelah periode ini, paparan dapat
menyebabkan defisit fungsional atau gangguan pertumbuhan atau lamanya
kehamilan (yankowitzt & niebyl, 2001). Efek pada neonatal lebih pada
fungsionalnya daripada struktural (misal: penutupan yang tidak sempurna
dari duktus arteriosus yang dihubungkan dengan paparan ibuprofen pada
akhir kehamilan )(Melton, 1999). Beberapa obat merupakan kontraindikasi
untuk digunakan di semua semester (1-3) pada kehamilan. Misal ACE
Inhibitor (digunakan pada terapi hipertensi) telah dihubungkan dengan
keterbatasan pertumbuhan intrauterin, oligohidramion, gangguan ginjal
fetal (larimore & Petrie, 2000). Isotretinion (Acutane), obat yang biasa
diresepkan untuk obat jerawat, merupakan kontraindikasi pada semua
trimester saat hamil obat lain secara umum dihindari pada masa kehamilan
termasuk wafarin (sebagai koagulan). Sampai saat ini,
penggunaan hipoglikemik oral juga tidak didukung penggunaannya selama
kehamilan, tetapi beberapa peneliti baru-baru ini (Langer, Conway, Berkus,
Xenakis & Gonzales, 2000) telah mendemonstrasikan keamanan obat ini,
dan obat ini sangat berguna untuk terapi diabetes.

4. Transfer obat ke ASI


Obat-obat dapat diekresikan kedalam ASI, langkah pertama adalah
diabsorsinya obat dalam sirkulasi maternal dan kemudian melewati sirkulasi
maternal ini masuk kedalam ASI. Konsentrasi obat pada sirkulasi maternal
tergantung dosis, bioavailibilitas sistemik dan distribusi, serta tingkat
clearance obat ( Hale, 2000). Sebagian besar faktor ini mempengaruhi
pergerakan obat ke dalam ASI. Obat yang mempunyai ikatan protein yang
tinggi lebih sedikit yang terlepas dari sirkulasi maternal dan yang ditransfer
ke dalam ASI lebih rendah konsentrasinya daripada didalam plasma, dan
hanya obat yang tidak terikat protein yang dapat meningggalkan sirkulasi
maternal dan masuk kedalam ASI (Hale, 2000). Obat yang larut dalam
lemak lebih mudak masuk kedalam ASI daripada obat yang larut dalam air
(Loebstein et al, 1997). Karena secara signifikan ASI mempunyai pH yang
lebih rendah dari plasma maternal, asam lemah akan terionisasi di plasma
maternal dan menurunkan asam lemahke dalam susu, dan basa lemah tidak
akan terionisasi dan kemudian akan mencapai tempat dimana banyak asam
susu dimana mereka terperangkap. Obat dengan berat molekul besar (mis;
heparin, insulin) terlalu besar untuk melewati alveolar acini (jaringan
gladula tempat dimana susu disintesisi) (Hale, 2000).
Apakah bayi terpengaruh efek obat dalam ASI tidak terlalu jelas.
Obat yang keluar melalui ASI kedalam bayi saat menyusu dimetabolisme
dengan cara yang sama seperti minum obat oral. Obat harus melalui traktus
gastrointestinal, dimana lingkungan asam (asam lambung) dapat
menetralkan banayk obat. Obat lain jarang diabsorbsi secara oral, oleh
karena itu jarang pula diabsorbsi kedalam pembuluh darah bayi. Sebagai
tambahan banyak obat yang mencapai hepar dan tak pernah mencapai
kompartemen plasma; semua masalah absorbsi ini akan memelihara bayi
dalam mengurangi efek dari banyak obat (Hale, 2000). Oleh karena itu
secara umum beberapa obat yang dapat diberikan secara aman kepada
neonatus mungkin aman pula diberikan selama masa menyusui (Briggs,
2002). Adalah sesuatu yang tidak biasa apabila proses menyususi
dihentikan karena ibu sedang dalam terapi pengobatan. Namun demikian,
tingkat konsentrasi obat yang diserap bayi dapat diminimalkan dengan
menyusui bayi terlehih dulu sebelum minum obat (Loebstein et al, 1997).
Ibu yang sedang menyusui dapat memonitor masalah pada bayi mereka
yang dihubungkan dengan penggunaan oabt dan bila masalah pada bayi
meningkat, ibu haru menghubungi pemberi pelayanan kesehatan;
menghentikan pemberianpengobatan dapat memulihkan masalah (Larimore
& Patrie, 2000). Pengobatan saat menyusui dikontrainidikasika hanya pada
situasi yang sangat jarang. Beberapa obat seperti lithium secara mutlak di
kontraindikasi saat menyusui, tapi membutuhkan pertimbangan
penggunaan obat lain yang mungkin lebih aman. (Hale, 2000)

D. Kesimpulan
Fisiologi kehamilan dan laktasi yang unik merupakan tantangan bagi
terapi famaseutik pada gangguan kronik dan akut, an untuk manajemen gejala
dari banyaknya keluhan. Pada setiap kasus, resiko baik pada ibu dan fetus atau
neonatus harus dipertimbangkan. Data penelitian terbatas karena banyak
kesulitan dalam mempelajari efek merugikan dari obat selama kehamilan.
Sumber-sumber yang memberikan data penelitian tentang penggunaan
obat dalam kehamilan dan laktasi telah dituliskan dalam artikel ini dan telah
direkomendasikan kepada perawat klinik (yang praktik) dan mahasiswa
keperawatan. Perawat yang bekerja di banyak tatanan akan menemukan
informasi yang berguna untuk konseling, pnekes dan dukungan kepada wanita
hamil.
Kelebihan dan Kekurangan Jurnal

1. Kelebihan
a. Abstrak jelas, sehingga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat
mengetahui hasil dari penelitian itu.
b. Kesimpulan yang dibuat sudah terperinci dan dipaparkan secara jelas.
c. Tujuan penelitian disusun dengan teratur, sehingga mudah untuk dipahami.
2. Kekurangan
a. Tidak ada respon dari masyarakat tentang hasil dari penelitian tersebut.
b. Tidak ada presentasenya.
c. Tidak ada saran untuk penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai