PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelacuran berasal dari bahasa Latin pro-stituer atau pro-staure, yang berarti
membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan dan pergendakan.
Sedang prostitue adalah pelacur atau sundal, dikenal pula dengan WTS atau wanita
tuna susila.1Tuna susila atau tidak susila itu diartikan sebagai kurang beradab karena
keroyalan relasi seksualnya dalam bentuk penyerahan diri pada banyak laki-laki untuk
pemuasan seksual dan mendapatkan imbalan jasa atau uang bagi pelayanannya. Tuna
susila itu juga bisa diartikan sebagai salah tingkah, tidak susila atau gagal
menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila. Maka pelacur itu adalah wanita yang
tidak pantas kelakuaannya dan bisa mendatangkan mala/celaka dan penyakit, baik
kepada orang lain yang bergaul dengan dirinya, maupun kepada diri sendiri.2 Dalam
pandangan Islam, wanita memiliki kedudukan dan derajat yang tinggi.
Namun karena perkembangan zaman yang semakin maju dan tuntutan untuk
hidup yang lebih banyak, wanita rela menjadikan dirinya sebagai pekerja seks
komersial dan menyampingkan peran dan kedudukannya tersebut. Banyak yang
bekerja di tempat karaoke, vila-vila dan warung remang-remang tanpa memikirkan
1
Kartini Kartono. Patologi Sosial – Jilid 1. (Jakarta: Rajawali Pres. 2013.Cet.Ke-13). Hal. 207
2
Ibid. hal. 207
1
apapun resiko yang akan ditanggung dari pekerjaannya tersebut. Tentunya mereka
tidak perlu mempunyai keterampilan khusus untuk menjadi pekerja seks komersial,
yang mereka pikirkan hanya untuk mendapatkan uang banyak agar dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dalam laporan hasil mini riset ini kami akan membahas tentang
wanita susila yang ada dipinggir jalan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan wanita susila ?
2. Apa jenis-jenis wanita susila ?
3. Apa ang melatarbelakangi wanita susila ?
4. Apa saja dampak dari wanita tuna susila ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian wanita susila
2. Untuk mengetahui jenis-jenis wanita susila
3. Untuk mengetahui yang melatarbelakangi menjad wanita tuna susila
4. Untuk mengetahui dampak menjadi anita tuna susila
2
BAB II
LANDASAN TEORI
Pekerja seks komersial atau Wanita Tuna Susila adalah wanita yang mempunyai
kebiasaan melakukan hubungan kelamin diluar perkawinan, baik dengan imbalan jasa
ataupun tidak.
Prostitusi atau pelacuran pada hakekatnya adalah perilaku seks yang berganti-
ganti pasangan, dapat dilakukan oleh pria maupun wanita. Alasan utama dari terjunnya
seseorang pada praktek prostitusi adalah masalah ekonomi; karena pendidikan yang
terbatas serta prilaku demoralisasi mereka melihat prostitusi sebagai salah satu perkerjaan
sekaligus profesi yang sangat menjanjikan untuk memperoleh banyak uang. Faktor yang
paling menentukan keterlibatan seseorang dalam praktek prostitusi adalah tekanan
ekonomi.
Daya saing seseorang dengan pendidikan tinggi tentunya lebih kuat dari pada
mereka yang berpendidikan rendah, disamping lahan perkerjaan yang semakin terbatas.
Semakin meningkatnya jumlah pengangguran dan akhirnya menjadi faktor pendorong
bagi tenaga kerja untuk mengerjakan apapun untuk mendapatkan uang walaupn
bertentangan dengan hukum, moral, dan etika misalnya mencuri, dan bekerja sebagai
pekerja seks komersial.
Dampak fenomena wanita PSK tentu sudah tidak asing lagi. Bahkan fenomena ini
juga menyentuh institusi pendidikan seperti sekolah menengah dan universitas. Hal ini
dianggap sangat tabu di masyarakat, mengingat negara kita adalah negara dengan adat
ketimuran dan memiliki norma-norma yang sangat kental di masyarakat. Sehingga, para
PSK mendapat cemooh dan hinaan dari masyarakat. Hal ini yang kemudian sangat
berpengaruh terhadap kondisi psikologis PSK
3
B. Jenis-jenis Wanita Tuna Susila
Berbeda dengan pendapat di atas, Kartini Kartono (2005: 251) membagi jenis-
jenis prostitusi menjadi empat macam, yaitu :
4
C. Latar Belakang Menjadi Wanita Tuna Susila
Kemudian secara rinci Kartini Kartono (2005: 245) menjelaskan motifmotif yang
melatarbelakangi pelacuran pada wanita adalah sebagai berikut :
5
10. Bujuk rayu kaum laki-laki dan para calo, terutama yang menjajikan pekerjaan-
pekerjaan terhormat dengan gaji tinggi.
11. Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk : film-film biru, gambargambar porno,
bacaan cabul, geng-geng anak muda yang mempraktikkan seks dan lain-lain. Gadis-
gadis pelayan toko dan pembantu rumah tangga tunduk dan patuh melayani
kebutuhan-kebutuhan seks dari majikannya untuk tetap mempertahankan
pekerjaannya.
12. Penundaan perkawinan, jauh sesudah kematangan biologis, disebabkan oleh
pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan standar hidup yang tinggi. Lebih suka
melacurkan diri daripada kawin.
13. Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga, broken home, ayah dan ibu
lari, kawin lagi atau hidup bersama dengan partner lain. Sehingga anak gadis merasa
sangat sengsara batinnya, tidak bahagia, memberontak, lalu menghibur diri terjun
dalam dunia pelacuran.
14. Mobilitas dari jabatan atau pekerjaan kaum laki-laki dan tidak sempat membawa
keluarganya.
15. Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk mendapatkan status sosial yang
tinggi, dengan jalan yang mudah tanpa kerja berat, tanpa suatu skill atau ketrampilan
khusus.
16. Adanya anggapan bahwa wanita memang dibutuhkan dalam bermacammacam
permainan cinta, baik sebagai iseng belaka maupun sebagai tujuan-tujuan dagang.
17. Pekerjaan sebagai lacur tidak membutuhkan keterampilan/skill, tidak memerlukan
inteligensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan memiliki
kacantikan, kemudaan dan keberanian.
18. Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius (hash-hish,
ganja, morfin, heroin, candu, likeur/minuman dengan kadar alkohol tinggi, dan lain-
lain) banyak menjadi pelacur untuk mendapatkan uang pembeli obat-obatan tersebut
19. Oleh pengalaman-pengalaman traumatis (luka jiwa) dan shock mental misalnya gagal
dalam bercinta atau perkawinan dimadu, ditipu, sehingga muncul kematangan seks
yang terlalu dini dan abnormalitas seks.
20. Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu dalam
dunia pelacuran.
21. Ada kebutuhan seks yang normal, akan tetapi tidak dipuaskan oleh pihak suami.
6
Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa factor-faktor yang
melatarbelakangi seseorang memasuki dunia pelacuran dapat dibagi menjadi dua, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa rendahnya standar moral dan
nafsu seksual yang dimiliki orang tersebut. Sedangkan faktor eksternal berupa kesulitan
ekonomi, korban penipuan, korban kekerasan seksual dan keinginan untuk memperoleh
status sosial yang lebih tinggi.
7
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Metode Penelitian
Metode penelitian ini dilaksankan dengan cara Wawancara kepada saudari kak Febi
dengan memberikannya beberapa pertanyaan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan dua cara
yaitu:
1. Teknik pengumpulan data primer, yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh
langung ke lokasi penelitian untuk mencari data yang lengkap dan berkaitan dengan
masalah yang sedang diteliti.
2. Teknik Pengumpulan data sekunder, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan
melaui studi pustaka untuk mendukung data primer. Adapun cara pengumpulan data
sekunder adalah:
a. Pengumpulan dokumen (tulisan-tulisan). Para peneliti mengumpulkan bahan
tertulis seperti buku,berita di media dan laporan-laporan lainnya untuk mencari
informasi yang diperlukan.
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif, secara umum adalah
analisis data merupakan sebuah tahap yang bermanfaat untuk menerjemahkan data hasil
penelitian agar lebih mudah dipahami pembaca secara umum. Peneliti akan melakukan
analisis data setelah proses pengumpulan data selesai dilakukan.
8
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Observasi
Berikut ini akan di eksplorasi hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti
kepada narasumber, yang mana narasumber dalam penelitian ini ialah satu orang informan
kunci, empat orang informan utama, dan dua orang informan tambahan.
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Kak Febi (samaran) lahir dari keluarga sederhana orang tuanya hanya seorang petani
di lahan orang, Kak Febi adalah anak kedua dari empat bersaudara, kak sasha hanya lulusan
SMP, karena orang tuanya tidak sanggup membiayai semua saudaranya, karena dia anak
kedua yang paling besar jadi kak Febi mengalah untuk tidak melanjutkan sekolah demi adik-
adiknya sekolah, abangnya anak pertama merantau jauh ke Malaysia dan belum ada kabar
kepada orang tuanya. Jadi febi membantu orang tua nya di sawah demi untuk mencukupi
biaya untuk keluarganya.
Saat umur kak febi menginjak 23 tahun ia menikah dengan seorang karyawan
wirawasta, dan melahirkan satu anak perempuan, tetapi pernikahan kak febi hanya bertahan 3
tahun, karena masalah perekonomian mereka tidak ada peningkatan, dan akhirnya kak febi di
9
tawarkan pekerjaan dan menaruh semua uang nya kesitu tanpa memberi tahukan kepada
suaminya dan ternyata kak febi ditipu, dibawa kabur uangnya, sehingga suaminya marah dan
memutuskan meninggalkan kak febi dan anaknya, terpaksa kak febi kembali lagi kerumah
orang tuanya, karena orang tuanya sudah tua dan dan adiknya yang paling terakhir masih
sekolah SMA, dan diperparah lagi dengan kak febi yang tidak bekerja. Berikut hasil
kelanjutan wawancara dengan kak febi.
Peneliti bertanya perihal bagaimana Kak Febi mengetahui tentang Dunia Malam .
Berikut hasil wawancara dengan Kak Febi:
“ada kenalan kakak dek memang uda kerja di pekerjaaan ini juga dan dia mengajak kakak
kerja disana, dijelasin sama dia kerja apa disana dek, jadi wanita malam, awalnya kakak
kaget juga dek, tapi kayaknya cuman itu satu-satunya cepat dapet kerja, cepat juga dapet
uangnya, yauda kakak ikut dia”.
Peneliti kemudian bertanya kembali kepada Kak Febi tentang pengakuan Kak Febi
kepada keluarga tentang pekerjaan Kak Febi di Halban Kedai, apakah keluarga tahu tentang
pekerjaan kak febi sebagai wanita malam. Berikut hasil wawancara dengan kak febi:
“ ya waktu kakak pamitan sama keluarga kakak ke Halban, ya kakak ngakunya nanti
bakalan kerja di took baju, jadi sampe sekarang mereka hanya tahu nya kakak kerja disitu,
belum tahu kakak kerja sebagai wanita malam dek”.
Peneliti juga bertanya kepada Kak febi soal saat Kak Febi tiba di halban kakak tinggal
dengan siapa dan kenapa sekarang tinggal di hotel Besitang. Berikut hasil wawancara dengan
Kak Febi:
“ awalnya kakak gak tinggal disini dek, tinggal di Pangkalan Berandan sama temen kakak
itu, dia juga sebagai mucikari kakak selama 3 bulan, tapi dia nikah dek sama orang Kampung
Lalang jadi kakak ditinggalnya dek yauda la dek kakak cari tempat lain, jadi di hotel ini la
dek kakak netapnya, uda 2 tahun lebih la kakak disini dek”.
Peneliti kembali bertanya kepada Kak Febi apa yang dirasakan pertama kalinya saat
melakukan pekerjaan sebagai wanita malam dan apa yang membuat kak Febi bertahan dalam
pekerjaan sebagai wanita malam. Berikut hasil wawancara dengan kak Febi:
“ya pertamakali melakukan kerjaan ini ya pasti nangis dek, ngerasa gak tahan buat ngelakuin
lagi dek, ya karena tuntutan ekonomi masih banyak dan belum bisa tercukupi ya mau gak
10
mau, rela gak rela, ya harus dipaksakan buat bertahan, jadi lama-kelamaan uda bisa
membiasakan diri dengan pekerjaan ini dek”.
Peneliti juga bertanya kepada kak Febi tentang interaksinya dengan teman sesama
wanita malam,pemilik, pekerja dan masyarakat sekitar hotel Besitang ini. Berikut adalah hasil
wawancara dengan kak sasha:
“ kalo kakak sama pemilik hotel si bang Adi ya bang Adi sama istrinya baik dek sama kakak,
karna kakak uda lama disini jadi kakak minta masaki kak Nur buat makan kakak dek jadi ya
akrab-akrab gitu, selama ini gak ada masalah la dek, kalo pekerjanya ya namanya sama
mereka juga jumpa tiap hari yauda kek kawan aja dek, kalo kakak ada butuh sesuatu ya
bilang ke dia dek, dia juga anjelo kakak sama temen-temen kakak jadi ya akrab dek, gak
pernah sih gaduh kalo karna kerjaan, toh mereka juga klo ada kerjaan buat kami kan Tanya
dulu sama kami, mau gak, gitu dek, ya kalo kakak mau ya kasih la dia upah buat nganter dan
jemput kakak dek, kalo sama tementeman kakak ya gitu la dek, kadang baik kadang gk, tapi
kalo yang sesame di hotel ini ya baik-baik dek depannya tapi belakangnya ya gak tau dek,
pernah kakak tiba-tiba kakak sakit dek, muka, tangan kakak jadi kiut tiba-tiba kayak uda tua
gitu la dek. Kata masyrakata sekitar yang akrab sama kakak kata dia paling ada yang iri sama
kakak, mereka bilang uda biasa kayak gitu disini, ya kakak pikir juga gitu, apalagi sekarang
banyak cewek-cewek yang lebih muda dari kaka, terus ada yang lebih lama dari kakak pasti
ada la gitu dek, kakak gak mau percaya tapi memang kenyataannya pasti ada ya kan dek,
masyarakat disini baik-baik dek makanya kakak betah disini, kayak kakak bilang tadi pas
kakak sakit itu mereka yang ngasih tau dek, kakak kira disini gak seeram, mala disini lebih
kuat mungkin ya dek hal-hal mistis, apalagi pekerjaan yang kayak kakak dek, pasti banyak
yang kayak gitu”.
Peneliti pun bertanya kembali kepada kak febi, bagaimana keseharian kak febi di hotel
Besitang ini. Berikut hasil wawancara dengan kak febi:
“ ya karna kakak kerja malam ampe pagi dek, ya pagi sampe siang kakak buat istirahat, kan
dek disini hotel-hotel sama bungalow nya buka 24 jam dek, makanya sebenarnya kalo ada
tamu yang mau ketemu jam brapapun ya kalo kitanya masih sanggup ya kita layani dek, tapi
karna banyak cewek-cewek yang lebih muda dari kakak ya kakak ngalah dek, kakak ambil
kerjaan yang malam aja dek, menghindari kecemburuan mereka ke kakak”.
11
Peneliti bertanya apakah kak Febi mengetahui dan apakah terlibat terhadap peredaran atau
memakai narkoba untuk kesehariannya dan bagaimana tanggapannya terhadap teman-
temannya yang memakai narkoba dalam keseharian mereka. Berikut Hasil wawancara
dengan kak febi:
“ya kalau kakak sih dek gak pake walau kakak kurus kayak gini tapi beneran gak pake dek
sumpah, kawan-kawan kakak memang banyak yang pake tapi kakak tahani buat gak pake
gituan dek. Kalo kawan-kawan kakak ya cemana la dek uda terlanjur orang itu pake jadi
susah la dek bilangi nya lagi dek”
Peneliti juga bertanya perihal apakah kak febi rajin mengirim uang kepada keluarga kak febi.
Berikut hasil wawancara dengan kak febi:
“ya kakak selalu kirim tapi ya sesuai pendapatan kakak dek, kalau dapet sedikit kakak gak
kirim, kalau dapet banyak kakak kumpuli dulu, kalo kakak dapet sedikit nanti buat kakak
juga kurang dek, makanya kakak kirim pun sebulan sekali, ngumpuli uangnya kalo kakak
rasa cukup buat keluarga Disana baru kakak kirim dek”.
Terakhir peneliti bertanya kepada kak febi tentang harapannya untuk kedepannya.
Berikut hasil wawancara terakhir dengan kak febi:
“ya semua teman-teman kakak termasuk kakak pasti kedepannya ya pengen tobat, pengen
kerjaan yang lebih layak, terus punya keluarga yang bahagia dan terima kami apa adanya dek,
terkadang pas kami kumpul terus cerita-cerita bareng gitu kan dek, bahas soal kek gini ya
kami sambil nangis dek, sedih la dek kalau diceritai bareng-bareng gitu”.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, jika dibedakan dan disamakan dengan
penelitian yang relevan adalah bedanya di subjek penelitiannya, penelitiannya secara khusus,
seperti adaptasi, interaksi, dan gaya hidup, sedangkan peneliti meneliti keseluruhan aktifitas
sehari-hari si wanita tuna susila (WTS), sedangkan kesamaannya ada di faktor-faktor
pendorong wanita tuna susila yaitu karena faktor kemiskinan.
12
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan , kehidupan wanita tuna
susila yang ada di desa halban kedai khususnya wanita tuna susila yang berada di
hotel Besitang. Kehidupan Ekonomi Wanita Tuna Susila (WTS) di Hotel Besitang
kemiskinan, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar dan tambahan, dan tidak
ada keahlian khusus untuk melakukan pekerjaan yang tersedia, dan memilih berpisah
dengan suami, dan ekonomi keluarga tidak dapat membantunya keluar dari jerat
kemiskinan yang serba kekurangan, sehingga para wanita yang memilih berpisah
dengan suaminya dan tidak memiliki keterampilan untuk memenuhi persyaratan
untuk bekerja, mereka memikirkan bagaimana mendapatkan uang secara cepat dan
instan, itu adalah salah faktor seorang wanita memasuki Kehidupan yang berlumpur
dan kehormatan yang bernoda yang selalu dianggap pekerjaan yang dikutuk oleh
masyarakat, merantau dari daerah yang jauh demi impian dan mempertahankan
keberlangsungan hidup diri mereka (WTS), keluarga dan anak-anak yang jauh disana.
Mungkin itulah sebagian besar alasan yang diberikan oleh tiga para Wanita
Tuna Susila kepada peneliti. Tuntutan ekonomi yang tidak dapat memenuhi dasar
hidup WTS karena para WTS yang diwawancara semua adalah janda yang memiliki
anak dari hasil pernikahan mereka dulu, para mantan suami tidak dapat memenuhi
tanggup jawab sebagai seorang ayah bagi anak-anak mereka, maka para WTS tersebut
harus berjuang sangat keras dan mendapatkan uang secara cepat dan praktis demi
kelangsungan hidup mereka.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, adapun saran yang ingin diberikan peneliti
sebagai berikut:
1. Pemilik Hotel Besitang harus lebih peduli terhadap keadaan yang terjadi di
lingkungan sekitar hotel, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti
peredaran narkoba yang akan merugikan pihak hotel dan lingkungan di Hotel
Besitang.
13
2. Pemerintah harus mempunyai program yang jelas dan tepat sasaran kalau ingin
para wanita tuna susila di desa halban kedai bisa terealisasikan dengan baik. Dan
mereka tidak dapat kembali lagi dibandar baru sebagai wanita tuna susila lagi.
14
Daftar Pustaka
15