Bab Ii PDF
Bab Ii PDF
Kehakiman.
kekuasaan kehakiman meliputi Kepolisian Negara RI, Kejaksaan RI, dan badan-
1
Marwan Effendi, 2005, Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya Dari Persepektif Hukum, PT.
Gramedia Pustaka, Jakarta. hlm 120
19
menegaskan bahwa:
merdeka;
3) Kejaksaan sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (1) adalah satu dan tidak
terpisahkan.
penuntutan.
20
2 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Kejaksaan adalah satu dan tidak
sehingga dapat menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku,
dan tata kerja kejaksaan. Oleh karena itu, kegiatan penuntutan di pengadilan oleh
Kejaksaan tidak akan berhenti hanya karena jaksa yang semula bertugas
berhalangan. Dalam hal demikian, tugas penuntutan oleh Kejaksaan akan tetap
tinggi hak-hak asasi rakyat dan hukum negara. Pasal 3 menetapkan bahwa bahwa
seperti halnya dengan alat-alat negara lainnya adalah alat revolusi untuk
Republik Indonesia adalah negara Hukum, segala tindakan yang dilakukan oleh
Kejaksaan untuk menjunjung tinggi hak-hak asasi rakyat dan hukum negara.
bidang penuntutan, bila dilihat dari sudut kedudukan, mengandung makna bahwa
Sementara itu, bila dilihat dari sisi kewenangan kejaksaan dalam melakukan
Indonesia.
Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi Jaksa seperti yang seperti yang
Association of Prosecutors”.
penuntutan, yang bebas dari pengaruh kekuasaan pihak mana pun. Dalam
dan terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan lainnya dalam
Negara yang diangkat dan diberhentikan oleh serta bertanggung jawab kepada
24
Dedikasi, loyalitas, dan kredibilitas Jaksa Agung di hadapan Presiden diukur dari
sejauh mana Jaksa Agung mampu melakukan ketiga hal tersebut, yang pasti
adalah Jaksa Agung harus berusaha melakukan ketiga itu untuk menunjukkan
Cita Hukum bangsa Indonesia, sekaligus yang menjadi tujuan hukum yang
2
Ibid. Hlm 125
25
diberdayakan dengan diberi kewenangan dan tanggung jawab luas dan besar
alangkah lebih baik bila Kejaksaan, sebagai salah satu instistusi penegak hukum,
didudukkan sebagai “badan negara” yang mandiri dan independen bukan menjadi
merdeka, dalam arti tidak terpengaruh dan atau dipengaruhi, dalam melaksanakan
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
Undang-Undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke Pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
26
2) Di bidang perdata dan tata usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
menyelenggarakan kegiatan:
sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena yang
bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri disebabkan oleh hal-hal yang dapat
hukum dan keadilan serta badan Negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34
Setelah mencermati isi beberapa pasal di atas dapat diartikan bahwa tugas dan
a) Melakukan penuntutan;
b) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
Undang-Undang;
e) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
2) Di bidang perdata dan tata usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
menyelenggarakan kegiatan:
sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak;
5) Membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan badan
Negara lainnya;
pemerintah lainnya.
28
1) Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat
atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam luar negeri, kecuali dalam
2) Keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri;
3) Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri
diberikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri setempat atas nama Jaksa Agung,
sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar
negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung;
4) Izin sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 dan 2, hanya diberikan atas dasar
rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar negeri
rekomendasi tersebut dengan jelas menyatakan kebutuhan untuk itu yang
dikaitkan dengan belum mencukupinya fasilitas perawatan tersebut didalam
negeri.
menegaskan bahwa:
bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama Negara
atau pemerintah;
menyelenggarakan kegiatan:
sakit atau tempat perawatan jiwa atau tempat lain yang layak karena yang
bersaangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang
tugas dan wewenang dalam Undang-Undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas
membina hubungan kerja sama dengan badan-badan penegak hukum dan kedilan
serta badan Negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 31 mengatur bahwa
pemerintah lainnya
Mengenai tugas dan wewenang Jaksa Agung diatur dalam beberapa pasal di
bawah ini. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 mengatur bahwa jaksa
Mengenai tugas dan wewenang Jaksa Agung diatur dalam beberapa pasal di
bawah ini. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 mengatur bahwa jaksa
Kemudian tugas dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia diatur juga dalam
hierarki. Ayat 3 mengatur bahwa Jaksa Agung memimpin dan mengawasi para
penahanan dan perlakuan terhadap orang yang di tahan oleh pejabat-pejabat lain
Tahun 1991. dalam melakukan putusan pidana bersyarat dan putusan pidana.
Tahun 2004.
untuk melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
Suatu hal yang hanya diatur di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
(Pasal 30 Ayat 1 huruf d), yaitu bahwa Kejaksaan mempunyai tugas dan
dimaksud adalah sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 30 Ayat 1 huruf d ini bahwa
Kedua, dalam bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa
khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas
Nomor 16 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991. Ketiga, dalam
dan atau penodaan agama, penelitian dan pengembangan hukum serta statistik
kriminal.
di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat yang lain yang layak jika
yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang
Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Pasal 31 dan
Nomor 15 Tahun 1961 tidak menegaskan hal ini. Selain tugas dan wewenang
tersebut, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan Undang-
dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan Negara atau instansi
lainnya.
35
Nomor 5 Tahun 1991 mengatur tugas dan wewenang Jaksa Agung, yaitu:
Nomor 16 Tahun 2004, Pasal 36 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3), dan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1991 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) sama-sama
menegaskan bahwa Jaksa Agung Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka
atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam
negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri.
“Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri
diberikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri setempat atas nama Jaksa Agung,
sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri
hanya diberikan oleh Jaksa Agung. Izin dimaksud hanya diberikan atas dasar
36
negeri.
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Jaksa Agung atau pejabat yang
ditunjuk sesuai dengan Keputusan Jaksa Agung. Izin seperti itu diperlukan karena
status tersangka atau terdakwa yang sedang dikenakan tindakan hukum, misalnya
berupa penahanan, kewajiban lapor, dan atau pencegahan dan penangkalan. Yang
atau menjalani perawatan di dalam negeri tidak ada. Perbedaan pengaturan kedua
terdakwa atau keluarganya berupa uang sejumlah kerugian negara yang diduga
dilakukan oleh tersangka dan terdakwa, dan apabila tersangka atau terdakwa tidak
kembali tanpa alasan yang sah dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, uang jaminan
peraturan perundang-undangan.
Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya
berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama .Semakin lama kejahatan di ibu
kota dan kota-kota besar lainnya semakin meningkat bahkan dibeberapa daerah
Berbagai program serta kegiatan yang telah dilakukan sambil terus mencari cara
yang paling tepat dan efektif dalam mengatasi masalah tersebut. Seperti yang
pelaksanaannya ada dua buah metode yang dipakai untuk mengurangi frekuensi
konseptual.
yang pertama kali (the first crime) yang akan dilakukan oleh seseorang dan
3
Romli Atmasasmita, 1983, Bunga Rampai Kriminologi, Rajawali, Jakarta, hlm 66
38
a. Upaya preventif
atau timbulnya kejahatan yang pertama kali . Mencegah kejahatan lebih baik
penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan
dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis.
yaitu:4
kesempatan sosial ekonomis yang cukup baik sehingga dapat merupakan suatu
Dari pendapat Barnest dan Teeters tersebut di atas menunjukkan bahwa kejahatan
dapat kita tanggulangi apabila keadaan ekonomi atau keadaan lingkungan sosial
pada keadaan baik. Dengan kata lain perbaikan keadaan ekonomi mutlak
4
Ibid. hlm 79
39
sekunder saja.Jadi dalam upaya preventif itu adalah bagaimana kita melakukan
suatu usaha yang positif, serta bagaimana kita menciptakan suatu kondisi seperti
keadaan ekonomi, lingkungan, juga kultur masyarakat yang menjadi suatu daya
b.Upaya represif
masyarakat , sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan
Membahas sistem represif, tentunya tidak terlepas dari sistem peradilan pidana
kita, dimana dalam sistem peradilan pidana paling sedikit terdapat 5 (lima) sub-
1) Perlakuan ( treatment )
hukum, menurut Abdul Syani yang membedakan dari segi jenjang berat dan
Penerapan perlakuan ini ialah bagaimana tanggapan baik dari pelanggar hukum
pelaku kejahatan agar dapat kembali sadar akan kekeliruannya dan kesalahannya,
dan dapat kembali bergaul di dalam masyarakat seperti sedia kala.5Jadi dapat
diartikan bahwa perlakuan ini mengandung dua tujuan pokok, yaitu sebagai upaya
pencegahan dan penyadaran terhadap pelaku kejahatan agar tidak melakukan hal-
hal yang lebih buruk lagi dimaksudkan agar si pelaku kejahatan ini di kemudian
pemerintah.
5
Abdulsyani,1987,Sosiologi Kriminalitas, Remaja karya, Bandung , hlm 139
41
2) Penghukuman (punishment)
Jika ada pelanggar hukum yang tidak memungkinkan untuk diberikan perlakuan
(treatment), mungkin karena kronisnya atau terlalu beratnya kesalahan yang telah
lembaga pemasyarakatan, mereka pun dididik dan dibina serta dibekali oleh suatu
keterampilan agar kelak setelah keluar menjadi orang yang berguna di dalam
masyarakat karena segala perbuatan jahat mereka di masa lalu yang sudah banyak
6
Ibid, hlm 141
42
keluar dari penjara menjadi lebih baik karena kesadaran mereka untuk melakukan
Kejahatan adalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh negara
semenjak dahulu dan pada hakikatnya merupakan produk dari masyarakat sendiri.
keamanan dan ketertiban masyarakat, maka wajarlah bila semua pihak baik
Menyadari tingginya tingkat kejahatan, maka secara langsung atau tidak langsung
pelaku kejahatan pada hakikatnya berkaitan dengan maksud dan tujuan dari usaha
cara:7
7
Barda Nawawi Arif, 1991, Upaya Non dalam Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,
Bahan Seminar Kriminologi, UNDIP, Semarang, hlm 2
43
kejahatan sebagai suatu usaha yang meliputi segala tindakan yang mempunyai
tujuan yang khusus untuk memperkecil ruang segala tindakan yang mempunyai
tujuan yang khusus untuk memperkecil ruang lingkup kekerasan dari suatu
pengertian yang luas, maka pemerintah beserta masyarakat sangat berperan. Bagi
8
Muhammad Kamal Darmawan,1984,Strategi Pencegahan Kejahatan, Citra Aditya Bakti,
Bandung,hlm 4
9
Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hlm 42
44
Peran pemerintah yang begitu luas, maka kunci dan strategis dalam
Secara sempit lembaga yang bertanggung jawab atas usaha pencegahan kejahatan
adalah polisi. Namun karena terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
polisi telah mengakibatkan tidak efektifnya tugas mereka. Lebih jauh polisi juga
tidak memungkinkan mencapai tahap ideal pemerintah, sarana dan prasarana yang
berkaitan dengan usaha pencegahan kejahatan. Oleh karena itu, peran serta
diharapkan.
sambil terus menerus mecari cara paling tepat dan efektif untuk mengatasi
10
Barda Nawawi Arif, 1991, Upaya Non dalam Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,
Bahan Seminar Kriminologi, UNDIP, Semarang, hlm 4
11
Barda Nawawi Arief,2007,Masalah Penegakan Hukun dan Kebijakan Penegakan
Penanggulangan kejahatan, Kencana, Jakarta, 2007, hlm 77
45
12
BaharuddinLopa, 2001, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Penerbit buku
kompas, Jakarta, hlm 16
13
Ibid, hlm 16-17
46
kejahatan dapat dicegah. Solusi yang memuaskan terdiri dari pemulihan atau
Sedangkan solusi pidana atau hukuman juga berguna, sebab setelah kejahatan
dihentikan pihak yang dirugikan sudah mendapat ganti rugi, kejahatan serupa
masih perlu dicegah entah dipihak pelaku yang sama atau pelaku lainnya.
mengakibatkan ketidak mampuan fisik atau tidak, itu tergantung pada bentuk
serupa, dalam hal ini dapat memberi efek jera kepada pelaku dan individu lain pun
14
Bentham, Jeremy, 2006, Teori Perundang-Undangan (Prinsip-Prinsip Legislasi, Hukum
Perdata Dan Hukum Pidana),Nusamedia dan Nuansa, Bandung, hlm 307
15
Satochid, Kartanegara, Tanpa Tahun, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian Satu, Balai
Lektur mahasiswa,hlm.74
47
tertentu suatu akibat yang berupa pidana. 16 Dengan perbuatan yang memenuhi
syarat-syarat tertentu itu dimaksudkan perbuatan yang dilakukan oleh orang, yang
perbuatan yang dapat di pidana atau disingkat perbuatan jahat (Verbrechen atau
Crime). Oleh karena dalam perbuatan jahat ini harus ada orang yang
dua, ialah perbuatan yang dilarang dan orang yang melanggar larangan itu. Istilah
tindak pidana merupakan terjemahan dari istilah Belanda, yaitu strafbaar feit yang
sudah agak tepat dalam pemakaian istilah “tindak pidana”. Akan tetapi para
Moeljatno, Guru Besar pada Universitas Gadjah Mada menganggap lebih tepat
Perlu dikemukakan disini bahwa pidana adalah merupakan suatu istilah yuridis
yang mempunyai arti khusus sebagai terjemahan dari bahasa Belanda "straf" yang
bahwa istilah hukuman yang berasal dari kata "straf" ini dan istilah"dihukum"
16
Sudarto,HukumPidana,1990, Yayasan Sudarto, Semarang, hlm. 23.
17
Ibid
18
Lamintang,1981, Kitab Pelajaran Hukum Pidana; Leeboek VanHet Nederlanches
Straftrecht, Pionir Jaya,Bandung, hlm. 36.
48
hukuman-hukuman.20
Bassar, mempergunakan istilah “tindak pidana” sebagai istilah yang paling tepat
tersebut selain mengandung pengertian yang tepat dan jelas sebagai istilah hukum,
istilah yang berlainan itu tidak menjadikan soal, asal diketahui apa yang
dimaksudkan, dan dalam hal ini yang penting adalah isi dari tindak pidana seperti
yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang. Istilah lain sudah dapat diterima
merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembahasan pengertian yang
gambaran yang lebih luas, maka perlu dikemukakan beberapa pendapat atau
19
Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Bima Aksara, Jakarta, hlm.35
20
Ibid
21
Soedrajat Bassar, 1999, Tindak-tindak Pidana Tertentu, Ghalian, Bandung, hlm.1
22
Muladi dan Barda Nawawi Arif, 1992, Teori-teori dan kebijakan pidana, Alumni,
Bandung, hlm. 2
49
definisi dari parasarjana tentang pidana. Menurut Sudarto yang dimaksud dengan
Saleh mengatakan bahwa pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu
nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu.Cross,
seseorang yang telah dipidana karena suatu kejahatan.24 Dengan cara lain Hart
antara pidana dan pemidanaan yang sering diartikan sama dengan menyebut
Pengertian dari tindak pidana adalah tindakan yang tidak hanya dirumuskan oleh
pidana akan tetapidi dalamnya tidak memberi rincian tindak pidana tersebut.
23
Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hlm 24
24
Ibid
25
Ibid
26
P.A.F, Lamintang, , Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, 1986,Bandung,
hlm 36
50
mengenai pengertian tindak pidana, para ahli hukum memberikan pengertian yang
berbeda-beda, diantaranya:
a. Utrecht
Menurut Utrecht, pengertian tindak pidana yaitu meliputi perbuatan atau suatu
b. Vos
c. Pompe
Menurut Pompe tindak pidana dari gambaran teoritis sama artinya dengan suatu
27
Utrecht, Hukum Pidana 1,Pustaka Tinta Mas, 1986, Surabaya, hlm. 252.
28
Ibid
51
d. Moeljatno
itulah keadaan yang dimuat oleh seseorang atau barang sesuatu yang dilakukan
dan perbuatan itu menunjuk baik kepada akibatnya maupun yang menimbulkan
dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang
e. Sudarto
Menurut Sudarto, pengertian tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain
halnya dengan istilah "perbuatan jahat" atau "kejahatan" (crime atau verbrechen
atau misdaad) yang bisa diartikan secara yuridis atau secara kriminologis.31
f. Wirjono Prodjodikoro
yaitu:32
29
Ibid
30
Moeljatno. 2002, Asas-asas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta.
31
Ibid
32
Wiryono Prodjodikoro, 1986, Tindakan-Tindakan pidana Tertentu diIndonesia, Erosco,
Bandung, hlm. 55-57.
52
Pengertian tindak pidana formal yaitu apabila tindak pidana yang dimaksud,
dirumuskan sebagai wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat yang
disebabkan oleh perbuatan itu.
yang pertama (unsur), ialah lebih luas dari yang kedua (unsur-unsur). Misalnya
unsur-unsur (dalam arti sempit) dari tindak pidana pencurian biasa, ialah yang
dua macam, yaitu unsur-unsur subjektif dan objektif, yang dimaksud unsur-unsur
subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau berhubungan
dengan diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang
terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud unsur objektif itu adalah
Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud
35
dalam Pasal 53 Ayat (1) KUHP. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti
33
Ibid
34
Lamintang,Kitab Pelajaran Hukum Pidana;LeekboekVan HetNederlanches Straftrecht,
Pionir Jaya, 1981, Bandung,hlm.123
35
Ibid
53
pemerasan, pemalsuan dan lain-lain. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana
itu adalah:
2) Perasaan takut atau vrees seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan
pidana.
(tindak pidana dan strafbaar feit) pandangan ini adalah penyimpangan dari
diberikan berturut-turut pendapat Para sarjana mengenai tindak pidana dan unsur-
unsurnya. Golongan pertama adalah mereka yang bisa dimasukan ke dalam “aliran
a. D. Simons
1) Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau
membiarkan);
2) Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld);
3) Melawan hukum (onrechtmatig);
4) dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand);
5) Oleh orang yang mampu bertanggung-jawab (teorekeningsvatbaar persoon).
Simons mengatakan adanya unsur objektif dan unsur subjektif dari stafbaar
feitadalah:
b.VanHamel
37
Sudarto, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT Alumni, Bandung.
55
c. E. Mezger
Tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana, dengan demikian
unsur-unsurnya adalah:
1) Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia (aktif atau membiarkan);
2) Sifat melawan hukum (baik bersifat objektif maupun bersifatsubjektif);
3) Dapat dipertanggung-jawabkan kepada seseorang;
4) Diancam dengan pidana.
d.Wirjono Prodjodikoro
perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.38 Pandangan para sarjana yang
Mengenai pandangan sarjana yang beraliran dualistis ini ada pemisahan antara
criminal act dan criminal responsibility. Menurut sistem KUHP Indonesia tindak
Pembagian dalam dua jenis ini, tidak ditentukan dengan nyata-nyata dalam suatu
pasal KUHP, akan tetapi sudah dianggap demikian adanya. Dalam Buku II KUHP
diatur tentang Kejahatan sedangkan dalam Buku III diatur tentang Pelanggaran.
Dengan kata lain KUHP tidak memberikan kriteria mengenai pembedaan jenis
tindak pidana tersebut, akan tetapi KUHP hanya memasukan dalam kelompok
38
Ibid, hlm.26
56
namun tidak mudah memberikan batasan atau ruang lingkup perbuatan apa yang
sendiri cukup luas. Terlebih setiap kejahatan pada dasarnya merupakan kejahatan
Berkenaan dengan hal tersebut diatas, maka harus ada kesempatan terlebih dahulu
sebagai bagian dari politik kriminal, pada dasarnya merupakan upaya yang
rasional untuk menunjang dan mencapai tujuan politik sosial. Secara umum tujuan
dari politik sosial ialah mencapai kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial.
penggunaan hukum pidana sebagai salah satu sarana politik kriminal dan sarana
tertentu dalam rangka mencapai kesejahtraan sosial, ini berarti apabila hukum
39
Barda Nawawi Arief,2001, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,hlm 21
57
dalam masyarakat yang ingin dilindungi dan ditegakkan lewat hukum pidana.40
eksplisit. Pengaturan ini dapat dilihat dalam Bab XIV Buku II Pasal 281 sampai
dengan Pasal 303 KUHP dan Buku III Bab VI Pasal 532 sampai dengan Pasal 547
perjudian dan ilmu-ilmu gaib yang sering kali dikenal dengan istilah
perdukunan/santet.
40
Ibid
58
Tetapi berdasarkan pasal-pasal di atas, terdapat tindak pidana yang khusus disebut
kesusilaan dalam KUHP itu di dalam konsep KUHP baru41, antara lain sebagai
berikut:
41
BardaNawawi Arief, 1996,Bunga RampaiKebijakanHukumPidana,PT. Citra
Aditya,Bandung, hlm 29
59
Konsep meliput:
permukahan;
60
5) Disamping beberapa tindak pidana baru di atas, dimasukan juga tindak pidana
a) Hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah “kumpul
kebo”, (Pasal 388 KUHP Konsep);
b) Membawa wanita dengan janji memperoleh pekerjaan, tetapi diserahkan
kepada orang lain untuk melakukan perbuatan cabul, pelacuran dan
melanggar kesusilaan lainnya (Pasal 399 Ayat (2));
c) Bergelandang/berkeliaran di jalan atau tempat umum untuk tujuan
melacurkan diri (Pasal 400).
konsep KUHP baru tersebut, ternyata lebih jelas dan lebih tegas maksud/tujuan
dan nilai filosofis serta kepentingan hukum yang kehendak dilindungi oleh hukum
dalam arti undang-undang atau produk hukum lainnya, maka pada umumnya
61
atau tidak dalam masyarakat. Dalam teori-teori hukum biasanya dibedakan antara
kaidah hukum menurut Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah bahwa :42
Jika ditelaah secara mendalam, maka untuk berfungsinya atau efektifnya suatu
hukum haruslah memenuhi ketiga unsur tersebut, sejalan dengan hal tersebut
menurut Mustafa Abdullah43 bahwa agar suatu peraturan atau kaidah hukum
42
Soejono Soekanto, 1987, Sosiologi-Suatu Pengantar, Rajawali, Jakarta, Hlm 23
43
Mustafa Abdullah, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali, Jakarta,
Hlm 14
62
dibicarakan dalam bahasan ini, maka ada 2 komponen harus diperhatikan yaitu :
hukum atau dengan kata lain bagaimana hukum menyesuaikan diri dengan
perubahan masyarakat;
perubahan yang terencana, dalam hal ini hukum berperan aktif atau dikenal
dengan istilah sebagai fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial “a tool of
social engineering”.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka menurut pendapat Hugo Sinzheimer dalam
di dalamnya peraturan daerah adalah sifatnya statis dan kaku. Dalam keadaan
44
Achmad Ali. 1996. Menguak Tabir Hukum (suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis),
Chandra Pratama, Jakarta, hlm 203
63
sosiologis dari pada optik normatif, namun bukan berarti optik normatif
terlupakan sebab terlebih dahulu harus mengetahui perihal kaidah hukum itu
sendiri dan tujuan dari hukum tersebut, barulah dapat dipahami apakah hukum itu
Pendapat mengenai efektivitas hukum dapat dilihat dari pendapat Hans Kelsen
bahwa:
Salah satu aspek pembicaraan efektivitas hukum sering kali dikaitkan dengan
masyarakat adalah pola perilaku warga masyarakat yang sesuai dengan hukum
yang berlaku atau telah diputuskan. Jika tujuan hukum tercapai yaitu bila warga
hukum, hal ini dinamakan hukum efektif. Selanjutnya menurut Adam Podgorecky
45
Hans Kelsen, 1995, Teori Hukum Murni, Terjemahan Somardi, Rindi Press, Jakarta,.
64
Studi efektivitas adalah suatu strategi perumusan masalah yang bersifat umum
yaitu perbandingan antara realitas hukum dengan ideal hukum. Secara khusus,
terlihat jenjang antara hukum dalam tindakan dengan hukum dalam teori. Menurut
46
Achmad Ali, 1998, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Yarsif, Jakarta, Hlm
198
47
Ibid, hlm. 198
65
di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang
diharapkan ada, kesadaran hukum yang dimiliki suatu warga belum menjamin
bahwa warga akan menaati suatu peraturan hukum. Kesadaran hukum itu tidak
lain adalah suatu kesadaran yang ada dalam kehidupan manusia untuk selalu
patuh dan taat pada hukum. bahwa kesadaran hukum dalam masyarakat transisi
1) Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang taat terhadap suatu
aturan hanya karena ia takut terkena sanksi;
2) Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang taat terhadap suatu
aturan hanya karena takut hubungan baiknya dengan seseorang menjadi rusak;
3) Ketaatan yang bersifat Internalization, yaitu jika seeorang taat terhadap suatu
aturan karena benar-benar ia merasa aturan itu sesuai dengan nilai-nilai
intrinsik yang dianutnya
48
Laica Marzuki, 1995, seri : Bagian Kesadaran Hukum Rakyat Bugis Makassar, Disertasi
Universitas Padjajaran, Bandung, hlm 152
49
Achmad Ali, 1998, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Yarsif, Jakarta, hlm
193
66
Suatu aturan dianggap efektif berlakunya jika sebagian besar masyarakat menaati
aturan tersebut dengan kata lain aturan hukum tersebut efektif, maka kualitas
rendah.