Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan skizoafektif merupakan suatu penyakit dengan gejala psikotik yang
persisten seperti halusinasi atau delusi, dimana gejala ini terjadi bersamaan dengan
masalah suasana perasaan (mood disorder) seperti depresi, manik atau episode
campuran.Gangguan skizoafektif merupakan permasalahan mental yang bersifat
kronis. Kebanyakan pasien dengan gangguan skizoafektif mengalami kesalahan
diagnosis dengan gangguan bipolar ataupun skizofrenia dikarenakan manifestasi
klinis yang muncul tampak sangat mirip dengan diagnosis yang lainnya.(2,4)
Menurut DSM-IV-TR, orang yang mengalami gejala psikotik lebih dari dua
minggu dengan tidak adanya gangguan mood yang parah atau kemudian memiliki
gejala depresi atau gangguan bipolar mungkin telah mengalami gangguan
skizoafektif.(5) Apabila ditemukan gejala skizofrenik dan manik menonjol pada
episode penyakit yang sama, maka hal ini disebut gangguan skizoafektif tipe manik.
Dikatakan gangguan skizoafektif tipe depresif apabila ditemukan gejala skizofrenik
dan depresif yang menonjol pada episode penyakit yang sama.(3)

2.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari satu persen,
mungkin berkisar antara 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, gambaran tersebut
merupakan perkiraan; berbagai studi mengenai gangguan skizoafektif telah
menggunakan berbagai kriteria diagnostik. Pada praktik klinis, diagnosis permulaan
gangguan skizoafektif sering digunakan bila seorang klinisi tidak yakin akan
diagnosis.(1)

3
Gangguan skizoafektif tipe depresi mungkin lebih sering terjadi pada orang tua
daripada orang muda, dan tipe campuran lebih sering pada dewasa muda daripada
dewasa tua. Prevalensi gangguan tersebut dilaporkan lebih rendah pada laki-laki
daripada perempuan, terutama perempuan menikah; usia awitan untuk perempuan
lebih lanjut daripada laki-laki, seperti pada skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan
skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku antisosial dan mempunyai afek
tumpul yang nyata atau tidak sesuai.(1)

2.3 Etiologi
Penyebab gangguan skizoafektif belum diketahui secara pasti, tetapi empat
model konseptual telah dikembangkan. Berikut penjabarannya :(1)
1. Gangguan skizoafektif dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe gangguan
mood.
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi simultan skizofrenia dan
gangguan mood.
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda,
yang bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan mood.
4. Gangguan skizoafektif adalah kelompok heterogen gangguan yang mencakup
ketiga kemungkinan pertama.(1)

Meskipun banyak riset famili dan genetik mengenai gangguan skizoafektif


didasarkan pada alasan bahwa skizofrenia dan gangguan mood merupakan entitas
terpisah, beberapa data menunjukkan bahwa kedua gangguan tersebut terkait secara
genetik.Beberapa kebingungan yang timbul pada studi famili pasien gangguan
skizoafektif dapat merefleksikan perbedaan nonabsolut antara dua gangguan primer.

4
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila studi keluarga pasien dengan
gangguan skizoafektif melaporkan hasil yang tidak konsisten.Peningkatan prevalensi
skizofrenia tidak ditemukan dalam kerabat proban dengan gangguan skizoafektif tipe
bipolar; namun keluarga pasien dengan gangguan skizoafektif tipe depresif berisiko
lebih tinggi mengalami skizofrenia daripada gangguan mood.
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis lebih baik daripada pasien skizofrenia dan prognosis lebih buruk daripada
pasien dengan gannguan mood.Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan
skizoafektif memberikan respons terhadap lithium dan cenderung mengalami
perjalanan penyakit yang tidak memburuk.
2.4 Tanda dan Gejala
Seseorang yang mengalami gangguan skizoafektif akan mengalami gejala
waham (delusi) dan halusinasi yang merupakan gejala khas dari skizofrenia disertai
dengan gangguan perubahan suasana hati yang signifikan.(5) Pasien juga harus
memiliki setidaknya satu (lebih baik bila dua) dari gejala khas skizofrenia yang
tercantum dalam International Classification of Disease-10 (ICD-10).(6)
Tabel 1. Diagnosis Skizofrenia menurut ICD-10
ICD-10 diagnostic guidelines for schizophrenia(7)
One or more of the following symptoms :
a. Thought echo, insertion, withdrawal or broadcast
b. Delusions of control or passivity; delusional perception
c. Hallucinatory voices giving a running commentary; discussing the patient among
themselves or “originating” from some part of the body
d. Bizzare delusions
OR
Two or more of the following symptoms :
e. Other hallucinations that either occur every day for weeks or that are associated with
fleeting delusions or sustained overvalued ideas
f. Thought disorganization (loosening of association, incoherence, neologism)
g. Catatonic symptoms
h. Negative symptoms
i. Change in personal behavior (loss of interest, aimlessness, social withdrawal)

 Symptoms should be present for most of the time during at least 1 month
 Schizophrenia should not be diagnosed in the presence of organis brain disease or during
drug intoxication or withdrawal

5
Gejala-gejala afektif yang dijumpai khususnya pada gangguan skizoafektif
tipe manik diantaranya mood yang elasi dan adanya ide-ide kebesaran, terkadang
kegelisahan atau iritabilitas disertai oleh perilaku agresif. Terdapat peningkatan
energi, aktivitas yang berlebihan, konsentrasi yang terganggu, dan hilangnya
hambatan norma sosial, adanya waham kebesaran dan waham kejaran juga sering
ditemukan. Onset pada gangguan ini biasanya bersifat akut.(8)
Berikut gejala klinis skizofrenia berdasarkan pedoman penggolongan dan
diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III).(9)
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a. “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar
oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”= isi
pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b. “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara
jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus). “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c. Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein di antara
mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara
halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

6
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan
dunia lain).
 Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
e. Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika.
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal).
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara social.

7
2.5 Diagnosis
Diagnosis dari gangguan skizoafektif ditegakkan dari hasil pemeriksaan yang
seksama mengingat luasnya tipe gejala klinis yang ditimbulkan.(5)Berikut merupakan
paduan diagnostik gangguan skizoafektif menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III) ; (9)
 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang
lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi
dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun
episode manik atau depresif.
 Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
 Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami
suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi pasca
skizofrenia).Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang,
baik berjenis manik (F25.0) maupun depresi (F25.1) atau campuran dari
keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode skizoafektif
terselip di antara episode manik atau depresif (F30-F33).

Pedoman diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif tipe Manik (F25.0)


menurut PPDGJ-III ialah sebagai berikut : (9)
 Kategori ini digunakan baik untuk episode skizofrenia tipe manik yang tunggal
maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif
tipe manik.
 Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak
begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak.

8
 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi
dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia,
F20,- pedoman diagnostic (a) sampai dengan (d)).

Pedoman diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif tipe Depresif (F25.1)


menurut PPDGJ-III ialah sebagai berikut : (9)
 Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang
tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar episode didominasi
oleh skizoafektif tipe depresif.
 Afek Depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik
depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk
episode depresif (F32);
 Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu, dan sebaiknya ada
dua, gejala khas skizofrenia (sebagaimana ditetapkan dalam pedoman diagnostik
skizofrenia, F20.-, (a) sampai (d)).
Gangguan Skizoafektif tipe Campuran (F25.2), dapat ditegakkan diagnosisnya
apabila gangguan dengan gejala skizofrenia (F20.-) berada secara bersama-sama
dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6).(9)
Penegakkan diagnosis Gangguan Skizoafektif menurut Diagnostic and
Statistical Manual for Mental Disorder 5 (DSM-V) mencakup : (7)
Tabel 2. Kriteria Diagnosis Skizoafektif menurut DSM-V
Diagnostic Criteria :
a. An uninterrupted period of illness during which there is a major mood episode (
major depressive or manic) concurrent with Criterion A of schizophrenia.
b. Delusions or hallucinations for 2 or more weeks in the absence of a major mood
episode (depressive or manic) during the life time duration of the illness.
c. Symptoms that meet criteria for a major mood episode are present for the majority of
the total duration of the active and residual portions of the illness.
d. The disturbance is not attributable to the effects of a substance (eg., a drug of abuse, a

9
medication) or another medical condition.
295.70 (F25.0) : Schizoaffective Disorder
Specify :
295.70 (F25.0) : Schizo-affective Disorder, Bipolar Type
295.70 (F25.1) : Schizo-affective Disorder, Depressive Type
Specify if : First episode, currently in acute episode; First episode, currently in partial
remission; First episode, currently in full remission; Multiple episodes, currently in acute
episode; Multiple episodes, currently in partial remission; Multiple episode, currently in
full remission; With catatonia; Unspecified.
Specify current severity : 0 (not present) to 4 (present and severe)

2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding gangguan skizoafektif biasanya mencakup semua bentuk
gangguan mood dan skizofrenia.Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik,
pemeriksaan medis lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik
gejala.Riwayat penyalahgunaan obat dengan atau tanpa uji penapisan toksikologi
positif dapat mengindikasikan gangguan terinduksi zat.(1)
Keadaan medis sebelumnya, pengobatan, atau keduanya dapat menyebabkan
gangguan psikotik dan mood.Setiap kecurigaan terhadap kelainan neurologis perlu
didukung dengan pemeriksaan pemindaian (scan) otak untuk menyingkirkan patologi
anatomis dan elektroensefalogram untuk menentukan setiap gangguan bangkitan
yang mungkin (cth. epilepsi lobus temporalis).Gangguan psikotik akibat gangguan
bangkitan lebih sering terjadi daripada yang terlihat pada populasi umum.Gangguan
tersebut cenderung ditandai dengan paranoia, halusinasi, dan ide rujukan.Pasien
epileptik dengan psikosis diyakini mempunyai tingkat fungsi yang lebih baik
daripada pasien dengan gangguan spectrum skizofrenik. Kontrol bangkitan yang lebih
baik dapat mengurangi psikosis.(1)

10
2.7 Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Mengingat ketidakpastian dan berkembangnya diagnosis gangguan
skizoafektif, perjalanan jangka panjang dan prognosis gangguan ini sulit
ditentukan.Berdasarkan definisi diagnosis, kita dapat mengharapkan pasien dengan
gangguan skizoafektif mengalami perjalanan yang sama seperti gangguan mood
episodik, skizofrenik kronik, atau beberapa hasil intermedia. Telah diduga bahwa
peningkatan adanya gejala skizofrenik memprediksi prognosis lebih buruk.Setelah
satu tahun, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai hasil berbeda yang
bergantung terhadap apakah gejala dominannya afektif (prognosis lebih baik) atau
skizofrenik (prognosis lebih buruk).Satu studi yang mempelajari pasien yang
didiagnosis gangguan skizoafektif selama delapan tahun mendapatkan hasil pasien
tersebut lebih menyerupai skizofrrenia daripada gangguan mood dengan gambaran
psikotik.

2.8 Terapi

a. Psikofarmaka
Mood stabilizeradalah cara utama pengobatan gangguan bipolar dan
diharapkan dapat bermanfaat pada pengobatan pasien dengan gangguan skizoafektif.
Satu studi yang membandingkan lithium dengan karbamazepin memperlihatkan
superioritas karbamazepin pada gangguan skizoafektif tipe depresif, tetapi tidak ada
perbedaan kedua agen tersebut untuk tipe bipolar. Namun, pada praktiknya,
pengobatan tersebut digunakan luas secara tersendiri, digunakan bersamaan, atau
kombinasi dengan agen antipsikotik.(1)

11
Pada episode manik, pasien skizoafektif sebaiknya diobati secara agresif
dengan pemberian dosis mood stabilizer dalam kisaran konsenterasi terapeutik
sedang sampai tinggi di dalam darah.Ketika pasien memasuki fase pemeliharaan,
pemberian dosis dapat dikurangi sampai rentang rendah sampai sedang untuk
menghindari efek samping dan efek potensial terhadap sistem organ (cth., tiroid dan
ginjal) dan memudahkan konsumsi dan kepatuhan pengobatan. Pemantauan
laboratorium terhadap konsenterasi obat dalam plasma dan penapisan periodic tiroid,
ginjal, dan fungsi hematologis harus dilakukan. Seperti pada semua kasus mania yang
sulit disembuhkan, pemakaian terapi elektrokonvulsif (ECT) harus
dipertimbangkan.(1)
Berdasarkan definisi, banyak pasien skizoafektif menderita akibat episode
depresif mayor.Pengobatan dengan antidepressan menyerupai pengobatan depresi
bipolar.Perawatan dilakukan tetapi bukan untuk mencetuskan suatu siklus pergantian
cepat dari depresi menjadi mania dengan antidepresan.Pilihan antidepresan sebaiknya
memperhatikan kegagalan atau keberhasilan antidepresan sebelumnya. Inhibitor re-
uptake serotonin selektif (SSRI) (cth., fluoxetine [Prozac] dan sertraline [Zoloft]
sering digunakan sebagai agen lini pertama. Namun pasien teragitasi atau insomnia
dapat disembuhkan dengan antidepresan trisiklik.Seperti pada semua kasus depresi,
pemakaian ECT sebaiknya dipertimbangkan. Seperti telah disinggung sebelumnya,
agen antipsikotik bermanfaat pada pengobatan gejala psikotik gangguan
skizoafektif.(1)
Berikut ditampikan penggolongan obat anti psikotik tipikal dan atipikal : (10)
I. Obat Anti-psikosis Tipikal (Typical Anti Psychotics)
1. Phenotiazine
 Rantai Aliphatic : Chlorpromazine (Largacil)
 Rantai Piperazine : Perphenazine (Trilafon)
Trifluoperazine (Stelazine)
Fluphenazine (Anatensol)

12
 Rantai Piperidine : Thioridazine (Melleril)
2. Butyrophenone : Haloperidol (Haldol, Serenace,dll)
3. Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide (Orap)
II. Obat Anti-psikosis Atipikal (Atypical Anti Psychosis)
1. Benzamide : Supiride (Dogmatil)
2. Dibenzodiazepine : Clozapine (Clozaril)
Olanzapien (Zyprexa)
Quetiapine (Seroquel)
Zotepine (Ludopin)
3. Benzisoxazole : Risperidone (Risperidol)
Aripiprazole (Abilify)

Mekanisme kerja obat anti-psikosis tipikal adalah memblokade Dopamine


pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbic dan sistem
ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), sehingga efektif untuk gejala
positif.Sedangkan obat anti-psikosis atipikal disamping berafinitas terhadap
“Dopamine D2 Receptors” juga terhadap “Serotonin 5HT2 Receptors” (Serotonin-
dopamine antagonist), sehingga efektif juga untuk gejala negatif.(10)

b. Psikososial
Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan keterampilan
sosial, dan rehabilitasi kognitif.Oleh karena bidang psikiatri sulit memutuskan
diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif yang sebenarnya, ketidakpastian
tersebut harus dijelaskan kepada pasien.Kisaran gejala mungkin sangat luas, karena
pasien mengalami keadaan psikosis dan variasi kondisi mood yang terus
berlangsung.Anggota keluarga dapat mengalami kesulitan untuk menghadapi
perubahan sifat dan kebutuhan pasien tersebut.Perlu diberikan regimen obat yang
mungkin lebih rumit, dengan banyak obat, dan pendidikan psikofarmakologis.

13
Menurut pedoman National Institute for Health and Care Excellent (NICE),
setiap pasien dengan gejala skizofrenia harus diberikan terapi Cognitive Behavioural
Therapy (CBT) dan bagi keluarga dekat pasien harus di edukasikan untuk melakukan
terapi keluarga. Terapi CBT bisa membantu pasien dalam mengatasi waham dan
halusinasi berkepanjangan.Tujuannya ialah untuk meringankan penderitaan dan
kecacatan, dan tidak untuk menghilangkan gejala dari gangguan tersebut. Terapi CBT
mencakup :(11)
 Mencoba untuk menantang atau memiliki pikiran yang berbeda mengenai suara
(halusinasi auditorik) yang didengarkan.
 Membuat strategi untuk mengatasi suara yang didengarkan. Contohnya seperti
mendengarkan musik atau meminta suara yang didengarkan untuk pergi saja.
Dukungan psikologis merupakan hal yang sangat penting bagi pasien yang
mengalami gejala skizofrenia beserta keluarganya.Terapi keluarga dapat membantu
keluarga untuk mengurangi ekspresi yang berlebihan terkait gejala yang dialami
pasien, hal ini terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada
pasien.(11)
Art therapies (Terapi seni) juga sangat membantu dalam mengatasi gejala
negatif pada pasien. Pasien juga diharapkan bisa berbagi pengalaman bersama
temannya yang mengalami gejala yang sama, hal ini diharapkan dapat membantu
pasien mendapatkan solusi yg tepat untuk mengatasi gejala-gejala yang
dialaminya.(11)

14
15

Anda mungkin juga menyukai