JOURNAL READING
Disusun Oleh:
Amalia Anisa
N 111 18 069
Pembimbing Klinik:
dr. Sofyan Bulango, Sp.An
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
Perkembangan Terbaru dalam Blok Neuromuskuler selama Anestesia
Martijn Boon , Christian Martini, Albert Dahan
Department of Anesthesiology , Leiden University Medical Center, Leiden,
Netherlands
Abstrak
Relaksasi muskuler merupakan bagian rutin dari anestesi dan memiliki
keuntungan penting. Namun, efek yang tersisa dari relaksan muskuler pada periode
pasca operasi secara historis telah dikaitkan dengan efek samping pasca operasi.
Pengembalian neuromuskuler, bersama dengan monitoring neuromuskuler, adalah
strategi yang dikenali untuk mengurangi tingkat relaksasi residual pasca pembedahan
namun hanya sedikit meningkatkan hasil dalam beberapa dekade terakhir.
Sugammadex, agen reversal baru dengan sifat enkapsulasi yang unik, telah mengubah
pandangan tentang reversal neuromuskuler dan membuka peluang baru guna
meningkatkan perawatan pasien. Reversal kedalaman blok neuromuskuler secara
cepat dan utuh dapat mengurangi tingkat residu relaksasi dan meningkatkan
pemulihan pernapasan. Selain itu, sugammadex telah memungkinkan penggunaan
blok neuromuskuler dalam selama pembedahan. Blok neuromuskuler yang dalam
dapat meningkatkan kondisi kerja pembedahan dan memungkinkan reduksi tekanan
insuflasi selama prosedur laparoskopi tertentu. Namun, apakah dan bagaimana hal ini
dapat memengaruhi hasil belum digambarkan dengan jelas.
Pendahuluan
Relaksan muskuler atau agen penghambat neuromuskuler (NMBAs),
diperkenalkan pada tahun 1942 oleh Griffith dan Johnson, telah merevolusi praktik
anestesiologi1. NMBAs menghambat transmisi neuromuskuler di neuromuskuler
junction dengan mengikat reseptor asetilkolin nikotinergik postsinaptik. Pengikatan
ini mengurangi ketersediaan reseptor tersebut untuk transmisi sinyal neuromuskuler
yang dimediasi asetilkolin (lihat Gambar 1). Dalam praktiknya, NMBA
memungkinkan ahli anestesi untuk membuat pasien sementara mengalami paralisis
selama anestesi. Pengenalan NMBAs dalam anestesia dapat berarti bahwa kondisi
pembedahan yang optimal (yaitu dengan memastikan pasien tidak bergerak) dapat
dicapai dengan dosis rendah anestesi uap (volatil) atau intravena, meningkatkan
stabilitas hemodinamik. Akibatnya, induksi relaksasi otot menjadi bagian tetap dari
trias anestesi klasik, di bersama ketidaksadaran (hipnosis) dan pelega rasa sakit2.
Namun, seperti kebanyakan obat-obatan, NMBA tentu memiliki kekurangan. Efek
berkepanjangan dari NMBAs pada periode pasca pembedahan, juga dikenal sebagai
kurarisasi residual pasca operasi (PORC), dapat menyebabkan komplikasi pernapasan
yang mengancam jiwa dalam beberapa jam pertama setelah pembedahan3. Pada tahun
1954, Beecher et al. adalah orang pertama yang mencatat peningkatan mortalitas
enam kali lipat terkait anestesi ketika NMBA digunakan4. Terlepas dari
perkembangan agen dengan aksi yang lebih singkat dan teknik pemantauan
neuromuskuler, NMBAs terus dikaitkan dengan efek samping yang berat pasca
anestesi, bahkan hingga hari ini5,6.
Ketika NMBAs dosis tinggi diberikan, pengukuran NMB pada saraf ulnaris
akan menunjukkan tidak ada kedutan jempol (TOF sama dengan nol). Untuk
mengukur tingkat NMB dalam hal ini, stimulus tetanik 50 Hz selama lima detik
diterapkan pada saraf ulnaris. Stimulus tetanik menyebabkan sejumlah besar
asetilkolin dilepaskan di neuromuscular junction. Fasilitasi tetanik ini kemudian
diikuti oleh 15 rangsangan listrik tunggal yang diberikan pada interval satu detik.
Jumlah kedutan ibu jari yang terukur merupakan jumlah pasca-tetanik (PTC)28.
Misalnya, ketika teramati ada enam ibu jari yang berkedut pasca fasilitasi tetanik,
PTC sama dengan enam (lihat Gambar 2). Dengan pengukuran TOF dan PTC,
kedalaman NMB dapat diklasifikasikan sebagai berikut29: (1) NMB moderat: TOF
satu hingga tiga dari empat kedutan; (2) NMB dalam: TOF tanpa kedutan (nol) dan
PTC lebih dari nol; (3) NMB intens: TOF nol dan PTC nol. Perhatikan bahwa, dalam
praktiknya, NMB yang intens hanya terjadi pada awal anestesi pasca dosis induksi
NMBA. Setelah itu, NMB diperbolehkan untuk pulih ke NMB yang dalam atau
sedang, yang dapat dipertahankan untuk mempertahankan kondisi kerja pembedahan
yang adekuat, tergantung pada jenis operasi.
Kurarisasi residual pasca operasi
Pemulihan penuh NMB pada akhir anestesi sangat penting untuk
mengembalikan respirasi dan fungsi otot saluran napas bagian atas yang adekuat
3,30,31
. Menurut definisi, PORC (Postoperative residual curarization) terjadi ketika
beberapa tingkat NMB (rasio TOF <0,9) menetap setelah ekstubasi. Hal ini dapat
dengan mudah terjadi, karena sebagian besar NMBA memiliki waktu pemulihan lebih
lama daripada opioid dan hipnotik kerja singkat yang sering digunakan selama
anestesi general. Selain itu, tidak mungkin untuk memprediksi pemulihan NMB
dengan alasan farmakologis (PKPD), karena waktu pemulihan NMBA menampilkan
variasi antar-individu yang sangat luas32,33.
Kurarisasi residual secara negatif mempengaruhi fungsi otot jalan nafas dan
paru-paru. Kurarisasi menyebabkan kolaps saluran napas bagian atas dan gangguan
ventilasi. Hal ini cukup relevan, karena bahkan derajat kecil dari residu kurarisasi
(mis. Rasio TOF antara 0,6 dan 0,9) dikaitkan dengan peningkatan kolapibilitas jalan
napas bagian atas dan disfungsi otot sfingter faring dan esofagus bagian atas23,27.
Selain itu, NMBAs secara langsung melemahkan respons ventilasi hipoksia karena
menghambat reseptor asetilkolin nikotinergik dalam carotid body24. Penghambatan
respons ventilasi hipoksik membuat pasien berisiko lebih tinggi mengalami hipoksia.
Karena pengaruh ini, PORC sangat terkait dengan komplikasi pernapasan pasca
pembedahan3,30. Sayangnya, insiden PORC cukup besar dan berkisar antara 20 dan
60% pasien di unit perawatan pasca-anestesi (PACU)31,34,35. Penggunaan monitor
neuromuskuler dan reversal NMB yang adekuat merupakan strategi penting yang
akan mengurangi angka kejadian PORC.
Para penentang NMB yang dalam mengklaim bahwa keuntungan dari kondisi
bedah dengan NMB yang dalam hanya sedang dan tidak sebanding dengan upaya
ekstra yang dibutuhkan dan biaya/harga agen reversal (sugammadex)57,58. Kami
berpendapat bahwa perbedaan yang diamati dalam L-SRS relevan secara klinis,
insidens kondisi suboptimal sangat berkurang selama NMB yang dalam (terutama
terjadinya kontraksi diafragma mendadak)18-20,52, dan, yang paling penting, NMB
yang dalam dikaitkan dengan rasa nyeri pasca pembedahan yang lebih rendah dan
lebih sedikitnya insiden re-admisi yang tidak direncanakan dalam 30 hari20,59.
Akhirnya, terdapat indikasi bahwa NMB yang dalam memungkinkan
tekanan intraabdomen yang lebih rendah selama operasi laparoskopi. Tekanan
insuflasi yang berkurang dikaitkan dengan nyeri pascaoperasi yang lebih sedikit60.
NMB yang dalam dapat menyebabkan peningkatan komplians dinding perut dan
akhirnya meningkatkan rongga intraabdominal61,62. Namun, meskipun berbagai
penelitian memang menunjukkan bahwa NMB yang dalam memungkinkan titrasi
untuk menurunkan tekanan intraabdomen dengan kondisi bedah yang masih dapat
diterima, keuntungan dalam rongga intraabdomen mungkin marginal62, dan insidens
kondisi pembedahan yang tidak dapat diterima tetap jauh lebih tinggi daripada
tekanan standar. Oleh karena itu, kelayakan pneumoperitoneum tekanan rendah
perlu diselidiki lebih lanjut.
Kesimpulan
NMBAs tentu memiliki keuntungan yang penting namun juga kerugian yang
cukup serius. Kurarisasi residual pasca pembedahan merupakan ancaman penting,
terutama pada pasien yang dengan reversal yang adekuat atau kurang terpantau.
Perkembangan baru yang penting adalah pengenalan sugammadex agen reversal.
Sugammadex dapat membantu mengurangi insiden kurarisasi residual pasca operasi
dan meningkatkan pemulihan pernapasan pasca pembedahan. Selain itu, sugammadex
memungkinkan penggunaan NMB yang dalam selama anestesi umum. Meskipun
NMB yang dalam telah terbukti meningkatkan kondisi pembedahan dan mengurangi
rasa nyeri pasca operasi dalam berbagai prosedur, perannya dalam anestesi belum
sepenuhnya ditentukan.