Anda di halaman 1dari 3

1

5. Jelaskan mekanisme terjadinya efusi pleura pada kasus di atas

Jawab:

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan


dalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukkan pus atau
darah. Efusi pleura bukanlah suatu penyakit melainkan manifestasi dari berbagai
macam penyakit. Dalam keadaan normal cairan masuk ke dalam rongga pleura
dari kapiler–kapiler di pleura parietal dan diserap melalui pembuluh limfe yang
berada di pleura viseral. Cairan juga bisa masuk ke rongga pleura melalui rongga
intersisial paru melalui pleura viseral atau dari rongga peritonium melalui celah
sempit yang ada di diafragma. Berdasarkan jenis cairannya efusi pleura dibagi
menjadi efusi pleura transudat dan efusi pleura eksudat. Efusi pleura transudat
terjadi apabila faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan
cairan, sedangkan efusi pleura eksudat terjadi apabila faktor lokal yang
mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan. Dari keduanya, efusi pleura
eksudat lebih sering ditemukan, dan penyebab utama efusi pleura eksudat adalah
infeksi bakteri, infeksi jamur, infeksi virus, keganasan dan emboli paru. Di
Indonesia TB adalah penyebab utama efusi pleura, diikuti oleh keganasan
(Febrianti & Priyanti, 1997).
Efusi pleura TB adalah penumpukan cairan dalam rongga pleura karena
infeksi M.Tb. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa setiap efusi
pleura yang eksudatif harus dicurigai sebagai efusi pleura TB. Dalam penelitian
Amerika Serikat tahun 2003, efusi pleura TB adalah penyebab ketiga terbanyak
terjadinya efusi pleura masif (12%), setelah keganasan (55%), pneumonia (22%)
dan merupakan salah satu manifestasi ekstra paru tersering pada pasien TB paru
setelah limfadenitis (Light, 2010).
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Melalui
inhalasi droplet nuclei yang mengandung kuman TB, kuman masuk saluran napas
hingga mencapai paru. Saat terinhalasi kuman terperangkap dalam mukosa
saluran napas, trakea dan bronkus, dan tubuh berusaha mengeliminasi kuman
tersebut melalui sistem pertahanan mekanik. Akan tetapi oleh karena ukuran
partikel droplet yang kecil, kurang dari 5µm. Partikel droplet dapat melewati
sistem pertahanan ini dan mencapai saluran napas bawah, terutama di alveoli. Di

Universitas Indonesia
2

alveoli, kuman TB akan difagositosis oleh neutrofil dan makrofag alveolar. Proses
selanjutnya dipengaruhi oleh patogenesitas atau virulensi dari kuman TB serta
kemampuan sel tubuh menggeliminasinya. Pada sebagian besar kasus, kuman TB
berhasil dihancurkan oleh makrofag alveolar melalui proses fagositosis.
Makrofag alveolar adalah lini pertahanan pertama melawan infeksi basil
TB, pada sebagian kecil kasus makrofag alveolar tidak mampu menahan
pertumbuhan bakteri, basil akan hidup dan bereplikasi didalam makrofag dan
menyebabkan makrofag yang terinfeksi menjadi lisis. Makrofag yang terinfeksi
akan melepaskan sitokin-sitokin inflamasi. Kemudian respon proinflamasi lokal
terbentuk melalui Toll like receptor agonist yang mengelilingi permukaan bakteri.
Sel Natural Killer (sel NK) merupakan sel yang penting yang tiba ditempat infeksi
pertama sebelum kemudian disusul oleh populasi sel limfosit T yang
memproduksi IFN-γ dan TNF-α dan kemokin inflamasi diproduksi oleh makrofag
yang terinfeksi akan merekrut sel-sel darah putih dan melanjutkan serangkaian
peristiwa imunologis ditempat tersebut. Sementara kuman TB dalam makrofag
terus berkembang biak dan membentuk koloni ditempat tersebut. Secara bersama-
sama, sel-sel ini memulai kaskade proses yang diperantai kemokin dan sitokin
yang menarik makrofag dan sel T bergerak menuju ke tempat infeksi terjadi.
Kemudian terjadi eksudat plasma dan pembentukan bekuan. agregasi makrofag
membentuk formasi awal dari inti granuloma.
Granuloma merupakan petanda dari penyakit TB, granuloma dibentuk
oleh kumpulan fagosit mononuclear (MN) dan sel T pada tempat replikasi bakteri
dengan makrofag yang terinfeksi berada ditengahnya. Makrofag yang terinfeksi
berdifferensiasi ke dalam berbagai bentuk mulai dari makrofag jaringan, sel
epiteloid dan sel raksasa yang dikenal sebagai sel datia Langhan’s. Sel T yang
diaktivasi mengeluarkan berbagai macam sitokin untuk mengendalikan basil TB
dan mengaktifkan sel limfosit T sitotoksik. Karakteristik granuloma TB adalah
pada pusatnya terdapat jaringan nekrotik, sel-sel debris, dan basil TB yang telah
mati. Basil TB ditemukan pada zona antara pusat nektorik dan dinding dari
granuloma. Makrofag secara metabolik aktif mengkonsumsi oksigen yang ada
sehingga daerah granuloma menjadi anoksik dan nekrotik.
TB pleura terjadi akibat dari antigen TB memasuki rongga pleura,
biasanya melalui pecahnya fokus subpleural dan terjadi interaksi dengan limfosit

Universitas Indonesia
3

yang akan menghasilkan suatu reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Limfosit akan
melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari
kapiler pleura terhadap protein yang akan menghasilkan cairan pleura. Sel T
helper tipe 1 (Th 1) subset memperantarai limfosit dalam memberikan respon
terhadap infeksi M.Tb. Efusi pleura ini dapat terjadi setelah infeksi primer atau
reaktivasi TB yang mungkin terjadi jika penderita mengalami imunitas rendah,
dan juga tidak melibatkan basil yang masuk ke rongga pleura.

DAFTAR PUSTAKA

Febrianti, ZS Priyanti. (1997). Diagnosis dan penata laksanaan Efusi


pleura Tuberkulosis dalam Jurnal Respirologi Indonesia , Vol 17 no 4; 1:p. 206-
209.
Light RW. (2007). Clinical manifestations and useful tests, Pleural
Diseases, Ed 5th; 2007: 7: p.74-80.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai