Anda di halaman 1dari 6

GLOBAL MARITIME FULCRUM

OLEH:

MUH. IMRAN

E061171004

ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2019
Global Maritime Fulcrum

Pada awal masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia telah
mencanangkan visi nasional yang akan menjadi patokan Indonesia di era Jokowi. Visi
nasional tersebut bernama Global Maritime Fulcrum (GMF) atau Poros Maritim Dunia, yang
diumumkan di forum East Asian Summit ke-9 pada tanggal 13 November 2014 di
Naypyidaw, Myanmar. Visi Global Maritime Fulcrum Presiden Jokowi bertumpu pada lima
pilar utama: budaya maritim, infrastruktur dan konektivitas maritim, perlindungan sumber
daya maritim, diplomasi maritim, dan pertahanan maritim; dan dua pilar tambahan: tata
kelola kelautan dan lingkungan maritim. Visi tersebut diumumkan pada KTT Asia Timur
2014 dan secara resmi diperkenalkan melalui peraturan presiden Kebijakan Laut Indonesia
pada tahun 2017. Hal tersebut dilakukan untuk mengembalikan kejayaan Indonesia di laut.
(Yanyan & Ian, 2017)

Esensi poros maritim dunia pada dasarnya bertujuan untuk “mengatur” dunia. Tetapi
dalam konteks ini, poros yang dimaksudkan sebagai fulcrum atau penyeimbang kekuatan
maritim di kawasan dan dunia. Sehingga visi maritim dalam pemerintahan Jokowi adalah
untuk menegaskan kepada dunia mengenai hak dan kewajiban serta aturan-aturan main dalam
poros maritim, dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada yang kemudian Indonesia
dapat tampil di panggung Internasional sebagai global player dalam bidang kemaritiman.
Oleh karena itu, dengan kebijakan luar negeri Indonesia yang disesuaikan dengan visi poros
maritim, Indonesia setidaknya mempunyai 5 kepentingan nasional yang harus diwujudkan,
yaitu: (Yanyan & Ian, 2017)

1. Mengoptimalkan diplomasi maritim untuk mempercepat penyelesaian permasalahan


perbatasan Indonesia
2. Menjamin Integritas wilayah NKRI
3. Memelihara kedaulatan maritim dan keamanan atau kesejahteraan pulau-pulau terdepan
4. Meredam rivalitas maritim antar negara-negara besar
5. Melibatkan diri dalam lingkungan strategis di kawasan dengan memperluas mandala
keterlibatan regional, yaitu mengintegrasikan dua samudera Hindia dan Pasifik dengan
mendorong kerjasama maritim secara komprehensif melalui The Indian Ocean Rim
Association (IORA).

Berdasarkan beberapa poin diatas, dapat dilihat bahwa pembangunan kekuatan maritim
dalam visi pemerintahan Jokowi meliputi jati diri atau identitas, kedaulatan, keamanan,
ekonomi maritim, dan diplomasi maritim yang mencakup lingkungan strategis di kawasan.
Sedangkan dalam konteks global, Indonesia harus mampu melaksanakan komitmennya untuk
menjadi Poros Maritim Dunia.

Poros Maritim diartikan sebuah konsep yang telah dipikirkan oleh orang-orang
Indonesia berdasarkan kondisi bangsa Indonesia yang dikelilingi oleh laut. Bukan hanya itu,
kondisi bangsa Indonesia yang strategis sekaligus rawan membuat konsep poros maritim
akan dibuat sejalan dengan realitas geografi, geoekonomi, dan geostrategi di kawasan
(Limbong, 2015). Sehingga Indonesia dapat lebih terbuka terhadap potensi yang dimilikinya,
serta ancaman yang sedang dihadapi.

Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO), total akumulasi nilai
perekonomian yang bisa didapatkan oleh Indonesia dalam sektor kelautan “jika diberdayakan
dengan optimal” dapat mencapai 3 hingga 5 trilliun dollar, yang jika dirupiahkan setara
dengan Rp. 41.100 Trilliun hingga Rp.68.500 Trilliun per tahunnya. Hampir 70% dari total
perdagangan dunia berlangsung diantara negara Asia Pasifik. Keuntungan secara geografis
tersebut masih belum sebarapa. Nyatanya Indonesia masih menyimpan potensi yang sangat
besar dalam sumber daya laut. Diperkirakan kekayaan bawah laut Indonesia mencapai 40,1
miliar barel dan gas bumi mencapai 217.7 triliun kaki kubik. Dan hingga saat ini, Indonesia
ternyata baru mampu mengeksploitasi sekitar 10-15% atas kekayaan itu saja (Yanyan & Ian,
2017). Sehingga jika Indonesia dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya, maka bukan
tidak mungkin Indonesia dapat menjadi global emerging power yang baru.

Selain itu, Indonesia yang dikelilingi lautan menempati posisi silang dunia yang
menyebabkan Indonesia menjadi rawan dalam konteks geopolitiik, geoekonomi, dan
geostrategi. Hal tersebut karena posisi negara Indonesia yang sangat terbuka, sehingga sangat
rawan untuk dipenetrasi oleh pihak-pihak luar. Garis pantai Indonesia merupakan garis pantai
terpanjang ketiga di dunia (Yanyan & Ian, 2017). Oleh karena itu, terdapat banyak akses bagi
pihak luar untuk masuk ke dalam wilayah Indonesia, yang menjadi kelebihan sekaligus
kelemahan untuk wilayah negara Indonesia.

Dalam sektor pembangunan, poros maritim tentunya bertujuan untuk membangun


wilayah-wilayah Indonesia dengan memanfaatkan sebesar-besarnya potensi kelautan yang
ada. Implementasi poros maritim mengandaikan adanya kesiapan sumber daya manusia. Hal
tersebut dimulai dengan diletakkannya wawasan bahari sebagai arus utama dalam proses
pendidikan. Indonesia juga perlu menyiapkan keahlian dibidang kelautan, mulai yang bersifat
teknis, teknologi, sampai ahli-ahli strategi dan hukum Internasional (Limbong, 2015).

Dalam sektor pertahanan keamanan, GMF dapat memiliki dampak signifikan pada
pandangan strategis Indonesia, karena menyoroti kembali dan memprioritaskan masalah
pertahanan dan keamanan maritim. Penekanan ini bukan hal baru. Konsep ini berlabuh dalam
konsep Indonesia tentang Archipelagic Outlook, pertama kali diartikulasikan pada tahun 1957
oleh Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja, yang menganggap lautan antar pulau sebagai
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari wilayah Indonesia. Akan tetapi, pemerintahan Orde
Baru Soeharto, menafsirkan dan mengimplementasikan pandangan tersebut dengan
penekanan pada daratan dan berorientasi ke depan untuk melayani kepentingannya. GMF
berupaya untuk memperbaiki paradoks dalam pandangan strategis Indonesia yang
menekankan Angkatan Darat kontinental untuk mempertahankan negara kepulauan. Visi ini
juga mencerminkan evolusi dalam prospek keamanan Indonesia yang memprioritaskan
lingkungan strategis negara. Dampaknya GFM pada anggaran pertahanan, pengeluaran
pertahanan, dan prioritas pengadaan belum dapat dipastikan, meskipun ada arahan yang jelas
untuk mengembangkan kemampuan pertahanan maritim untuk mengatasi berbagai tantangan
keamanan, dan komitmen Presiden Jokowi untuk meningkatkan anggaran Angkatan Laut dan
belanja pertahanan menjadi 1,5 persen dari PDB tetapi dengan syarat bahwa ekonomi
Indonesia tumbuh sebesar 7 persen (Marzuki, 2018).

Selain itu, dengan memiliki luas wilayah yang mendominasi kawasan, jumlah
penduduk terbanyak, dan sumber daya alam terkaya di Asia Tenggara, secara alamiah
Indonesia telah memiliki potensi serta kapasitas sebagai kekuatan utama dan stabilisator atau
bahkan sebagai guarantor keamanan di kawasan. Besarnya potensi yang dimiliki Indonesia
tersebut sangat berarti bagi kepentingan maupun kemajuan perekonomian kawasan bahkan
dunia. Sebagai konsekuensi dari hal tersebut, Indonesia akan dituntut untuk mampu
memainkan peran penting sebagai kunci stabilisator keamanan di kawasan (Yanyan & Ian,
2017) .

Lebih lanjut, untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim, Indonesia


bekerjasama dengan negara lain melalui investasi mengingat Indonesia sebagai negara yang
belum mapan untuk mampu membiayai sendiri pembangunan infrastruktur dalam
mewujudkan misi poros maritim dunia dengan pembangunan infrastruktur dan membangun
konektivitas maritim. Misi poros maritim dunia sebagai bentuk kebijakan luar negeri
Indonesia di Era jokowi kemudian diperkuat oleh pelaksanaan diplomasi ekonomi dan
demokrasi ekonomi. Dalam pelaksanaan politik luar negeri diplomasi ekonomi dilakukan
terhadap hal-hal yang memberikan manfaat langsung. Misalnya, dengan mempromosikan
hubungan ekonomi perdagangan dan investasi yang menyentuh langsung potensi rakyat dan
yang membuka lapangan kerja serta menarik investasi asing dan mengarahkannya untuk
infrastruktur, industri manufaktur berbasis desa, dan menggenjot ekspor produk yang
dihasilkan kalangan menengah kebawah. Selain diplomasi ekonomi, hal lain yang dilakukan
adalah demokrasi ekonomi dengan berpartisipasi dalam berbagai forum seperti APEC (Asian
Pacific Economic Cooperation), Konferensi Tingkat Tinggi Association of Southeast Asian
Nation (KTT ASEAN), dan Konferensi Tingkat Tinggi Group of Twenty (KTT G-20).
Presiden menggunakan forum-forum tersebut untuk menarik investasi asing, membuka pasar
luar negeri dan mengundang lebih banyak turis asing ke Tanah Air. Saat ini, Indonesia juga
sedang menggerakkan sejumlah perundingan ekonomi penting antara lain Comprehensive
Economic Partnership Agreement (CEPA), Preferential Trade Agreement (PTA) serta akan
memulai perundingan Bilateral Investment Treaty (BIT). Indonesia juga mendorong
terbukanya pasar-pasar baru non-tradisional agar produk Indonesia dapat dirasakan
manfaatnya bagi negara lain. Sebagai buktinya, Indonesia telah terlibat dalam berbagai hal
sebagai bentuk peningkatan hubungan dagang dengan negara lain, seperti Penyelenggaraan
Forum Indonesia-Afrika 2018. Sehingga dari semua usaha yang dilakukan oleh Indonesia
dari partisipasinya dalam forum APEC, KTT ASEAN, KTT G20 hingga menggerakkan
sejumlah perundingan ekonomi, tidak lain untuk membantu Indonesia mendapatkan dana dari
investasi asing, pasar luar negeri, dll dalam misinya untuk mewujudkan poros maritim dunia
(Kuwado, 2018).

Dalam hal peluang dan tantangan dalam mewujudkan visi GMF, secara umum dapat
dikatakan dipengaruhi oleh derasnya arus globalisasi serta perubahan paradigma sektor
industri dunia (eksternal). Sementara itu, dari sisi internalnya, tantangannya, yaitu
ketersediaan infrastruktur, keamanan di laut, penggunaan teknologi, dan sumberdaya manusia
(Limbong, 2015).

Kemudian jika Indonesia mampu dan berhasil mewujudkan visi-nya untuk menjadi
poros maritim dunia, maka perlu mengupayakan keunggulan-keunggulan kompetitifnya agar
Indonesia benar-benar memiliki nilai jual atau bargaining power serta bargaining position
yang kuat guna menyongsong abad Asia-Pasifik. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan
mainstream kelautan dalam berbagai kebijakan pemerintah di bidang keamanan, pangan,
energi, lingkungan, pemberdayaan masyarakat, geopolitik, geostrategik, manajemen
pembangunan, dll. (Yanyan & Ian, 2017). Seluruh hal yang dilakukan akan sangat penting
untuk mengetahui bagaimana Pemerintahan Jokowi menaruh prioritas serta menentukan
strategi dalam rangka merealisasikan percepatan pembangunan maritim demi membangun
Indonesia sebagai poros maritim dunia.

References:

Limbong, B. (2015). Poros Maritim. Jakarta: Margaretha Pustaka.

Marzuki, K. I. (2018). The Meaning of Indonesia’s Global Maritime Fulcrum. Pacific


Forum(14).

Yanyan Mochamad Yani, Ian Montrama. (2017). Quo Vadis: Politik Luar Negeri Indonesia.
Jakarta: Alex Media Komputindo.

Kuwado, F. J. (2018). 4 tahun jokowi-jk dan catatan pembangunan infrastruktur. KOMPAS.

Anda mungkin juga menyukai