Anda di halaman 1dari 21

MODEL PEMBELAJARAN

CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

TUGAS PEMBELAJARAN INOVATIF II

Dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Inovatif II


Dosen Pengampu : Dr. Pradnyo Wijayanti, M.Pd dan Janet Trineke Manoy, M.Pd

Dibuat oleh Kelompok 6:

Qonita Ayu Sansiske NIM. 18030174001


Muhammad Ali Rosyidin NIM. 18030174020
Desy Puspita Sari NIM. 18030174041
Dinda Fasya Purnomo P. NIM. 18030174069

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2020

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah saya panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME yang


telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua. Terima kasih
saya sampaikan pada semua pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini membahas tentang "Model Pembelajaran CTL (Contextual
Teaching and Learning)". Dalam makalah ini akan di sampaikan pengertian,
karakteristik, komponen, prinsip-prinsip, kegiatan dan strategi, langkah-langkah,
kelebihan, kekurangan dan implementasi pembelajaran CTL.
Dibutuhkan kerjasama untuk menyusun makalah ini. Oleh karena itu saya
berusaha menggalang kerjasama dengan semua pihak untuk kelancaran dan
keberhasilan pembuatan makalah ini. Selain itu, saya juga mengharap kritik dan
saran dari semua pihak yang dapat saya jadikan koreksi dalam pembuatan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan dengan
sebaik mungkin sehingga akan memberikan hasil yang memuaskan dan sesuai
keinginan pembaca.

Surabaya, 7 Februari 2020


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Cover................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar Isi .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3
A. Pengertian dan Tujuan Pembelajaran CTL .......................................... 3
B. Karakteristik Pembelajaran CTL.......................................................... 5
C. Komponen Pembelajaran CTL............................................................. 7
D. Prinsip – Prinsip dalam Pembelajaran CTL ......................................... 9
E. Kegiatan dan Strategi dalam Pembelajaran CTL ................................. 11
F. Langkah-Langkah dalam Pembelajaran CTL ...................................... 12
G. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran CTL................................... 14
H. Implementasi Pembelajaran CTL......................................................... 15
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 17
A. Kesimpulan .......................................................................................... 17
B. Saran ..................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengembangan model-model pembelajaran merupakan suatu
keniscayaan yang harus dipersiapkan dan dilakukan guru dalam kegiatan
pembelajaran. Guru merupakan ujung tombak keberhasilan kegiatan
pembelajaran di sekolah/madrasah yang terlibat langsung dalam
merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kualitas
pembelajaran yang dilakukan sangat bergantung pada perencanaan dan
pelaksanaan proses pembelajaran guru. Tugas guru bukan semata-mata
mengajar (teacher centered), akan tetapi lebih kepada membelajarkan siswa
(student centered).
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi
yang ada di sekitar individu siswa. Belajar dapat dipandang sebagai proses
yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai
pengalaman belajar yang dirancang dan dipersiapkan oleh guru. Belajar juga
dapat dipandang sebagai proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu
yang ada di sekitas siswa. Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru dan
siswa. Perilaku guru adalah membelajarkan dan perilaku siswa adalah
belajar. Perilaku pembelajaran tersebut terkait dengan mendesain dan
menerapkan model-model pembelajaran.
Model pembelajaran kontekstual (Contekstual Teaching and
Learning) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan
membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dan mengaitkannya
dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan
kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang dinamis
dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut :
a. Bagaimana pengertian dan tujuan Pembelajaran CTL?
b. Bagaimana karakteristik Pembelajaran CTL?
c. Bagaimana komponen Pembelajaran CTL?
d. Bagaimana prinsip-prinsip dalam Pembelajaran CTL?
e. Bagaimana kegiatan dan strategi dalam Pembelajaran CTL?
f. Bagaimana langkah-langkah dalam Pembelajaran CTL?
g. Bagaimana kelebihan dan kekurangan Pembelajaran CTL?
h. Bagaimana implementasi dalam Pembelajaran CTL?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan Pembelajaran CTL
b. Untuk mengetahui karakteristik Pembelajaran CTL
c. Untuk mengetahui komponen Pembelajaran CTL
d. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam Pembelajaran CTL
e. Untuk mengetahui kegiatan dan strategi dalam Pembelajaran CTL
f. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam Pembelajaran CTL
g. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Pembelajaran CTL
h. Untuk mengetahui implementasi dalam Pembelajaran CTL

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Tujuan Pembelajaran CTL


Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti
“hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks)”. Model pembelajaran
kontekstual (contekstual teaching and learning) merupakan proses
pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami
makna materi ajar dan mengaitkan dengan konteks kehidupan mereka
sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki
pengetahuan maupun keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk
mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Adapun pengertian CTL (Contextual Teching Learning/CTL) menurut
Tim Penulis Depdiknas adalah sebagai berikut: “Pembelajaran Konstektual
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan
tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni:
1. Konstruktivisme (constructivism),
2. Bertanya (questioning),
3. Menemukan (inquiry),
4. Masyarakat belajar (learning community),
5. Pemodelan (modeling),
6. Refleksi (reflection) dan
7. Penelitian sebenarnya (authentic assessment).
Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari
guru ke siswa. Hasil atau prestasi belajar Siswa tidak hanya dilihat dari
tampilan kuantitatif, melainkan dilihat dari sisi kualitas penguasaan dan
aplikasinya dalam kehidupan yang nyata. Dengan begitu siswa dapat

3
memposisikan dirinya sebagai pihak yang memerlukan bekal untuk
hidupnya nanti.
Elaine B. Johnson (Riwayat, 2008) mengatakan pembelajaran
kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun
pola-pola yang mewujudkan makna. Lebih lanjut, Elaine mengatakan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok
dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan
akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.1
Menurut Jonhson dalam Sugiyanto (2007) CTL adalah sebuah proses
pendidikan yang bertujuan untuk menolong para siswa melihat makna
didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan
keseharian mereka.
Sementara itu, Howey R, Keneth, 2001) mendefinisikan CTL sebagai:
“Contextual teaching is teaching that enables learning in wich student aploy
their academic understanding and abilities in a variety of in-and out of
school context to solve simulated or real world problems, both alone and
with others” (CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya
proses belajar di mana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan
akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk
memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun nyata, baik sendiri-
sendiri maupun bersama-sama.2
Dengan demikian pembelajaran kontekstual mengutamakan pada
pengetahuan dan pengalaman atau dunia nyata (real world learning),
berfikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, kreatif,
memecahkan masalah, siswa belajar menyenangkan, mengasyikkan, tidak
membosankan (joyfull and quantum learning), dan menggunakan berbagai
sumber belajar.

1
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers,
2011), hlm. 187.
2
Ibid hlm. 190.

4
B. Karakteristik Pembelajaran CTL
Menurut Johnson dalam Nurhadi (2002 : 13), ada 8 komponen yang
menjadi karakteristik dalam pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut
:
1. Melakukan hubungan yang bermakna (Making Meaningfull
Connection).
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar
secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang
yang dapatbekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang
dapatbelajar sambil berbuat (learning by doing).
2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (Doing Significant Work).
Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai
konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan
sebagai anggota masayarakat.
3. Belajar yang diatur sendiri (Self-Regulated Learning).
Siswa melakukan kegiatan yang signifikan : ada tujuannya, ada
urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan
pilihan, dan ada produknya atau hasilnya yang sifatnya nyata.
4. Bekerja sama (Collaborating).
Siswa dapat bekerja sama. Guru dan siswa bekerja secara efektif
dalam kelompok, guru membantu siswa memahami bagaimana mereka
saling mempengaruhi dan salingberkomunikasi.
5. Berpikir kritis dan kreatif (Critical And Creative Thinking).
Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara
kritis dan kreatif : dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan
masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti-bukti.
6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (Nurturing The Individual).
Siswa memelihara pribadinya : mengetahui, memberi perhatian,
memberi harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri
sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.

5
7. Mencapai standar yang tinggi (Reaching High Standard).
Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi :
mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru
memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut
“excellence”.
8. Menggunakan penilain autentik (Using Authentic Assessment).
Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia
nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh
menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari untuk
dipublikasikan dalam kehidupan nyata.3
Dalam pembelajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima
bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami
(experiencing), menerapkan (applying), bekerja sama (cooperating) dan
mentransfer (transferring).
1. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti
konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketika mengkaitkan
konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan
demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan
informasi baru.
2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan
berarti menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun
pengetahuan sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika
siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan
bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan
kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan
memberikam latihan yang realistik dan relevan.
4. Kerja sama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak
membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang
bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang
kompleks dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerja sama tidak
3
Nurhadi, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning), (Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat PLP, 2002), hlm. 13.

6
hanya membantu siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten
dengan dunia nyata.
5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengalaman
belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hafalan.

C. Komponen Pembelajaran CTL


Pembelajaran kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama,
yaitu konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya
(Questioning), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan
(modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic).
Adapaun penjelasannya sebagai berikut:
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme adalah mengembangkan pemikiran siswa akan
belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri,
dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
Menurut Sardiman, teori atau aliran ini merupakan landasan
berfikir bagi pendekatan kontekstual (CTL). Pengetahuan riil bagi para
siswa adalah sesuatu yang dibangun atau ditemukan oleh siswa itu
sendiri. Jadi pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau
kaidah yang diingat siswa, tetapi siswa harus merekonstruksi
pengetahuan itu kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata.4
2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan atau inkuiri adalah proses pembelajaran yang
didasarkan pada proses pencarian penemuan melalui proses berfikir
secara sistematis, yaitu proses pemindahan dari pengamatan menjadi
pemahaman sehingga siswa belajar mengunakan keterampilan berfikir
kritis.
Menurut Lukmanul Hakiim, guru harus merencanakan situasi
sedemikian rupa, sehingga para siswa bekerja menggunakan prosedur
mengenali masalah, menjawab pertanyaan, menggunakan prosedur

4
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 223.

7
penelitian/investigasi, dan menyiapkan kerangka berfikir , hipotesis, dan
penjelasan yang relevan dengan pengalaman pada dunia nyata.5
3. Bertanya (Questioning)
Bertanya, yaitu mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui
dialog interaktif melalui tanya jawab oleh keseluruhan unsur yang
terlibat dalam komunitas belajar. Dengan penerapan bertanya,
pembelajaran akan lebih hidup, akan mendorong proses dan hasil
pembelajaran yang lebih luas dan mendalam. Dengan mengajukan
pertanyaan, mendorong siswa untuk selalu bersikap tidak menerima
suatu pendapat, ide atau teori secara mentah. Ini dapat mendorong sikap
selalu ingin mengetahui dan mendalami (curiosity) berbagai teori, dan
dapat mendorong untuk belajar lebih jauh.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar (learning community) ialah hasil
pembelajaran yang diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Guru
dalam pembelajaran kontekstual (CTL) selalu melaksanakan
pembelajaran dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen.
Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang sudah tahu memberi
tahu yang belum tahu, dan seterusnya.
Dalam praktiknya “masyarakat belajar” terwujud dalam
pembentukan kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke
kelas, bekerja sama dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan
kelas di atasnya, bekerja sama dengan masyarakat.6
5. Pemodelan (Modeling)
Dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, perlu
ada model yang bisa ditiru oleh siswa. Model dalam hal ini bisa berupa
cara mengoperasikan, cara melempar atau menendang bola dalam olah
raga, cara melafalkan dalam bahasa asing, atau guru memberi contoh
cara mengerjakan sesuatu.

5
Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Wacana Prima, 2009), hlm. 59.
6
Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm.
87

8
Guru menjadi model dan memberikan contoh untuk dilihat dan
ditiru. Apapun yang dilakukan guru, maka guru akan bertindak sebagai
model bagi siswa. Ketika guru sanggup melakukan sesuatu, maka
siswapun akan berfikir sama bahwa dia bisa melakukannya juga.

6. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan upaya untuk melihat, mengorganisir,
menganalisis, mengklarifikasi, dan mengevaluasi hal-hal yang telah
dipelajari. Realisasi praktik di kelas dirancang pada setiap akhir
pembelajaran, yaitu dengan cara guru menyisakan waktu untuk
memberikan kesempatan bagi para siswa melakukan refleksi berupa :
pernyataan langsung siswa tentang apa-apa yang diperoleh setelah
melakukan pembelajaran, catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan
saran siswa mengenai pembelajaran hari itu, diskusi, dan hasil karya.
7. Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Pencapaian siswa tidak cukup hanya diukur dengan tes saja, hasil
belajar hendaknya diukur dengan assesmen autentik yang bisa
menyediakan informasi yang benar dan akurat mengenai apa yang
benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa atau tentang
kualitas program pendidikan.7
Penilaian otentik merupakan proses pengumpulan berbagai data
untuk memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data ini
dapat berupa tes tertulis, proyek (laporan kegiatan), karya siswa,
performance (penampilan presentasi) yang terangkum dalam portofolio
siswa.

D. Prinsip – Prinsip dalam Pembelajaran CTL


Model pembelajaran kontekstual mengacu pada sejumlah prinsip
dasar pembelajaran. Menurut Ditjen Dikdasmen Depdiknas 2002, dalam
Gafur (2003: 2) menyebutkan bahwa kurikulum dan pembelajaran
kontekstual perlu didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
7
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm.
119.

9
1. Keterkaitan, Relevansi (Relation). Proses belajar hendaknya ada
keterkaitan dengan bekal pengetahuan (Prerequisite Knowledge) yang
telah ada pada diri siswa.
2. Pengalaman langsung (Experiencing). Pengalaman langsung dapat
diperoleh melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (Discovery), Inventory,
investigasi, penelitian dan sebagainya. Experiencing dipandang sebagai
jantung pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran akan
berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi
peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk
kegiatan penelitian yang lain secara aktif.
3. Aplikasi (Applying). Menerapkan fakta, konsep, prinsip dan prosedur
yang dipelajari dalam kelas dengan guru, antara siswa dengan
narasumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama
merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran
kontekstual.
4. Alih pengetahuan (Transferring). Pembelajaran kontekstual menekankan
pada kemampuan siswa untuk mentransfer situasi dan konteks yang lain
merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari pada sekedar hafal.
5. Kerja sama (Cooperating). Kerjasama dalam konteks saling tukar
pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif
antar sesama siswa, antara siswa.
6. Pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang telah dimiliki pada
situasi lain.8
Berdasarkan uraian diatas, prinsip-prinsip tersebut merupakan bahan
acuan untuk menerapkan model kontekstual dalam pembelajaran.
Implementasi model pembelajaran kontekstual lebih mengutamakan strategi
pembelajaran dari pada hasil belajar, yakni proses pembelajaran
berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

8
http://lilisnurmath.blogspot.com/2013/02/pendekatan-contextual-teaching-and.html diakses pada tanggal
04-02-2020 .

10
Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga
prinsip ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam
semesta, yaitu:
1. Prinsip Kesaling-bergantungan,
2. Prinsip Diferensiasi, dan
3. Prinsip Pengaturan Diri.
Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di
alam semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL
prinsip kesaling-bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali
keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa, dengan
masyarakat dan dengan lingkungan. Prinsip kesalingbergantungan mengajak
siswa untuk saling bekerjasama, saling mengutarakan pendapat, saling
mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana, dan
mencari pemecahan masalah.
Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam
semesta untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam
CTL prinsip diferensiasi membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat
pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing individu, berkembang
dengan langkah mereka sendiri.
Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur,
dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa
untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab
atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan,
mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan
dengan kritis menilai bukti.

E. Kegiatan dan Strategi dalam Pembelajaran CTL


Kegiatan dan strategi pembelajaran kontekstual dapat ditunjukkan
berupa kombinasi dari kegiatan-kegiatan berikut ini:
1. Pembelajaran otentik (authentic instruction), yaitu pembelajaran
yang memungkinkan siswa belajar dalam konteks yang bermakna,

11
sehingga menguatkan ikatan pemikiran dan keterampilan
memecahkan masalah-masalah penting dalam kehidupannya.
2. Pembelajaran berbasis inquiry (inquiry based learning), yaitu
memaknakan strategi pembelajaran dengan metode-metode sains,
sehingga diperoleh pembelajaran yang bermakna.
3. Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), yaitu
pendekatan pembelajaran yang menggunakan masala-masalah yang
ada di dunia nyata atau di sekelilingnya sebagai konteks bagi siswa
untuk belajar kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan
untuk memperoleh konsep utama dari suatu mata pelajaran.
4. Pembelajaran layanan (serve learning), yaitu metode pembelajaran
yang menggabungkan layanan masyarakat dengan struktur sekolah
untuk medrefleksikan layanan, menekankan hubungan antara
layanan yang dialami den pembelajaran akademik di sekolah.
5. Pembelajaran berbasis kerja (work based learning), yaitu pendekatan
pembelajaran yang menggunakan konteks tempat kerja dan
membahas penerapan konsep mata pelajaran di lapangan. Prinsip
kegiatan pembelajaran di atas pada dasarnya adalah peneklanan pada
penerapan konsep mata pelajaran di lapangan, dan menggunakan
masalah-masalah lapangan untuk dibahas di sekolah.9

F. Langkah-Langkah dalam Pembelajaran CTL


Langkah-langkah pembelajaran CTL antara lain:
1. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik
3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Menciptakan masyarakat belajar
5. Menghadirkan model sebagia contoh belajar
6. Melakukan refleksi diakhir pertemuan

9
1 Lukmanul Hakiim, Op. Cit, hlm. 61

12
7. Melakukan penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara
Menurut E. Mulyasa, sedikitnya ada lima elemen yang harus
diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, sebagai berikut:
1. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah
dimiliki oleh Siswa.
2. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-
bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus)
3. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara:
menyusun konsep sementara, melakukan sharing untuk memperoleh
masukan dan tanggapan dari orang lain, dan merevisi dan
mengembangkan konsep.
4. Pembelajaran ditekankan pada upaya nmempraktikkan secara
langsung apa-apa yang dipelajari.
5. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan
pengetahuan yang dipelajari.10
Oleh karena itu, program pembelajaran kontekstual hendaknya:
1. Nyatakan kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan
kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara kompetensi dasar,
materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar.
2. Rumuskan dengan jelas tujuan umum pembelajarannya.
3. Uraikan secara terperinci media dan sumber pembelajaran yang akan
digunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang
diharapkan.
4. Rumuskan skenario tahap demi tahap kegiatan yang harus dilakukan
siswa dalam melakukan proses pembelajarannya.
5. Rumuskan dan lakukan sistem penilaian dengan memfokuskan pada
kemampuan sebenarnya yang dimiliki oleh siswa baik pada saat
berlangsungnya proses maupun setelah siswa tersebut selesai belajar.

10
Mulyasa, H.E., Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013),
hlm. 114.

13
G. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran CTL
1. Kelebihan Pembelajaran Kontekstual
a. Memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat maju terus
sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa sehingga siswa terlibat
aktif dalam PBM.
b. Siswa dapat berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data,
memahami suatu isu dan memecahkan masalah.
c. Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
d. Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
e. Membantu siswa bekerja lebih efektif dalam kelompok.
f. Terbentuk sikap kerjasama yang baik antar individu maupun
kelompok.

2. Kelemahan Pembelajaran Kontekstual


a. Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada
kebutuhan siswa. Padahal, dalam kelas itu tingkat kemampuan
siswanya berbeda-beda sehingga guru akan kesulitan dalam
menentukan materi pelajaran karena tingkat pencapaian siswa
tidak sama.
b. Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam
PBM.
c. Dalam pembelajaran akan nampak jelas antara siswa yang
memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki
kemampuan rendah, yang kemudian akan menimbulkan rasa tidak
percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya.
d. Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran ini akan
terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketinggalannya, karena
dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari
keaktifan dan usaha sendiri. Jadi siswa yang mengikuti setiap
pembelajaran dengan baik tidak akan menunggu teman yang
tertinggal dan mengalami kesulitan.

14
e. Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan
mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan
menggunakan model pembelajaran CTL ini.
f. Lebih mengembangkan kemampuan soft skill daripada
kemampuan intelektualnya, sehingga siswa yang memiliki
kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk
mengapresiasikannya dalam bentuk lisan akan mengalami
kesulitan dalam belajar.
g. Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda
dan tidak merata.
h. Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi, karena dalam
pembelajaran guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing serta
lebih menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri mencari
informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-
pengetahuan baru di lapangan.

H. Implementasi Pembelajaran CTL


Pembelajaran berhitung dengan CTL.
Menurut Poerwodarminta (1996: 311) berhitung berasal dari kata
hitung yang berarti perihal membimbing yang mencakup menjumlahkan,
mengurangkan, mengalikan, dan membagi. Pembelajaran berhitung
sedapat mungkin menggunakan benda-benda real untuk menbantu
memudahkan siswa dalam merumuskan model dan simbol matematikanya.
Penerapan model pembelajaran dipengaruhi oleh materi yang diajarkan
oleh sekolah. Seperti halnya CTL materi yang diajarkan harus dapat
dikaitkan dengan dunia nyata atau benda-benda konkret sehingga siswa
dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang diperolehnya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
1. Definisi Bilangan Bulat
Awal pembelajaran siswa ditampilkan fenomena sehari-hari
hutang piutang, untung rugi, dan lain-lain yang berlawanan, dasar
masalah tersebut digunakan untuk belajar definisi bilangan bulat.

15
Guru mengumpamakan bertanda (-) sebagai hutang. Dalam model
matematikanya angaka bertanda (-) bernilai kecil dan dibaca
negatif. Sedangkan angka yang bertanda (+) bernilai besar dan
dibaca positif. Contoh 3 dibaca tiga, -5 dibaca negatif lima.
2. Menjumlahkan Bilangan Bulat
a. Menjumlahkan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat
positif
Dipilih dua siswa A dan B sebagai model peraga. Siswa
A harus mengumpulkan 5 buku milik siswa yang lain. Hal ini
juga berlaku untuk siswa B untuk mengumpulkan 4 buku.
Guru dan siswa membuat model matematikanya.
5 buku + 4 buku = 9 buku
b. Menjumlahkan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat
negatif
Sebuah mobil mainan diberikan kepada siswa B dan
dijalankan ke arah barat sejauh 8 petak ubin sampai ditempat
A. Guru menyuruh siswa untuk menjalankan kembali mobil
tersebut berlawanan arah (ke timur) sejauh 5 petak ubin.
Guru menerangkan bahwa arah berlawanan berarti nilai
angka tersebut berlawanan dengan nilai angka yang lain: 8
petak – 5 petak = 3 petak
c. Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat
negatif
Siswa diberi pengantar fenomena utang piutang. Siswa
A meminjam uang 500 kepada siswa B, kemudian karena
masih kurang maka meminjam lagi 600. Guru mengingat
kembali bahwa konsep hutang nilainya (-). Kemudian guru
mengembangkan konsep permasalahan tersebut kepada
sembarang bilangan bulat. Misalnya -4 + (-3) = -7

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa CTL merupakan
suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke
dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif, yaitu Konstruktivisme, Bertanya, Menemukan,
Masyarakat belajar, Pemodelan, Refleksi dan Penelitian sebenarnya.
Model Pembelajaran ini sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran
Matematika karena mengutamakan pada pengetahuan dan pengalaman atau
dunia nyata (real world learning), berfikir tingkat tinggi, berpusat pada
siswa, siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan masalah, siswa belajar
menyenangkan, mengasyikkan, tidak membosankan (joyfull and quantum
learning), dan menggunakan berbagai sumber belajar. Sehingga akan
memudahkan Siswa memahami materi yang berkaitan dengan Matematika.

B. Saran
Untuk mencapai Tujuan pembelajaran yang diinginkan, Guru perlu
memperhatikan beberapa Aspek Kelemahan yang telah di sampaikan di atas
dalam Penerapan Model Pembelajaran CTL.

17
DAFTAR RUJUKAN

Amalia, Rizki. 2015. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And


Learning) (Online) pada
https://rizkyamaliah93.wordpress.com/2015/04/17/makalah-contextual-
teaching-and-learning/ diakses pada tanggal 4 Februari 2020
Fidelia, Nessa, dkk. 2015. Model Contextual Teaching Learning (CTL) (Online)
pada http://nitaraca.blogspot.com/2016/03/contoh-makalah-model-
contextual.html?m=1 diakses pada tanggal 4 Februari 2020
Hakim, Lukmanul. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Hasibuan, M., Idrus. 2014, MODEL PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING). Journal. Logaritma Vol. II, No.01 Januari
2014.
Lilis. 2013. Pendekatan Contextual Teaching and Learning(Online) pada
http://lilisnurmath.blogspot.com/2013/02/pendekatan-contextual-teaching-
and-learning.html Diakses pada tanggal 4 Februari 2020.
Mulyasa, H.E., 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013,
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah, Direktorat PLP.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tanpa Nama, 2017, Makalah Pembelajaran Contextual (Online),
https://gapurakampus.blogspot.com/2017/11/makalah-pembelajaran-
contextual.html?m=1 diakses pada tanggal 4 Februari 2020

18

Anda mungkin juga menyukai