Anda di halaman 1dari 5

Hepatitis Akut:

Hepatitis akut adalah kondisi peradangan pada hati yang disebabkan oleh
virus atau hepatotoksin. Pada hepatitis viral akut, perubahan peradangan dalam
hepatosit biasanya ringan dan sementara, meskipun dapat menjadi kronis dan parah
yang berujung pada cirrhosis atau kematian. Blaschke dan Williams dan rekan-
rekannya melakukan studi mengenai efek dari hepatitis viral akut pada disposisi obat.
Para peneliti ini menggunakan desain studi longitudinal yang mempelajari beberapa
pasien yang pada saat itu mengalami hepatitis viral akut dan setelah penyembuhan
(tabel 1).
Obat-obat yang digunakan diantaranya phenytoin (10), tolbutamide (11),

warfarin (12) dan lidocaine (13). Penemuan yang paling signifikan adalah bahwa
ikatan plasma protein pada phenytoin dan tolbutamide tereduksi pada hepatitis akut.
Hal ini disebabkan oleh perpindahan obat dari situs ikatan protein oleh peningkatan
kadar bilirubin. Sebagai hasil dari perubahan ini, penyebaran volume phenytoin
meningkat pada saat hepatitis (lihat bagian 3). Meskipun tidak ada perubahan yang
signifikan yang tercatat dalam nilai rata-rata pada phenytoin CLh atau Clint, Clint
tereduksi sekitar 50% pada dua pasien dengan kerusakan hepatoselular yang paling
signifikan. Di sisi lain, reduksi pada ikatan tolbutamide pada plasma protein tidak
memiliki efek yang tampak pada distribusi volume maupun Clint, melainkan adanya
peningkatan ada CLh. Tidak ada perubahan konsisten yang teramati pada kinetika
warfarin pada hepatitis virus akut. Bagaimanapun, waktu prothrombin diperpanjang
hingga melebihi waktu yang direncanakan pada 2 dari 5 pasien yang menunjukkan
kerusakan sintesis pada Factor VII. Kinetika lidocaine pun tidak berubah secara
konsisten pada saat hepatitis virus akut, meskipun klirens menurun pada 4 dari 6
pasien.
Pada umumnya, eliminasi obat pada hepatitis virus akut bisa normal maupun
dengan mengalami kerusakan menengah. Perbedaan ini bervariasi dan terkait pada
kerusakan hepatoselular yang terjadi. Jika hepatitis akut terselesaikan, disposisi
kembali normal. Eliminasi obat biasanya mengalami kerusakan pada pasien yang
mengidap hepatitis B kronis yang terkait dengan virus pada hati.
Pernyataan yang dicetak merah ini kontras dengan keparahan hepatitis akut
yang diakibatkan oleh hepatotoksin. Sebagai contoh, Prescott dan Wright (15)
menemukan bahwa kerusakan hati dapat terjadi sekitar 2 hingga 3 jam setelah
pencernaan asetaminofen berlebih. Fase eliminasi waktu paruh asetaminofen berkisar
sekitar 2.7 jam pada pasien tanpa kerusakan hati, dan antara 4.3 hingga 7.7 jam
(mean=5.8 jam) pada 4 pasien dengan gangguan hati dan sekitar 4.3 hingga 13.9 jam
(mean = 7.7 jam) pada 3 asien dengan kerusakan hati dan ginjal yang berujung pada
keracunan asetaminofen. Peneliti ini mengamati bahwa kerusakan paling fatal
kemungkinan terjadi pada pasien dengan eliminasi waktu paruh asetaminofen
melebihi 10 hingga 12 jam.

Penyakit Hati Kronis dan Sirosis:


Penyakit hati kronis biasanya disebabkan oleh konsumsi alkohol kronis atau
hepatitis virus kronis. Penyakit hati alkoholik sering berawal dengan akumulasi lemak
vakuola dengan pembesaran pada hepatosit dan hati. Penurunan pada kadar sitokrom
P450 per berat jaringan didukung dengan pembesaran ukuran hati sehingga
metabolisme obat tidak sempurna (16). Alcoholic fatty liver biasanya diiringi atau
diikuti oleh hepatitis alkoholik yang mana degenerasi hepatosit dan nekrosis menjadi
terlihat. Pada kedua kondisi ini tidak ada darah yang teralir secara signifikan melalui
hepatosit melalui shunts anatomic.
Sirosis paling sering terjadi pada penyakit liver alkoholik, namun hal ini
terlihat pada jalur terakhir dari beberapa penyakit hati kronis lainnya. Perkembangan
sirosis ini ditandai dengan adanya deposisi fibroblast dan kolagen. Hal ini juga
biasanya diiringi dengan reduksi pada ukuran hati dan pembentukan nodul-nodul
pada hepatosit yang beregenerasi. Hasilnya, jumlah kadar sitokrom P450 pada hati
pasien berkurang. Awalnya, fibroblast mendeposit kolagen fibril dalam ruang
sinusoidal, termasuk ruang Disse (16). Deposisi kolagen tidak hanya menghasilkan
sekumpulan jaringan parut yang terhubung, tapi juga membentuk kekurangan
membran basement pada microvilli sepanjang permukaan sinusoid pada hepatosit.
Barrier kolagen antara hepatosit dan sinusoid, yang berhubungan dengan perubahan
dalam membrane sinusoid pada hepatosit, menghasilkan pengaliran darah yang
berfungsi dalam shunting darah melalui seluruh massa hepatosit. Hal ini dapat
mengganggu serapan oksigen, nutrien, dan konstituen plasma termasuk obat dan
metabolit.
Deposisi sekumpulan fibrin juga dapat mengganggu bentuk dari vaskular hati
dan meningkatkan resistensi vaskular dan tekanan portal vena. Hal ini mengurangi
aliran portal vena sebanyak 70% dari total aliran darah hati (17). Bagaimanapun,
pengurangan aliran portal vena ini dikompensasi dengan penambahan aliran arteri
hati sehingga total aliran darah hingga ke hati tetap berada pada nilai yang normal
yaitu 18 mL/menit.kg pada pasien dengan hepatitis virus kronis atau sirosis (18).
Peningkatan tekanan portal vena juga mengakibatkan pembentukan shunt
ektrahepatik dan intrahepatic. Shunting ekstrahepatik terjadi melalui jaringan
kolateral yang besar yang menghubungkan portal dan sirkulasi sistemik (17) seperti
pada persimpangan gastroesophagus, yang dapat berdilatasi sehingga terbentuk
varises dan umbilikalis vena. Pada studi terhadap pasien dengan sirosis dengan
pendaharan varises esophagus, rata-rata 70% mesenterika dan 95% aliran darah limpa
dialihkan melalui ekstrahepatik shunt (19). Shunting intrahepatic dihasilkan oleh
anastomosis vaskular intraheptik melewati sinusoid hati dan dari barrier sinusoid
yang disebabkan oleh deposisi kolagen. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa,
rata-rata shunting gabungan antara intrahepatik anatomik dan intrahepatik
fungsional adalah 25% dari total aliran darah hati pada pasien yang normal dan
bertambah hingga 33% pada pasien dengan hepatitis virus kronis dan 52% pada
pasien sirosis (18).

Konsekuensi Farmakokinetik Sirosis Hati


Hasil akhir dari penyakit hati kronis yang berujung pada sirosis adalah bahwa
perubahan patofisiologi menyebabkan berkurangnya fungsi hepatosit hingga 50%
pada kadar sitokrom P450, dan/atau shunting darah yang jauh dari fungsi hepatosit
yang optimal. Oleh karena itu, sirosis berpengaruh pada eliminasi obat dan
penyerapan eliminasi obat melebihi penyakit hati lainnya.
Salah satu konsekuensinya adalah klirens obat-obatan yang tereliminasi pada
pasien dengan fungsi hati yang normal tidak lagi menentukan aliran darah hati namun
dipengaruhi oleh klirens intrinsik hati (20).

Pengaruh dari shunting portosistemik


Saat shunting portosistemik terjadi, total aliran darah hepatik (Q) sama dengan
jumlah dari aliran perfusi (Qp) dan aliran shunt (Qs). Shunting portocava akan
merusak efisiensi ektraksi hati dan mengurangi rasio ekstraksi, seperti yang
ditunjukkan dalam modifikasi persamaan 5 (21)
Dampak yang sesuai pada clearance hati diberikan oleh persamaan berikut:
Hasilnya, shunting portocava akan mengurangi klirens hati pada obat-obat
yang dimetabolisme, tetapi akan memiliki dampak yang kecil pada klirens obat-obat
yang dieliminasi.
Begitu juga obat-obatan yang dimetabolisme menunjukkan sedikit
metabolisme first-pass bahkan pada pasien dengan fungsi hati yang normal, dan
shunting portocaval akan memiliki sedikit dampak pada bioavailabilitasnya. Di sisi
lain, shunting portocava akan mengurangi rasio ektraksi dan meningkatkan
bioavailabilitas obat-obat yang dimetabolisme dengan persamaan berikut:

Anda mungkin juga menyukai