Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HIDRONEFROSIS

A. PENGERTIAN
Hidronefrosis merupakan suatu keadaan pelebaran dari pelvis ginjal dan kalises.
Adanya hidronefrosis harus dianggap sebagai respons fisiologis terhadap gangguan
aliran urine. Meskipun hal ini sering disebabkan oleh proses obstruktif, tetapi dalam
beberapa kasus, seperti megaureter sekunder untuk refluks pralahir, sistem
pengumpulan mungkin membesar karena tidak adanya obstruksi (Arif Muttaqin dan
Kumala Sari, 2012).

B. ETIOLOGI
Menurut Kimberly (2011) penyebab dari hidronefrosis adalah sebagai berikut:
a. Hiperplasia Prostat Benigna (BPH)
b. Striktur uretra
c. Batu ginjal
d. Striktur atau stenosis ureter atau saluran keluar kandung kemih
e. Abnormalitas kongenital
f. Tumor kandung kemih, ureter, atau pelvis
g. Bekuan darah
h. Kandung kemih neurogenik
i. Ureterokel
j. Tuberkulosis
k. Infeksi gram negatif

C. MANIFESTASI KLINIK
Menurut David Ovedoff (2002) tanda dan gejala hidernefrosis adalah:
a. Nyeri dan pembengkakan di daerah pinggang
b. Kolik menunjukan adanya batu
c. Demam dan menggigil bila terjadi infeksi
d. Mungkin terdapat hipertensi
e. Beberapa penderita tidak menunjukan gejala
D. PATOFISIOLOGI
Obstruksi total akut ureter pada binatang percobaan menyebabkan pelebaran
mendadak dan peningkatan tekanan lumen bagian proksimal tempat obstruksi. Filtrasi
glomerulus tetap berlangsung dengan peningkatan filtrasi pada tubulus dan
penumpukan cairan di ruang interstisium. Peningkatan tekanan interstisium
menyebabkan disfungsi tubulus. Kerusakan nefron ireversibel terjadi dalam waktu
kira-kira 3 minggu. Pada obstruksi parsial, kerusakan ireversibel terjadi dalam waktu
yang lebih lama dan bergantung pada derajat obstruksi.
Sebagian besar penyebab obstruksi saluran kemih yang diuraikan diatas
menyebabkan obstruksi parsial lambat terhadap aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan hidronefrosis dan atrofi korteks ginjal progresif akibat kerusakan
nefron yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan tahunan. Hanya
hidronefrosis bilateral yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Statis urine akibat
obstruksi meningkatakan insidensi pielonefritis akut dan pembentukan batu saluran
kemih yang keduanya dapat memperberat obstruksi.
Obstruksi ureter akut oleh batu, bekuan darah, atau kerak papila renalis akan
menyebabkan kolik ureter akibat peningkatan peristalsis ureter. Kolik ureter
merupakan nyeri intermitten yang sering kali sangat berat pada sudut ginjal posterior
dan menjalar disekitar pinggang (flank) menuju daerah pubis. obstruksi unilateral
kronis biasanya asimtomatik bahkan pada obstruksi total dan umumnya berlanjut
dengan kerusakan ginjal permanen sebelum terdeteksi. Obstruksi parsial bilateral
kronis memberikan gambaran gagal ginjal kronis progresif, meliputi hipertensi,
kegagalan fungsi tubulus (poliuria, asidosis tubulus renalis, dan hiponatremia), dan
timbulnya batu saluran kemih atau pielonefritis akut. Penanganan pasien tersebut
dapat mengembalikan fungsi tubulus menjadi normal bila dilakukan secara dini.
Obstruksi bilateral total meneyebabkan gagal ginjal akut tipe pascaginjal dan
selanjutnya dengan cepat menuju ekmatian bila tidak segera dikoreksi. Oleh karena
itu, keadaan ini termasuk kegawatdaruratan medis (Kimberly, 2011).
Sedangkan menurut Vinay Kumar, dkk (2007) Obstruksi bilateral total
menyebabkan anoria, yang menyebabkan pasien segera berobat. Apabila obstruksi
terletak dibawah kandung kemih, gejala dominant adalah keluhan peregangan
kandung kemih. Secara paradoks, obstruksi bilateral inkomplit menyebabkan poliuria
bukan oliguria, akibat terganggunya kemampuan tubulus memekatkan urin dan hal ini
dapat menyamarkan sifat asli kelainan ginjal. Sayangnya, hidronefrosis unilateral
dapat tetap asintomatik dalam jangka lama, kecuali apabila ginjal yang lain tidak
berfungsi karena suatu sebab. Ginjal yang membesar sering ditemukan secara tidak
sengaja pada pemerksaan fisik rutin. Kadang-kadang penyebab dasar hidronefrosis,
seperti kalkulus ginjal atau tumor obstruktif, menimbulkan gejala yang secara tidak
langsung menimbulkan perhatian ke hifronefrosis. Dihilangkanya obstruksi dalam
beberapa minggu biasanya memungkinkan pemulihan total fungsi, namun seiring
dengan waktu perubahan menjadi ireversibel.

Pathway
E. KOMPLIKASI
Menurut Kimberly (2011) penyakit hidronefrosis dapat menyebabkan
komplikasi sebagai berikut:
a. Batu ginjal
b. Sepsis
c. Hipertensi renovaskuler
d. Nefropati obstruktif
e. Infeksi
f. Pielonefritis
g. Ileus paralitik

F. PENATALAKSANAAN
Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari
hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi
ginjal.Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan nefrostomi
atau tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti mikrobial karena sisa
urin dalam kaliks akan menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk
pembedahan mengangkat lesi obstrukstif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah
satu fungsi ginjal rusak parah dan hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal)
dapat dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002).
1. Pada hidronefrosis akut :
a. Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat, maka
air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera dikeluarkan (biasanya
melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui kulit).
b. Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu, maka
bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu.
2. Hidronefrosis kronis diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi
penyumbatan air kemih. Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat
melalui pembedahan dan ujung-ujungnya disambungkan kembali.
a. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan
fibrosa.
b. Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan
pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali di sisi
kandung kemih yang berbeda.
c. Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi:
1) Terapi hormonal untuk kanker prostat
2) Pembedahan
d. Melebarkan uretra dengan dilator.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa prosedur digunakan utnuk mendiagnosis hidronefrosis:

1) Urinalisis :

a. Warna, kejernihan & bau urine

b. Keasaman (Ph) & berat jenis urine

c. Protein, glukosa, badan keton dalam urine

d. Sedimen urine : Erytrosit, leukosit, silinder, kristal, pus & bakteri

2) Blood Study :

a. Complete blood count :

b. Leukosit : meningkat pada infeksi, peritonitis

c. Erytrosit, HB, HMT : menurun pada CKD

d. Protein serum : menurun pada nepritis

e. Uric acid : meningkat pd kerusakan fungsi renal,kerusakan absorbsi tubuler.

f. BUN (Blood Urea Nitrogen) : meningkat pada glomerulonefritis, obstruksi tubuler,

obstruksi uropati, sindrome nefrotik

g. Kreatinin serum : meningkat pada insufisiensi ren

3) Imaging Studies:

a. CT scan renal & MRI (Magnetic Resonance Imaging) : tehnik non invasif

untukmemberikan gambaran penampang ginjal & saluran kemih yang sangat jelas
b. IVP (intravenous Pyelogram) : visualisasi ginjal,ureter& vesika urinaria dg

memasukanmedia kontras radiopaquemelalui intra vena kmd dilakukan foto rontgent

c. Voiding Cystourethrogram :

1) Memasukkan medium kontras ke dalambladder dengan tekanan syringe kemudian

dilakukan pengambilan gambar dengan fluoroskopi.

2) Dilakukan pada pasien infeksi saluran kemih, striktur uretra /katup, BPH,

vesikoureteral refluk

d. USG : Mengetahui akumulasi cairan,massa, malformasi, perubahan ukuran

organ(renal hypertropi), urinary obstruksi, lesi renal (abces, kista, batuginjal)

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Demografi
1) Ditemukan pada laki-laki di atas usia 60 tahun
2) Perempuan lebih banyak terjadi daripada laki-laki
3) Pekerjaan yang meningkatkan statis urine (sopir, sekretaris, dll)
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya, riwayat gout,
riwayat pembedahan
2) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, gout, diabetes
c. Data fokus
1) Makanan/cairan
a) Gejala
 Mual/muntah, nyeri tekanan abdomen
 Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan
cukup
b) Tanda
 Distensi abdominal, penurunan/tidak ada usus
 Muntah
2) Aktivitas dan istirahat
a) Gejala
 Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi
 Keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi sebelumnya
3) Eliminasi
a) Gejala
 Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya, penurunan
haluaran urine, kandung kemih penuh
a) Tanda
 Oliguri, hematuri, pluria, perubahan pola berkemih
4) Sirkulasi
a) Tanda
 Peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit
hangat dan kemurahan, pucat
5) Nyeri/ kenyamana
a) Gejala
 Episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi
obstruksi, contoh : pada panggul diregio sudut kortovertebral
dan menyebar ke punggung, abdomen dan turun kelipatan paha
b) Tanda
 melindungi perilaku distriksi, nyeri tekan pada area ginjal yang
dipalpasi
6) Keamanan
a) Gejala
 Menggigil, demam
7) Persepsi diri
a) Gejala
 Kurang pengetahuan, gangguan body image
2. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
 Darah : hematologi; GD I/II, BGA
 Urine : kultur urine, urine 24 jam
b. Radiodiagnostik
 USG/CR abdomen
 BNO IVP
 Renogram / RPG
 Poto thorax

3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya tekanan di ginjal
yang meningkat
b. Gangguan perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi
saluran kemih
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat mual, muntah
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan
tubuh
4. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya tekanan ginjal
yang meningkat
Tujuan : nyeri terkontrol / berkurang
Kriteria hasil : pasien mengatakan nyeri berkurang dengan spasme
terkontrol, tampak rileks, mampu istirahat dengan tepat
Intervensi Rasional
a. Catat lokasi, lamanya, a. Bantu mengevaluasi tempat
intensitas dan penyebaran, obstruksi dan kemajuan gerakan
pertahankan TTV kalkulus

b. Bantu dan dorong penggunaan b. Memberikan kesempatan untuk


nafas, berfokus bimbingan pemberian perhatian dan
imajinasi dan aktivitas membantu relaksasi otot
terapeutik
c. Hidrasi kuat meningkatkan
c. Dorong dengan ambulasi lewatnya batu, mencegah statis
sesuai indikasi dan tingkatkan urine dan mencegah
pemasukan cairan sedikitnya pembentukan batu
3-4 L/hari
d. Obstruksi dapat menyebabkan
d. Perhatikan keluhan perforasi dan ekstravasasi urine
penambahan / menetapnya ke dalam arca perianal
nyeri abdomen e. Biasanya diberikan sebelum
episode akut untuk
e. Berikan obat sesuai indikasi meningkatkan relaksasi otot /
mental

b. Gangguan perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi


saluran kemih
Tujuan : dapat berkemih dengan jumlah normal dewasa ½ – 1 ml/kgbb/jam
Kriteria hasil : tidak mengalami tanda obstruksi
Intervensi
Intervensi Rasional
a. Dorong meningkatkan a. Peningkatan hidrasi membilas
pemasukan cairan bakteri darah dan membantu
lewatnya batu
b. Tentukan pola berkemih normal b. biasanya frekuensi meningkat bila
dan perhatikan variasi Kalkulus mendekati pertemuan
c. Observasi perubahan status uretrovesikal
mental, perilaku atau tingkat c. Akumulasi sisa berkemih dan
kesadaran ketidakseimbangan elektrolit dapat
menjadi toksik di ssp
d. Catat Px laboratorium, ureum, d. Peningkatan ureum, creatinin
creatinin mengindikasikan disfungsi ginjal
e. Amati keluhan Vu penuh, e. Retensi urine dapat terjadi,
palpasi untuk distensi menyebabkan distansi jaringan dan
suprabubik, pertahankan resiko infeksi, gagal ginjal
penurunan keluaran urine

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


yang tidak adekuat, mual, muntah
Tujuan : kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : nafsu makan meningkat, tidak mengalami tanda malnutrisi
lebih lanjut
Intervensi
Intervensi Rasional
a. Kaji dan catat pemasukan a. Membantu mengidentifikasi
diet defisiensi dan kebutuhan diet
b. Berikan makan sedikit tapi b. Meminimalkan anoreksia dan mual
sering sehubungan dengan status uremik
c. Timbang BB setiap hari c. Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat
d. Awasi Px lab, contoh BUN, menunjukkan perpindahan
albumin serum, natrium, keseimbangan cairan
kalium d. Indikator kebutuhan nutrisi,
e. Berikan / Kolaborasi obat pembatasan aktivitas terapi
antidiuretik e. Menghilangkan mual, muntah,
meningkatkan pemasukan oral

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan


tubuh
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi
Intervensi
Intervensi Rasional
a. Tingkatkan cuci tangan yang a. Menurunkan resiko kontaminasi
baik pada pasien dan perawat silang
b. Bantu nafas dalam, batuk dan b. Mencegah atelektosis dan
pengubahan posisi kemobilisasi secret untuk
c. Kaji integritas kulit menurunkan resiko infeksi
d. Awasi tanda vital c. Ekskorisasi akibat gesekan dapat
e. Awasi Px lab, contoh SDP menjadi infeksi sekunder
dengan diferensial d. Demam dengan peningkatan nadi
dan pernafasan adalah tanda
peningkatan laju metabolik dan
proses inflamasi
e. SDP meningkat mengindikasi
infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Kumar, Vinay, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Robbins, Vol. 2, ed. 7. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Price, Sylvia A, 2015, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih


Bahasa : Peter Anugerah. Edisi 4, Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Ed. 8. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
HIDRONEFROSIS

DISUSUN OLEH :
FITRIA MENTARI LARASTITI
P1337420215015
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2017

Anda mungkin juga menyukai