Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PAPER PPDH

ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Canine Trypanosomiasis: Pengaruh Perjalanan Internasional dari Amerika


Latin dengan Penyebaran Zoonosis Penyakit Chagas di Indonesia

Oleh:
TYAS WAHYULI, S.KH
180130100111023

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
Canine Trypanosomiasis: Pengaruh Perjalanan Internasional dari Amerika Latin
dengan Penyebaran Zoonosis Penyakit Chagas di Indonesia

Tyas Wahyuli 180130100111023


PPDH 4/ Kelompok 2/ FKH UB

Abstraks

Penyakit Chagas adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit T cruzi. Penyakit
Chagas dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu sehingga memerlukan tindakan yang berbeda,
yakni pencegahan kasus baru atau mengurangi tingkat keparahan penyakit. Penyakit Chagas
endemis di daerah Amerika Latin dan belum tercatat terjadi di Indonesia, nemun karena
sifatnya yang zoonosis penyebaran penyakit Chagas mungkin dapat terjadi di Indonesia salah
satunya karena perjalan Internasional. Strategi pengendalian suatu penyakit zoonosis adalah
kombinasi pencegahan penularan menjadi kasus baru dan diagnosa tepat untuk menentukan
terapi. Hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan perjalan internasional adalah
mengetahui kondisi kualitas air, geografis, suhu, kelembaban yang tinggi, catatan penyakit
suatu Negara. Sementara proteksi terhadap wisatawan yang masuk ke Indonesia adalah
pengecekan khusus bagi wisatawan dari daerah endemik dan karantina hewan. Hipotesisnya
adalah bahwa di masa depan akan selalu tetap hanya beberapa kasus baru, tapi gabungan dari
tujuan sebelumnya dijelaskan akan memungkinkan untuk menghilangkan penyakit Chagas
sebagai masalah kesehatan masyarakat
Kata Kunci: Chagas – Trypanosoma cruzi – pencegahan – kontrol – kesehatan masyarakat

Abstract
Chagas disease or Trypanosomiasis be the cause of parasite T. cruzi. Chagas
disease is determined by certain factors that require different actions, namely prevention of
latest cases or reduce severity of the disease. Chagas disease is endemic in Latin America and
has not yet been recorded in Indonesia, but because of its zoonotic nature the spread of
Chagas disease may occur in Indonesia, one of which is due to international travel. The
strategy for controlling a zoonotic disease is a combination of prevention of transmission into
new cases and appropriate diagnoses to determine therapy. Things to consider before going
on an international journey is to know the condition of water quality, geography,
temperature, high humidity, a country's disease record. While protection for tourists entering
Indonesia is a special check for tourists from endemic areas and animal quarantine that enter
from other countries or other regions of Indonesia. The hypothesis is that in the future there
will always remain only a few new cases, but the combination of the goals previously
explained will make it possible to eliminate Chagas disease as a public health problem.

Key words: Chagas disease – T cruzi – preventive – controlling – Public Health

BAB I Pendahuluan

Chagas adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit protozoa darah Trypanosoma

cruzi, merupakan penyakit endemik terbanyak keempat di Amerika. Chagas disease

merupakan salah satu dari dua bentuk utama Trypanosomiasis atau canine trypanosomiasis.
Trypanosomiasis pada awalnya merupakan penyakit enzootic menyerang hewan liar seperti

mamalia dan burung yang berperan sebagai reservoir. Penyakit ini menjadi zoonosis karena

adanya kontak langsung dan tidak langsung antara penduduk desa dan infeksi alam, yang

berasal dari ketidakseimbangan ekologi (Hemmige, Tanowitz and Sethi, 2012).

Pada tahun 1996, Maywald mendiagnosa seekor anjing positif terinfeksi T. cruzi

secara alami akut di daerah pedesaaan wilayah kota Uberlandia Brasil. Belakangan ini,

trypanosomiasis telah menjadi urban karena meningkatnya migrasi ke kota-kota dan

peningkatan jumlah transfusi darah. Trypanosomiasis manusia yang disebabkan oleh T. cruzi

merupakan penyakit endemik terbesar keempat di Amerika, mempengaruhi antara 16 – 18

juta orang dari jumlah yang beresiko 100 juta penduduk. Bentuk penyakit pada anjing dan

manusia sering terjadi di daerah pedesaan dan daerah perkotaan yang tertinggal dengan

jumlah populasi serangga triatomin tinggi karena kondisi sosial ekonomi yang buruk, seperti

kualitas perumahan yang buruk sehingga sanitasi terhadap serangga tersebut juga rendah.

Daerah endemik dari Chagas disease atau trypanosomiasis pada manusia tersebar dari Brazil,

Meksiko ke bagian utara Argentina dan Chili (Eloy and Lucheis, 2009).

Pada tahun 2014 World Tourism Organization (WTO), mencatat data peningkatan

jumlah turis internasional lebih dari 1.138 juta dengan presentase 55% dari jumlah wisatawan

bertujuan untuk perjalan liburan. Salah satu dampak dari aktivitas wisata internasional adalah

munculnya penyakit karena migrasi manusia yang turut menjadi jalur penyebaran penyakit.

Saat ini, kemajuan trasportasi telah membentuk kemudahan akses lintas negara serta destinasi

yang sebelumnya jarang atau belum pernah dikunjungi para turis mancanegara. Penyebaran

CHD yang meningkat dalam dekade terakhir di seluruh dunia akibat dari emigrasi skala besar

dari Amerika Latin hingga Australia, dikhawatirkan berkibat pada penularan CHD di negara

tetangga yaitu Indonesia, yang mana negara ini cukup dekat dan sering di jadikan tempat

wisata para turis mancanegara terutama Australia menuju ke wilayah Indonesia yaitu Pulau

Dewata Bali. Dari beberapa alasan diatas ditunjang dengan data penyakit Chagas yang terus
meningkat seluruh dunia, maka diperlukan kontrol terpadu terhadap penyebaran CHD sebagai

masalah zoonosis yang berpengaruh pada kesehatan manusia (McA Baker, 2015).

Anjing diketahui sering berinteraksi langsung serta dijadikan sebagai hewan

kesayangan dan tidak jarang diikutsertakan dalam perjalanan internasional, pentingnya hewan

peliharaan tersebut dalam konteks penyebaran penyakit Chagas karena anjing berada dalam

siklus hidup dan transmisi parasit ini. Anjing dapat terinfeksi dan menunjukkan perubahan

patologis yang mirip dengan gejala yang terdeteksi pada manusia dan mereka dianggap

sebagai model eksperimental pilihan untuk Chagas disease (Eloy and Lucheis, 2009) .

BAB II Studi Pustaka

Etiologi

Pada tahun 1908, Carlos Chagas menemukan banyak parasit flagelata di usus serangga

triatomin dan mencatat bahwa parasit ini memiliki karakteristik morfologi Trypanosomatid.

Kemudian melakukan penelitian dan pengamatan pada kera yang baru digigit oleh serangga

triatomin, dan ditemukan Trypanosoma sp. dalam darah tepi dan menamainya Trypanosoma

cruzi. Kemudian dia juga menemukan parasit darah yang sama pada darah anak-anak dan

menunjukkan bahwa parasit tersebut adalah penyebab penyakit endemik yang sangat umum di

wilayah tengah Brasil. Ini adalah satu-satunya laporan dalam sejarah kedokteran di mana agen

etiologi, transmisinya dan manifestasi klinis penyakit telah dijelaskan oleh peneliti yang sama

(Eloy and Lucheis, 2009).

Transmisi

Sejarah awal Trypanosomiasis hanya menyerang hewan liar di daerah tertentu, seperti

mamalia liar dan burung sebagai reservoir. Hal tersebut dibuktikan dari penelitian Maywald

tahun 1996, mengamati darah kera yang tergigit serangga triatomin. Pada hasil ulas darah

ditemukan parasit yang sama pada darah anak – anak yang terserang penyakit endemik di

daerah Brasil. Akibat dari migrasi penduduk yang signifikan ke daerah pelosok dan hutan

menyebabkan penyebaran penyakit ke hewan domestik seperti anjing, kuda dan sapi. Dari
anjing penyakit ini dapat bertransmisi menyerang ke manusia secara langsung atau tidak

langsung yaitu diperantarai serangga triatomin baik melalui gigitan serangga atau kontaminasi

makanan oleh feses serangga yang mengandung parasit(Pacheco-Tucuch et al., 2012).

Infeksi T. Cruzi atau Trypanosomiasis telah banyak dilaporkan pada spesies hewan

peliharaan seperti anjing dan kucing, namun pada awalnya infeksi pada hewan liar lebih

banyak karena sering kontak dengan serangga Triatomin di habitatnya. Parasit ini dapat

ditemukan di 150 spesies liar termasuk marsupial, rubah, trenggiling dan spesies hewan yang

lain. Infeksi T. cruzi menunjukkan bentuk steresional, yaitu ditransmisikan oleh feses dari

serangga, yang mana mengandung parasit T. cruzi yang didukung pada wilayah geografis

yang sama sehingga memungkinkan infeksi campuran inang vertebrata dan

invertebrata(Nouvellet, Dumonteil and Gourbière, 2013).

Trypanosoma cruzi terutama ditransmisikan ke manusia dan hewan peliharaan oleh

triatomin, yang merupakan vektor domestik. Serangga yang banyak bersarang pada hutan

serta bagian sisi rumah yang kurang bersih dapat menempel pada hewan peliharaan misalnya

anjing, saat Triatomin mengginggit dan bersarang di rambut hewan, serangga ini akan

mengeluarkan feses pada area kulit anjing beserta menggigit hewan untuk mengisap darah

sebagai makanan kemudian memicu rasa gatal, sehingga hewan melakukan garukan yang

akan memicu kotoran serangga yang berisi T. cruzi (trypomastigotic metacyclic) untuk masuk

dan menginfeksi anjing melalui bekas gigitan triatomine(Ramsey et al., 2015).

Anjing yang sudah terinfeksi T. cruzi akan membawa parasit darah di dalam tubuhnya,

dan adanya manifestasi dari triatomine dan T. cruzi dapat menular kepada manusia, yaitu

Triatomin muda yang menggigit dan menghisap darah anjing menyebabkan di dalam tubuh

Triatomine muda terdapat infestasi dari T. cruzi, ketika anjing datang dirumah maka manusia

dapat tertempeli dan tergigit oleh Triatomine, melalui gigitan dari serangga ini manusia yang

tergigit dapat memicu penetrasi parasit T. cruzi dari feses serangga masuk ke mukosa serta
bekas gigitan pada tubuh manusia. Sehingga manusia mengalami Trypanosomiasis(Ramsey et

al., 2015).

Gejala pada Anjing dan Manusia

Anjing domestik adalah reservoir penting Trypanosoma cruzi di beberapa negara

Amerika. Karena anjing merupakan hewan yang sangat dekat dengan pemilik, selalu patuh

dan jarang keluar rumah. Beberapa penelitian mencirikan aspek klinis dan laboratorium

infeksi penyakit Chagas alami pada anjing. Anjing merupakan model eksperimental pilihan

untuk infeksi chagasic pada manusia, karena sulit untuk mereproduksi infeksi ini dalam model

eksperimental lainnya. Mereka juga satu-satunya spesies yang mampu mengembangkan

perubahan patologis kronis serupa dengan yang terdeteksi pada manusia, hingga komplikasi

pada insufisiensi jantung kongestif (Matthews, 2014).

Dari pemeriksaan patologi anatomi dan histopatologi, aspek yang paling penting dari

model penyakit ini dapat menyebabkan kondisi kardiopati chagasic kronis yang sangat mirip

dengan yang diamati pada manusia. Pada manusia yang terinfeksi T. cruzi menunjukkan

gejala klinis yang sama pada anjing, yaitu melibatkan kerusakan visceral (6%), gangguan

neurologis progresif (3%), dan gangguan jantung. Secara klinis anjing yang terkena dapat

menunjukkan manifestasi penyakit baik akut maupun kronis. Infeksi Chagas ditandai dengan

fase akut secara simtomatis maupun asimtomatis yang berlangsung sekitar dua bulan,

kemudian berkembang ke fase kronis yang berlangsung selama sisa hidup individu. Fase akut

dapat diamati pada anjing muda berusia antara lima sampai enam bulan. Gejala lanjutan dari

infeksi penyakit Chagas membentuk lesi yang luas, terutama di miokardium dan sistem saraf

pusat. Fase akut lebih lanjut ditandai dengan anoreksia, limfadenopati, diare, miokarditis, dan

kematian mendadak, yang dapat terjadi karena aritmia jantung yang serius. Hal ini lebih sulit

untuk mendiagnosa fase akut pada anjing dewasa (Matthews, 2014).

Bentuk kronis terjadi 8 - 36 bulan setelah infeksi awal dan ditandai dengan aritmia

ventrikel dan pelebaran miokard. Tanda-tanda insufisiensi jantung awalnya terlihat di sisi
kanan, dengan perkembangan insufisiensi biventricular. Banyak faktor yang telah diusulkan

untuk menjelaskan patogenesis dan pengembangan kardiopati chagasic. T. Cruzi melalui

intrakardial lesi, gangguan sistem saraf, microangiopathy, dan autoimunitas dengan fibrosis.

Miokarditis dalam penampakan kardiopati chagasic kronis menyebar intens dan membentuk

fibrosis fokal terutama pada intrafascicular. Fibrosis ini dimulai di endomysium sebagai

pengganti kardiomiosit, dan fibrosis bekas luka pada fase peradangan (Eloy and Lucheis,

2009).

Komponen epidemiologi meliputi transmisi dan distribusi T. cruzi. Munculnya

transmisi T. cruzi dan siklus pemeliharaan Chagas disease melibatkan keragaman elemen.

Ada keragaman dalam spesies vektor, kebiasaan, ada keragaman di garis keturunan dari

parasit (Zingales et al. 2012), keragaman di alam liar dan host manusia, dalam kerentanan

potensi mereka untuk infeksi dan respon dari orang yang terinfeksi dan lingkungan sosialnya,

sehingga menghasilkan berbagai risiko transmisi. Gabungan dari keragaman ini menciptakan

beberapa skenario tertentu ketika membuat diagnosis situasi dan merancang strategi kontrol

untuk mencegah penularan atau mengurangi kerusakan yang ada. Strategi kontrol penyebaran

penyakit Chagas berkaitan dengan vektor dan perilakunya termasuk kondisi lingkungan pada

daerah endemis (Nouvellet, Dumonteil and Gourbière, 2013).

Manajemen perawatan pasien yang terinfeksi T. cruzi. diperlukan untuk semua kasus

akut atau kronis, terutama diagnosa lebih dini terhadap adanya infeksi sehingga perawatan

terapi klinis beserta pengobatan segera diberikan dan mencegah adanya komplikasi lebih

lanjut. Perlakuan khusus harus sejalan dengan pemberian terapi lain (Dell’Arciprete et al.,

2014).

BAB III Pembahasan

Menurut David (2014), menyatakan bahwa perjalanan internasional yang semakin

maju dapat menyebabkan munculnya penyakit baru di suatu daerah atau Negara karena

kemudahan akses destinasi-destinasi tertentu yang sebelumnya belum dapat dijangkau salah
satunya di Amerika Latin yang kini mencapai 6,3% (UNWTO, 2014). Di Indonesia saat ini

penyakit Chagas belum ada catatan kasus yang terjadi, namun penyebaran penyakit sangat

mungkin terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan akses destinasi yang sangat mudah oleh

wisatawan Indonesia ke daerah Negara bagian Amerika Latin seperti Brasil yang terkenal

dengan wisata alam yang sangat indah namun juga beresiko terjadi kontak dengan masyarakat

lokal yang mungkin terinfeksi, hewan anjing maupun hewan liar yang mungkin terinfeksi

serta serangga Triatomin pembawa parasit T. cruzi. Selain itu kondisi geografis Negara bagian

Amerika Latin yang kebanyakan sama dengan kondisi di Indonesi yaitu tropis dapat

memudahkan perkembangbiakan vektor serangga Triatomin yang mungkin terbawa

wisatawan saat kembali ke Negara asal. Cara penularan lain yang mungkin terjadi dan dapat

menyebar di Indonesia adalah banyaknya wisatawan yang masuk di Indonesia seperti warga

Australia yang terkandang membawa serta hewan peliharaan mereka masuk ke Indonesia

(McA Baker, 2015).

Resiko penyebaran penyakit Chagas yang masuk di Indonesia karena perjalanan

internasional dapat dicegah dengan memperhatikan beberapa faktor resiko yaitu kualitas air,

suhu, kelembaban tinggi dan paparan mikroorganisme serta parasite pembawa penyakit,

mengecek kesehatan wisatawan serta hewan yang akan dibawa sebelum melakukan

perjalanan, menambah wawasan terhadap Negara yang dituju salah satunya mengenai catatab

penyakit yang bersifat endemis(Roupa et al., 2012).

Bidang penelitian untuk Chagas Disease berorientasi menemukan alternatif ketika

alat/ strategi yang digunakan tidak tersedia. Dengan demikian, prioritas penelitian untuk

situasi sekarang sudah ditetapkan berbeda dalam forum diskusi, mencoba untuk menemukan

cara terbaik untuk pencapaian implementasi yang efisien dari tindakan kontrol untuk

pencegahan kasus baru dan untuk merawat mereka yang sudah terinfeksi (Dujardin et al.

2010). Penyakit Chagas tidak bisa diberantas karena skenario tiple multitafsir, yang

berkontribusi terhadap terjadinya kasus baru dan terutama karena adanya menunjukkan dari
triatomines liar yang terinfeksi dalam kontak permanen dengan siklus domestik. Namun,

untuk mengganggu transmisi T. cruzi di wilayah besar, kita telah membahas sebelum

kompleksitas dinamis transmisi vektor untuk menghindari kasus baru dan memiliki

pengharapan untuk memberantas atau menghilangkan penyakit ini. Langkah-langkah yang

mampu pencegahan penyakit Chagas dapat mencapai tingkat kontrol yang tinggi karena

jumlah gangguan transmisi oleh transfusi, jumlah gangguan transmisi vektor di daerah besar

dan gangguan sebagian atau kontrol di daerah seperti Amazon dan melakukan diagnosis tepat

waktu untuk pengobatan orang yang terinfeksi. Hipotesisnya adalah bahwa di masa depan

akan selalu tetap hanya beberapa kasus baru, tapi gabungan dari tujuan sebelumnya dijelaskan

akan memungkinkan untuk menghilangkan penyakit Chagas sebagai masalah kesehatan

masyarakat (Browne et al., 2017) .

Untuk penyebaran Chagas disease secara Internasional, cara terbaik adalah

memberikan pemeriksaan rutin kesehatan turis internasional baik yang masuk atau keluar.

Pengontrolan hewan - hewan yang masuk dari negara yang endemis disertai di Balai karantina

yang tersedia adanya infestasi kutu pada hewan yang masuk memungkinkan penyebaran

terjadi masuknya penyakit Chagas disease, mengontrol pertumbuhan serangga secara berkala.

Check up rutin kesehatan hewan pemliharaan terutama anjing, untuk mengetahui infestasi

kutu caplak atau mungkin serangga yang terbawa pada bulu hewan kesayangan tersebut.

BAB IV Kesimpulan

Chagas Disease merupakan penyakit endemis terbanyak keempat di Amerika Latin.

Kemajuan terknologi dan trasportasi saat ini dapat memunculkan resiko kesehatan karena

aktifitas perjalanan internasional sehingga dapat mengakibatkan penyebaran penyakit endemis

di suatu Negara atau Benua menjadi lebih luas ke Negara lain salah satunya masuk ke

Indonesia baik berupa wisatawan asing masuk, atau wisatawan Indonesia yang berkunjung ke

daerah Amerika Latin. Hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan perjalan internasional
adalah mengetahui kondisi kualitas air, geografis, suhu, kelembaban yang tinggi, catatan

penyakit suatu Negara. Sementara proteksi terhadap wisatawan yang masuk ke Indonesia

adalah pengecekan khusus bagi wisatawan dari daerah endemik dan karantina hewan yang

bersikulasi keluar masuk Indonesia. Hipotesisnya adalah bahwa di masa depan akan selalu

tetap hanya beberapa kasus baru, tapi gabungan dari tujuan sebelumnya dijelaskan akan

memungkinkan untuk menghilangkan penyakit Chagas sebagai masalah kesehatan

masyarakat.

Daftar Pustaka

Browne, A. J. et al. (2017) ‘Corrigendum: The contemporary distribution of Trypanosoma

cruzi infection in humans, alternative hosts and vectors’, Scientific data, 4, p. 170071. doi:

10.1038/sdata.2017.71.

Dell’Arciprete, A. et al. (2014) ‘Cultural barriers to effective communication between

Indigenous communities and health care providers in Northern Argentina: An anthropological

contribution to Chagas disease prevention and control’, International Journal for Equity in

Health, 13(1). doi: 10.1186/1475-9276-13-6.

Eloy, L. J. and Lucheis, S. B. (2009) ‘Canine trypanosomiasis: Etiology of infection and

implications for public health’, Journal of Venomous Animals and Toxins Including Tropical

Diseases, 15(4), pp. 589–611. doi: 10.1590/S1678-91992009000400002.

Hemmige, V., Tanowitz, H. and Sethi, A. (2012) ‘Trypanosoma cruzi infection: A review

with emphasis on cutaneous manifestations’, International Journal of Dermatology, 51(5), pp.

501–508. doi: 10.1111/j.1365-4632.2011.05380.x.

Matthews, J. A. (2014) ‘Simulation Model’, Encyclopedia of Environmental Change, 13(4),

pp. 342–348. doi: 10.4135/9781446247501.n3551.

McA Baker, D. (2015) ‘Tourism and the Health Effects of Infectious Diseases: Are There
Potential Risks for Tourists? International Journal of Safety and Security in

Tourism/Hospitality Tourism and the Health Effects of Infectious Diseases: Are There

Potential Risks for Tourist’, International Journal of Safety and Security in

Tourist/Hospitality, 12.

Nouvellet, P., Dumonteil, E. and Gourbière, S. (2013) ‘The Improbable Transmission of

Trypanosoma cruzi to Human: The Missing Link in the Dynamics and Control of Chagas

Disease’, PLoS Neglected Tropical Diseases, 7(11). doi: 10.1371/journal.pntd.0002505.

Pacheco-Tucuch, F. S. et al. (2012) ‘Public street lights increase house infestation by the

chagas disease vector triatoma dimidiata’, PLoS ONE, 7(4), pp. 3–9. doi:

10.1371/journal.pone.0036207.

Ramsey, J. M. et al. (2015) ‘Atlas of Mexican Triatominae (Reduviidae: Hemiptera) and

vector transmission of Chagas disease’, Memorias do Instituto Oswaldo Cruz, 110(3), pp.

339–352. doi: 10.1590/0074-02760140404.

Roupa, Z. et al. (2012) ‘Common Health Risks, Required Precautions of Travelers and their

Customs Towards the Use of Travel Medicine Services’, Materia Socio Medica, 24(2), p.

131. doi: 10.5455/msm.2012.24.131-134.

Anda mungkin juga menyukai