Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

G2P1A0 Inpartu Post SC Anak 1

Oleh:

NAMA : Abdul Wahab, S. Kep


NIM : B.1.19.0320

CI. LAHAN CI. INSTITUSI

( )
( )

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES MARENDENG MAJENE
TAHUN 2019
SECTIO CAESAREA

A. Konsep Medis
1. Definisi
Terdapat beberapa pencetus sectio caesarea, antara lain :
a. Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin dengan
insisi melalui abdomen dan uterus.
b. Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.
c. Sectio caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak
dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen
seorang ibu (laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu
bayi atau lebih. Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa sectio
caesarea adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk melahirkan
bayi dengan jalan pembukaan dinding perut.

2. Jenis-jenis Sectio Caesarea


Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu :
a. Sayatan melintang
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan
melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysisis) di
atas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. keuntungannya
adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita
rupture uteri (robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karna pada masa
nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami kontraksi sehingga
luka operasi dapat sembuh lebih sempurna.
b. Sayatan memanjang (bedah sesar klasik)
Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang memberikan
suatu ruang yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi. Namun, jenis ini
kini jarang dilakukan karena jenis ini labil, rentan terhadap komplikasi.
3. Indikasi Sectio Caesarea
Para ahli kandungan atau para penyaji perawatan yang lain menganjurkan
sectio caesarea apabila kelahiran melalui vagina mungkin membawa resiko
pada ibu dan janin. Indikasi untuk sectio caesarea antara lain meliputi:
a. Indikasi medis
Ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu:
1) Power
Yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya
mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain
yang mempengaruhi tenaga.
2) Passanger
Diantaranya, anak terlalu besar, anak “mahal” dengan kelainan letak
lintang, primi gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak
tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita
fetal distress syndrome (denyut jantung janin kacau dan melemah).
3) Passage
Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius
pada jalan lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir yang
diduga bisa menular ke anak, umpamanya herpes kelamin (herpes
genitalis), condyloma lota (kondiloma sifilitik yang lebar dan pipih),
condyloma acuminata (penyakit infeksi yang menimbulkan massa
mirip kembang kol di kulit luar kelamin wanita), hepatitis B dan
hepatitis C.
b. Indikasi Ibu
1) Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun,
memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita
dengan usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang
memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi,
penyakit jantung, kencing manis, dan preeklamsia. Eklampsia
(keracunan kehamilan) dapat menyebabkan ibu kejang sehingga
dokter memutuskan persalinan dengan sectio caesarea.
2) Tulang panggul
Cephalopelvic diproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak melahirkan secara alami. Tulang panggul
sangat menentukan mulus tidaknya proses persalinan.
3) Persalinan sebelumnya dengan sectio caesarea
Sebenarnya, persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi
persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak.
Apabila memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukannya
tindakan pembedahan, seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu
sempit, atau jalan lahir yang tidak mau membuka, operasi bisa saja
dilakukan.
4) Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku
sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit
bernafas.
5) Kelainan kontraksi rahim
Jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate
uterine action) atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat
melebar pada proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak
terdorong, tidak dapat melewati jalan lahir dengan lancar.
6) Ketuban pecah dini
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan
bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban
merembes ke luar sehingga tinggal sedikit atau habis. Air ketuban
(amnion) adalah cairan yang mengelilingi janin dalam rahim.
7) Rasa takut kesakitan
Umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara alami akan
mengalami proses rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa
sakit di pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat dan
“menggigit”. Kondisi tersebut karena keadaan yang pernah atau baru
melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Hal
ini bisa karena alasan secara psikologis tidak tahan melahirkan
dengan sakit. Kecemasan yang berlebihan juga akan menghambat
proses persalinan alami yang berlangsung.
c. Indikasi janin
1) Ancaman gawat janin (fetal distress)
Detak jantung janin melambat, normalnya detak jantung janin
berkisar 120-160. Namun dengan CTG (cardiotography) detak
jantung janin melemah, lakukan segera sectio caesarea segara untuk
menyelematkan janin.
2) Bayi besar (makrosemia)
3) Letak sungsang
Letak yang demikian dapat menyebabkan poros janin tidak sesuai
dengan arah jalan lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi
yang satu dan bokong pada posisi yang lain.
4) Faktor plasenta
a) Plasenta previa
Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian
atau seluruh jalan lahir.
b) Plasenta lepas (solution placenta)
Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat
dari dinding rahim sebelum waktunya. Persalinan dengan operasi
dilakukan untuk menolong janin segera lahir sebelum ia
mengalami kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban.
c) Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim. Pada
umumnya dialami ibu yang mengalami persalinan yang berulang
kali, Ibu berusia rawan untuk hamil (di atas 35 tahun), dan ibu
yang pernah operasi (operasinya meninggalkan bekas yang
menyebabkan menempelnya plasenta.
5) Kelainan Tali Pusat
a) Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan penyembulan sebagian atau seluruh tali pusat. Pada
keadaan ini, tali pusat berada di depan atau di samping atau tali
pusat sudah berada di jalan lahir sebelum bayi.
b) Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin tidak selalu berbahaya. Selama
tali pusat tidak terjepit atau terpelintir maka aliran oksigen dan
nutrisi dari plasenta ke tubuh janin tetap aman
4. Prosedur Tindakan Sectio Caesarea
a. Izin keluarga
Pihak rumah sakit memberikan surat yang harus ditanda tangani oleh
keluarga, yang isinya izin pelaksanaan operasi.
b. Pembiusan
Pembiusan dilkakukan dengan bius epidural atau spinal. Dengan cara ini
ibu akan tetap sadar tetapi ibu tidak dapat melihat proses operasi karena
terhalang tirai.
c. Disterilkan
Bagian perut yang akan dibedah, disterilkan sehingga diharapkan tidak
ada bakteri yang masuk selama operasi.
d. Pemasangan alat
Alat-alat pendukung seperti infus dan kateter dipasangkan. macam
peralatan yang dipasang disesuaikan dengan kondisi ibu.
e. Pembedahan
Setelah semua siap, dokter akan melakukan sayatan demi sayatan sampai
mencapai rahim dan kemudian selaput ketuban dipecahkan. Selanjutnya
dokter akan mengangkat bayi berdasarkan letaknya.
f. Mengambil plasenta
Setelah bayi lahir, selanjutnya dokter akan mengambil plasenta.
g. Menjahit
Langkah terakhir adalah menjahit sayatan selapis demi selapis sehingga
tetutup semua.
5. Fase Pembedahan
Ada tiga fase dalam tahap pembedahan, yaitu:
a. Fase praoperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat
dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi.
b. Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah kebagian
atau departemen bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan.
c. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan
dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau rumah.
6. Pathway

Perubahan pada ibu hamil Sistem


Perubahan fisiologis
muskuloskeletal

Perubahan patologis Etiologi SC  massa abdomen

Tindakan SC Penekanan syaraf lumbal

Luka Insisi Merangsang reseptor


nyeri perifer

RISIKO Perdarahan
Impuls nyeri ke otak
INFEKSI

RISIKO KETIDAKSEIMBANGAN
VOLUME CAIRAN NYERI
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama/ awal dari proses keperawatan.
Tujuan pengkajian adalah untuk memberikan suatu gambaran yang terus
menerus mengenai kesehatan klien/pasien, yang memungkinkan tim perawatan
merencanakan asuhan keperawatan kepada klien. Manfaat pengkajian adalah
membantu mengidentifikasikan status kesehatan, pola pertahanan klien,
kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.
Proses pengkajian terbagi dua :
a. Pengkajian primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal
tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
1) Bersihan jalan napas
2) Adanya/tidaknya sumbatan jalan napas
3) Distress pernapasan
4) Tanda-tanda perdarahan di jalan napas, muntahan, edema laring
B = Breathing
Kaji :
1) Frekuensi napas, usaha dan pergerakan dinding dada
2) Suara pernapasan melalui hidung atau mulut
3) Udara yang dikeluarkan dari jalan napas
C = Circulation
Kaji :
1) Denyut nadi karotis
2) Tekanan darah
3) Warna kulit, kelembaban kulit
4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
1) Tingkat kesadaran
2) Gerakan ekstremitas
3) GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
4) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji :
1) Tanda-tanda trauma yang ada.
b. Pengkajian sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan
pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian
obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
1) Pengkajian riwayat penyakit :
Komponen yang perlu dikaji :
a) Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
b) Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
c) Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
d) Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
e) Waktu makan terakhir
f) Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit
sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi
klien.
Metode pengkajian :
a) Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien :
S (Signs and symptoms) : Tanda dan gejala yang
diobservasi dan dirasakan klien
A (Allergis) : Alergi yang dipunyai klien
M (Medications) : Tanyakan obat yang telah
diminum klien untuk mengatasi
nyeri riwayat penyakit yang
diderita klien
P (Pertinent past medical : Makan/minum terakhir; jenis
hystori) makanan,
L (Last oral intake solid or : Ada penurunan atau
liquid) peningkatan kualitas makan
E (Event leading to injury or : Pencetus/ kejadian penyebab
illnes) keluhan
b) Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :
P (Provoked) : Pencetus nyeri, tanyakan hal yang menimbulkan
dan mengurangi nyeri
Q (Quality) : Kualitas nyeri
R (Radian) : Arah penjalaran nyeri
S (Severity) : Skala nyeri ( 1 – 10 )
T (Time) : Lamanya nyeri sudah dialami klien
2) Tanda-tanda vital dengan mengukur :
a) Tekanan darah
b) Irama dan kekuatan nadi
c) Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernapasan
d) Suhu tubuh
3) Pengkajian head to toe yang terfokus, meliputi :
a) Pengkajian kepala, leher dan wajah
- Periksa rambut, kulit kepala dan wajah
Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan
lunak, adakah perdarahan serta benda asing.
- Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir
Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan
atau keluaran lain seperti cairan otak.
- Periksa leher
Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau
tidak, distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan
menelan.
b) Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :
- Kelainan bentuk dada
- Pergerakan dinding dada
- Amati penggunaan otot bantu napas
- Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae,
perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi
c) Pengkajian abdomen dan pelvis
Hal-hal yang perlu dikaji :
- Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
- Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi,
abrasi, distensi abdomen dan jejas
- Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
- Nadi femoralis
- Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
- Distensi abdomen
d) Pengkajian ekstremitas
Hal-hal yang perlu dikaji :
- Tanda-tanda injuri eksternal
- Nyeri
- Pergerakan
- Sensasi keempat anggota gerak
- Warna kulit
- Denyut nadi perifer
e) Pengkajian tulang belakang
Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk
mengkaji :
- Deformitas
- Tanda-tanda jejas perdarahan
- Jejas
- Laserasi
- Luka
f) Pengkajian Psikososial
Meliputi :
- Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
- Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus
seperti sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh
ataupun anggota keluarga
- Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang
dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah meningkat
dan hiperventilasi.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan meliputi :
1) Radiologi dan Scanning
2) Pemeriksaan laboratorium
3) USG dan EKG
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan langkah kedua dari proses keperawatan
setelah pengkajian data. Diagnosa keperawatan merupakan formulasi kunci
dari proses keperawatan karena merupakan “client responses by health
problem” atau respon klien terhadap adanya masalah kesehatan. Oleh karena
itu diagnosa keperawatan berorientasi pada kebutuhan dasar manusia
berdasarkan teori kebutuhan dasar Abraham Maslow, memperlihatkan respon
individu/klien terhadap penyakit atau kondisi yang dialaminya.
Manfaat diagnosa keperawatan adalah sebagai pedoman dalam pemberian
asuhan keperawatan karena menggambarkan status masalah kesehatan serta
penyebab adanya masalah tersebut, membedakan diagnosa keperawatan dan
diagnosa medis serta menyamakan kesatuan bahasa antara perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif.
Adapun diagnosa atau masalah keperawatan klien dengan G2P1A0
Inpartu post SC anak 1, yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan fisiologis.
b. Risiko infeksi, faktor infeksi prosedur invasif.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi operasi)
3. Intervensi
Rencana asuhan keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses
keperawatan. Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat
perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan.
Rencana pelayanan keperawatan dipandang sebagai inti atau pokok proses
keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. Tujuan
perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah
keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan adalah prioritas
diagnosa keperawatan, penetapan sasaran (goal) dan tujuan (objective),
penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan.

DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Nyeri akut berhubungan Tujuan : Intervensi :
dengan perubahan Nyeri berkurang setelah 1. Observasi karakteristik,
fisiologis. dilakukan tindakan perawatan lokasi, waktu, dan
selama di RS perjalanan rasa nyeri
dada.
Kriteria Hasil: 2. Anjurkan pada klien
 Nyeri berkurang menghentikan aktifitas
misalnya dari skala 3 ke selama ada serangan dan
2, atau dari 2 ke 1 istirahat.
 Ekpresi wajah rileks/ 3. Bantu klien melakukan
tenang, tak tegang tidak tehnik relaksasi, misalnya
gelisah nafas dalam, perilaku
 TTV dalam rentang distraksi, visualisasi, atau
normal bimbingan imajinasi.
4. Monitor tanda-tanda vital
tiap jam.
5. Kolaborasi dengan tim
kesehatan dalam
pemberian analgetik.

2 Risiko infeksi Tujuan : Intervensi :


Faktor infeksi: Setelah dilakuakan asuhan 1. Bersihkan lingkungan
- Prosedur invasif keperawatan diharapkan setelah dipakai pasien
- Paparan lingkungan resiko infeksi terkontrol. lain
pathogen 2. Batasi pengunjung bila
Kriteria Hasil : perlu
 Klien bebas dari tanda 3. Gunakan baju, sarung
dan gejala infeksi tangan sebagai alat
 Mendeskripsikan proses pelindung
penularan penyakit,
4. Pertahankan
faktor yang
lingkungan aseptik
mempengaruhi penularan
selama pemasangan
serta
alat
penatalaksanaannya,
5. Tingkatkan intake
 Menunjukkan
nutrisi
kemampuan untuk
6. Berikan terapi
mencegah timbulnya
antibiotik bila perlu
infeksi
 Jumlah leukosit dalam
batas normal
 Menunjukkan perilaku
hidup sehat

3 Nyeri akut berhubungan Tujuan : Intervensi :


dengan perubahan Nyeri berkurang setelah 1. Observasi karakteristik,
fisiologis. dilakukan tindakan perawatan lokasi, waktu, dan
selama di RR. perjalanan rasa nyeri
dada.
2. Anjurkan pada klien
Kriteria Hasil: menghentikan aktifitas
 Nyeri berkurang selama ada serangan dan
misalnya dari skala 4 ke istirahat.
2, atau dari 3 ke 1 3. Bantu klien melakukan
 Ekpresi wajah rileks/ tehnik relaksasi, misalnya
tenang, tak tegang tidak nafas dalam, perilaku
gelisah distraksi, visualisasi, atau
 TTV dalam rentang bimbingan imajinasi.
normal 4. Monitor tanda-tanda vital
tiap jam.
5. Kolaborasi dengan tim
kesehatan dalam
pemberian analgetik.

4. Implementasi
Tindakan keperawatan merupakan pelaksanaan perencanaan oleh perawat
dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika implementasi adalah
intervensi dilakukan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal. Intervensi
harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat,
kemampuan fisik, psikologis dilindungi dan didokumentasi keperawatan
berupa pencatatan dan pelaporan. Hal yang perlu diperhatikan ketika
implementasi adalah harus disesuaikan dengan rencana, harus cermat dan
efesien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
Ada tiga fase implementasi keperawatan yaitu fase persiapan meliputi
pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan dan keterampilan
mengimplementasikan rencana, persiapan klien dan lingkungan. Kedua fase
operasional merupakan puncak implementasi dengan berorientasi pada tujuan
implementasi dapat dilakukan dengan intervensi independen atau mandiri,
serta interdependen atau sering disebut intervensi kolaborasi. Bersamaan
dengan ini, perawat tetap melakukan on going assesment yang berupa
pengumpulan data yang berhubungan dengan reaksi klien termasuk reaksi
fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Ketiga fase interminasi, merupakan
terminasi perawat dengan klien setelah implementasi dilakukan.
5. Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan,
kelengkapan, kualitas data dan teratasi atau tidaknya masalah klien serta
pencapaian tujuan dan ketetapan intervensi keperawatan.
Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana
keperawatan, menilai dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan melalui
perbandingan pelayanan keperawatan yang diberikan serta hasilnya sesuai
dengan standar yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kemudahan atau
kesulitan evaluasi di pengaruhi oleh kejelasan tujuan dan bisa tidaknya tujuan
tersebut diukur. Disamping evaluasi yang dilakukan oleh perawat yang
bertanggung jawab pada pasien, pelayanan keperawatan yang diberikan pada
klien dapat dinilai juga oleh klien sendiri, teman kerja perawat dan pimpinan
administrasi. Evaluasi tanggung gugat pelayanan keperawatan serta
menentukan tindakan yang efektif dan inefektif. Evaluasi akan
mengungkapkan kemungkinan yang menentukan perawatan selanjutnya, yaitu:
a. Masalah teratasi.
b. Masalah sebagian dapat diatasi.
c. Masalah belum teratasi.
d. Timbul masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., et.all. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI. Jakarta :
EGC.

Price, S.A. & Wilson, L.M. (1995). Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Rokhaeni, dkk. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Harapan


Kita.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.

A. Price, Sylvia and M. Wilson, Lorraine. (1992). Pathophysiology Fourth Edition.


Mosby Year Book. Michigan.

Doenges, Marylinn E. et al. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Alih bahasa I
Made Kariasa. Jakarta. EGC.

Long. B. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah ( Suatu Pendekatan Proses Keperawatan


). Yayasan IAPK Universitas Padjadjaran. Bandung.

Soeparman. Et al. (1990). Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi Ketiga. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI.

Wilkinson, Judith M. & Nancy R Ahern. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan :
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed. 9. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai