Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

HEMOROID

Pembimbing:
dr. Ade Sigit, Sp. B

Disusun Oleh :
Arrival Rahman
030.15.031

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 25 MARET – 31 MEI 2019
KARAWANG, MEI 2019

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Referat dengan judul:


“HEMOROID”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepanitraan Klinik


Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Karawang
Periode 25 Maret – 31 Mei 2019

Disusun Oleh:
Arrival Rahman
030.15.031

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing


Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah
di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang
Periode 25 Maret – 31 Mei 2019

Karawang, Mei 2019


Pembimbing,

dr. Ade Sigit, Sp. B

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan referat ini sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Ade Sigit, Sp. B
selaku pembimbing dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan
referat ini, terutama kepada pembimbing yang telah memberikan waktu dan ilmu
selama penulisan referat ini.

Sepenuhnya penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna
dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangatlah penulis harapkan untuk menyempurnakan referat ini.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada penulis berharap semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya.

Karawang, Mei 2019

Penyusun,

Arrival Rahman

030.15.031

iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….................1
BAB TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………......2
2.1 Anatomi Kanalis Analis……………………………………………...2
2.2 Fisiologi Defekasi……………………………………………………4
2.3 Definisi Hemoroid…………………………………………………....5
2.4 Epidemiologi dan Faktor Risiko Hemoroid………………………….5
2.5 Klasifikasi Hemoroid……………………………………………….10
2.6 Patofisiologi Hemoroid……………………………………………..12
2.7 Manifestasi Klinis Hemoroid……………………………………….13
2.8 Pemeriksaan Hemoroid……………………………………………..14
2.9 Penatalaksanaan…………………………………………………….15
2.10 Komplikasi………………………………………………………...19
2.11 Diagnosis Banding………………………………………………...20
BAB III KESIMPULAN………………………………………………………23

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..vi

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar .1 Anatomi Kanalis analis ....................................................................2


Gambar .2 Vaskularisasi Kanalis Analis ...........................................................3
Gambar .3 Persarfan Kanalis Analis..................................................................4
Gambar .4 Fisiologi Defekasi ............................................................................5
Gambar .5 Presentase Usia Terjadinya Hemoroid.............................................10
Gambar .6 Klasifikasi Hemoroid .......................................................................11
Gambar .7 Derajat Hemoroid Interna ................................................................12
Gambar .8 Posisi Primer Hemoroid ...................................................................14
Gambar .9 Pemeriksaan Lokal Rektum .............................................................16
Gambar .10 Hemoroidektomi ............................................................................17
Gambar .11 Rubber Band Ligation ...................................................................18
Gambar .12 Hemoroidopeksi dengan Stapler ....................................................19
Gambar .13 Terapi Pembedahan Hemoroid ......................................................20
Gambar .14 Fissura Ani .....................................................................................21
Gambar .15 Karsinoma Kolorektal ....................................................................21

v
BAB I
PENDAHULUAN
Hemoroid (haima: darah, rheo: mengalir) adalah jaringan normal yang
terdapat pada semua orang, yang terdiri atas pleksus arteri-vena, berfungsi sebagai
katup didalam saluran anus untuk membantu sfingter anus, mencegah inkontinensia
flatus dan cairan.(1) Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah
vena di anus dari pleksus hemoroidalis. Hemoroid terbagi menjadi dua yaitu
hemoroid interna berupa pelebaran vena submukosa diatas linea dentate sedangkan
hemoroid eksterna berupa pelebaran vena subkutan di bawah atau di luar linea
dentate.(2) Kejadian hemoroid cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya
usia seseorang, dimana usia puncaknya adalah 45 - 65 tahun. Sekitar setengah dari
orang-orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemoroid. Hal tersebut
terjadi karena orang lanjut usia sering mengalami konstipasi, sehingga terjadi
penekanan berlebihan pada pleksus hemoroidalis karena proses mengejan.(3)
Prevalensi hemoroid di Indonesia juga tergolong cukup tinggi. Di RSCM
Jakarta pada dua tahun terakhir (2009), hemoroid mendominasi sebanyak 20% dari
pasien kolonoskopi. Sedangkan di RS Bhakti Wira Tamtama Semarang pada tahun
2008 dari 1575 kasus di instalasi rawat jalan klinik bedah, kasus hemoroid
mencapai 16% dari seluruh total kasus di instalasi tersebut. Faktor-faktor yangdapat
mempengaruhi terjadinya hemoroid antaralain: aktivitas fisik, pola makan,
kebiasaan BAB, konstipasi, kurang mobilisasi, pekerjaan, anatomi,dan usia.(4,5,6)
Hemoroid yang tidak ditangani dapat mengganggu aktivitas ataupun menimbulkan
berbagai komplikasi, oleh karena itu harus dapat didiagnosis secara cepat dan tepat.
Untuk melakukan penegakkan diagnosis hemoroid diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sesuai untuk melakukan
penatalaksanaan hemoroid.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Kanalis Analis


Kanalis analis merupakan bagian terbawah dari usus besar yang berfungsi
untuk mengeluarkan feses. Secara anatomi, kanalis analis memiliki panjang kurang
lebih 1,5 inci atau sekitar 4 cm, yang berjalan ke bawah dan belakang dari ampulla
rekti sampai anus. Selain saat defekasi, dinding kanalis analis dipertahankan oleh
musculus levator ani dan musculus sphincter ani supaya saling berdekatan.
Mekanisme sphincter ani memiliki tiga unsur pembentuk yakni musculus sphincter
ani externus, musculus sphincter ani internus, dan musculus puborectalis.
Musculus sphincter ani internus dibentuk oleh penebalan otot polos stratum
circulare pada ujung atas kanalis analis sehingga bekerja secara involuntar.
Sedangkan musculus sphincter ani externus dilapisi oleh otot lurik sehingga bekerja
secara voluntar.(7)

Gambar 1. Anatomi Kanalis Analis

a. Vaskularisasi Kanalis Analis


Vaskularisasi kanalis analis sebagian besar diperoleh dari arteri rectalis
superior, arteri rectalis medialis, dan arteri rectalis inferior. Arteri rectalis superior
merupakan kelanjutan langsung dari arteri mesenterika inferior. Arteri rectalis
medialis merupakan percabangan anterior arteri iliaka interna, dan arteri rectalis
inferior merupakan cabang arteri pudenda interna. Sistem vena pada kanalis analis
berasal dari vena rectalis superior dan vena rectalis inferior. Vena rectalis superior

2
berasal dari plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam vena
mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta. Vena
rectalis inferior berasal dari pleksus hemoroidalis eksternus mengalirkan darah ke
dalam vena pudenda interna dan ke dalam vena iliaka interna dan sistem kava.(8)

Gambar 2. Vaskularisasi Kanalis Analis

b. Persarafan Kanalis Analais


Sistem simpatik dan sistem parasimpatik memegang peranan penting dalam
persarafan rektum. Tunika mukosa setengah bagian atas kanalis analis peka
terhadap regangan dan dipersarafi oleh serabut yang berjalan ke atas melalui
pleksus hipogastrikus. Setengah bagian bawah peka terhadap nyeri, suhu, dan raba
yang dipersarafi oleh nervus rektalis inferior. Muskulus sfingter ani internus
dipersarafi oleh serabut simpatik dari pleksus hipogastrikus inferior. Muskulus
sfingter ani eksternus volunter disarafi oleh nervus rektalis inferior.(7)

Gambar 3. Persarafan Kanalis Analis

3
2.2 Fisiologi Defekasi
Dalam keadaan normal rectum kosong. Pemindahan feses dari kolon
sigmoideum ke dalam rectum kadang dicetuskan oleh makan. Isi sigmoid yang
masuk kedalam rectum akan dirasakan oleh rectum sehingga menimbulkan
keinginan untuk melakukan defekasi. Rectum mempunyai kemampuan khas untuk
mengenal dan memisahkan bahan padat, cair, dan gas. Sikap badan sewaktu
defekasi, yaitu sikap duduk atau jongkok, memegang peranan berarti. Defekasi
terjadi akibat dari refleks peristalsis rectum dibantu oleh mengedan dan relaksasi
sfingter anus eksternus. Syarat untuk defekasi normal adalah utuhnya persarafan
sensible untuk sensasi isi rectum dan persarafan sfingter anus untuk kontrasksi dan
relaksasi, peristalsis kolon dan rectum tidak terganggu, dan struktur antomi organ
panggul yang utuh. Hemoroid sebagai jaringan normal yang terdapat pada semua
orang, yang terdiri atas pleksus arteri-vena, berfungsi sebagai katup didalam saluran
anus untuk membantu sfingter anus, mencegah inkontinensia flatus dan cairan.
Bantalan hemoroid yang normal sangat penting dalam berpartisipasi sebagai
penghambat dan mengurangi trauma selama defekasi. Hemoroid sebagai bantalan
pelindung yang terisi oleh darah selama defekasi, dan melindungi anoderm dari
trauma langsung selama feses keluar. Bantalan hemoroid dan sfinter ani
bekerjasama dalam proses kotinensia gas dan cairan.(1)

Gambar 4. Fisiologi Defekasi

4
2.3 Definisi
Hemoroid (haima: darah, rheo: mengalir) adalah jaringan normal yang
terdapat pada semua orang, yang terdiri atas pleksus arteri-vena, berfungsi sebagai
katup didalam saluran anus untuk membantu sfingter anus, mencegah inkontinensia
flatus dan cairan. Apabila hemoroid ini menyebabkan keluhan atau penyulit, maka
dilakukan tindakan..(1) Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh
darah vena di anus dari pleksus hemoroidalis. Hemoroid terbagi menjadi dua yaitu
hemoroid interna berupa pelebaran vena submukosa diatas linea dentate sedangkan
hemoroid eksterna berupa pelebaran vena subkutan di bawah atau di luar linea
dentate.(2)

2.4 Epidemiologi dan Faktor Risiko

Gambar 5. Presentase Usia Terjadinya Hemoroid

Hemoroid merupakan lesi pada anorectal yang paling sering ditemukan,


prevalensi hemoroid di dunia sebanyak 5% dari seluruh penduduk dunia. Di
Amerika Serikat, hemoroid adalah penyakit yang cukup umum dimana pasien
dengan umur 45 tahun yang didiagnosis hemoroid mencapai 1.294 per 100.000 jiwa
(1,3%). Prevalensi hemoroid di Indonesia juga tergolong cukup tinggi. Di RSCM
Jakarta pada dua tahun terakhir (2009), hemoroid mendominasi sebanyak 20% dari
pasien kolonoskopi. Sedangkan di RS Bhakti Wira Tamtama Semarang pada tahun

5
2008 dari 1575 kasus di instalasi rawat jalan klinik bedah, kasus hemoroid
mencapai 16% dari seluruh total kasus di instalasi tersebut. Data menunjukkan
bahwa sepuluh juta orang di Indonesia dilaporkan menderita hemoroid. Pada data
kasus hemoroid di Unit Rawat Jalan bedah RSUD Dr.Soegiri Lamongan tahun 2009
tercatat jumlah pasien hemoroid sebanyak 335 pasien dan tahun 2010 tercatat
jumlah pasien hemoroid berjumlah 333 pasien. Data bulan Januari sampai
September 2011 menunjukkan bahwa jumlah seluruh kunjungan pasien hemoroid
sebanyak 304 pasien. Dari data di atas diketahui bahwa masih banyak penderita
hemoroid di RSUD Dr. Soegiri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
hemoroid antaralain: aktivitas fisik, pola makan, kebiasaan BAB, konstipasi,
kurang mobilisasi, pekerjaan, anatomi, dan usia. Kejadian hemoroid cenderung
meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang, dimana usia puncaknya
adalah 45-65 tahun. Sekitar setengah dari orang-orang yang berumur 50 tahun
pernah mengalami hemoroid. Hal tersebut terjadi karena orang lanjut usia sering
mengalami konstipasi, sehingga terjadi penekanan berlebihan pada pleksus
hemoroidalis karena proses mengejan.(4,5,6,9)
Terjadinya hemoroid dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti
kehamilan, tekanan dalam perut yang besar, obesitas, kurang minum, diet rendah
serat, usia 45 sampai dengan 65 tahun, jenis kelamin laki-laki, pekerjaan yang
banyak duduk, mengejan terlalu lama, konstipasi kronik, pelvic malignancy, PPOK
dengan batuk kronis, diare kronis, dan berbagai macam penyakit atau sindrom
lainnya yang berdampak pada peningkatan tekanan vena pelvis. Selain itu
kebanyakan dari pasien dengan gejala hemoroid mempunyai riwayat keluarga yang
mengalami hemoroid. Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang di lakukan
terhadap 10 orang (100%) penderita hemoroid yang datang berobat di RSUD Dr
Soedarso Pontianak di poli bedah umum dengan melakukan anamnesa secara
umum berdasarkan keluhan yang di alami pasien di dapatkan hasil sebagai berikut,
penderita rata-rata berusia >40 tahun, berjenis kelamin laki-laki 6 orang (60%)
penderita, 4 orang (40%) penderita berjenis kelamin perempuan, bekerja sebagai
wiraswasta 6 orang (60%) penderita, ibu rumah tangga 4 orang (40%) penderita,
semua pasien mengeluh pada saat bab terkadang disertai keluar darah, nyeri jika
bentuk feces terasa keras, terkadang di perlukan mengejan yang kuat pada saat

6
buang air besar, merasa ada tonjolan pada bagian anus, pada bagian anus sering
terasa gatal dan kadang mengeluarkan lendir, frekuensi bab dalam sehari 1-2 kali
dan ada yang 3 kali dalam sehari, penderita yang mengatakan kadang-kadang
menahan buang air besar dengan persentase 40%, penderita yang mengatakan
kebiasaan pola makan kadang-kadang mengkonsumsi makanan siap saji seperti
makanan kaleng sebesar 100%, Penderita mengatakan suka mengkonsumsi
makanan yang berminyak dengan presentase 100%.(9,10)

a. Konstipasi
Konstipasi adalah kesulitan atau hambatan pengeluaran tinja melalui
kolon (rectum), biasanya disertai kesulitan saat defekasi (buang air besar).
Padan keadaan normal, dalam 24 jam kolon harus dikosongkan secara teratur
untuk mengosongkan sisi makanan yang telah membusuk dan bakteri berikut
zat-zat lain yang tidak di perlukan tubuh. Selama 24 jam tersebut, ada yang
melakukan defekasi 1-3 kali. Dikatakan konstipasi jika defekasinya jarang dan
konsistensi tinjanya keras serta sulit, keadaan konstipasi bias memicu berbagai
masalah kesehatan lainnya seperti hemoroid. Konstipasi dapat 13 diatasi
dengan meningkatkan konsumsi cairan dan serat
Serat makanan yang tinggi mampu mencegah dan mengobati konstipasi
apabila diiringi dengan peningkatan intake cairan yang cukup setiap hari.
Konsumsi cairan dapat membantu kerja serat makanan dalam tubuh. Suatu
studi meta-analisis di Barcelona menyimpulkan bahwa kebiasaan
mengonsumsi serat akan menurunkan gejala dan perdarahan pada hemorrhoid.
Hal ini dikarenakan pada konstipasi diperlukan waktu mengejan yang lebih
lama. Sehingga terjadi trauma yang berlebihan pada plexus hemorrhoidalis
karena tekanan yang keras saat mengejan. Kurangnya intake cairan setiap hari
dapat meningkatkan kejadian hemoroid. Hal tersebut dikarenakan, kurangnya
intake cairan dapat menyebabkan tinja menjadi keras sehingga seseorang akan
cenderung mengejan untuk mengeluarkan tinja tersebut. Sementara itu, proses
mengejan tersebut dapat meningkatkan tekanan pada plexus hemoroidalis.
Dengan intake cairan yang cukup setiap harinya dapat membantu melunakkan
tinja dan membersihkan usus. Sehingga tidak perlu mengejan untuk

7
mengeluarkan tinja. Menurut seorang dokter penyakit dalam RS. Cipto
Mangunkusumo setiap orang membutuhkan air kurang lebih 30 mililiter per
kilogram berat badan setiap hari.(4,10,11)

b. Usia
Pada usia tua terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh, otot
sphincter pun juga menjadi tipis dan atonis. Karena sfingternya lemah maka
dapat timbul prolaps. Selain itu pada usia tua juga sering terjadi sembelit yang
dikarenakan penyerapan air yang berlebihan pada saluran cerna. Hal tersebut
menyebabkan konsistensi tinja menjadi keras. Sehingga terjadi penekanan
berlebihan pada plexus hemorrhoidalis yang dipicu oeh proses mengejan untuk
mengeluarkan tinja. Pada tahun 2009, sebuah penelitian pada pasien hemoroid
usia 16- 80 tahun di Park Klinik Berlin mengambil kesimpulan bahwa faktor
usia di atas 46 tahun memiliki risiko tinggi terhadap kejadian hemoroid. Pada
penderita hemoroid di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2010 yang
menunjukkan bahwa insiden tertinggi kasus hemoroid terjadi pada usia 45
tahun dengan presentase sebesar 43,4%.(3,12,13)

c. Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit keluarga adalah riwayat medis dimasa lalu dari
anggota keluarga yang mempunyai hubungan darah, hal-hal yang relevan
untuk riwayat penyakit pasien dimasa lalu, releven pula untuk riwayat penyakit
keluarga. Data-data yang memberikan pandangan tentang penyakit pasien
sekarang dan factor risiko. Riwayat penyakit keluarga juga penting karena
persamaan faktor-faktor fisik yang dimilik pasien dan keluarganya. Adanya
kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat sejak lahir akan
memudahkan terjadinya hemoroid setelah mendapat paparan tambahan seperti
mengejan terlalu kuat atau terlalu lama, konstipasi, dan lain-lain. Penelitian
yang dilakukan di RS. Bakti Wira Tamtama Semarang pada tahun 2008 pada
penderita hemoroid menunjukkan bahwa keturunan merupakan faktor risiko
dari hemoroid.(5,8,14)

8
d. Pola Buang Air Besar
Pemakaian jamban duduk dapat meningkatkan insiden hemoroid
dengan pemakaian jamban yang duduk posisi usus dan anus tidak dalam posisi
tegak. Sehingga akan menyebabkan tekanan dan gesekan pada vena didaerah
rectum dan anus. Berbeda halnya dengan penggunaan jamban jongkok, posisi
jongkok saat defekasi dapat mencegah terjadinya konstipasi yang secara tidak
langsung dapat mencegah terjadinya hemoroid. Hal tersebut dikarenakan pada
posisi jongkok valvula ilicaecal yang terletak antara usus kecil dan caecum
dapat menutup secara sempurna sehingga tekanan dalam colon cukup untuk
mengeluarkan feses.(4,14)

e. Aktiviats Fisik
Penyakit hemoroid ini biasanya ditandai dengan rasa gatal dan panas
dianus disertai kesulitan buang air besar. Hal ini disebabkan oleh pelebaran
atau pembesaran pembuluh vena didaerah poros usus atau disekitar dubur
akibat tekanan yang terus-menerus karena duduk yang terlalu lama. Terlalu
lama duduk lebih dari dua jam merupakan faktor risiko terjadinya masalah
hemoroid, hal ini dapat meningkatkan tekanan intra abdominal. Kebiasaan
melakukan gerakan ringan dapat mengurangi frekuensi untuk duduk dan
merupakan salah satu pencegahan dari kekambuhan hemoroid. Selain itu
dengan melakukan olahraga yang ringan seperti berenang dan menggerakkan
daerah perut diharapkan dapat melemaskan dan mengurangi ketegangan dari
otot. Namun dengan melakukan aktivitas yang terlalu berat seperti mengangkat
benda berat akan meningkatkan risiko kejadian hemoroid. Hal tersebut
dikarenakan terjadi peregangan musculus sphincter ani yang berulang sehingga
ketika penderita mengejan akan terjadi peregangan yang bertambah buruk .
Olahraga yang teratur tubuh menjadi bugar dan dapat meningkatkan kekebalan
tubuh, olah raga dengan tujuan kesehatan yang baik adalah melakukan aktivitas
gerak badan dengan porsi diatas aktivitas keseharian. Anjuran aktivitas fisik
adalah 3 hingga 5,5 jam dalam sehari, sedangkan untuk olahraga minimal
dilakukan sebanyak 150 menit dalam seminggu. Bisa di lakukan tiga kali

9
seminggu dengan masing-masingmasing 50 menit atau 5 kali dalam seminggu
masing-masing 30 menit.(8,16)

f. Kehamilan
Pada kehamilan, akibat pengaruh kenaikan hormon seks dan
bertambahnya volume darah, menyebabkan pelebaran pada pembuluh darah
vena di daerah dubur. Peningkatan hormon progesteron pada wanita hamil akan
menyebabkan peristaltik saluran pencernaan melambat dan otot-ototnya
berelaksasi, serta relaksasi katup vena di anorektal, sehingga akan
mengakibatkan konstipasi yang akan memperberat sistem vena tersebut.
Begitu pula akibat penekanan janin dalam rahim pada pembuluh darah vena
didaerah panggul akan mengakibatkan pembendungan. Ditambah lagi dengan
pengejanan waktu buang air besar yang sering terjadi pada wanita hamil karena
konstipasi akan menyebabkan terjadinya prolaps hemoroid.(17)

2.5 Klasifikasi Hemoroid

Gambar 6. Klasifikasi Hemoroid

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di anus


dari pleksus hemoroidalis. Hemoroid terbagi menjadi dua yaitu hemoroid interna
berupa pelebaran vena submukosa diatas linea dentate sedangkan hemoroid
eksterna berupa pelebaran vena subkutan di bawah atau di luar linea dentate.
Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus
hemoroidalis inferior terdapat disebelah distal garis mukokutan didalam jaringan

10
dibawah epitel anus. Hemoroid ini diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk
akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada tepi anus dan sebenarnya
merupakan hematoma. Walaupun disebut hemoroid trombosis eksterna akut,
bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung syaraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik berupa satu atau lebih lipatan kulit anus
yang terdiri dari jaringan dan sedikit pembuluh darah. Hemoroid interna adalah
pleksus hemorhoidalis superior diatas garis mukokutan (linea dentate) dan ditutupi
oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskular didalam jaringan
submukosa pada rectum sebelah bawah. Terdapat empat derajat hemoroid interna,
yaitu:
a. Derajat I, terjadi varises tetapi belum ada benjolan saat defekasi.
b. Derajat II, ada perdarahan dan prolapse jaringan di luar anus saat mengejan
selama defekasi tetapi dapat kembali secara spontan.
c. Derajat III, sama dengan derajat II, hanyasaja prolaps tidak dapat kembali secara
spontan, harus didorong kembali.
d. Derajat IV, prolaps tidak dapat direduksi atau inkarserasi. Benjolan dapat
terjepit di luar, dapat mengalami iritasi, inflamasi,oedem dan ulserasi

Gambar 7. Derajat Hemoroid Interna

Hemoroid sering dijumpai pada tiga posisi primer, kanan-depan (jam 11), kanan-
belakang (jam 7), dan kiri lateral (jam 3). Hemoroid yang lebih kecil terdapat
diantara ketiga letak primer tersebut. Kedua pleksus hemoroid, internus dan
eksternus, saling berhubungan secara longgar dan merupakan awal dari aliran vena

11
yang kembali dari rectum sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid internus
mengalirkan darah ke vena hemoroidalis superior dan selanjutnya ke vena porta.
Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah sistemik melalui daerah perineum
dan lipat paha ke vena iliaka. Hemoroid dapat menimbulkan gejala karena banyak
hal. Factor yang memegang peranan kausal ialah mengedan pada defekasi,
konstipasi menahun, kehamilan, dan obesitas. (2,18)

Gambar 8. Posisi Primer Hemoroid

2.6 Patofisiologi
a. Hemoroid Interna
Hemoroid interna tidak dapat menyebabkan nyeri kulit, karena berada
di atas garis dentate dan tidak dipersarafi oleh saraf kulit. Namun, pada
hemoroid interna dapat berdarah, prolaps, dan, sebagai akibat dari iritasi pada
kulit perianal yang sensitif dapat juga menyebabkan gatal dan iritasi perianal.
Hemoroid interna dapat menghasilkan nyeri perianal akibat dari prolaps serta
dapat menyebabkan spasme kompleks sfingter di sekitar hemoroid. Spasme
ini menyebabkan ketidak nyamanan saat hemoroid yang prolaps tersentuh.
Hemoroid interna juga dapat menyebabkan nyeri akut saat inkarserasi dan
bahkan strangulasi. Rasa sakit terkait dengan spasme kompleks sfingter.
Terjepitnya hemoroid dengan nekrosis dapat menyebabkan ketidak
nyamanan yang lebih dalam. Ketika hal ini terjadi, spasme sfingter sering
menyebabkan trombosis eksternal secara bersamaan. Trombosis eksternal
menyebabkan nyeri kulit akut. Gejala ini disebut sebagai krisis hemoroid akut
dan biasanya membutuhkan pengobatan darurat. Hemoroid interna paling
sering menyebabkan perdarahan tanpa rasa sakit saat buang air besar. Epitel

12
dan pembuluh darah yang mendasarinya rusak akibat pergerakan usus yang
keras sehingga dapat menimbulkan gejala berdarah. Hemoroid interna dapat
menyimpan lendir untuk disalurkan ke jaringan perianal. Lendir yang terdapat
pada feses dapat menyebabkan dermatitis lokal, yang disebut pruritus ani.(19)

b. Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna menyebabkan nyeri karena strukturnya yang
diinervasi oleh saraf somatik, terutama pada keadaan akut trombosis. Hal ini
terjadi akibat penekanan saraf oleh bekuan darah dan edema. Nyeri akan
terasa menghilang selama 7-14 hari, saat bekuan darah juga mengalami
resolusi. Namun resolusi tidak diikuti dengan perbaikan kulit, sehingga
terdapat kulit yang “berlebih” atau yang umum disebut dengan skin tag. Lalu
dapat terjadi trombosis berulang, dan biasanya terdapat pada tempat yang
sama (vena pada daerah tersebut telah mengalami perubahan dari kejadian
sebelumnya, sehingga mudah terjadi trombosis) dan terjadi perdarahan.
Selain itu, skin tag akan menyebabkan masalah higienitas, dapat terjadi gatal
atau pun keluhan yang lain. (19)

2.7 Manifestasi Klinis


Pasien sering mengeluh menderita hemoroid tanpa ada hubunganya dengan
gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada
hubunganya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna
yang mengalami thrombosis. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama
hemoroid interna akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna
merah segar dan tidak bercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses
atau kertas pembersih sampai perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air
toilet menjadi merah. Walaupun dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar
karena pleksus vena berhubungan dengan cabang arteri langsung tanpa melewati
kapiler. Hemoroid yang besar dapat secara perlahan menonjol keluar dan
menyebabkan prolapse. Pada tahap awal penonjolan ini hanya terjadi sewaktu
defekasi dan disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi. Pada stadium
lebih lanjut hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar
masuk kembali kedalam anus. Hemoroid dapat berlnjut menjadi bentuk yang

13
prolapse menetap dan tidak dapat didorong kembali. Keluarnya mucus dan
terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri hemoroid yang mengalami
prolapse menetap. Iritasi kulit anal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal
pruritus ani, dan ini disebabkan oleh kelembapan yang terus – menerus dan
rangsangan mucus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat thrombosis yang luas
dengan edema dan radang. (1)

2.8 Pemeriksaan Hemoroid


Pada pemeriksaan lokal, penderita dalam posisi miring (sim’s position) atau
posisi menungging (knee chest position) dan selanjutnya pada evaluasi inspeksi
dapat ditemukan tonjolan lunak pada anus pada hemoroid eksterna, dan juga pada
hemoroid interna yang mengalami prolaps. Pada hemoroid yang mengalami
trombosis, maka warna tonjolan terlihat ungu kebiruan, tampak tegang, dan ukuran
garis tengah biasanya beberap milimeter hingga 1-2 cm. Hemoroid interna yang
prolaps tidak terlalu jauh, maka pasien diminta mengedan, maka akan terlihat masa
hemoroid yang diliputi mucus. Apabia hemoroid mengalami prolaps lapisan epitel
penutup bagian yang menonjol keluar ini mengeluarkan mucus yang dapat dilihat
apabila penderita diminta mengedan

a. b.

Gambar 9. Pemeriksaan Lokal Rektum (a: sim’s position, b: knee chest position)

. Pada pemeriksaan colok dubur hemoroid interna tidak dapat diraba sebab
tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rekti. Pada palpasi
hemoroid eksterna didapatkan perabaan masa yang terlokalisasi (bentuk seperti
kacang / localized pea-sized) yang berkonsistensi padat tapi lembut yang mana
dapat dibedakan dengan hemoroid interna. Penilaian anoskop diperlukan untuk
melihat hemoroid interna yang tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan dan

14
diputar untuk mengamati keempat kuadran. Hemoroid interna terlihat sebagai
struktur vaskuar yang menonjol kedalam lumen. Apabila penderita diminta
mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolapse
akan lebih terlihat. Progtosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa
keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan ditingkat yang
lebih tinggi.(1)

2.9 Penatalaksanaan
Tatalaksana hemoroid bergantung pada derajat hemoroid tersebut.
Kebanyakan pasien dengan hemoroid derajat 1 dan 2 dapat diobati dengan tindakan
local dan modifikasi diet. Pada sebagian derajat 2, derajat 3, dan derajat 4 pasien
perlu dirujuk ke dokter spesialis bedah untuk dilakukan hemoroidektomi.(20)
 Derajat 1: Modifikasi diet, medikamentosa
 Derajat 2: Rubber band ligation, koagulasi, ligase arteri hemoroidalis-
repair rektoanal, modifikasi diet, medikamentosa
 Derajat 3: hemoroidektomi, ligase arteri hemoroidalis-repair rektoanal,
hemoroidopexy dengan stapler, rubber band ligation, modifikasi diet,
 Derajat 4: hemoroidektomi, hemoroidopexy dengan stapler, modifikasi
diet

Penatalaksanaan hemoroid pada umumnya meliputi modifikasi gaya hidup,


perbaikan pola makan dan minum dan perbaikan cara defekasi. Diet seperti minum
30–40 ml/kgBB/hari dan makanan tinggi serat 20-30 g/hari. Penanganan lain seperti
melakukan warm sits baths dengan merendam area rektal pada air hangat selama
10-15 menit 2-3 kali sehari. Penatalaksanaan farmakologi untuk hemoroid
adalah(21)
1. Obat - obatan yang dapat memperbaiki defekasi. Serat bersifat laksatif
memperbesar volume tinja dan meningkatkan peristaltik.
2. Obat simptomatik yang mengurangi keluhanrasa gatal dan nyeri. Bentuk
suppositoria untuk hemoroid interna dan ointment untuk hemoroid eksterna
3. Obat untuk menghentikan perdarahan campuran diosmin dan hesperidin.

15
4. Obat analgesik dan pelunak tinja mungkin bermanfaat. Terapi topikal
dengan nifedipine dan krim lidokain lebih efektif untuk menghilangkan rasa
sakit dari pada lidokain (Xylocaine).

Pada pasien hemoroid eksternal berat ,pengobatan dengan eksisi atau insisi dan
evakuasi dari trombus dalam waktu 72 jam dari onset gejala lebih efektif dari pada
pengobatan konservatif.
Penatalaksanaan invasif antara lain:

a. Hemoroidektomi
Hemoroidektomi adalah terapi efektif untuk mengurangi kekambuhan
gejala pada pasien dengan hemoroid derajat 3 dan derajat 4. Terapi bedah
juga dapat diberikan pada penderita dengan perdarahan berulang dan
anemia yang tidak sembuh dengan cara terpai yang sederhana. Tindakan ini
juga direkomendasikan pada pasien dengan hemoroid campiran dan untuk
pasien yang memiliki hemoroid berulang di mana terapi yang lain tidak
efektif.(1)

Gambar 10. Hemoroidektomi

16
b. Rubber Band Ligation
Hemoroid yang besar dan prolapse dapat ditangani dengan tindakan ini.
Dengan bantuan anuskop, mukosa diatas hemoroid yang menonjol dijepit
dan ditarik atau diisap kedalam tabung ligator khusus. Gelang karet
didorong dari ligator dan ditempatkan dengan rapat disekeliling mukosa
pleksus hemoroidalis tersebut. Nekrosis karena iskemia terjadi dalam
beberapa hari. Mukosa bersama karet akan terlepas sendiri. Fibrosis dan
parut akan terjadi pada pangkal hemoroid tersebut.(1)

Gambar 11. Rubber Band Ligation

c. Hemoroidopeksi dengan Stapler


Karena bantalan hemoroid merupakan jaringan normal yang berfungsi
sebagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan, pada
hemoroid derajat III dan IV dapat dilakukan dengan cukup menarik mukosa
dan jaringan submucosa rectum distal keatas dengan menggunakan sejenis
stapler sehingga hemoroid akan kembali ke posisi semula yang normal.
Dibandingkan dengan hemoroidektomi eksisional, tindakan ini lebih
disukai berkaitan dengan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, waktu untuk
kembali bekerja lebih cepat, komplikasi pruritus minimal. Tetapi tindakan
ini memiliki angka rekurensi yang cukup tinggi dan memerlukan tindakan
tambahan. Berdasarkan meta-analisis yang membandingkan kedua prosedur
tersebut menunjukkan bahwa pasien dengan stapled hemorrhoidopexy dua
kali lebih banyak yang memerlukan tindakan lanjutan. (1,22)

17
Gambar 12. Hemoroidopeksi dengan Stapler

d. Hemoroid Eksterna Trombosis


Hemoroid eksterna yang mengalami thrombosis menyebabkan nyeri akut
yang berat. Tanpa intervensi, nyeri biasanya membaik dalam 2 hingga 3
hari, dengan perbaikan lanjutan seiring dengan thrombus yang diserap
dalam beberapa minggu. Terapi topikal dengan krim nifedipin dan lidokain
lebih efektif untuk menghilangkan nyeri dibandingkan dengan lidokain
sendiri. Pada pasien yang mengalami nyeri hebat akibat thrombosis
hemoroid, eksisi atau insisi dan evakuasi thrombus dalam waktu 72 jam
onset gejala membuat nyeri reda lebih cepat daripada terapi konservatif.
Prosedur dilakukan di bawah anestesi lokal dan luka pasca bedah tersebut
dapat dibiarkan terbuka atau dijahit.(23)
e. Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya
5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan dilakukan disubmukosa dalam
jaringan areolar yang laonggar dibawah hemoroid inerna dengan tujuan
menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotic dan
meninggalkan jaringan parut. Penyuntikan dilakukan disebelah atas dari
garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui anoskop. Penyuntikan
dilakukan pada tempat yang tepat tidak akan menimbulkan rasa nyeri. (1)

18
Gambar 13. Terapi Pembedahan Hemoroid

2.10 Komplikasi
Akibat hemoroid yang tidak segera ditangani akan menimbulkan
komplikasi yaitu perdarahan yang dapat menyebabkan anemia, trombosis yang
dapat membuat nyeri yang intens, dan strangulasi hemoroid merupakan prolaps dari
hemoroid yang kemudian terpotong oleh spingter ani yang kemudian dapat
(24)
menyebabkan trombosis. Hemoroid strangulasi merupakan hemoroid yang
prolaps dengan suplai darah dihalangi oleh sfingter ani. Jepitan, benjolan keluar
dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur sehingga tidak bisa masuk lagi.
Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-
cepat ditangani dapat menjadi nekrosis. Infeksi mudah terjadi pada daerah luka
akibat hemoroid yang tidak dapat masuk kembali.

19
2.11 Diagnosis Banding
a. Fissura Ani
Fissura ani merupakan robekan mucosa, atau luka epitel memanjang sejajar
sumbu anus. Fissura biasanya tunngal dan terletak di garis tengah posterior.
Kebanyakan fissura ani terjadi karena regangan mucosa anus melebihi
kemampuannya. Pada anamnesis biasanya dijumpai nyeri didaerah rektum,
biasanya digambarkan seperti rasa terbakar, rasa terpotong, atau seperti
terasa robekan. Nyeri sejalan dengan kontraksi usus; spasme anus perlu
dicurigai terjadinya fissura ani, konstipasi akibat takut nyeri, feses keras,
buang air besar berdarah warna merah terang pada permukaan feses. Darah
biasanya tidak bercampur dengan feses, mucoid discharge, pruritus.(23)

Gambar 14. Fissura Ani

b. Prolaps Recti
Prolaps rekti adalah keluarnya mukosa maupun seluruh tebal dinding
rectum melewati anus. Pasien akan mengeluh ada tonjolan didaerah
anus. Awalnya, massa menonjol dari anus setelah buang air besar dan
tertarik ketika pasien berdiri. Seiring dengan proses penyakit
berlangsung massa menonjol lebih sering, terutama ketika mengedan
Valsava maneuver seperti batuk dan bersin. Prolaps dapat terjadi secara
kontinu akibat kegiatan sehari – hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
penonjolan mukosa rectum, penebalan konsistensi cincin
mukosa,terlihat adanya sulkus antara lubang anus dan rectum.(25)

20
Gambar 15. Prolaps Rekti
c. Polip Recti
Polip merupakan suatu massa seperti tumor yang menonjol ke dalam lumen
usus. Polip berasal dari epitel mukosa serta submucosa dan merupakan
neoplasma jinak terbanyak dikolon dan rectum. Kebanyakan polip
asimtomatis. Semakin luas akan memberikan gejala seperti perdarahan
spontan melalui rectum. Darah yang keluar dapat berupa darah segar
ataupun darah kehitaman. Pada pemeriksaan colok dubur dapat ditemukan
massa bertangkai dan lunak pada diniding rectum.(26)

Gambar 16. Poli Rekti

d. Karsinoma kolorektal
Karsinoma kolorektal adalah keganasan pada kolon dan rectum. Lokasi
tersering adalah rectum, sigmoid, kolon asenden, dan kolon desenden.
Gejala yang dijumpai biasanya berupa hematoskezia. Pasien tampak lesu
akibat anemia dan dapat dijumpai darah samar pada tinja bahkan dapat
timbul melena. Pada daerah desenden dapat timbul gejala konstipasi disertai

21
rasa perut yang penuh dan nyeri meningkat, feses yang keluar bercampur
dengan darah dan lender. Pada rectum dan sigmoid disertai rasa nyeri,
demam, dan gejala obstruktif. Feses seperti kotoran kambing dengan
keluhan utama buang air besar berdarah dan berlendir. Colok dubur untuk
menilai tonus sfingter ani, mukosa, ampula rectum dan terabanya tumor
serta ditemukannya darah.(19)

Gambar 17. Karsinoma Kolorektal

22
BAB III
KESIMPULAN

Hemoroid merupakan jaringan normal pada semua orang yang memiliki


fungsi sebagai katup didalam saluran anus untuk membantu system sfingter anus
dalam mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Hemoroid atau wasir yang dikenal
oleh berbagai orang adalah tanda klinis yag merupakan akibat dari pelebaran dan
inflamasi pembuluh darah vena di anus dari pleksus hemoroidalis. Gejala yang
biasa timbul pada hemoroid ini adalah penonjolan didaerah sekitar anus baik saat
beraktivitas atau tidak dan juga dapat masuk kembali atau tidak. Gejala tersebut
disertai dengan darah yang menetes berwarna merah segar dan tidak bercampur
dengan feses. Hemoroid itu sendiri terbagi menjadi dua yaitu hemoroid interna
berupa pelebaran vena submukosa diatas linea dentate sedangkan hemoroid
eksterna berupa pelebaran vena subkutan di bawah atau di luar linea dentate yang
dapat menimbulkan rasa nyeri. Kejadian hemoroid diseluruh dunia cukup tinggi,
termasuk di Indonesia banyak masyarakat yang mencari pelayanan untuk
menangani hemoroid yang dialami. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor
terutama gaya hidup seseorang yang tidak baik dan tidak terkontrol sehingga
menimbulkan terjadinya hemoroid, seperti makanan yang kurang serat, posisi
buang air besar yang kurang tepat, kurangnya aktivitas fisik, dan factor lainnya.
Apabalia hemoroid berlanjut dan menetap dapat menimbulkan komplikasi yang
cukup berat salah satunya adalah perdarahan. Oleh karena itu, modifikasi gaya
hidup sangat diperlukan dan penegakkan diagnosis yang cepat dan tepat sangat
bermanfaat untuk penatalaksanaan hemoroid yang sesuai.
Penatalaksanaan hemoroid dapat dilakukan secara non-opertif ataupun
operatif tergantung dari tingkat derajar hemoroid tersebut. Tindakan non-operatif
yang dapat dilakukan adalah dengan cara modifikasi gaya hidup yang disertai
dengan pemberian medikamentosa sedangkan tindakan operatif dapat dilakukan
dengan berbagai teknik seperti hemoroidektomi, rubber band ligation,
hemoroidopexy dengan stapler, dan tindakan bedah lainnya.

23
REFERENSI
1. Sjamsuhidajat R, Prasetyono TOH, Rudiman R, Riwanto I, Tahelele P.
Buku Ajar Ilmu Bedah Sistem Orhan dan Tindak Bedahnya. Jakarta: EGC.
2017; 3(4)
2. Marcellus SK. Hemoroid.In: Aru WS dkk (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
2006
3. Mubarak H. Karakteristik Penderita Hemoroid Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin di RSUPH Adam Malik tahun 2008-2009. Medan: Universitas
Sumatera Utara. 2010.
4. Osman N. Indonesian Hemorrhoid Increase Blamed on Western Toilets.
Jakarta Globe. 2011. Available from:http:// www.thejakartaglobe.com/
health/indonesian-hemorrhoid increase blamed-on-western-toilets/365518
5. Irawati D. Hubungan antara Riwayat Keluarga, Konstipasi, dan Olahraga
Berat dengan Kejadian Hemorrhoid pada Pasien Rawat Jalan di Klinik
Bedah Rumah Sakit Tentara Bakti Wira Tamtama Semarang. Semarang:
Universitas Muhammadiyah Semarang; 2008
6. Nugroho S. Hubungan aktivitas fisik dan konstipasi dengan derajat
hemoroid di URJ bedah RSUD dr.Soegiri Lamongan. Surya.2014. 2(18)
7. Snell R. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC; 2011
8. Ramming KP. Penyakit Kolon dan Rektum. Dalam: Sabiston DC,
penyunting. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC. 2010; 2
9. Gastroconsa. Hemorrhoids. Available from:https:// www.gastroconsa.com/
pdfs/patient_education/GCSA_Hemorrhoids.pdf
10. Fridolin W, Saleh I, Hernawan AD. Faktor Risiko Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Hemoroid Pada Pasien di RSUD Dr. Soedarso Pontianak.
Pontianak: Universitas Muhammadiyah Pontianak. 2017
11. Pigot F, Siproudhis L, Allaert FA. Risk Factors associated with Hemorroidal
Symptoms in Specialized Consultant. Gastroenterol Clin Biol. 2005; 29(12)
12. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC;
2007;7(2)

v
13. Gebbenslaben O, Hilger Y, Rohde H. Etiology of Thrombosed External
Hemorrhoid: Result from a Prospective Cohort Study. The Internet Journal
of Gastroenterology. 2005
14. Yanuardani MT. Hubungan antara Posisi saat Buang Air Besar dan Faktor
Risiko Lainnya terhadap Terjadinya Hemorrhoid. Semarang: Universitas
Diponegoro. 2007
15. Hemorrhoids and What to Do about Them. New York: Harvard Health
Publications; 2004. Available from:
http://www.health.harvard.edu/newsweek/Hemorrhoids_and_what_to_do_
about _them.htm
16. Carolina L, Syamsuri K, Manawan E. Hemoroid Dalam Kehamilan.
Palembang: Universitas Sriwijaya. 2014;2
17. Djumhana. Patogenesis Diagnosis dan Pengelolaan Medik Hemorroid.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin.
Bandung: Fakultas Kedokteran Unpad. 2010
18. Thornton SC. Hemorrhoids. Medscape. 2017
19. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta: Media Aesculapius. 2014
20. Winangun, I Made Arya.Management of internal hemoroid with rubber
band ligation procedure.E-jurnal Medika Udayana. 2013.2(10)
21. Williams, Bailey & Love’s Short Practice of Surgery 25th Edition, Hodder
Education, 2008
22. Brunicardi, Schwartzs Principles of Surgery 10th Edition, McGraw Hill,
2015
23. Black, J.M. & Jane, H.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan Edisi 8:Elseiver
24. Jan R, John G, Rectal Prolapse. 2011.
http://emedicine.medscape.com/article/2026460-overview
25. Chang GJ, Shelton, Schrock TR, Welton ML. Large Intestine. In: Way LW
and Doherty GM (ed). Current Surgical Diagnosis & Treatment
International Edition Eleventh Edition. India, Lange Medical
Publications.2003

vi

Anda mungkin juga menyukai