Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nadila Sari Pakpahan

Nim : 3172122015

MENGATASI DEPRESI DARI KEBUDAYAAN SUKU BATAK TOBA

Nama saya Nadila Sari Pakpahan, suku Batak Toba yang saya amati dalam
mengatasi depresi adalah keluarga saya sendiri. Adapun pertanyaan yang saya ajukan
untuk mengetahui bagaimana keluarga saya dalam mengatasi depresi yaitu:

1. Apa saja contoh-contoh problematika di keluarga yang dapat membuat stress?


2. Apa saja cara yang dapat mensiasati agar tidak stress?
3. Apakah ada keterkaitan pola menetap dengan meningkatnya beban hidup dan
menyebabkan stress?

Pada rumusan masalah pertama informan saya merupakan ayah saya sendiri.
Pak Andi (43 tahun) menjelaskan bahwa “masalah yang paling cepat membuat
saya stress itu jika anak saya susah untuk diatur. Apalagi jika anak saya tidak
menuruti apa kata ibunya bahkan melawan kami sebagai orang tuanya,
contohnya seperti pergi main dengan temannya sampai pulang sore hari.
Masalah lainnya yaitu tentu saya yakin pastinya kalau semua orang ditanya,
pasti jawabannya karena sulitnya mencari uang. Apalagi zaman sekarang biaya
semakin besar, sementara penghasilan kita tetap tidak ada peningkatan.”
Dari penjelasan beliau saya memahami bahwa anak merupakan faktor utama untuk
memicu stress pada orang tua. Anak yang bandal dapat membuat tekanan bagi orang tua
sehingga menyebabkan stress.

Kemudian pada rumusan masalah kedua Pak Andi (43 tahun) menjelaskan bahwa “
untuk menghilangkan stress, tentunya sebagai orang muslim kita harus berserah diri
pada Allah. Selain itu biasanya saya pergi keluar jalan-jalan ke rumah teman dan
ketempat yang bisa membuat stress saya berkurang.” Kemudian saya menyanyakan apa
saja yang dibicarakan jikalau berkumpul dengan teman. Dari hasil wawancara beliau
mengatakan hal yang dibicarakan masih mengenai anak. Dari penjelasan beliau saya
memahami bahwa untuk menghilangkan stress, beliau lebih memilih untuk pergi keluar
dengan kata lain meninggalkan rumah yang pada saat itu ada masalah.

Pada rumusan masalah yang ketiga terkait dengan pola menetap Pak Andi (41 tahun)
menjelaskan bahwa “ tempat tinggal kita berada pada lingkungan keluarga istri, jadi
tidak ada kaitan dengan saya tinggal di lingkungan istri dapat meningkatkan beban
hidup dan menyebabkan stress.” Dari penjelasan beliau saya memahami bahwa Pak
Andi menganut pola menetap matrilokal atau uxorilokal yaitu sepasang suami istri
bertempat tinggal di sekitar pusat kediaman kerabat istri. Dengan pola menetap
matrilokal atau uxorilokal ini beliau merasa tidak ada keterkaitan pola menetap dengan
meningkatnya beban hidup dan menyebabkan stress.

Selanjutnya informan kedua dalam penelitian ini yaitu sepupu saya.

Yoanda (19 tahun) menjelaskan bahwa “ contoh masalah yang dapat membuat
saya stress jika terus-terusan dimarahi oleh orang tua. Cara saya mensiasati
stress dengan belajar merokok. Hingga terbiasa sampai sekarang. Dengan
merokok pikiran menjadi tenang. Untuk pola menetap saya kan tinggal
bersama orang tua dengan satu abang dan satu adik perempuan, sehingga dapat
juga membuat saya stress seperti bertengkar dengan abang karena masalah
tertentu, kemudian dilanjutkan dengan marahan orang tua yang membut saya
semakin stress”
Dari penjelasan beliau saya memahami bahwa problematika yang memicu stress pada
informan kedua yaitu jika kedua orang tuanya memarahinya. Kemudian informan
memilih merokok untuk menenangkan diri.

Selanjutnya informan ketiga dalam penelitian ini yaitu Ibu Juli yang merupakan kakak
dari ayah saya.

Bu Juli (43 tahun) menjelaskan bahwa “contoh masalah yang membuat saya
stress yaitu mengenai kebutuhan hidup keluarga. Apalagi untuk membiayai
anak saya yang sekolah khusus di penerbangan. Cara saya mensiasati stress
yaitu dengan ibadah, kemudian pergi jalan-jalan ke luar rumah. Kemudian pola
menetap tidak berkaitan dengan beban hidup dan memicu stress.”
Dari penjelasan beliau saya memahami bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu
pemicu stress.
Selanjutnya informan keempat dalam penelitian ini yaitu adik saya.

Afni (19 tahun) menjelaskan bahwa “contoh masalah yang membuat saya stress yaitu
tugas sekolah yang menumpuk ditambah sering bertengkar dengan adik saya. Cara saya
mensiasati stress yaitu dengan mendengarkan musik sambil bernyanyi. Menurut saya
tidak adanya keterkaitan pola menetap dengan beban hidup dan menyebabkan stress.”

Selanjutnya informan kelima dalam penelitian ini yaitu adik dari ayah saya.

Bu Yuyun (37 tahun) menjelaskan bahwa “contoh masalah yang membuat saya
stress yaitu ketika bercerai dengan suami. Untuk menghilangkan stress ini saya
bekerja menjahit. Menurut saya pola menetap memiliki keterkaitan dengan beban
hidup dan membuat stress, karena saya tinggal dengan suami bersama dengan
orang tua suami dalam satu rumah. Banyak sekali ketidakcocokan didalamnya.
Sehingga menimbulkan beban hidup”
Dari penjelasan beliau saya memahami bahwa jenis pola menetap Bu Yuyun yaitu
patrilokal yaitu pasangan suami istri yang bertempat tinggal di sekitar pusat kediaman
kerabat suami. Dengan pola menetap patrilokal ini beliau merasa ada keterkaitan pola
menetap dengan meningkatnya beban hidup dan menyebabkan stress.

Dari kelima informan diatas, dapat saya simpulkan bahwa memang benr adanya jika
orang Batak memiliki istilah anakkon hi do hamoraon di au yang artinya anak saya
adalah harta terbesar dalam diri saya, karena jika dilihat dari hasil wawancara diatas,
kebanyakan masalah yang memicu stress di keluarga adalah anak. Maka anak
merupakan faktor utama dalam keluarga orang Batak yang harus benar-benar terdidik
dan sukses.

Anda mungkin juga menyukai