Anda di halaman 1dari 4

Macam-macam cara penafsiran

1. Dalam pengertian subjektif dan obyektif

Ad.1 Dalam pengertian subjektif dan obyektif

a. Dalam pengertian subjektif : apabila ditafsirkan seperti yang

dikehendaki oleh pembuat undang-undang

b. Dalam pengertian objektif : apabila penafsirannya lepas dari pada

pendapat pembuat Undang-Undang dan sesuai dengan adat bahas sehari-hari

2. Dalam pengertian sempit dan luas

Ad.2 Dalam pengertian sempit dan luas

a. Sempit : yakni apabila dalil yang ditafsirkan diberi pengertian yang

sangat dibatasi

b. Luas : ialah apabila dalil yang ditafsirkan diberi penafsiran

seluas-luasnya.

Cara Penerapan metode-metode penafsiran.[5]

Pembuat Undang-undang tidak menetapkan suatu sistem tertentu yang

hasus dijadikan pedoman bagi hakim dalam menafsirkan undang-undang. Oleh

karenanya hakim bebas dalam melakukan penafsiran.

Dalam melaksanakan penafsiran peraturan perundang-undangan pertama-tama

dilakukan penafsiran gramatikal, karena pada hakikatnya untuk memahami teks

pertauran perundang-undangan harusdimengerti lebih dahulu arti kata-katanya.

Apabila perlu dilanjutkan dengan penafsiran otentik, kemudian dilanjutkan


dengan penafsiran historis dan sosiologis.

Sedapat mugkin semua metode penafsiran supaya dilakukan, agar

didapat makna-makna yang tepat. Apabila semua metode tersebut tidak

menghasilkan makna yang sama , maka wajib diambil metode penafsiran yang

membawa keadilan setinggi-tingginya, karena memang keadilan itulah yang

dijadikan sasaran pembuat undang-undang pada waktu mewujudkan

undang-undang yang bersangkutan.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai pengatur kehidupan bersama manusia,

hukum harus menajalani suatu proses yang panjang dan melibatkan berbagai

aktivitas dengan kualitas yang berbeda-beda. Dalam garis besarnya aktivitas

tersebut berupa pembuatan hukum dan penegakan hukum. Namun sebelum pada

tahap penegakan hukum , terlebih dahulu terdapat tahap penafsiran hukum dimana

menunjang dan penting dalam hal penegakan hukum pada akhirnya.

Pembuatan hukum[6] merupakan awal dari bergulirnya proses pengaturan hukum,

yang merupakan momentum yang memisahkan keadaan tanpa hukum dengan

keadaan yang diatur oleh hukum. Ia merupakan pemisah antara dunia sosial

dengan dunia hukum.

Dilihat dari landasan teori diatas maka penafsiran hukum diperlukan dalam hal

mengadili sesuatu perkara yang diajukan. Karena hakim wajib memeriksa dan

mengadilinya, dan tidak diperbolehkan untuk menolak suatu perkara dengan dalih

bahwa hukum tidak atau kurang jelas. Dimana hakim harus bertindak berdasarkan

inisiatifnya sendiri untuk menyelesaikan perkara tersebut dengan menggali hukum


tertulis dan tidak tertulis untuk memutus berdasarkan hukum sebagai seorang

yang bijaksana dan bertanggungjawab sebagaimana Undang-Undang kekuasaan

kehakiman pasal 14 ayat 1 dan juga pasal 27 ayat 1,[7] dimana dikarenakan hakim

merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam

masyarakat, hakim seharusnya dapat mengenal, merasakan dan mampu

menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Sehingga dalam hal itu hakim diperlukan suatu upaya yang disebut penafsiran

hukum.

Kaidah-kaidah yang bersifat abstrak, peraturan-peraturan yang tidak tertujukan

pada seorang atau orang-orang yang tertentu berkenaan dengan suatu hal yang konkrit,

tetapi pertauran-perturan yang bersifat abstrak dan ditujukan kepada kumpulan hal yang

tidak tertentu. Dalam hal ini kita dapat memahami bahwa salah satu masalah yang

terpenting dari hukum adalah mengenai cara bagaimana peraturan-peraturan hidup yang

abstrak itu harus dilaksanakan dalam hal-hal yang konkrit, yang timbul dalam kehidupan

masyarakat. Masalah itu adalah masalah tafsiran[8] , pemecahan masalah ini tidak

demikian sukarnya, apabila dalam suatu hal yang konkrit pelaksanaan dari hukum itu

dengan suatu keharusan yang logis menunjukan kearah suatu hasil yang tertentu. Namnu

kenyataanya tidak semudah itu, dimana terdapat kaidah-kaidah hukum yang

menggunakan istilah-istilah yang kabur, sebagai itikad baik, menurut keadilan dan

kepatutan, bertentangan dengan kesusilaan, bertentangan dengan kepatutan dalam

masyarakat, bertentangan dengan kepentingan umum, semua istilah-istilah itu

membutuhkan pemahaman lebih lanjut. Namun bahas yang merupakan suatu yang hidup,

karena senantiasa berubah, baik dipersempit maupun diperluas. Sehingga


uKESIMPULAN

Penafsiran hukum atau interprestasi hukum merupakan salah satu contoh

metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang tidak jelas mengenai teks

undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan oeristiwa

tertentu. Dam melakukan penafsiran hukum terhadap suatu peraturan

perundang-undangan yang dianggap tidak lengkap atau tidak jelas, seorang ahli hukum

tidak dapat bertindak sewenang-wenang.

Penafsiran atau interprestasi hukmu berfungsi untuk mencari dan

menetapkan dalil-dalil hukum yang termuat dalam undang-undang yang akan digunakan

untuk menghukumi kasus-kasus kongkrit. Untuk dapat mengaplikasikan hukum dalam

kasus-kasus kongkrit yang ada dalam masyarakat maka diperlukanlah interprestasi

hukum. Interprestasi hukum diperlukan karena hukum bersifat dinamis, maka untuk

menegakkan suatu hukum kita harus memandang kodifikasi sebagai pedoman agar ada

kepastian hukum, sementara didalam menjatuhkan keputusan ,kita harus

memepertimbangkan nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. untuk memahami

makna dari hukum atau undang-undang tersebut perlu dilakukan penafsiran hukum.

Sehingga tujuan hukum dapat tercapai.

Anda mungkin juga menyukai