Anda di halaman 1dari 73

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
Jalan Abdul Hamid, Cicaheum – Bandung 40193, Telp (022) 7206892, Fax 7236224

Kesesuaian Lahan Rawa


DIKLAT PERENCANAAN TEKNIS RAWA
Tujuan Pembelajaran
Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran modul ini, peserta
diharapkan dapat memahami prinsip-prinsip penen
tuan Kesesuaian Lahan rawa lebak
Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran modul ini, peserta diharapk
an dapat:
• menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan dalam melakuk
an survei tanah dan penjelasan satuan lahan dalam hub
ungannya dengan kesesuaian lahan san dalam penerapa
nnya di setiap unit kerja organisasi
• menjelaskan faktor-faktor yang dibutuhkan untuk peneta
pan kesesuaian lahan rawa lebak
Outline Paparan

1. Pengantar (pengertian tanah dan lahan)


2. Lahan Rawa Lebak
3. Pembentukan Tanah Rawa Lebak
4. Klasifikasi dan Karakteristik Tanah Rawa
5. Tanah Rawa Untuk Pertanian
6. Survei Tanah Pertanian
7. Tantangan Pengembangan Rawa Lebak
PENGANTAR: Tanah vs Lahan

Apa hubungan Pedosfer dengan tanah dan lahan?

Pedosfer atau tanah : lapisan kulit bumi yang tipis terletak di


bagian paling atas permukaan bumi (0-1,5 m)
Tanah (soil) : suatu benda fisik yang berdimensi tiga terdiri dari
panjang, lebar, dan dalam yang merupakan bagian paling atas
dari kulit bumi (Dokuchaev)

Lahan (land) merupakan lingkungan fisik dan biotik yang


berkaitan dengan daya dukungnya terhadap perikehidupan dan
kesejahteraan hidup manusia.
Lingkungan fisik: meliputi relief atau topografi, tanah, air, iklim
lingkungan biotik: meliputi tumbuhan, hewan, dan manusia.
Kesimpulan:
Pengertian lahan lebih luas daripada tanah.
Foto: Benyamin Lakitan
DEFINISI RAWA
PERMEN PUPR Nomor 29 Tahun 2015 tentang Rawa:

Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang
terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus
atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif
datar atau cekung dengan endapan mineral atau gambut
dan ditumbuhi vegetasi, yang merupakan suatu ekosistem.

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di tepi


pantai, dekat pantai, muara sungai atau dekat muara
sungai dan tergenangi air yang dipengaruhi pasang surut
air laut.

Rawa lebak adalah rawa yang terletak jauh dari pantai


dan tergenangi air akibat luapan air sungai dan/atau air
hujan yang menggenang secara periodik atau menerus.
Kriteria:

Definisi Rawa berdasarkan Permen PUPERA no. 29 tahun 2015


tentang Rawa bahwa:
 Rawa ditetapkan sebagai rawa pasang surut apabila memenu
hi kriteria:
a. terletak di tepi pantai, dekat pantai, muara sungai, atau
dekat muara sungai; dan
b. kesatuan hidrologi dibatasi oleh sungai yang dipengaruhi
oleh pasang surut harian, dan/atau laut;
c. secara alami tergenangi air yang dipengaruhi pasang surut
air laut, dan/atau dari air hujan, atau menjadi kering akibat
drainase reklamasi lahan; dan
d. dasar drainase alam maupun reklamasi lahan adalah saluran
, atau sungai, dan/atau laut yang dipengaruhi pasang surut.
Lingkungan alami Rawa Pasang surut

Nipah dan pandan,


menunjukkan batas
intrusi air asin
Lingkungan alami Rawa Pasang surut

Hutan bakau,
sungai alam
Pengembangan Tradisionil

Padi pasang surut spontan – sempadan sungai


pasang surut
Reklamasi Rawa Pasang Surut

Kebanyakan sawah tadah hujan


Ex-transmigrasi – bagian dalam rawa pasang surut
 Rawa ditetapkan sebagai rawa lebak apabila
memenuhi kriteria:
a. terletak jauh dari pantai; dan
b. kesatuan hidrologi yang merupakan daerah
aliran sungai, dan sungai yang bersifat non
pasang surut dengan variasi muka air musiman;
c. tergenangi air akibat luapan air sungai dan/atau
air hujan yang menggenang secara periodik
atau menerus; dan
d. dasar drainase yang merupakan sungai non
pasang surut dengan muka air tertinggi pada
musim hujan.
Menurut Balitra:

Lahan rawa lebak adalah rawa yang dipengaruhi oleh adanya


genangan dengan waktu lamanya genangan > 3 bulan dan tinggi
genangan > 50 cm.
Berdasarkan lama dan tingginya genangan daerah rawa lebak di
bagi dalam 4 (empat) tipe, yaitu lebak dangkal, lebak tengahan,
lebak dalam dan lebak sangat dalam. Dalam satu daerah rawa
lebak dapat terdiri atas wilayah lebak dangkal sekitar 40-60%,
lebak tengahan 30-50%, dan lebak dalam, 10-30% dan lebak
sangat dalam antara 5-10%.
KLASIFIKASI RAWA SECARA FISIK

alami

Pasang surut
Sdh
dikembangkan
Rawa

alami

lebak
Sdh
dikembangkan
KLASIFIKASI RAWA MENURUT FUNGSI

Lindung
Pasang surut
Budidaya
Rawa
Lindung
lebak
Budidaya
Klasifikasi rawa
Menurut Konvensi Ramsar
(Davies et al, 1995)
SKEMATIK DATARAN BANJIR PADA RAWA LEBAK
TIPIKAL PENAMPANG MELINTANG RAWA LEBAK

Rawa Lebak

0-3 bulan (Lebak Pematang)


3-6 bulan (lebak Tengahan)
6-12 bulan (Lebak Dalam)
Muka air

Sungai Sungai
KATA KUNCI:

Lahan rawa lebak merupakan lahan yang selalu


dijenuhi air, baik yang berasal dari luapan sungai
Maupun hujan
Dataran Tinggi Daerah Rawa Lebak Dataran Tinggi

Muka tanah dibawah NGL * Muka tanah dibawah NGL *

A A’

Sungai
posisi daerah rawa lebak

*) Natural Ground Level


Lahan rawa lebak terdapat di wilayah dataran rendah.

Skematik kedudukan lahan rawa lebak dalam suatu bentang bumi terkait dengan kawas
an hulu berupa pegunungan, sungai, dan dataran banjir sungai.

Sketsa potongan melintang (A - A’) daerah rawa lebak


Lanskap rawa lebak

Foto: Benyamin Lakitan


Lanskap rawa lebak

Foto: Benyamin Lakitan


Landskap Rawa Lebak

Foto: Benyamin Lakitan


Lebak Tengahan/dalam

Foto: Benyamin Lakitan


RAWA LEBAK:
HIDROLOGI BERBEDA

Tergenang di musim hujan, Padi – pengurangan air di


lama, dalam musim kemarau
PEMBENTUKAN TANAH
Faktor-faktor Pembentuk Tanah

T = f (i, o, b, t, w)

T = tanah
f = faktor/fungsi
i = iklim
o = organisme
b = bahan induk
t = topografi
w = waktu
Faktor pembentuk tanah

1. Iklim
Unsur-unsur iklim yang mempengaruhi proses pembentukan
tanah terutama ada dua, yaitu suhu dan curah hujan.
a. Suhu/Temperatur
Suhu akan berpengaruh terhadap proses pelapukan bahan induk.
Apabila suhu tinggi, maka proses pelapukan akan berlangsung
cepat sehingga pembentukan tanah akan cepat pula.
b. Curah hujan
Curah hujan akan berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan
pencucian tanah, sedangkan pencucian tanah yang cepat
menyebabkan tanah menjadi asam (pH tanah menjadi rendah).
Faktor pembentuk tanah
2. Organisme (Vegetasi, Jasad renik/mikroorganisme)
Organisme sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah
dalam hal:
a. Membuat proses pelapukan baik pelapukan organik maupun pelapuk-
an kimiawi.
b. Membantu proses pembentukan humus. Tumbuhan akan menghasil-
kan dan menyisakan daun-daunan dan ranting-ranting yg menumpuk
di permukaan tanah. Daun dan ranting itu akan membusuk dengan
bantuan jasad renik/mikroorganisme yang ada di dalam tanah.
c. Pengaruh jenis vegetasi terhadap sifat-sifat tanah sangat nyata terjadi
di daerah beriklim sedang seperti di Eropa dan Amerika. Vegetasi
hutan dapat membentuk tanah. Vegetasi hutan dapat membentuk
tanah hutan dengan warna merah, sedangkan vegetasi rumput
membentuk tanah berwarna hitam karena banyak kandungan bahan
organis yang berasal dari akar-akar dan sisa-sisa rumput.
d. Kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tanaman
berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah. Contoh, jenis cemara akan
memberi unsur-unsur kimia seperti Ca, Mg, dan K yang relatif rendah,
akibatnya tanah di bawah pohon cemara derajat keasamannya lebih
tinggi daripada tanah di bawah pohon jati.
Faktor pembentuk tanah

3. Bahan Induk

Bahan induk terdiri dari batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen (endapan),
dan batuan metamorf. Batuan induk itu akan hancur menjadi bahan induk,
kemudian akan mengalami pelapukan dan menjadi tanah.
Tanah yang terdapat di permukaan bumi sebagian memperlihatkan sifat (terutama
sifat kimia) yang sama dengan bahan induknya. Bahan induknya masih terlihat
misalnya tanah berstuktur pasir berasal dari bahan induk yang kandungan pasirnya
tinggi. Susunan kimia dan mineral bahan induk akan mempengaruhi intensitas
tingkat pelapukan dan vegetasi diatasnya. Bahan induk yang banyak mengandung
unsur Ca akan membentuk tanah dengan kadar ion Ca yang banyak pula sehingga
dapat menghindari pencucian asam silikat dan sebagian lagi dapat membentuk
tanah yang berwarna kelabu. Sebaliknya bahan induk yang kurang kandungan
kapurnya membentuk tanah yang warnanya lebih merah.

Bahan Induk tanah rawa: Aluvial dan Bahan Organik


Faktor pembentuk tanah

4. Topografi/Relief
Keadaan relief suatu daerah akan mempengaruhi:
a. Tebal atau tipisnya lapisan tanah
Daerah yang memiliki topografi miring dan berbukit lapisan tanahnya lebih tipis
karena tererosi, sedangkan daerah yang datar lapisan tanahnya tebal karena
terjadi sedimentasi.
b. Sistem drainase/pengaliran
Daerah yang drainasenya jelek seperti sering tergenang menyebabkan tanahnya
menjadi asam.

5. Waktu
Tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah, akibat pelapukan
dan pencucian yang terus menerus. Oleh karena itu tanah akan menjadi semakin
tua dan kurus. Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah habis
mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa.
Karena proses pembentukan tanah yang terus berjalan, maka induk tanah
berubah berturut-turut menjadi tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua.
PEMBENTUKAN TANAH RAWA

PENAMPANG MELINTANG

Aluvial gambut
Penampang Skematis Wilayah diantara Dua Sungai Besar di Lahan Rawa
(Subagyo, 1998 dalam Wahyunto, et al., 2005)
PEMBENTUKAN TANAH RAWA

T = f (i, o, b, t, w)

T = tanah Rawa
f = faktor/fungsi
i = iklim  curah hujan/dataran banjir
o = organisme  sedikit/terhambatbelum berkembang
b = bahan induk  bahan organik, alluvial/sedimen
t = topografi  Cekungan
w = waktu  muda
KLASIFIKASI TANAH RAWA

1. Tanah mineral rawa;


2. Tanah organik, tanah gambut
dan tanah bergambut;
3. Tanah mineral lahan kering.

Klasifikasi Tanah Rawa:


USDA: Ordo Entisol, Inceptisol dan Histosol
PPT/FAO : Aluvial, Organosol
Klasifikasi Tanah Rawa

• Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999), tanah mineral pada


lahan lebak termasuk dalam ordo Entisols dan Inceptisols.
• Oleh karena termasuk “tanah basah” (wetsoils), semuanya masuk
dalam subordo Aquents, dan Aquepts.
• Tanah-tanah mineral yang menempati lebak pematang, umumnya
termasuk Inceptisols basah, yakni (subgrup) Epiaquepts dan Endo
aquepts, dan sebagian Entisols basah yaitu Fluvaquents.
• Pada lebak tengahan, yang dominan adalah Entisols basah, yakni
Hydraquents dan Endoaquents, serta sebagian Inceptisols basah,
sebagai Endoaquepts. Kadang ditemukan gambut-dangkal, yakni
Haplosaprists.
• Pada wilayah lebak dalam yang air genangannya lebih dalam,
umumnya didominasi oleh Entisols basah, yakni Hydraquents dan
Endoaquents, serta sering dijumpai gambut dangkal (Histosol),
Haplohemists dan Haplosaprists.
KLASIFIKASI TANAH RAWA

1. Tanah Mineral Rawa

Tekstur halus, berwarna abu-abu, sering mengandung bahan organik yang tinggi (tanah
bergambut) dan terdapat lapisan organik dangkal sampai medium di bagian atas tanah.
Memiliki drainase yang buruk, dan sebelum reklamasi tanahnya mentah atau sebagian
matang pada 0,70 m lapisan atas serta mempunyai daya dukung tanah yang sangat rendah
walaupun proses reklamasi telah berlangsung cukup lama. Kesuburan tanahnya bervariasi
tetapi pada umumnya sedang sampai tinggi:

a. Tanah Salin
b. Lahan Endapan Marin Non Salin
c. Tanah Aluvial Non Marin
KLASIFIKASI TANAH RAWA
Tanah Salin

• Lahan ini langsung dipengaruhi oleh pasang surut air


laut, baik melalui sungai maupun pengaruh pasang
surut yang melebar ke arah depresi aluvium rawa.
• Secara garis besar intrusi air laut ini sangat bervariasi,
dapat hanya < 10 km dari garis pantai sampai
menjorok cukup jauh ke pedalaman (60 km), tergantun
g dari hidrotopografi lahan dan besar kecilnya
discharge dari sungai yang bermuara di laut tersebut, d
isamping besarnya amplitudo ayunan pasang surut.
• Tanah bersuasana payau sampai masin dengan tumbuh
an penutup berupa hutan bakau sampai nipah.
Tanahnya terdiri atas bahan endapan mineral
bersuasana marin dan/atau gambut pantai.
KLASIFIKASI TANAH RAWA

Lahan Endapan Marin Non Salin

• Lahan ini masih dipengaruhi oleh pasang surut tetapi tidak bersuasana
payau atau masin, meskipun suasana asin-payau masih terasa di aliran
sungai.
• Sewaktu pengisiannya dipengaruhi oleh air asin, sehingga tanahnya da
pat mengandung bahan sulfidik yang terutama pada tanah mineral
nya. Meliputi daerah belakang lahan yang masih aktif dipengaruhi air
asin, baik berupa jalur meander ataupun pengisian celah teras yang
teriris oleh aliran sungai/saluran drainase alami.
• Keberadaan bahan sulfidik dicirikan pula oleh vegetasi gelam atau
rerumputan yang toleran suasana masam.
KLASIFIKASI TANAH RAWA
Tanah Aluvial Non Marin

• Lahan yang jenuh air, baik musiman ataupun permanen


yang tidak dipengaruhi oleh air payau atau masin dan
pengisian daerah cekungan di antara perbukitan atau
dataran rendah dengan bahan pengisi berupa tanah
mineral atau gambut yang tidak mengandung bahan
sulfidik.
• Tanah ini dapat juga berupa tanah gumuk pasir di
pesisir pantai, atau dapat pula berupa teras tua yang
sudah cukup matang dan tidak terpengaruh pasang
surut. Demikian pula daerah rawa musiman yang hanya
tergenang dalam jangka waktu singkat di musim hujan
(2 – 3 bulan) yang dikenal dengan lahan rawa musiman
.
KLASIFIKIKASI TANAH RAWA

TANAH GAMBUT
LINGKUNGAN GAMBUT
(Sumber: Prof. Azwar Maas)

Alami Konversi
 Jenuh air (stagnan atau  Tidak jenuh air
bergerak) sampai tergenang  Suasana oksidatif
sepanjang tahun
 Bertambah masam
 Suasana reduktif  vegetasi
 Menjadi kering
adaptif
 Mengalami amblesan
 Penyimpanan air (storage)
 Retensi air sangat
 Pengendali banjir dan
kekeringan berkurang
 Di luar ambang kelayakan
 Terjadi siklus nutrisi secara
tertutup tanaman budidaya ataupun
tumbuhan adaptif
 Penyimpanan karbon 
Carbon Trade??  Terjadi ekstraksi nutrisi (oleh
tanaman atau terbawa air di
 Plasma nutfah tumbuhan  saluran drainasi
kayu sebagai bahan dasar
pembentuk gambut  Pelepasan karbon  peruraian
atau/dan kebakaran
 Lingkungan hidup bagi
hewan (ikan, buaya, orang  Keberhasilan tergantung dari
utan, bekantan, dll.) keseimbangan input dengan
output
Sangat Penting Konservasi Hutan Gambut Alami
TANAH GAMBUT

Gambut Topogenous

Adalah gambut yang dibentuk pada depresi topografi dan diendapkan


dari sisa tumbuhan yang hidupnya atau berkembangnya mengambil nutrisi
tanah mineral, dan nutrisi tersebut mengandung air yang berasal dari
humifikasi sisa-sisa tumbuhan yang semasa hidupnya tumbuhan dari
pengaruh air permukaan tanah sehingga kadar abunya dipengaruhi oleh
elemen yang terbawa oleh air permukaan tersebut (gambut ini disebut
sebagai gambut "eutrophic" atau gambut kaya bahan nutrisi).
TANAH GAMBUT
Gambut Ombrogenous

Adalah gambut yang dibentuk dalam lingkungan


pengendapan dimana tumbuhan pembentuk semasa
hidupnya hanya tumbuh dari air hujan, sehingga kadar
abunya adalah asli (inherent) dari tumbuhan itu sendiri
(gambut ini disebut sebagai gambut "oligotrophic" atau
gambut miskin bahan nutrisi). Selama pembentukan
gambut ombrogenous masihberlanjut, biasanya nutrisi
akan terlepas atau hilang secara berangsurangsur,
sehingga tumbuhannya menjadi kurang subur atau
kurang lebat pertumbuhan daripada kondisi sebelumnya.
TIPOLOGI DAN KARAKTERISTIK LAHAN RAWA

Lahan Potensial : Merupakan lahan yang lapisan atasnya 0 - 50 cm,


mempunyai kadar pirit 2%, dan belum mengalami proses oksidasi,
dengan demikian hal ini memiliki resiko atau kendala kecil untuk
pengusahaan tanaman.
Lahan Sulfat Masam : Merupakan lahan yang tanahnya memiliki
lapisan pirit atau sulfidik pada kedalaman < 50 cm dan semua tanah
yang memiliki horison sulfurik, walau kedalaman lapisan piritnya
> 50 cm. Lahan sulfat masam dibedakan atas:
- Lahan sulfat masam aktual menunjukkan adanya lapisan sulfurik
- Lahan sulfat masam potensial yang tidak/belum mengalami proses
oksidasi pirit.
Lahan Gambut : Merupakan lahan rawa yang mempunyai lapisan
gambut dari berbagai ketebalan, yaitu mulai dari dangkal/tipis (50 -
100 cm), sedang (100 - 200 cm), dalam/tebal (200 - 300 cm), sampai
dengan sangat dalam/tebal (> 300 cm). Lahan dengan lapisan
gambut tipis < 50 cm disebut lahan bergambut (peaty soil).
Lahan Salin : Merupakan lahan pasang-surut payau/salin. Bila lahan
ini mendapat intrusi atau pengaruh air laut lebih dari 4 bulan dalam
setahun dan kandungan Na dalam larutan 8-15%, lahan ini disebut
lahan salin.
TANTANGAN

• Permasalahan utama di lahan rawa adalah keberadaan gambut


dan sulfat masam potensial, keduanya stabil pada suasana
reduktif (kondisi alami hutan rawa).
• Pengalihfungsian rawa untuk produksi biomassa yang dibudi-
dayakan melalui pembukaan lahan dan saluran drainasi dapat
menyebabkan perubahan suasana reduktif ke arah oksidatif
yang disertai oleh pemasaman tanah.
PEMBENTUKAN DAN OKSIDASI PIRIT

SO42- + 1 OH+ + 8e H2S + H2O


H2S S + 2H+ + 2e
2FeOOH + 3H2S 2FeS + S + 4H2O dan H2S + Fe2+
FeS + S FeS2 FeS + 2H+

Pembentukan SO42- dan H2SO4/ cat clay (oksidasi pyrite)


4FeS2 + 6H2O + 15O2 4FeSO4(OH) + 4H2SO4
3FeSO4(OH) + 4H2O Fe3 (SO4)2 (OH)5 . 2H2O + H2SO4
4FeS2 + 10H2O + 15O2 FeSO4(OH) + Fe3(SO4)2 (OH)5 . 2H2O + 5H2SO
S2 (el) + 8H2O 16H+ + 2SO42- + 12e

PH turun sampai < 3,5


DAMPAK PENURUNAN pH PADA TANAMAN

1) Kerusakan sel tanaman secara langsung akibat


peningkatan ion H +
2) Penurunan konsentrasi kation Ca, Mg dan K
3) Terhambatnya pertumbuhan akar serta serapan air
dan nutrisi.
4) Penurunan ketersediaan P (fiksasi P)
5) Meningkatnya konsentrasi mikro nutrien yang bersifat
toksik bagi tanaman (Fe, Al, Cu,).
6) Menghambat aktivitas Mycorrhiza, Fiksasi Nitrogen
Mengenal adanya pirit dalam tanah
Pirit di dalam tanah dapat ditandai dengan:
1) Adanya rumput purun atau rumput bulu babi, menunjukkan
ada pirit di dalam tanah yang telah mengalami kekeringan
dan menimbulkan zat besi dan asam belerang.
2) Bongkah tanah berbecak kuning jerami ditanggul saluran
atau jalan, menunjuk kan adanya pirit yang berubah warna
menjadi kuning setelah terkena udara.
3) Adanya sisa-sisa kulit atau ranting kayu yang hitam seperti
arang dalam tanah. Biasanya di sekitamya ada becak
kuning jerami.
4) Tanah berbau busuk (seperti telur yang busuk), maka zat
asam belerangnya banyak. Air di tanah tersebut harus
dibuang dengan membuat saluran cacing dan diganti
dengan air baru dari air hujan atau saluran.
Pyrite Oxidation...
Jerosite...
SURVEI TANAH PERTANIAN
Tahapan Survei tanah Pertanian:

1. Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahap studi pustaka, yaitu meneliti dan mengkaji
pustaka yang telah ada tentang keadaan tanah didaerah tersebut, dengan demikia
na gambaran kasar tentang daerah yang akan diteliti telah di dapat. Dalam tahap
an ini berbagai data perlu diteliti terutama: Peta topografi dan/atau Peta Hidroto-
pografi, Peta Geologi, Iklim dan Hidrologi, Pola Drainase, Penggunaan Tanah, dan
Tata Guna Hutan Kesepakatan, Penduduk dan sarana angkutan atau Komunikasi,
dlll.
2. Survei Pendahuluan
Survai pendahuluan bertujuan mempersiapkan suvey utama yang akan dilakukan
di lokasi survai. Selain menyiapkan segi-segi administrasi, survai pendahuluan ber
tujuan untuk melakukan orientasi di daerah survai untuk memperoleh gambaran
menyeluruh tentang kondisi lapangan dan identifikasi problema-problema yang
mungkin didapat.
3. Survei Utama
Jenis Peta Skala Satuan Peta
Detil 1 : 5000 – Seri tanah (macam tanah, tekstur/tingkat ke
1 : 25.000 matangan Bahan organik, drainase, hidroto-
fografi, lereng)

Semi Detil 1 : 25.000 – Rupa (macam tanah, tekstur/tingkat kematan


1 : 100.000 gan Bahan organik, drainase, hidrotofografi,
bentuk wilayah

Tinjau 1 : 100.000 – Macam tanah, bentuk wilayah, fisiografi/


1 : 250.000 bahan induk

Eksplorasi 1 : 1.000.000 – Jenis tanah, bentuk wilayah, bahan induk


1 : 2.500.000

Bagan < 1 : 2.500.000 Jenis tanah atau order


SURVEI TANAH PERTANIAN

1. Pengeboran Tanah
• Survei tanah prinsipnya mengikuti jalur sebagaimana survei topografi,
jika dibutuhkan survei diluar jalur survei makan posisinya dapat direk
am dgn GPS
• Kerapatan pengamatan 1 per 25 – 250 ha
• Pengeboran dilakukan pada kedalaman 1, m pada tanah mineral dan
3 m pada tanah gambut. Pengamatan mengikuti standar praktis surv
ei tanah seperti:
• tekstur, struktur, karatan (mottling) dan tingkat kematangan tanah
• ketebalan lapisan gambut dan tingkat kematangannya
• Kedalaman lapisan pirit dengan mengunakan larutan hidrogen per
oksida (H2O2), perhatikan buih dan bau belerang
• Kedalaman muka air tanah dan banjir
• Kandungan pH dan Fe2+ pada air tanah menggunakan kertas peng
ukur
• Penggunaan lahan di sekitar pengeboran.
B Q
 0
t x

SURVEI TANAH PERTANIAN

2. Profil Tanah dan Analisis Laboratorium


• Pada masing-masing satuan lahan utama digali profil tanah un
tuk pengamatan lebih lanjut, dengan kerapatan 1 per 2.500 ha.
Sampel tanah di ambil dari lapisan tanah pengamatan (kira-kir
a 4 lapisan) untuk analisis laboratorium.
• Analisis Laboratorium untuk tanah mineral termasuk :
– kandungan air pada kapasitas lapang
– Analisis standar tanah mineral termasuk kandungan SO2
– Slow oxidation test untuk menentukan kedalaman lapisan suldat mas
am
– Klasifikasi tanah menurut PPT
– Kerapatan isi lapisan atas (0 - 30 cm) dan lapisan bawah (> 30 cm), u
ntuk indikasi kematangan tanah.
• Analisis laboratorium tanah gambut :
– Total kandungan abu
– Kandungan mineral abu termasuk P, K, Ca and Mg.
PEMBORAN TANAH

PROFIL TANAH
B Q
 0
t x

SURVEI TANAH PERTANIAN

3. Penggunaan Lahan
• Untuk areal alami tipe vegetasi dan spesies dominan dica
tat
• Untuk areal pengembangan klasifikasi penggunaan lahan
disarankan sbb :
– Sawah
– Kebun tanaman keras ( jenis)
– Sawah/kebun (campur)
– Lahan Pekarangan
– Semak/Rumput (tinggi < 2 m)
– Belukar (tinggi > 2 m)
– Lain-lain
SURVEI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
Assesmen dilakukan dari data statistik dan dari wawancara dan nara sumber atau oranglok
al. Untuk areal yang baru dikembangkan difokuskan pada ketersediaan lahan utnuk meng
etahui nilai ekonomi dan aktivitas yang dibutuhkan. Untuk jaringan eksisting, survei bertuj
uan utk mengetahui kegiatan pertanian saat ini dan crop budget dan perubahan yang terj
adi sejak penempatan dan alasannya.
• Pengumpulan data statistik tentang pupulasi, penggunaan lahandan fasilitas dll (BPS,
PODES)
• Verifikasi nama, lokasi, batas dan ukuran lahan baik utk transmigran maupun lokal
• Wawancara dengan pemda, kepala desa dan sumber lainnya. Utk survei detil sampel a
cak sekitar 3% dari total populasi dari area yang disurvei.
• Inventarisasi kegiatan ekonomi dengan costs and benefits.
• Penilaian ketersediaan buruh, suplai dan fasilitas pasar, transportasi dan jaringan distrib
usi.
• Inventarisasi kepemilikan lahan, konsesi lahan dan aspek legal lahan lainnya.
• Untuk Jaringan Eksisting:
– Inventarisasi organisasi petani dan area kerja staf lapangan (Pengamat, Juru Pengairan, PPL,
etc.).
– Inventarisasi data agronomi: pola tanam, varitas, saprodi, HPT, dan crop budgets.
– Deskripsi dan peta tipikal unit tersier, yang menggambarkan lokasi saluran, bangunan air, peru
mahan dan lahan usaha, jalan dan jalan usaha tani dll.
– Penyiapan peta yang menunjukkan tata letak pemukiman, jalan penghubung, areal budidaya u
ntuk musim hujan dan kemarau dengan skala 1 : 20.000.
Survei Reconnaissance Desain detil

Survei Tanah Pertanian


Pengeboran tanah sampai 1.20 m 1 per 250 ha 1 per 1 to 25 ha
Profil Tanah 1 per 2500 ha 1 per 10 bor
Contoh Tanah untuk analisis Lab 4 sampel per profil 4 sample per profil

Survei Kehutanan dan SD Alam


Inventori hutan Di areal alami Di areal alami
Survei flora dan fauna Di areal alami Di areal alami

Survei Sosial Ekonomi


Data Statistik dari Lokasi Lokal Ya Ya
Wawancara dengan nara sumber Ya Ya
Wawancara dengan pemilik lahan Tidak di Perlukan Mewakili (1 per kepemilikan)

Penilaian Infrastruktur Eksisting


Inventarisasi Ya Ya
Inspeksi kondisi saat ini Perkiraan Detil
TANTANGAN PENGEMBANGAN LAHAN
RAWA LEBAK UNTUK PERTANIAN
1. Kendala fisik; meliputi genangan air dimusim hujan dan
kering di kemarau, tingginya kemasaman tanah (pH tanah
rendah), adanya zat beracun Al dan Fe, serta rendah dan
beragamnya tingkat kesuburan tanah.
2. Kendala biologis; yang umum ditemukan di lahan rawa
adalah hama penyakit dan gulma,
3. Kendala sosial ekonomi; petani di lahan rawa lebak yang
rata-rata berpendidikan rendah dan masih kuat menganut
adat/budaya bertani tradisional, terbatasnya tenaga kerja
dan permodalan atau agroinput; merupakan kendala utama
untuk mengembangkan sistem usahatani yang intensif.
Keterbatasan sarana penunjang serta keterampilan dan kem
ampuan personalia kelembagaan teknis dan ekonomis men
gakibatkan kelembagaan yang telah dibentuk (lembaga
penyuluh, KUD, kelompok tani, lembaga pemasaran, dan
lembaga perkreditan) tidak seluruhnya dapat melaksanakan
fungsi sesuai yang diharapkan.
faktor yang perlu diperhatikan dalam rangka pengembangan
lahan rawa

Menurut Ditjen tanaman pangan Serealia Kemtan:

1. Pola hidrologi yang berkaitan dengan pola hujan dan lama


genangan air untuk mengatur waktu tanam yang tepat dan pola
tanam setahun;
2. Pemilihan dan penerapan varietas padi yang memiliki adaptasi
terhadap kecepatan kenaikan air maupun pengurangan air/
kekeringan;
3. Jenis varietas padi yang memiliki ketahanan terhadap genangan
air pada waktu pembibitan/persemaian ataupun ketahanan
pertanaman padi terhadap kekeringan;
4. Penataan lahan dengan peningkatan produktivitas lahan maupun
kesuburan lahan;
5. Pengembangan sarana dan prasarana seperti jalan usahatani,
pompa air dan hand traktor;
6. Percontohan sekolah lapang pengelolaan lahan lebak;
7. Koordinasi kerja dengan instansi terkait dan stakeholder;
8. Sosialisasi dan pengawalan serta pembinaan yang terus-menerus.
Potensi Rawa Lebak untuk budidaya

Kata Kunci: Pengelolaan Adaptif

1. Padi-padi/palawija untuk Rawa Lebak


Dangkal/pematang
2. Padi untuk lebak tengahan
3. Lindung untuk lebak dalambudidaya
adaptif: Keramba, itik, kerbau rawa
Budidaya di lebak dangkal/pematang dan tengahan
Budidaya Lebak dangkal/pematang
Budidaya adaptif Lebak dalam
(Lindung)
Budidaya adaptif Lebak dalam
(Lindung)
Budidaya adaptif Lebak dalam
(Lindung)
Lindung: Fungsi Ekologis ‘PARKIR AIR’

Foto: Benyamin lakitan


TERIMA KASIH

Foto: Benyamin lakitan


Contoh Irigasi Rawa Lebak

Anda mungkin juga menyukai