Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari pubertas ke dewasa atau suatu proses
tumbuh ke arah kematangan yang mencakupkematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.
Masa pubertas adalah salah satu tahap perkembangan yang ditandai dengan kematangan
organ seksual dan tercapainya kemampuan untuk bereproduksi, dimana salahsatu ciri dari
tanda pubertas seorang perempuan yaitu dengan terjadinya menstruasi pertama (menarche).
Menstruasi atau haid adalah perdarahan vagina secara berkala akibat terlepasnya lapisan
endometrium uterus (Janiwarty dan Pieter, 2013).

Pada umumnya wanita merasakan keluhan berupa nyeri atau kram perut menjelang haid
yang dapat berlangsung hingga 2-3 hari, dimulai sehari sebelum mulai haid. Nyeri perut saat
haid (dismenorea) yang dirasakan setiap wanita berbeda-beda, ada yang sedikit terganggu
namun ada pula yang sangat terganggu hingga tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari
dan membuatnya harus istirahat bahkan terpaksa absen dari sekolah/pekerjaan. Dismenorea
didefinisikan sebagai nyeri uterus yang bersifat siklik yang terjadi sebelum atau selama
menstruasi (Andriyani,2013).

Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 di antara 6 penduduk dunia adalah remaja.
Sebanyak 85% di antaranya hidup di Negara berkembang (Kusmiran, 2012). Berdasarkan
kriteria WHO umur remaja berkisar antara 10-19 tahun. Angka kejadian nyeri menstruasi di
dunia cukup besar, rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap Negara mengalami nyeri
menstruasi. Di Amerika angka prosentasenya sekitar 60%, di Swedia sekitar 72%, sementara
di Indonesia sendiri mencapai 55% (Proverawati dan Misaroh, 2009). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Wong dan Khoo di Malaysia ditemukan sebanyak 74,5% dari gadis-
gadis yang telah mencapai menarche mengalami dismenore. Sedangkan menurut penelitian
yang dilakukan oleh Kumbhar et al di India dari 183 remaja usia 14-19 tahun ditemukan
sebanyak 119 atau 65% remaja mengalami dismenore.
Menarche merupakan tanda awal masuknya seorang perempuan dalam masa reproduksi.
Rata-rata usia menarche pada umumnya adalah 12,4 tahun. Menarche dapat terjadi lebih awal
pada usia 9-10 tahun atau lebih lambat pada usia 17 tahun. Hasil Riskesdas menunjukkan
bahwa berdasarkan laporan responden yang sudah mengalami haid, rata-rata usia menarche
di Indonesia adalah 13 tahun (20,0%) dengan kejadian lebih awal pada usia kurang dari 9
tahun dan ada yang lebih lambat sampai 20 tahun serta 7,9% tidak menjawab/lupa. Terdapat
7,8% yang melaporkan belum haid. Secara nasional rata-rata usia menarche 13-14 tahun
terjadi pada 37,5% anak Indonesia (Riset Kesehatan Dasar, 2010).

Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia
yaitu sebesar 237.641.326 jiwa, dan 63,4 juta atau 27% di antaranya adalah remaja umur 10-
24 tahun (Sensus Penduduk,2010). Berdasarkan data dari National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES), umur rata-rata menarche (menstruasi pertama) pada anak
remaja di Indonesia yaitu 12,5 tahun dengan kisaran 9-14 tahun.
Di Indonesia angka kejadian dismenore tipe primer adalah sekitar 54,89 sedangkan
sisanya penderita dengan dismenore sekunder. Dismenore terjadi pada remaja dengan
prevalensi berkisar antara 43% hingga 93%, dimana sekitar 74-80% remaja mengalami
dismenore ringan, sementara angka kejadian endometriosis pada remaja dengan nyeri
pangguldiperkirakan 25-38%, sedangkan pada remaja yang tidak memberikanrespon positif
terhadap penanganan untuk nyeri haid, endometriosis ditemukan pada 67% kasus di
laparoskopi (Hestiantoro dkk, 2012).

Meskipun dismenore banyak dialami oleh perempuan yang menstruasi, tetapi banyak
pula dari mereka yang sering mengabaikan nyeri tersebut tanpa melakukan upaya
penanganan yang tepat, kondisi seperti ini bisa saja membahayakan kesehatan mereka sendiri
apabila dibiarkan begitu saja karena nyeri tersebut bisa saja merupakan gejala
endometriosisatau penyakit dismenore sekunder lainnya, padahal masih banyak cara yang
bisa mereka lakukan untuk mengurangi nyeri tersebut.

Mereka mengatakan keadaan ini mengganggu konsentrasi belajar di kelas dan membuat
malas untuk melakukan aktifitas. Menurut keterangan yang didapat dari guru BK, rata-rata
siswi yang mengalami dismenore mengeluh sakit perut disertai pusing, lemas dan bahkan ada
beberapa siswi yang sampai pingsan ketika benar-benar tidak kuat menahan rasa sakit
tersebut, ada pula yang terpaksa tidak bisa masuk sekolah dan izin untuk pulang karena
dismenore.

Pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya menyampaikan pesan-pesan kesehatan


kepada masyarakat supaya masyarakat mau berperilaku hidup sehat dan membawa
perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan yang dihasilkan melalui pemberian pendidikan
kesehatan dipengaruhi oleh pengetahuan. Pengetahuan sendiri dipengaruhi oleh faktor
pendidikan, bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas
pula pengetahuannya (Wawan dan Dewi,2011).
Pendidikan kesehatan diharapkan bisa membantu meningkatkan pengetahuan dan sikap
remaja dalam menangani dismenore untuk mencegah terjadinya nyeri yang berkepanjangan
dan tentunya bermanfaat sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan kualitas
kesehatan mereka sendiri. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
meneliti tentang pengaruh relaksasi terhadap penurunan nyeri haid (Dismenore) pada remaja
putri di SMA Tri Dharma Kosgoro Dompu.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkaan latar belakang diatas maka penliti merumuskan masalah yaitu adakah
Pengaruh Relaksasi terhadap penurunan Nyeri Haid (dismenorhea) Pada Remaja Putri Di
SMA Kosgoro Dompu?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :

a.Untuk mengetahui adakah Pengaruh relaksasi terhadap penurunan Nyeri Haid


(dismenorhea) Terhadap Remaja Putrii Di SMA Kosgoro Dompu

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui intensitas nyeri sebelum diberikan relaksasi.

b. Untuk mengetahui intensitas nyeri sesudah diberikan relaksasi.

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi IPTEK

Dapat dijadikan bahan penelitian lebih lanjut sebagai dasar untuk lebih memantapkan
dan memberi informasi adanya hubungan pengaruh nyeri haid (dismenorhea) terhadap
aktifitas sehari-hari pada remaja perempuan.

b. Bagi Institusi( Fakultas Ilmu Kesehatan )

Bagi dunia pendidikan keperawatan khususnya institusi Prodi SI Keperawatan


Fakultas Ilmu Kesehatan Stikes Yahya Bima untuk pengembangan ilmu dan teori
keperawatan.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti
tentang pengaruh nyeri haid (dismenorhea) terhadap aktifitas sehari-hari pada remaja
perempuan, sekaligus sebagai bahan masukan atau sumber data penelitian selanjutnya dan
mendorong pihak yang berkepentingan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

E. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan atau informasi pada remaja
perempuan tentang hal-hal yang perlu dilakukan dalam menghadapi nyeri haid(dismenorhea)
sehingga tidak terlalu mengganggu pada aktifitas sehari-hari mereka.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Dismenore
Dismenore atau nyeri haid merupakan suatu rasa tidak enak di perut bawah sebelum
dan selama menstruasi dan sering kali disertai rasa mual (Sastrawinata, 2008). Dismenorea
adalah nyeri haid yang sedemikian hebatnya sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan
meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa
hari (Simanjuntak, 2008).

B. Klasifikasi Dismenore
Nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya kelainan yang
dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri, nyeri haid dapat dibagi menjadi 2 dismenore
spasmodik dan dismenore kongestif (Hendrik, 2006).

a. Nyeri Spasmodik
Nyeri spasmodik terasa dibagian bawah perut dan berawal sebelum masa haid atau
segera setelah masa haid mulai. Banyak perempuan terpaksa harus berbaring karena
terlalu menderita nyeri itu sehingga tidak dapat mengerjakan sesuatu. Ada diantara mereka
yang pingsan, merasa sangat mual, bahkan ada yang benar-benar muntah. Kebanyakan
penderitanya adalah perempuan muda walaupun dijumpai pula pada kalangan yang
berusia 40 tahun ke atas. Dismenore spasmodik dapat diobati atau paling tidak dikurangi
dengan lahirnya bayi pertama walaupun banyak pula perempuan yang tidak mengalami
hal seperti itu.
b. Nyeri Kongestif
Penderita dismenore kongestif biasanya akan tahu sejak berhari-hari sebelumnya
bahwa masa haidnya akan segera tiba. Penderita mungkin akan mengalami pegal, sakit
pada buah dada, perut kembung tidak menentu, beha terasa terlalu ketat, sakit kepala, sakit
punggung, pegal pada paha, merasa lelah atau sulit dipahami, mudah tersinggung,
kehilangan keseimbangan, menjadi ceroboh, terganggu tidur, atau muncul memar di paha
dan lengan atas. Semua itu merupakan gejala yang berlangsung antara 2 dan 3 hari sampai
kurang dari 2 minggu. Proses menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika
sudah berlangsung. Bahkan setelah hari pertama masa haid, orang yang menderita
dismenore kongestif akan merasa lebih baik.
Sedangkan berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab yang dapat diamati, nyeri
haid dapat dibagi menjadi, dismenore primer dan dismenore sekunder (Morgan & Hamilton,
2009).
a. Dismenore Primer
Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12
bulan atau lebih. Siklus-siklus haid pada bulan-bulan pertama setelah menarcheyang tidak
disertai rasa nyeri. Rasanyeri tidak timbul lama sebelumnya atau bersama dengan
permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus
dapat berlangsung beberapa hari. Dismenore primer sering dimulai pada waktu
mendapatkan haid pertama dan sering bersamaan rasa mual, muntah, dan diare.
Dinamakan dismenore primer karena rasa nyeri timbul tanpa ada sebab yang dapat
dikenali. Nyeri haid primer hampir selalu hilang sesudah perempuan itu melahirkan anak
pertama. Dismenore primer biasanya dimulai 6 bulan hingga 1 tahun setelah seorang gadis
mendapatkan menstruasi pertamanya. Ini adalah waktu ketika sel telur mulai matang
setiap bulan dalam ovarium. Pematangan sel telur disebut ovulasi. Dismenore tidak ada
pada siklus jika ovulasi belum terjadi. Dismenore primer jarang terjadi setalah usia 20
tahun (Hendrik, 2006).
Dismenore primer (disebut juga dismenore idiopatik, esensial, intrinsik) adalah
nyeri menstruasi tanpa kelainan organ reproduksi (tanpa kelainan ginekologik). Terjadi
sejak menarche dan tidak terdapat kelainan pada alat kandungan (Proverawati & Maisaroh
: 2009). Dismenore primer timbul sejak haid pertama dan akan pulih sendiri dengan
berjalannya waktu. Tepatnya saat lebih stabilnya hormon tubuh atau perubahan posisi
rahim setelah menikah dan melahirkan (Hendrik,2006).
b. Dismenore Sekunder
Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disertai kelainan anatomis genitalis
(Manuaba, et.al., 2009).

C. Gejala Dismenore
Menurut Maulana (2009), gejala dan tanda dari dismenore adalah nyeri pada bagian
bawah yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai
kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada. Biasanya nyeri
mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi, serta mencapai puncaknya dalam 24
jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Dismenore juga sering disertai oleh sakit kepala,
mual, sembelit, diare dan sering berkemih. Kadang terjadi sampai muntah.Dismenore primer
muncul berupa serangan ringan, kram pada bagian tengah, bersifat spasmodik yang dapat
menyebar ke punggung atau paha bagian dalam. Umumnya ketidaknyamanan muncul 1-2
hari sebelum haid. Namun nyeri paling hebat muncul pada hari pertama haid. Dismenore
kerap disertai efek seperti muntah, diare, sakit kepala, nyeri kaki, dan sinkop (Morgan &
Hamilton, 2009).

D. Etiologi Dismenore Primer


Dismenore primer terjadi akibat endometrium mengalami peningkatan prostaglandin
dalam jumlah tinggi. Di bawah pengaruh progesteron selama fase luteal haid, endometrium
yang mengandung prostaglandin meningkat mencapai tingkat maksimum pada awal masa
haid. Prostaglandin menyebabkan kontraksi myometrium yang kuat dan mampu
menyempitkan pembuluh darah mengakibatkan iskemia, disintegrasi endometrium dan nyeri
(Morgan & Hamilton, 2009). Prostaglandin F2 alfa adalah suatu perangsang kuat kontraksi
otot polos myometrium dan konstriksi pembuluh darah uterus. Hal ini memperparah hipoksia
uterus yang secara normal terjadi pada haid sehingga timbul nyeri berat (Corwin, 2009).
Selain itu, kejadian dismenore primer juga dapat dipicu oleh faktor psikogenik yaitu stress
emosional dan ketegangan, kurang vitamin, atau rendahnya kadar gula (Dianawati, 2003).

E. Patofisiologi Dismenore Primer


Pada dasarnya dismenorea primer memang berhubungan dengan prostaglandin
endometrial dan leukotrien. Setelah terjadi proses ovulasi sebagai respons peningkatan
produksi progesteron (Guyton &Hall, 2007). Asam lemak akan meningkat dalam fosfolipid
membran sel. Kemudian asam arakidonat dan asam lemak omega lainnya dilepaskan dan
memulai suatu aliran mekanisme prostaglandin dan leukotrien dalam uterus. Kemudian
berakibat pada termediasinya respons inflamasi, tegang saat menstruasi (menstrual cramps),
dan molimina menstruasi lainnya (Hillard, 2006). Hasil metabolisme asam arakidonat adalah
prostaglandin (PG) F2-alfa, yang merupakan suatu siklooksigenase (COX) yang
mengakibatkan hipertonus dan vasokonstriksi pada miometrium sehingga terjadi iskemia dan
nyeri menstruasi. Selain (PG) F2-alfa juga terdapat PGE-2 yang menyebabkan dismenorea
primer. Peningkatan level PGF2-alfa dan PGE-2 jelas akan meningkatkan rasa nyeri pada
dismenorea primer juga (Hillard, 2006).

Selanjutnya, peran leukotrien dalam terjadinya dismenorea primer adalah


meningkatkan sensitivitas serabut saraf nyeri uterus (Hillard, 2006). Peningkatan leukotrien
tidak hanya pada remaja putri tetapi juga ditemukan pada wanita dewasa. Namun peranan
prostaglandin dan leukotrien ini memang belum dapat dijelaskan secara detail dan memang
memerlukan penelitian lebih lanjut. Dismenore primer juga bisa diakibatkan oleh adanya
tekanan atau faktor kejiwaan selain adanya peranan hormon leukotrien dan prostaglandin.
Stres atau tekanan jiwa bisa meningkatkan kadar vasopresin dan katekolamin yang berakibat
pada vasokonstriksi kemudian iskemia pada sel (Hillard, 2006). Adanya pelepasan mediator
seperti bradikinin, prostagandin dan substansi p, akan merangsang saraf simpatis sehingga
menyebabkan vasokonstriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan
berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah, mengurangi
aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman
impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak akan dipersepsikan sebagai nyeri.

F. Faktor Penyebab dan Faktor Resiko


Menurut Prawiroharjo (2007) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
dismenore antara lain:

a. Faktor Kejiwaan
Kondisi kejiwaan yang tidak stabil pada wanita akan mengaktivasi hipotalamus
yang selanjutnya mengendalikan dua sistim neuroendokrin, yaitu sistim simpatis dan
sistim korteks adrenal. Paparan ketidakstabilan kondisi emosional ini akan meningkatkan
hormone adrenalin, tiroksin dan kortisol yang berpengaruh secara signifikan pada
homeostatis. Hal inilah yang menyebabkan vasokonstriksi pada daerah yang terkena nyeri
sehingga menimbulkan efek penekanan pembuluh darah, pengurangan aliran darah dan
peningkatan kecepatan metabolisme. Efek-efek yang terjadi inilah yang akan membuat
iskemi pada sel.
b. Faktor Konstitusi
Faktor konstitusi berhubungan dengan faktor kejiwaan sebagai penyebab timbulnya
dismenore primer yang dapat menurunkan ketahanan seseorang terhadap nyeri. Faktor ini
antara lain:
1.) Anemia
Pada penderita anemia, kemampuan darah untuk mengangkut oksigen berkurang.
Hal ini akan menyebabkan gangguan pada pertumbuhan sel. Hal ini menyebabkan
kerusakan jaringan atau disfungsi jaringan.
2) Penyakit menahun
Penyakit menahun yang diderita seorang perempuan akan menyebabkan tubuh
kehilangan terhadap suatu penyakit atau terhadap rasa nyeri. Penyakit yang termasuk
penyakit menahun dalam hal ini adalah asma dan migrain.
c. Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis
Pada faktor ini menyebabkan aliran darah menstruasi tidak lancer sehingga otot-otot
uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk melainkan kelainan tersebut.
d. Faktor Endokrin
Kejang pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi yang berlebihan. Hal ini
disebabkan karena endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin F2-α yang
menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2-α berlebih akan
dilepaskan dalam peredaran darah, maka selain dismenore dijumpai pula efek umum,
seperti diare, nausea, dan muntah.
e. Faktor Alergi
Teori ini dikemukakan setelah adanya asosiasi antara dismenore primer dengan
urtikaria, migren atau asma bronkial. Smith menduga bahwa sebab alergi ialah toksin haid.
Menurut Smeltzer & Bare (2002), faktor resiko terjadinya disminore primer adalah:
a. Menarche pada usia lebih awal
Menarche pada usia lebih awal menyebabkan alat-alat reproduksi belum berfungsi
secara optimal dan belum siap mengalami perubahan-perubahan sehingga timbul nyeri
ketika menstruasi.
b. Belum pernah hamil dan melahirkan
Perempuan yang hamil biasanya terjadi alergi yang berhubungan dengan saraf yang
menyebabkan adrenalin mengalami penurunan, serta menyebabkan leher rahim melebar
sehingga sensasi nyeri haid berkurang bahkan hilang.
c. Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari)
Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari), menstruasi menimbulkan adanya
kontraksi uterus, terjadi lebih lama mengakibatkan uterus lebih sering berkontraksi dan
semakin banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Produksi prostaglandin yang berlebihan
menimbulkan rasa nyeri, sedangkan kontraksi uterus yang terus-menerus menyebabkan
suplai darah ke uterus terhenti dan terjadi dismenore.
d. Umur
Perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi maka leher rahim
bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian dismenore jarang ditemukan. Sedangkan
menurut Hendrik(2006), wanita yang mempunyai resiko menderita dismenore primer
adalah:
a. Mengkomsumsi alkohol Alkohol
merupakan racun bagi tubuh dan hati bertanggungjawab terhadap penghancur
estrogen untuk disekresi oleh tubuh. Fungsi hati terganggu karena adanya komsumsi
alkohol yang terus menerus, maka estrogen tidak bisa disekresi dari tubuh, akibatnya
estrogen dalam tubuh meningkat dan dapat menimbulkan gangguan pada pelvis.
b. Perokok
Merokok dapat meningkatkan lamanya mensruasi dan meningkatkan lamanya
dismenore.
c.Tidak pernah berolah raga
Kejadian dismenore akan meningkat dengan kurangnya aktifitas selam menstruasi
dan kurangnya olah raga, hal ini dapat menyebabkan sirkulasi darah dan oksigen menurun.
Dampak pada uterus adalah aliran darah dan sirkulasi oksigen pun berkurang dan
menyebabkan nyeri.
d. Stres
Stres menimbulkan penekanan sensasi saraf-saraf pinggul dan otot-otot punggung bawah
sehingga menyebabkan dismenore. Karakteristik dan faktor yang berkaitan dengan dismenore
primer (Morgan &Hamilton, 2009) adalah sebagai berikut :
a.Dismenore primer umumnya dimulai 1-3 tahun setelah haid.
b. Kasus ini bertambah berat setelah beberapa tahun sampai usia 23-27 tahun, lalu mulai mereda.
c. Umumnya terjadi pada wanita nulipara.
d. Dismenore primer lebih sering terjadi pada wanita obesitas.
e. Kejadian ini berkaitan dengan aliran haid yang lama.
f. Jarang terjadi pada atlet.
g. Jarang terjadi pada wanita yang memiliki status haid tidak teratur.

7. Derajat Dismenore
Setiap menstruasi menyebabkan rasa nyeri, terutama pada awal menstruasi namun
dengan kadar nyeri yang berbeda-beda. Dismenore secara siklik dibagi menjadi tiga tingkat
keparahan Menurut Manuaba, et.al.(2009), dismenore dibagi 3 yaitu:
a. Dismenore Ringan
Dismenore yang berlangsung beberapa saat dan dapat melanjutkan kerja sehari-hari.
b. Dismenore Sedang
Pada dismenore sedang ini penderita memerlukan obat penghilang rasa nyeri, tanpa perlu
meninggalkan kerjanya.
c. Dismenore Berat Dismenore
berat membutuhkan penderita untuk istirahat beberapa hari dan dapat disertai sakit
kepala, kemeng pinggang, diare dan rasa tertekan. Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam
beberapa golongan berdasarkan pada sifat, tempat, berat ringannya dan waktu lamanya serangan.
Menurut klasifikasi ini, nyeri dismenore termasuk ke dalam jenis deep pain (nyeri dalam) karena
terjadi pada organ tubuh viseral yaitu pada saluran reproduksi (Asmadi, 2008).
Sementara itu menurut Potter& Perry(2006), karakteristik yang paling subyektif pada
nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien sering kali diminta untuk
mendeskripsikan nyeri sebagai nyeri ringan, sedang atau berat. Skala deskriptif merupakan alat
pengukuran tingkat keparahan yang lebih obyektif.
Skala pendeskripsi Verbal Descriptor Scale (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri
dari 3-5 kata. Pendeskripsi ini dirangking mulai dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang
tidak tertahankan”. Alat VDS ini memungkinkan klien untuk mendeskripsi nyeri. Skala penilaian
numerik (Numerical Rating Scale, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi
kata. Dalam hal ini klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.

Skala Intensitas Nyeri (Perry & Potter, 2006)


Simple descriptive pain intensity scale

No pain mild pain moderate pain severe pain very severe pain worst possible
pain
0-10 numeric pain intensity scale

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No pain moderate pain worts possible
pain
visual analog scale (VAS)

no pain pain as bad as it could


possibly be

Keterangan :
0 : Tidak ada keluhan nyeri haid atau kram pada perut bagian bawah.
1-3: Terasa kram perut bagian bawah, masih dapat ditahan, masih dapat melakukan aktifitas,
masih dapat berkonsentrasi belajar.
4-6:Terasa kram pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang, kurang nafsu makan,
sebagian aktifitas terganggu, sulit beraktifitas belajar.
7-9:Terasa kram berat pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang, paha, atau
punggung, tidak ada nafsu makan, mual, badan lemas, tidak kuat beraktifitas, tidak dapat
berkonsentrasi belajar.
10:Terasa kram yang berat sekali pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang, kaki,
dan punggung, tidak mau makan, mual, muntah, sakit kepala, badan tidak ada tenaga, tidak bisa
berdiri atau bangun dari tempat tidur, tidak dapat beraktivitas, terkadang sampai
pingsan.(Potter& Perry, 2006).

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan
memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja
dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga mengevaluasi perubahan kondisi klien.
Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai
apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Perry & Potter, 2006).

8. Upaya Mengatasi Dismenore


a. Secara Farmakologis Menurut Potter & Perry (2006)
upaya farmakologis yang dapat dilakukan dengan memberikan obat analgesik sebagai
penghilang rasa sakit.
Menurut Smeltzer& Bare(2002), penanganan nyeri yang dialami oleh individu dapat
melalui intervensi farmakologis, dilakukan kolaborasi dengan dokter atau pemberi perawat
utama lainnya pada pasien. Obat-obatan ini dapat menurunkan nyeri dan menghambat produksi
prostaglandin dari jaringan-jaringan yang mengalami trauma dan inflamasi yang menghambat
reseptor nyeri untuk menjadi sensitif terhadap stimulus menyakitkan sebelumnya, contoh obat
anti inflamasi nonsteroid adalah aspirin, ibuprofen, naproxen, asetaminofen, ketorolak dan lain
sebagainya.
b. Secara Non Farmakologis Menurut Smeltzer & Bare (2002), penanganan nyeri secara
nonfarmakologis terdiri dari:
1) Stimulasi dan Massage kutaneus
Massage adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan
bahu. Massage dapat membuat pasien lebih nyaman karena massage membuat relaksasi otot.
2) Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitifitas reseptor nyeri dan
subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Terapi panas
mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut
menurungkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.

3) Transecutaneus Elektrikal NerveStimulaton ( TENS)


TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nesiseptor) dalam
area yang sama seperti pada serabut yang menstramisikan nyeri. TENS menggunakan unit yang
dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi
kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri.

4) Distraksi
Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan nyeri, contoh: menyanyi,
berdoa, menceritakan gambar atau foto denaga kertas, mendengar musik dan bermain satu
permainan.

5) Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan ketegangan. Teknik relaksasi yang
sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama (teknik relaksasi nafas
dalam Contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan dan yoga.

6) Imajinasi
Imajinasi merupakan hayalan atau membayangkan hal yang lebih baik khususnya dari rasa nyeri
yang dirasakan.

B. Yoga
Pada kondisi rileks tubuh akan menghentikan produksi hormon adrenalin dan semua hormon
yang diperlukan saat stres. Karena hormon seks esterogen dan progesteron serta hormon stres
adrenalin diproduksi dari blok bangunan kimiawi yang sama. Ketika kita mengurangi stres maka
mengurangi produksi kedua hormon seks tersebut. Jadi, perlunya rileksasi untuk memberikan
kesempatan bagi tubuh untuk memproduksi hormon yang penting untuk mendapatkan haid yang
bebas dari nyeri.

Menurut Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa yoga merupakan salah satu bentuk
dari teknik relaksasi yang dapat menurunkan nyeri dengan cara merelaksasikan otot-otot skelet
yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi
vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran pembuluh darah ke daerah yang
mengalami spasme dan iskemik. Hal ini dapat dikombinasikan dengan teknikrelaksasi nafas
dalam.
1. Tujuan Teknik Yoga
Tujuan dari teknik relaksasi Yoga adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara
pertukaran gas, mencegah atelaktasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stres baik
fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.
2. Prosedur Pelaksanaan Yoga
Bentuk yoga yang digunakan pada prosedur ini adalah seperangkat teknik relaksasi seperti
pernafasan, meditasi dan posisi tubuh Pernafasan yang digunakan adalah teknik pernafasan
dalam dan bentuknya adalah pernafasan diafragma yang mengacu pada pendataan kubah
diafragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan
dengan desakan udara masuk selama inspirasi. Tahap persiapan pelaksanaan teknik yoga dalam
ini adalah:
a. Persiapan lingkungan: lingkungan tenang, nyaman, kursi dan matras jika diperlukan.
b. Persiapan responden atau klien: klien rilek Adapun prosedur pelaksanaan yoga antara lain:
c. Meredakan nyeri perut
1) Peregangan kucing
a) Posisikan tubuh Anda seperti gerakan akan merangkak.
b) Kemudian perlahan-lahan naikkan punggung ke atas setinggi-tingginya.
c) Tahan beberapa saat, lalu ulangi gerakan ini beberapa kali hingga nyeri pada perut berkurang.
2) Posisi janin
a) Tidurlah terlentang
b) Tarik lutut Anda kearah dada sambil memeluk bantal.
c) Agar terasa lebih nyaman, ambil botol berisi air hangat dan letakkan pada perut Anda.
d) Ulangi gerakan ini beberapa kali hingga Anda merasa nyaman dan nyeri pada perut hilang.
b. Mengatasi kram perut
1) Duduk di atas tumit (kedua lutut ditekuk).
2) Secara perlahan, tekuk tubuh ke arah lantai sampai dada menyentuh paha.
3) Kedua lengan dijulurkan ke arah belakang tubuh, biarkan lemas dengan kedua telapak tangan
menghadap ke atas.
4) Perlahan majukan tubuh hingga dahi menyentuh lantai.
5) Pejamkan mata. Rilekkan otot dan tahan selama 2 menit.
6) Tarik napas secara mendalam lalu hembuskan.
c. Lakukan latihan ini 3 kali untuk pemula dan 8 kali jika Anda sudah terbiasa dengan latihan ini.
d. Prosedur pernafasan diagfragma
1) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan 1, 2, 3
2) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstremitas atas dan
bawah.
3) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
4) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara perlahan-lahan
5) Membiarkan telapak tangan dan kaki rilek
6) Usakan agar tetap konsentrasi atau mata sambil terpejam
7) Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
8) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang. Ulangi sampai 15 kali
dengan diselingi istirahat singkat setiap 5 kali.
9) Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
3. Fisiologis Teknik Yoga Dalam terhadap Penurunan Nyeri Pada kondisi rilek tubuh
akan menghentikan produksi hormon adrenalin dan semua hormon yang diperlukan saat stres.
Karena hormon esterogen dan progesteron serta hormon stres adrenalin diproduksi dari blok
bangunan kimiawi yang sama. Ketika kita mengurangi stres maka mengurangi produksi kedua
hormon seks tersebut.

Perlunya relaksasi untuk memberikan kesempatan bagi tubuh untuk memproduksi


hormon yang penting untuk mendapatkan haid yang bebas dari nyeri. Faktor-faktor yang
mempengaruhi teknik yoga dalam terhadap penurunan nyeri, teknik relaksasi nafas dalam dapat
dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu:
a. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh
peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan
aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik. Teknik yoga mampu merangsang
tubuh untuk melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin (senyawa yang berfungsi
untuk menghambat nyeri) (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat.
Relaksasi yoga melibatkan sistim otot dan respirasi sehingga tidak membutuhkan alat lain dan
mudah dilakukan sewaktu-waktu.
Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi sistim saraf
otonom yang merupakan bagian dari sistim saraf perifer yang mempertahankan homeostatis
lingkungan internal indvidu.
C. Aromaterapi
Aromaterapi adalah terapi komplementer yang melibatkan penggunaan wewangian yang
diturunkan dari minyak esensial. Minyak esensial dapat dikombinasikan dengan base oil (minyak
campuran obat), yang dapat dihirup atau dimasase ke kulit yang utuh (Brooker, 2008).
Aromaterapi adalah penggunaan minyak esensial konsentrasi tinggi yang diekstraksi dari
tumbuh-tumbuhan dan diberikan melalui massage, inhalasi, dicampur ke dalam air mandi, untuk
kompres (Andrews, 2010)
1. Tujuan Aromaterapi
Tujuan aromaterapi adalah merangsang indera penciuman kita dengan minyak esensial atau
“esen aromatik”. Minyak esensial mudah menguap, berminyak dan wangi.minyak esensial
didapatkan dari tumbuhan dengan berbagai cara seperti memeras, memukul-mukul, menyuling
dan melarutkan. Adakalanya hanya dihirup baunya. Setiap minyak mempunyai kegunaan
pengobatan tersendiri. Aromaterapi digunakan untuk menyembuhkan masalah pernafasan, rasa
nyeri, juga masalah mental dan emosional (Parker, 2000).
2. Mekanisme Aromaterapi
Para peneliti tidak sepenuhnya jelas bagaimana aromaterapi dapat bekerja. Beberapa ahli percaya
indera penciuman kita memainkan peran. Reseptor bau di hidung berkomunikasi dengan bagian-
bagian dari otak (amigdala dan hipotalamus) yang berfungsi sebagai penyimpanan untuk emosi
dan kenangan. Ketika bernapas molekul minyak esensial akan terhirup, beberapa peneliti percaya
bahwa mereka merangsang bagian-bagian dari otak dan mempengaruhi kesehatan fisik,
emosional, dan mental. Sebagai contoh, lavender diyakini untuk merangsang aktivitas sel-sel
otak di amigdala mirip dengan cara beberapa pekerjaan obat penenang. Peneliti lain menganggap
bahwa beberapa molekul dari minyak esensial bisa berinteraksi dalam darah dengan hormon atau
enzim.

Organ penciuman merupakan satu-satunya indera perasa dengan berbagai reseptor


sarafyang berhubungan langsung dengan dunia luar dan merupakan saluran langsung ke otak.
Hanya sejumlah 8 molekul sudah dapat memicu impuls elektrik pada ujung saraf.
Bau merupakan suatu molekul yang mudah menguap langsung ke udara. Apabila masuk ke
rongga hidung melalui pernafasan, akan diterjemahkan oleh otak sebagai proses penciuman.
3. Cara Penggunaan Aromaterapi
Cara inhalasi biasanya diperuntukkan untuk seorang klien, yaitu dengan menggunakan cara
inhalasi langsung, tetapi cara inhalasi dapat juga digunakan secara bersamaan misalnya dalam
satu ruangan.
Metode ini disebut inhalasi tidak langsung.
Adapun cara penggunaan aromaterapi secara langsung adalah sebagai berikut :
a. Persiapan klien : klien tenang dan nyaman
b. Persiapan alat dan bahan :
1) Minyak esensial ataupun minyak aromaterapi yang lainnya
2) Kapas atau tissue
c. Prosedur :
1) Klien dalam keadaan yang nyaman.
2) Ambil 1-5 tetes minyak esensial, teteskan pada tissue atau kapas, kemudian hirup 5-10 menit.
d. Kompres Hangat
Kompres hangat adalah pengompresan yang dilakukan dengan mempergunakan buli-buli panas
yang dibungkus kain yaitu secara konduksi, terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam
tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan
ketegangan otot sehingga nyeri haid yang dirasakan akan berkurang atau hilang. Kompres hangat
sebagai metode yang sangat efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat
disalurkan melalui konduksi (botol air panas). Panas dapat melebarkan pembuluh darah dan
dapat meningkatkan aliran darah. Kompres hangat adalah metode yang digunakan untuk
meredakan nyeri dengan cara menggunakan buli-buli yang diisi dengan air panas yang
ditempelkan pada sisi perut kiri dan kanan.
1. Tujuan Kompres Hangat
Tujuan dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih rileks,
menurunkan rasa nyeri, dan mempelancar pasokan aliran darah dan memberikan ketenangan
pada klien. Kompres hangat yang digunakan berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah,
menstimulasi sirkulasi darah, dan mengurangi kekakuan. Selain itu, kompres hangat juga
berfungsi menghilangkan sensasi rasa sakit. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, terapi
kompres hangat dilakukan selama 20 menit dengan 1 kali pemberian dan pengukuran intensitas
nyeri dilakukan dari menit ke 15-20 selama tindakan (Kusmiyati, 2009).
2. Prosedur pelaksanaan pada pemberiaan kompres hangat adalah sebagi berikut:
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Buli- buli dan sarungnya atau botol dengan sarungnya
2) Perlak dan pengalas
3) Termos dan air panas dengan suhu 45°-50,5°C
4) Thermometer iar
5) Lap kerja
b. Cara Kerja:
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada klien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3) Isi kantung karet dengan air hangat dengan suhu 45-50,5ºC
4) Tutup kantung karet yang telah diisi air hangat kemudian dikeringkan
5) Masukkan kantung karet kedalam kain
6) Tempatkan kantung karet pada daerah pinggang, perut, dan daerah yang terasa nyeri dengan
posisi klien miring kanan atau miring kiri
7) Angkat kantung karet tersebut setelah 20 menit, kemudian isi lagi kantung karet dengan air
hangat lakukan kompres ulang jika klien menginginkan
8) Catat perubahan yang terjadi selama kompres dilakukan pada menit ke 15-20
9) Cuci tangan (Hidayat, 2008)
3. Fisiologi Kompres Hangat
Pada kompres hangat terjadi proses konduksi pada penyampaian panasnya.
Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan langsung kulit dengan benda-benda yang ada
di sekitar tubuh.
Biasanya proses kehilangan panas dengan mekanisme konduksi sangat kecil. Sentuhan
dengan benda umumnya memberi dampak kehilangan suhu yang kecil karena dua mekanisme,
yaitu kecenderungan tubuh untuk terpapar langsung dengan benda relative jauh lebih kecil dari
pada paparan dengan udara, dan sifat isolator benda menyebabkan proses perpindahan panas
tidak dapat terjadi secara efektif terus menerus.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupkan penelitian pra eksperimen dengan rancangan one group pretest-
postest dimana pada penelitian ini sampel di observasi terlebih dahulu sebelum (pretest) diberi
perlakun kemudian setelah (postest) diberikan perlakuan sampel tersebut di observasi kembali
(Hidayat, 2007).
Rancangan penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Pre test Perlakuan Post test
01 X 02

B. Populasi dan Sampel (subjek penelitian)


1. Populasi
Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti,
bukan hanya subjek atau objek (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah Remaja
Putri 15 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi,
populasi yang besar tidak mungkin secara keseluruhan dapat diteliti karena keterbatasan waktu,
tenaga, dan ana maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi harus dapat
mewakili populasi (representatif) (Sugiyono, 2007).
Menurut Arikunto (2006), apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua
sehigga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Seanjutnya jika jumlah subyeknya besar,
maka dapat diambil sampling dalam penelitian ini adalah non probability sampling (Non
random) yaitu teknik pengambilan sampel dengan tidak memberikan peluang yang sama dari
setiap anggota untuk dipilih menjadi sampel. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
dengan cara total sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan pengambilan semua anggota
populasi menjadi sampel.
Sampel dalam penelitian ini adalah subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target dan
terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003) dalam Hidayat (2007).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Wanita yang mengalami dismenore primer atau nyeri haid.
b. Wanita yang menstruasi 1-3 hari dengan dismenore primer.
Sedangkan kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi
kriteria inklusi. Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:
a. Wanita yang menstruasinya tidak teratur.
b. Responden menolak ikut dalam penelitian.
C. Defenisi Operasional, Variabel dan Skala Penelitian No. Variabel Definisi Operasional
Alat.

NO Variabel Definisi operasional Alat ukur


1. Kegiatan Kegiatan tehnik relaksasi Observasi tindakan
relaksasi yang sederhana terdiri tehnik sesudah
sebelum atas nafas abdomen dilakukan relaksasi
diberikan dengan frekuensi
dan sesudah lambat,berirama[tehnik
relaksasi nafas dalam].
2. Dismenore Nyeri adalah respon yg Lembar observasi Skala Interval
ditampilkan atau dgn menggunakan wajah
diungkapakan atau di skala wajah dgn
tunjuk oleh siswi. sebelum dan skala 0-
sesudah perlakuan. 5.

D. Pengumpulan Data
1. Jenis data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer yang digunakan untuk mengukur
variabel bebas yaitu perlakuan teknik relaksasi dan variabel terikat yaitu pengukuran skala nyeri
dengan menggunakan metode pengamatan atau observasi.
2. Alat pengumpulan data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, oservasi merupakan
alat ukur dengan cara memberikan pengamatan secara langsung kepada responden yang
dilakukan peneliti untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti (Hidayat, 2007).
Jenis pengamatan yang dipakai adalah pengamatan terlibat atau observasi partisipatif,
pada jenis pengamatan ini, pengamat (observer) ikut aktif berpartisipasi pada aktivitas dalam
kontak sosial yang tengah diselidiki. Alat yang digunakan untuk mengukur variabel independen
adalah dengan observasi tindakan teknik relaksasi sedangkan alat yang digunakan untuk
mengukur variabel dependen adalah lembar observasi dan dengan alat ukur menggunakan skala
wajah sebelum dan sesudah perlakuan. Instrumen yang digunakan dalam bentuk observasi.
3. Prosedur pengumpulan data
a. Proses kegiatan penelitian dilakukan setelah mendapatkan persetujuan secara akademis,
kemudian peneliti mempersiapkan surat permohonan ijin untuk melakukan penelitian di SMA
Tri Dharma Kosgoro Dompu.
b. Setelah mendapatkan ijin, peneliti melakukan kesepakatan dengan calon responden.
c. Sebelum penelitian di lakukan, peneliti menjelakan tujuan penelitian.
d. Setelah memahami tujuan penelitian, responden diminta menandatangani surat pernyataan
kesediaan menjadi responden penelitian.
e. Peneliti menanyakan kepada responden kapan biasanya waktu datangnya menstruasi.
f. Mengajarkan teknik relaksasi dan kemudian siswi disuruh untuk melakukan sendiri.
g. Memberikan perlakuan pada responden, yaitu dengan membimbing teknik relaksasi.
h. Meminta responden untuk menunjukkan skala nyerinya dengan menggunakan skala wajah 0-5
setelah perlakuan.

Hari 1 Hari 2 Hari 3


Observasi nyeri Tindakan Tehnik Relaksasi Evaluasi nyeri

i.Data dikumpulkan dengan menggunakan skala wajah sebelum dilakukan kompres hangat
(pretest) dan sesudah dilakukan kompres hangat (postest) pada masing-masing responden.
Selanjutnya pre test dan post test dicatat pada checklist responden.
j. Hasil pencatatan yang berupa data interval selanjutnya diolah kedalam paket program
komputer.
F. Pengolahan Data
1. Editing
Editing ini dilakukan dengan cara mengoreksi data yang telah diproses yang meliputi kebenaran
pengisian, kelengkapan jawaban, dan relevansi jawaban.
2. Coding
Peneliti melakukan pemberian kode pada data untuk mempermudah mengolah data,
semua variabel diberi kode dengan kata lain coding adalah kegiatan merubah bentuk data yang
lebih ringkas dengan menggunakan kode-kode tertentu, pada variabel dependen yaitu intensitas
nyeri diberikan kode jawabanberupa tidak nyeri skor 0, nyeri ringan skor 1, nyeri sedang skor 2,
menderita skor 3, sangat menderita skor 4, menyiksa skor 5.
3. Tabulating
Data sebelum diklasifikasikan, data terlebih dahulu dikelompokkan menurut kategori
yang telah ditentukan, selanjutnya data ditabulasikan sehingga diperoleh frekuensi dari masing-
masing variabel.
4. Entry data
Merupakan suatu proses memasukkan data ke dalam komputer yang selanjutnya
dilakukan analisis dengan menggunakan program Statistical Programe for Sosial Science
(SPSS).
5. Cleaning
Memeriksa kembali apakah data yang dimasukkan ada kesalahan atau tidak.
G. Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan tiap variabel yang diteliti secara
terpisah dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi dari masing-masing variabel. Variabel
yang dianalisis adalah skala nyeri haid yang dirasakan sebelum dilakukan teknik relaksasi dan
skala nyeri haid setelah dilakukan teknik relaksasi.
2. Analisis Bivariat
Dilakukan dengan tujuan untuk menguji variabel-variabel penelitian yaitu variabel bebas dengan
variabel terikat, hal ini berguna untuk menguji hipotesis yang telah dibuat dan sebelumnya.
H. Etika Penelitian
1. Informed Consent (persetujuan)
Lembar persetujuan penampilan diberikan kepada responden. Tujuannya adalah agar
responden mengetahui maksudnya dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama
pengumpulan data, jika responden menolak untuk diselidiki maka peneliti tidak akan memaksa
dan tetap menghormati haknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Penelitian menjaga kerahasiaan responden, dengan cara lembar pengumpulan data
penelitian tidak dicantumkan nama tetapi diberikan nomor kode.
3. Confidentiality (kerahasiaan) Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang diperoleh dari
responden.

Anda mungkin juga menyukai