Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pernapasan
melakukan dan menginterprestasikan berbagai prosedur pengkajian. Data yang
dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana
keperawatan klien. Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat
individual (sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menelaah status
penapasan klien, perawat melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk
memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus menambah disstres penapasan klien.
Setelah pengkajian awal perawat memilih komponen pemeriksaan yang sesuai dengan
tingkat distres pernapasan yang dialami klien. Komponen pemeriksaan pulmonal harus
mencakup tiga kategori distres pernapasan yaitu akut, sedang dan ringan.
Karena tubuh bergantung pada sistem pernapasan untuk dapat hidup, pengkajian
pernapasan mengandung aspek penting dalam mengevaluasi kesehatan klien. Sistem
pernapasan terutama berfungsi untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon
dioksida dalam paru-paru dan jaringan serta untuk mengatur keseimbangan asam-basa.
Setiap perubahan dalam sistem ini akan mempengaruhi sistem tubuh lainnya. Pada
penyakit pernapasan kronis, perubahan status pulmonal terjadi secara lambat, sehingga
memungkinkan tubuh klien untuk beradaptasi terhadap hipoksida. Namun demikian, pada
perubahan pernapasan akut sperti pneumotoraks atau pneumonia aspirasi, hipoksida
terjadi secara mendadak dan tubuh tidak mempunyai waktu untuk beradaptasi, sehingga
dapat menyebabkan kematian.

B. TUJUAN

1. Untuk mengetahui apa saja yang perlu di kaji pada pasien dengan gangguan respires
2. Untuk mengetahui tindakan keperawatan yang harus dilakukan saat melakukan
pemeriksaan fisik sistem pernapasan.
3. Untuk mengetahui apa-apa saja yang harus diperiksa pada organ pernapasan yang
menderita gangguan pernapasan
BAB II PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERNAFASAN

A. PENGKAJIAN SISITEM RESPIRASI


1. Riwayat kesehatan
Sebelum melakukan pengkajian fisik, maka perawat perlu mengumpulkan data
riwayat kesehatan. Perawat perlu mengkaji tanda-tanda distress pernafasan akut
sebelum mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Tanda-tanda distress pernafasan antara
lain pasien payah, gelisah, tidak dapat mengikuti percakapan dan pernafasan gaduh.
Bila mendapat pasien seperti ini, segera beri bantuan. Bila mungkin lakukan
wawancara dengan keluarga untuk mengetahui masalah atau riwayat kesehatan
sekarang dan waktu pasien sudah tenang, pengumpulan riwayat kesehatan lengkap
dapat dilakukan. Pengumpulan data riwayat kesehatan di mulai dengan mengamati
faktor-faktor umum yang mempengaruhi fungsi pernafasan, seperti usia, jenis
kelamin, dan keadaan lingkungan tempat tinggal pasien. Kemudian ajukan pertanyaan
yang berkaitan dengan masalah pernafasan. Data riwayat kesehatan yang
dikumpulkan meliputi : keadaan kesehatan sekarang, kesehatan dulu, kesehatan
keluarga, sistem fisiologi, perkembangan, pola pemeliharaan kesehatan, serta pola
berhubungan peran (Morton, 1991).
Pertanyaan dasar yang berkaitan dengan keadaan kesehatan sekarang antara lain
meliputi pertanyaan tentang keadaan pernapasan (pernapasan pendek), nyeri dada,
batuk, sputum. Pertanyaan untuk mengetahui keadaan kesehatan dulu meliputi jenis
gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cidera dan pembedahan. Untuk
mengetahui keadaan kesehatan keluarga yang menderita empisema, asma dan
tuberkulosa.
Karena sistem pernapasan berkaitan dengan sistem-sistem yang lain maka untuk
pasien yang menglami gangguan pernapasan perlu diberi pertanyaan mengenai
keadaan sistem yang lainnya yang mungkin menunjukkan gejala yang berkaitan
dengan masalah utama, misalnya demam, menggigil, lemah, keringat dingin malam
hari merupakan gejala yang berkaitan dengan tuberkulosa. Status perkembangan juga
merupakan faktor yang harus menjadi pertimbangan dalam mengumpulkan data
riwayat kesehatan. Misalnya ibu yang melahirkan bayi premature perlu ditanya
apakah sewaktu hamil mempunyai masalah-masalah resiko dan apakah usia
kehamilan cukup. Ini penting karena bayi premature dapat memiliki gangguan
perkembangan sistem pernafasan sewaktu lahir. Pada usia lanjut perlu ditanyakan
apakah ada perubahan pola nafas, cepat lelah sewaktu naik tangga, sulit bernafas
sewaktu berbaring atau apakah bila flu sembuhnya lama. Ini penting diajukan karen
apasien usia lanjut mudah mengalami gangguan pernafasan karena adanya
keterbatasan dinding dada dan kelemahan otot pernafasan. Perubahan sistem imunitas
juga menyebabkan usia lanjut mudah mengalami flu dan infeksi.
Data pola pemeliharaan kesehatan di peroleh dengan memberi pertanyaan pada pasien
tentang pekerjaan, obat yang tersedia di rumah, pola tidur-istirahat dan stress.
Untuk mengetahui pola peranan kekerabatan maka pasien ditanya adakah pengaruh
yang di alami mempunyai pengaruh peran sebagai istri atau suami dalam hubungan
seksual.

2. Keluhan utama
Keluhan utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan
untuk mengkaji tingkat pemahaman klien tentang kondisi kesehatannya saat ini.
Keluhan umum penyakit pernapasan mencakup dispnea, batuk, pembentukan sputum,
hemoptisis, mengi, dan nyeri dada. Fokuskan pada manifestasi dan prioritaskan
pertanyaan untuk mendapatkan suatu analisis gejala.

a. Dispnea
Dispnea adalah kesulitan bernapas dan merupakan persepsi subjektif kesulitan
bernapas, yang mencakup komponen fisiologis dan kognitif. Dispnea sering
menjadi salah satu manifestasi klinis dialami klien dengan gangguan pulmonal
dan jantung. Komponen fisiologis dispnea tidak dimengerti dengan jelas,
tetapi tampaknya lebih berkaitan dengan ventilasi pernapasan daripada
pernapasan itu sendiri (Phipp, 1995).
Dispnea yang berkaitan dengan penyakit pernapasan, terjadi akibat perubahan
patologi yang meningkatkan tekanan jalan napas, penurunan kompliens
pulmonal, perubahan system pulmonal, atau melemahnya otot-otot
pernapasan. Bedakan dispne dari tanda dan gejala lain. Takipnea mengacu
pada frekuensi pernapasan lebih dari normal yang mungkin terjadi dengan
atau tanpa dispnea. Hiperventilasi mengacu pada ventilasi yang lebih besar
dari jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan eliminasi normal karbon
dioksida hiperventilasi diidentifikasi dengan mengamati tekanan parsial
karbon dioksida arteri, atau PaCO2, yang kurang dari 40 mm Hg. Dispnea
merupakan keluhan yang umum pada sindrom hiperventilasi. Penting juga
untuk membedakan keletihan akibat aktivitas fisik dengan dispnea.
Klien yang yang mengalami dyspnea sebagai gejala utama biasanya
mempunyai salah satu dari kondisi :
1. penyakit kardiovaskular
2. emboli pulmonal
3. penyakit paru interstisial atau alveolar
4. gangguan dinding atau otot dada
5. penyakit paru obstruktif, ansietas.
Dispnea adalah gejala menonjol pada penyakit yang menyerang percabangan
trakheo bronkhial, parenkim paru, spasium pleural. Dispnea juga dialami bila
otot-otot pernapasan lemah, paralise, dan keletihan.

b. Batuk
Batuk adalah refleks protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabang;
trakheobronkhial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting
dala membersihkan jalan napas bagian bawah, dan banyak orang dewasa
normalnya ban beberapa kali ketika bangun tidur pagi untuk membersihkan
trakhea dan faring da sekresi yang telah menumpuk selama tidur. Batuk juga
merupakan gejala yang palir umum dari penyakit pernapasan. Pada klien
dengan batuk kronis, biasanya sulit untuk mengkaji waktu aktual awitan
batuk. Klien biasanya tidak menyadari kapan batuknya mulai timbul.
Identifika faktor-faktor yang diyakini oleh klien (dan pasangan atau teman)
sebagai pencetus terjadinya batuk. Hal-hal yang perlu dikaji adalah aktivitas,
posisi tubuh, iritan di lingkungan (rumah atau tempat kerja), vokalisasi (bicara
normal, berteriak, bernyanyi atau berbisik), cuaca, ansietas, dan infeksi.
Stimuli yang secara khas menyebabkan batuk adalah stimuli mekanik,
kimiawi, dan inflamasi. Menghirup asap, debu, atau benda asing merupakan
penyebab batuk yang paling umum. Bronkhitis kronis, asma, tuberkulosis, dan
pneumonia secara khas menunjukkan batuk sebagai gejala yang menonjol.
Batuk dapat dideskripsikan berdasarkan waktu (kronis, akut, dan paroksismal
[episode batuk hebat yang sulit dikontrol]; berdasarkan kualitas (produktif-
nonproduktif, kering-basah, batuk keras menggonggong, serak, dan batuk
pendek).
Informasi tentang obat-obat atau tindakan apa yang telah dilakukan klien untu
mengatasi batuknya (mis. antitusif, kodein, inhaler, istirahat atau berdiri)
penting untuk didapatkan. Tentukan juga tindak kewaspadaan apa yang telah
digunakan untuk mencegah penyebaran infeksi (jika terdapat). Gunakan
kesempatan untuk mengingatkai individu tentang mencuci tangan yang baik,
membuang kertas tisu yang sudah basal dengan baik, dan menyelesaikan
pengobatan antibiotik (jika diresepkan).

c. Pembentukan Sputum.
Sputum secara konstan dikeluarkan ke atas menuju faring oleh silia paru.
Sputum yang terdiri atas lendir, debris selular, mikroorganisme, darah, pus,
dan benda asing akai dikeluarkan dari paru-paru dengan membatukkan atau
membersihkan tenggorok. Percabangan trakheobronkhial umumnya
membentuk sekitar 90 ml mukus per hari sebagai bagian dari mekanisme
pembersihan normal. Namun pembentukan sputum disertai dengan batuk
adalah hal yang tidak normal. Tanyakan klien tentang warna sputum (jernih,
kuning, hijau, kemerahan, atau mengandung darah), bau, kualitas (berair,
berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas (sendok teh, sendok makan,
cangkir). Perubahan warna, bau, kualitas, atau kuantitas sangat penting untuk
didokumentasikan dalam rekam medik klien. Tanyakan juga apakah sputum
hanya dibentuk setelah klien berbaring dalam posisi tertentu. Beberapa
kelainan meningkatkan pembentukan sputum. Banyaknya sputum yang
dikeluarkan setiap hari dapat menunjukkan bronkhitis kronis. Warna dari
sputum mempunyai makna klinis yang penting. Sputum yang berwarna
kuning menandakan suatuinfeksi. Sputum berwarnal hijau menandakan
adanya pus yang terrgenang, yang umum ditemukan pada bronkhiekstasis.
Karakter dan konsistensi sputum juga penting untuk dicatat.

d. Hemoptisis
Hemoptisis adalah membatukkan darah, atau sputum bercampur darah.
Sumber perdarahan dapat berasal dari jalan napas atas atau bawah, atau
berasal dari parenkim paru. Penyebab pulmonal dari hemoptisis mencakup
bronkhitis kronis, bronkhiektasis, tuberkulosis pulmonal, fibrosis kistik,
granuloma nekrotikan jalan napas atas, embolisme pulmonal, pneumonia,
kanker paru, dan abses paru. Abnormalitas kardiovaskular, antikoagulan, dan
obat-obat imunosupresif yang menyebabkan perdarahan parenkim (jaringan
paru) juga dapat menyebabkan hemoptisis. Klien biasanya mengganggap
hemoptisis sebagai indikator penyakit serius dan sering akan tampak gelisah
atau takut. Lakukan pengkajian tentang awitan, durasi, jumlah, dan warna
(mis. merah terang atau berbusa). Kenali perbedaan antara hemoptisis dengan
hematemesis. Pada hemoptisis biasanya darah yang keluar berbusa, pH
(darah) basa sementara pada hematemesis darah yang dikeluarkan tidak
berbusa dan pH (darah) asam (Scanlon, 1995).

e. Mengi
Bunyi mengih dihasilkan ketika udara mengalir melalui jalan napas yang
sebagian tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi atau ekspirasi. Mengih
dapat terdengar hanya dengan menggunakan stetoskop. Klien mungkin tidak
mengeluh tentang mengih, tetapi sebaliknya dapat mengeluh tentang dada
yang sesak atau tidak nyaman pada dada. Minta klien mengidentifikasi kapan
mengi terjadi dan apakah hilang dengan sendirinya atau dengan menggunakan
obat-obatan seperti bronkhodilator. Tidak semua mengi mengacu pada asma.
Mengi dapat disebabkan oleh edema mukosa, sekresi dalam jalan napas,
kolaps jalan napas akibat kehilangan elastisitas jaringan, dan benda asing atau
tumor yang sebagian menyumbat aliran udara.

f. Nyeri Dada.
Nyeri dada mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal dan jantung,
membedakannya satu sama lain memberikan makna klinis yang berarti.
Lakukan analisis gejala yang lengkap pada nyeri dada. Nyeri dada akibat
angina (penurunan aliran darah) merupakan masalah yang mengancam jiwa.
Nyeri dada yang bersumber dari pulmonal dapat berasal dari dinding dada,
pleural parietalis, pleural viseralis, atau parenkim paru. Tabel 2-1 menyajikan
tipe nyeri dada yang berkaitan dengan kondisi pulmonal. Informasi tentang
lokasi, durasi, dan intensitas nyeri dada penting untuk dikumpulkan, dan akan
memberikan petunjuk dini tentang penyebab. Batuk dan infeksi Pleuritis dapat
menyebabkan nyeri dada. Nyeri dada pleuritik umumnya nyeri yang terasa
tajam menusuk dengan awitan mendadak tetapi dapat juga bertahap. Nyeri
dada Jems mi terjadi pada tempat inflamasi dan biasanya terlokalisasi dengan
baik nyeri memngkat dengan gerakan dinding dada seperti saat batuk atau
bersin dan napas dalam ^asien yang mengalami nyeri jenis ini akan
mempunyai pola pernapasan cepat dan aangkal dan takut melakukan gerakan.
Tindakan menekan pada bagian yang nyeri biasanya memberikan peredaan.
Nyeri retrosternal (di belakang sternum) biasanya erasa terbakar, konstan, dan
sakit. Nyeri juga dapat berasal dari bagian tulane dan kartilago toraks.
Karakteristik angina dengan nyeri dada lainnya berbeda. Nyeri dada jantung
biasanya digambarkan sebagai nyeri yang sangat sakit, hebat, sensasi seperti
diremas-remas, dengan rasa tertekan atau sesak pada area substernal. Angina
dapat juga menjalar ke dalam leher dan lengan. Tanyakan klien apa yang
menyebabkan nyerinya (aktivitas, batuk, gerakan) dan apa yang meredakan
nyerinya (nitrogliserin, membebat dinding dada).
3. Analisis Gejala.
Untuk mendapatkan riwayat sistem pernapasan yang sempurna, penting sekali
mengkaji karakteristik setiap manifestasi klinis yang tampak. Pengkajian ini akan
memberikan analisis gejala yang komprehensif. Jika klien menggambarkan gejala
pernapasan tertentu, kaji setting, waktu, persepsi klien, kualitas dan kuantitas sputum,
lokasinya, faktor-faktor yang memperburuk dan yang meredakan, serta manifestasi
yang berkaitan :
a. Setting.
Dalam setting seperti apa gejala timbul paling sering? Setting mengacu
pada waktu dan tempat atau situasi tertentu-setting fisik dan lingkungan
psikososial- saat klien mengalami keluhan. Misalnya batuk pada pagi hari
setelah klien merokok, atau karyawan yang mengeluh distres pernapasan
di tempat kerja.

b. Waktu.
Waktu menunjukkan baik awitan (gejala terjadi bertahap atau mendadak)
dan periode (berhari-hari, minggu, atau bulan). Tanyakan pada klien
apakah terdapat saat spesifik dimana masalah paling sering terjadi,
misalnya batuk pada pagi hari atau sesak napas berkaitan dengan
berbaring telentang pada malam hari.

c. Persepsi klien.
Persepsi klien dicatat sesuai dengan kata-kata klien. Perhatikan hal-hal
unik tentang keluhan. Gunakan kutipan langsung untuk
mendokumentasikan keluhan klien mis. klien melaporkan “nyeri tajam”
pada dada posterior kiri ketika napas dalam. Kualitas dan kuantitas
masalah harus diuraikan dalam bahasa yang umum. Minta klien untuk
melaporkan besar, ukuran, jumlah, dan keluasan keluhan utama. Terutama
masalah yang berkaitan dengan pembentukan sputum, minta klien
memperkirakan jumlah sputum yang dikeluarkan sehari-secangkir, satu
sendok teh, satu sendok makan. Hindari istilah seperti “sedikit” atau
“banyak” karena istilah ini mempunyai arti tidak jelas. Gunakan skala
nyeri 1 sampai 10 untuk menggambarkan nyeri dengan 1 tak ada nyeri dan
10 nyeri terasa paling hebat. Saat mengkaji batuk gunakan istilah sesak,
kering, basah, atau berlendir. Minta klien untuk menggambarkan ciri
keluhan utama dengan kata-katanya sendiri.

d. Lokasi
Lokasi yang menjadi keluhan harus dicatat. Lokasi ini terutama penting
ketika klien mengeluh tentang nyeri, karena lokasi membedakan apakah
nyeri yang diderita klien berasal dari kelainan jantung atau pernapasan.

Faktor yang memperburuk dan meredakan. Tanyakan pada klien hal-hal


apa yang dapat menimbulkan atau menghilangkan gejala yang dialaminya.
Adakah keterkaitan aktivitas tertentu dengan gejala yang dialami. Apakah
gejala timbul setelah klien menggunakan obat-obat tertentu. Manifestasi
yang berkaitan. Adakah manifestasi lain yang terjadi dalam hubungannya
dengan keluhan utama. Misalnya menggigil, demam, berkeringat malam
hari, anoreksia, penurunan berat badan, keletihan yang berlebihan, ansietas
dan suara serak. Anda dapat mengenali bahwa menggigil dan demam
umumnya menyertai kelainan paru akibat infeksi, sementara anoreksia dan
penurunan berat badan dapat terjadi pada klien dengan kelainan yang
mengarah pada dispnea

4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu.


Riwayat kesehatan masa lalu memberikan informasi tentang riwayat kesehatan klien
dan anggota keluarganya. Kaji klien terhadap kondisi kronis manifestasi pernapasan,
misalnya batuk, dispnea, pembentukan sputum, atau mengi, karena kondisi ini
memberikan petunjuk tentang penyebab masalah baru. Selain mengumpulkan data
tentang penyakit pada masa kanak-kanak dan status imunisasi, tanyakan klien tentang
kejadian TBC, bronkhitis, influenza, asma, pneumonia, dan frekuensi infeksi saluran
napas bawah setelah terjadinya infeksi saluran napas atas. Tetapkan keberadaan
masalah kongenital seperti fibrosis kistik atau riwayat kelahiran bayi prematur.
Masalah ini berkaitan dengan komplikasi pernapasan seperti penyakit pulmonal
obstruktif atau restriktif. Tanyakan klien tentang perawatan di rumah sakit atau
pengobatan masalah pernapasan sebelumnya. Dapatkan pula informasi tentang kapan
penyakit terjadi atau waktu perawatan, tindakan medis (termasuk pembedahan,
penggunaan ventilator, dan pengobatan inhalasi atau terapi oksigen), dan status
masalah saat ini. Tanyakan apakah klien telah menjalani pemeriksaan rontngen dan
kapan, dan apakah pemeriksaan diagnostik pulmonal dilakukan. Informasi ini penting
untuk membantu dalam mengeva-luasi masalah saat ini. Dapatkan keterangan tentang
cedera mulut, hidung, tenggorok, atau dada sebelumnya (seperti trauma tumpul,
fraktur iga, atau pneumotoraks), juga informasi detail tentang penggunaan obat-obat
bebas atau yang diresepkan. Tanyakan klien adakah riwayat keluarga tentang
penyakit pernapasan. Misalnya asma, fibrosis kistik, emfisema atau penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK), kanker paru, infeksi pernapasan, tuberkulosis, atau alergi.
Sebutkan usia dan penyebab kematian anggota keluarga, termasuk ayah, ibu, adik,
kakak, anak-anak, nenek-kakek, bibi dan paman. Tanyakan apakah ada anggota
keluarga yang perokok. Perokok pasif sering kali mengalami gejala pernapasan lebih
buruk.

5. Riwayat Psikososial.
Dapatkan informasi tentang aspek-aspek psikososial klien yang mencakup
lingkungan, pekerjaan, letak geografi, kebiasaan, pola olahraga, dan nutrisi.
Identifikasi semua agens lingkungan yang mungkin mempengaruhi kondisi klien,
lingkungan kerja danhobi. Tanyakan tentang kondisi kehidupan klien, seperti jumlah
anggota keluarga yang tinggal serumah. Kondisi kehidupan yang sumpek
meningkatkan risiko penyakit pernapasan seperti tuberkulosis. Kaji terhadap bahaya
lingkungan seperti sirkulasi udara yang buruk. Kumpulkan riwayat merokok, berapa
banyak sehari dan sudah berapa lama. Merokok rnenunjukkan hubungan adanya
penurunan rungsi siliaris paru-paru, mening¬katkan pernbentukan lendir, dan
terjadinya kanker paru. Tanyakan tentang penggunaan alkohol. Gerakan siliaris paru
diperlambat oleh alkohol, yang mengurangi klirens lendir dari paru-paru. Penggunaan
alkohol berlebih menekan refleks batuk sehingga berisiko mengalami aspirasi.
Tanyakan apakah toleransi terhadap aktivitas menurun atau tetap stabil. Minta klien
untuk menggambarkan aktivitas khusus seperti berjalan, pekerjaan rumah yang
ringan, atau berbelanja kebutuhan rumah tangga yang dapat ditoleransi klien toleransi
atau sebaliknya, yang mengakibatkan sesak napas. Mempertahankan diet yang bergizi
penting untuk klien dengan penyakit pernapasan kronis. Penyakit pernapasan kronis
mengakibatkan penurunan kapasitas paru dan beban keria lebih tinggi bagi paru dan
sistem kardiovaskular. Penambahan beban kerja meningkatkan kebutuhan kalori dan
dapat menurunkan berat badan. Klien menjadi anorektik sekunder akibat efek
medikasi dan keletihan. Kaji masukan gizi selama 24 jam terakhir, minta klien
mengingat pola masukan makanan seminggu terakhir.

6. Pengkajian Kemampuan Bernafas


a. Frekuensi Pernafasan
Orang dewasa normal yang cukup istirahat bernapas 12 s.d 18 kali permenit
(Brunner, 2000). Bradipnea, atau pernapasan lambat berkaitan dengan penurunan
tekanan intra kranial, cedera otak, dan takar lajak obat, sedangakan takipnea
adalah pernapasan cepat, umumnya tanpak pada pasien pneumonia, edema
pulmonal, asidosis metabolik, septikemia, nyeri hebat, dan fraktur iga.
Frekuensi napas normal tergantung umur :
- Usia baru lahir sekitar 35 – 50 x/menit
- Usia < 2 tahun 25 – 35 x/menit
- Usia 2-12 tahun 18 – 26 x/menit
- Dewasa 16 – 20 x/menit.
- Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
- Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
- Apnea : Bila tidak bernapas .
b. Volume Paru.
Pengukuran volume menunjukan jumlah udara. dalam paru-paru selama beberapa
berbagai siklus pernapasan. Tiap volume tidak dapat dibagi kedalam bagian ang
lebih kecil, karena ini menunjukan unit dasar.
- Volume tidal (VT) adalah volume udara yang digerakkan masuk dan keluar
pada tiap pernapasan normal. Ini terukur kurang lebih 500 ml pada pria muda
normal.
- Volume cadangan inspirasi (VCI) menunjukkan jumlah udara dimana
seseorang dapat dengan sekuat-kuatnya menghirup udara setelah inspirasi
tidal normal. VC1 biasanya kira-kira 3.000 MI.
- Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume udara dimana seseorang
dapat dengan sekuat-kuatnya mengeluarkan udara setelah ekshalasi tidal
normal. VCE biasanya kira-kira 1. 100 MI.
- Volume residu (VR) adalah volume udara sisa setelah ekspirasi kuat. Volume
ini dapat diukur hanya dengan spirometer tak langsung, sedangkan yang lain
dapat diukur secara langsung.

c. Kapasitas Paru.
Pengukuran kapasitas menghitung sebagian siklus paru-paru. Ini diukur sebagai
kombinasi volume sebelumnya.
- Kapasitas inspirasi (KI) adalah jumlah udara yang dapat diinhalasi (dihirup)
sengan kuat bila mulai dari tingkat ekspirasi normal. Ini sama dengan VT
ditambah VCI dan kurang lebih 3.500 ml.
- Kapasitas residu fungsional (KRF) adalah j umlah sisa udara pada akhir
ekspirasi normal. Ini adalah jumlah dari VCE dan VR dan kurang lebih 2.300
ml.
- Kapasitas vital (KV)adalah jumlah maksimal udara yang dapat dengan kuat
diekspirasi setelah inspirasi kuat maksimal. Ini jumiah dari VD VT, dan VCE.
Volume ini kurang lebih 4.600 ml pada pria normal.
- Kapasitas paru total (KPT) sama dengan volume dimana paru-paru dapat
diekspansi dengan upaya inspirasi paling kuat. Volume kapasitas kurang lebih
5.800 ml.

7. Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi.


a. Inspeksi Dada
Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya beberapa
faktor.
- Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis memang sulit
untuk mendeteksi bila pasien anemis, dan pasien yang mengalami polisitemik
dapat mengalami sianosis pada ekstremitas meskipun tekanan oksigen normal.
Secara umum kita membedakan antara sianosis perifer dengan sianosis
sentral. Sianosis perifer terjadi pada ekstremitas atau pada ujung hidung atau
telinga, meskipun dengan tekanan oksigen normal, atau bila ada penurunan
aliran darah pada area ini, khususnya bila area ini dingin atau sakit. Sianosis
sentral terlihat pada lidah dan bibir, mempunyai arti paling besar; ini berarti
pasien secara nyata mengalami penurunan tekanan oksigen. Pernapasan
“bekerja” adalah tanda penting untuk diperiksa; kita tertarik untuk mengetahui
apakah pasien menggunakan otot asesori pernapasan. Terdapat bicara terbata-
bata dapat diobservasi. Pola bicara yang terhenti ini disebabkan oleh udara
napas. Kadang-kadang jumlah kata yang dapat disebutkan oleh pasien
sebelum menarik napas untuk napas berikutnya adalah pengukuran yang baik
terhadap jumlah pernapasan bekerja.
- Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan dalam
ukuran dada dari depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering disebabkan
oleh ekspansi maksimal paru pada penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan
dalam diameter AP juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami kifosis
(lengkung ke depan pada tulang belakang. Deformitas dan jaringan parut dada
penting dalam membantu menentukan penyebab distres paru. Sebagai contoh,
jaringan parut dapat merupakan indikasi pertama bahwa pasien pernah
mengalami pengangkatan paru. Deformitas paru seperti kifoskoliosis dapat
menunjukan mengapa pasien mengalami distres paru. Postur pasien juga harus
dikaji, karena pasien dengan penyakit paru obstruktif sering duduk dan
menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di meja sebagai
upaya untuk tetap-mengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan
ekspansi dada.
- Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis tengah leher
atau deviasi ke satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu
membuat deviasi trakea ke sisi jauh dari yang sakit. Pada atelektasis, trakea
sering tertarik pada sisi yang sakit. Frekwensi pernapasan adalah parameter
penting untuk diperhatikan; ini harus dihitung sedikitnya 15 detik lebih sering
dari baisanya. Seringkali frekwensi pernapasan dicatat sebagai 20 kali per
menit, yang sering berarti bahwa frekwensi diperkirakan daripada
menghitungnya.
- Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekwensi pernapasan. Sebagai
contoh, bila pasien bernapas 40 kali per menit, seseorang dapat berpikir
masalah pernapasan berat terjadi, tetapi bila pernapasan sangat dalam pada
frekwensi tersebut, ini dapat berarti pasien mengalami pernapasan Kussmaul
sehubungan dengan sidosis diabetik atau asidosis lain. Namun demikian, bila
pernapasan dangkal pada frekwensi 40 kali per menit, dapat menunjukan
distres pernapasan berat karena penyakit paru obstruktif, penyakit paru
restriktif, atau masalah paru lain. Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi
penting dalam menentukan apakah ada obstruksi jalan napas. Pada pasien
dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari 1½ kali
panjang inspirasi.
- Observasi ekspansi dada umum adalah bagian integral dalam pengkajian
pasien. Secara normal kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi pada
ekspirasi maksimal ke inspirasi maksimal. Gerakan abdomen dalarn upaya
pernapasan (normal terjadi pada pria daripada wanita) dapat diobservasi.
Spondilitis ankilosis atau artritis Marie- StAimpell adalah satu kondisi dimana
ekspansi dada umurn terbatas. Perbandingan ekspansi dada atas dengan dada
bawah dan observasi gerakan diafragma untuk menentukan apakah pasien
dengan penyakit obstruksi paru difokuskan pada ekspansi dada bawah dan
penggunaan diafragma dengan benar. Lihat pada ekspansi satu sisi dada
versus sisi yang lain, memperlihatkan bahwa atelektasis, khususnya yang
disebakan oleh plak mukus, dapat menyebabkan menurunnya ekspansi dada
unilateral.
Emboli paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab nyeri dada
lain seperti fraktur iga, dapat menimbulkan menurunnya ekspansi paru.
Pemasangan endotrakeal atau nasotrakeal yang terlalu dalarn sehingga meluas
ke antara trakea kedalam salah satu cabang utama bronkus (biasanya kanan)
adalah penyebab serius dan sering menurunkan ekspansi salah satu dada. Bila
selang masuk ke cabang utama bronkus kanan maka paru kanan tidak
ekspansi, dan pasien biasanya mengalami hipoksemia dan atelektasis pada sisi
kiri. Untungnya perawat selalu menyadari potensial masalah ini sehingga
mengenali masalah ini. Bila terjadi retraksi interkostal (mis., penyedotan pada
otot dan kulit atau iga selama inspirasi) selalu berarti bahwa pasien membuat
upaya lebih besar pada inspirasi daripada normal. Biasanya ini menandakan
bahwa paru kurang komplain (lebih kaku) dari biasanya. Penggunaan otot
bantu napas, yang terlihat dengan mengangkat bahu, menunjukan peningkatan
kerja pernapasan.
- Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga
karakteristik sputum seperti jumlah, warna, dan konsistensi.

a. Palpasi Dada.
Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas dada
pasien. Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan ini
dengan meminta pasien mengatakan “sembilan-sembilan.” Secara normal, bila
pasien mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada di tangan pemeriksa.
Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada peletakan tangan di dada kucing bila ia
sedang mendengkur. Pada pasien normal fremitus taktil ada. Ini dapat menurun
atau takada bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan paru pasien serta
dinding dada. Sebagai contoh, bila ada efusi pleural, penebalan pleural atau
pnemotorak akan tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi menurun. Bila
pasien mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas, vibrasi juga takdapat
dirasakan. Fremitus taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi, tetapi deteksi
terhadap ini sulit. Hanya dengan palpasi pada dada pasien dengan napas perlahan,
seseorang dapat merasakan ronki yang dapat diraba yang berhubungan dengan
gerakan mukus padajalan napas besar.

b. Perkusi Dada.
Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan mendatar di
atas dada; ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari dengan jari dominan.
Normalnya dada mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit
dimana ada peningkatan udara pada dada atau, paru-paru seperti pada
pneumotoraks dan emfisema dapat terjadi hiperesonan (bahkan lebih seperti bunyi
drum). Perkusi hiperesonan kadang-kadang sulit dideteksi. yang lebih penting
adalah perkusi pekak atau kempis seperti terdengar bila perkusi di atas bagian
tubuh yang berisi udara. Perkusi pekak dan kempis terdengar bila paru di bawah
tangan pemeriksa mengalami atelektasis, pnemonia, efusi pleural, penebalan
pleural atau lesi massa. Perkusi pekak atau kempis juga terdengar pada perkusi di
atas jantung.

c. Auskultasi Dada.
Pada auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan
menekannya di atas dinding dada. Penting untuk mendengarkan intensitas atau
kenyaringan bunyi napas dan menyadari bahwa secara normal ada peningkatan
kenyaringan bunyi napas bila pasien menarik napas dalam maksimum sebagai
lawan napas sunyi. Intensitas bunyi napas dapat menurun karena penurunan aliran
udara melalui jalan napas atau peningkatan penyekat antara stetoskop dengan
paru. Pada obstruksi jalan napas seperti penyakit paru obstruksi menahun (PPOM)
atau atelektasis, intensitas bunyi napas menurun. Dengan napas dangkal ada
penurunan gerakan udara melalui jalan napas dan bunyi napas juga tidak keras.
Pada gerakan ter batas dari diafragma toraks, dapat menurunkan bunyi napas pada
area yang terbatas gerakannya. Pada penebalan pleural, efusi pleural,
pnemotoraks, dan kegemukan ada substansi abnormal Oaringan fibrosa, cairan,
udara, atau lemak) antara stetoskop dan paru di bawahnya; substansi ini menyekat
bunyi napas dari stetoskop, membuat bunyi napas menjadi tak nyaring.
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
- bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal;
- bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;
- bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru dekat
jalan napas utama.

Bunyi napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar dekat
telinga, keras, dan termasuk penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi
napas vesikuler lebih rendah, mempunyai kualitas desir, dan termasuk takada
penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas bronkovesikuler
menunjukan bunyi setengah jalan antara kedua tipe bunyi napas. Bunyi napas
bronkial, selain terdengar pada trakea orang normal, juga terdengar pada
beberapa situasi dimana ada konsolidasi-contohnya pnemonia. Bunyi napas
bronkial juga terdengar di atas efusi pleural dimana paru normal tertekan.
Dimanapun terdengar napas bronkial, di sini bisajuga terjadi dua hal lain yang
berhubungan dengan perubahan: (1) perubahan E ke A, dan (2) desiran otot
pektoralis. Perubahan E ke A hanya berarti bahwa bila seseorang mendengar
dengan stetoskop dan pasien mengatakan “E” apa yang didengar orang
tersebut secara nyata adalah bunyi A daripada bunyi E. Ini terjadi bila ada
konsolidasi.

Desiran otot pektoralis adalah adanya volume keras yang terdengar melalui
stetoskop bila pasien berbisik. Pada pernapasan bronkial dan dua perubahan
akan ada, yang harus ada juga adalah (1) terbukanya jalan napas dan
tertekannya alveoli, atau (2) alveoli dimana udara telah digantikan oleh cairan.
Bunyi lain yang terdengar dengan stetoskop meliputi crackles, mengi, dan
gesekan.
- Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh jalan
napas kecil yang terbuka kembali atau tertutup kembali selama akhir inspirasi.
Crackles terjadi padapnernonia, gagal jantung kongestif, dan fibrosis
pulmonalis. Baik crackles inspirasi maupun ekspirasi dapat terauskultasi pada
bronkiektaksis. Crackles keras dapat terdengar pada edema pulmonalis dan
pada pasien sekarat. Seringkali crackles keras dapat terdengar tanpa stetoskop
karena ini terjadi padajalan napas besar.
- Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek) adalah
gejala umum pada banyak kelainan pulmonal dan jantung terutama jika
terdapat peningkatan kekakuan paru dan tahanan jalan napas. Dispnea
mendadak pada individu normal dapat menunjukkan pneumotoraks (udara
dalam rongga pleura). Pada pasien yang sakit atau setelah menjalani
pembedahan disonea mendadak menunjukkan adanya embolisme pulmonal.
- Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi tegak,
mungkin ditemukan pada orang yang mengidap penyakit jantung dan penyakit
obstruktif paru menahun (PPOM). Pernapasan bising dapat dijumpai akibat
penyempitan jalan napas atau obstruksi setempat bronkus besar oleh tumor
atau benda asing
- Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini dapat
disebabkan oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan lain-
lain. Bila mengi terdengar hanya pada ekspirasi, disebut mengi; bila bunyi
mengi terjadi pada inspirasi dan ekspirasi, biasanya berhubungan dengan
tertahannya sekresi.
Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli pulmonal,
pnemonia perifer, atau pleurisi, dan ini sering sulit untuk membedakannya
dari ronki. Bila bunyi abnormal makin jelas setelah batuk, biasanya berarti
bunyi tersebut lebih sebagai ronki daripada friction rub.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat individual (sesuai dengan
masalah dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menelaah status penapasan klien, perawat
melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memaksimalkan data yang
dikumpulkan tanpa harus menambah disstres penapasan klien. Setelah pengkajian awal
perawat memilih komponen pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan
yang dialami klien. Komponen pemeriksaan pulmonal harus mencakup tiga kategori
distres pernapasan yaitu akut, sedang dan ringan. Karena tubuh bergantung pada sistem
pernapasan untuk dapat hidup, pengkajian pernapasan mengandung aspek penting dalam
mengevaluasi kesehatan klien.

Anda mungkin juga menyukai