Anda di halaman 1dari 8

‫‪Khutbah Idul Adha 1440 H – www.kiblat.

net‬‬

‫‪KOP PANITIA SHALAT IDUL ADHA 1440 H‬‬

‫‪Teladan Ibrahim, Sunnatullah dalam Mendakwahkan Islam‬‬


‫)‪(Oleh: Ustadz Miftahul Ihsan‬‬

‫َت ر ُ ُ ُ ر َ ِّ َ ِ ْ َ ِّ و َ ُ د ُوا أ ْن‬


‫َء ْ‬ ‫ا ْ َ ْ ُ ِ ّ َ ِ ا ّ َ ِي َ َا َ ِ َ َا و َ َ ُ ّ َ ِ َ ْ َ ِيَ َ ْ َ أ ْن َ َا َ ا ّ َ ُ َ َ ْ‬
‫ِ ْ ُ ُ ا ْ َ ّ َ ُ أورِ ْ ُ ُ َ ِ َ ُ ْ ُ ْ َ ْ َ ُ نَ‬

‫ُ َ َ ْ ِ وَ َ َ آ ِ ِ‬ ‫ن ُ َ ّ ًا َ ْ ُه ُ وَر َ ُ ْ ُ ُ َ ّ ا‬
‫َ ِ ْ َ َ ُ و َأ ْ َ ُ أ ّ‬ ‫و َ ْ َه ُ َ‬ ‫َّإ َ َ إ َّا‬ ‫و َأ ْ َ ُ أن‬
‫ن إ َ َ ْ ِم ا ِّ ْ َ‬
‫و َأ ْ َ ِ ِ و َ َ ْ َ ِ َ ُ ْ ِ ْ َ ٍ‬

‫ِ َ ِ ِ ا َ ِ ْ ِ‪:‬‬ ‫ُ ََ َ ِ‬ ‫لا‬
‫َ َ‬

‫َ أ ّ ُ َ ا ّ َ ِ َ آ َ ُ ا ا ّ َ ُ ا ا ّ َ َ َ ّ َ ُ َ ِ ِ و َ َ َ ُ ُ ّ َ إ ّ َ و َأ ْ ُ ْ ُ ْ ِ ُ نَ‬

‫َ ِ ًا‬ ‫ٍ و َا ِ َةٍ و َ َ َ َ ِ ْ َ ز َ ْو َ َ و َ َ ّ َ ِ ْ ُ َ رِ َ ً‬ ‫س ا ّ َ ُ ا ر َ ّ َ ُ ُ ا ّ َ ِي َ َ َ ُ ْ ِ ْ َ ْ‬
‫َ أ ُّ َ ا َّ ُ‬
‫ن َ َ ْ ُ ْ رَ ِ ً‬
‫نَ ا ّ َ َ َ َ‬
‫و َ ِ َ ء ً و َا ّ َ ُ ا ا ّ َ َ ا ّ َ ِي َ َ ء َ ُ نَ ِ ِ و َا ْ رْ َ م َ إ ّ‬

‫َ ِ ًا ُ ْ ِ ْ َ ُ ْ أ ْ َ َ ُ ْ و َ َ ْ ِ ْ َ ُ ْ ذ ُ ُ َ ُ ْ و َ َ ْ ُ ِ ِ ا ّ َ َ‬ ‫َ أ ّ ُ َ ا ّ َ ِ َ آ َ ُ ا ا ّ َ ُ ا ا ّ َ َ وَ ُ ُ ا َ ْ ً‬
‫وَر َ ُ َ ُ َ َ ْ َ ز َ َ ْز ًا َ ِ ً‬

‫ُ ْرِ ُ ْ َ َ ُ َ و َ ُ ّ ُ ْ َ َ ٍ ِ ْ َ ٌ َو ُ ّ‬ ‫ن أ ْ َقَ ا َ ِ ْ ِ ِ َبُ ا ِ و َأ ْ َ ُ ا ُ َى ُ َى ُ َ ّ ٍ ‪ r‬و َ َ ّ ا‬


‫َ ّ‬
‫َ َ َ ٍ ِ ا ّ رِ‬ ‫ِ ْ َ ٍ َ َ َ ٌ وَ ُ ّ‬

‫ُ أ ْ َ ُ وَ ِ ا َْ ُ‬ ‫ُ أ ْ َُا‬ ‫ُ و َا‬ ‫َإ َ َ إ ّ ا‬ ‫ُ أ ْ َُ‬ ‫ُ أ ْ َُا‬ ‫ا‬

‫‪Kaum Muslimin yang dirahmati Allah‬‬

‫]‪[1‬‬
Khutbah Idul Adha 1440 H – www.kiblat.net

Hari raya Idhul Adha adalah momen yang paling tepat merefleksikan kisah-kisah Nabi
Ibrahim as. Kekasih Allah dan bapaknya para Nabi. Teladan dalam pengorbanan, teladan
dalam dakwah, teladan dalam keteguhan dan teladan dalam ketaatan.

Ketika kita membaca firman Allah SWT yang berbunyi :

‫ن‬
َ َُ َْ ْ ُ َ َ ‫ْف َ َ ْ ِ ْ و‬
ٌ َ َ ِ ّ ‫ن أ ْو ِ َء َ ا‬
ّ ‫أَ إ‬

Artinya, “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Yunus 62)

Maka salah satu sosok yang bisa kita teladani sebagai wali Allah yang tidak merasakan
khawatir dan juga tidak bersedih atas apa yang menimpanya di jalan Allah adalah Nabi
Ibrahim as.

Nabi Ibrahim adalah pembawa risalah kebenaran satu-satunya pada masa itu. Seluruh
kaumnya berbuat syirik kepada Allah, ada yang menyembah bintang-bintang dan ada pula
yang menyembah berhala dan bapak Nabi Ibrahim termasuk dari orang yang menyembah
berhala.

Dakwah pertama yang dilakukan Nabi Ibrahim as adalah menyeru bapaknya kepada agama
tauhid, agar bapaknya mau mengikuti kebenaran yang dibawa oleh Ibrahim as.

Allah SWT mengisahkan dakwah Ibrahim kepada bapaknya.

ًَْ َ َ ِ ْ ُ َ َ‫ُْ ِ ُ و‬ َ َ‫َ ْ َ ُ و‬ َ َ ُ ُ َْ َ ِ ِ َ‫ل ِ ِ ِ َ أ‬


َ َ ‫إ ْذ‬

Artinya, “Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu
menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu
sedikitpun?” (QS Maryam : 42)

Namun ajakan Ibrahim kepada bapaknya untuk bertauhid, menjadikan Allah sebagai satu-
satunya Dzat yang disembah, ditaati dan diikuti aturannya berbuah ancaman dan
kemarahan dari sang ayah. Allah SWT berfirman:

ِّ َ ِ ْ ُ ْ ‫َ إ ْ َا ِ ُ ۖ َ ِ ْ َ ْ َ ْ َ ِ َ رْ ُ َ ّ َ ۖ و َا‬ ِ َِ ‫َ ْ آ‬ َ ْ ‫ل أر َا ِ ٌ أ‬
َ َ

Artinya, “Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika
kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu
yang lama.” (QS Maryam : 46)

Meskipun mendapat penolakan dari bapaknya, Ibrahim muda tidak patah arang. Dia terus
memberikan argumentasi-argumentasi yang mematikan dan membuat orang-orang kafir
mati kutu atas argumentasi yang disampaikan oleh Ibrahim.

[2]
Khutbah Idul Adha 1440 H – www.kiblat.net

Dan puncak dari itu semua adalah ketika Ibrahim as dengan gagah berani menghancurkan
berhala-berhala sesembahan kaumnya dan menyisakan berhala yang paling besar serta
mengalungkan kapak kepada berhala yang paling besar.

Nabi Ibrahim memahami betul resiko yang dia hadapi atas perbuatannya. Kemurkaan serta
kemarahan dari kaumnya tidak akan terhindarkan. Akan tetapi Nabi Ibrahim tetap
melakukan hal tersebut untuk memberikan pesan yang jelas dan nyata kepada kaumnya
bahwa peribadatan kepada patung-patung yang mereka lakukan adalah suatu kebatilan dan
prilaku yang tidak bisa diterima oleh akal sehat manusia.

Namun fanatisme buta kaumnya terhadap sesembahan mereka membuat nalar mereka
mati, akal tidak lagi berpikir secara logis dan rasional. Kita saksikan bagaimana Al-Quran
mengabadikan dialog mereka di dalam Al-Quran ketika mengetahui sesembahan mereka
hancur lebur. Allah mengisahkan pertanyaan mereka:

َ ِ ِ ّ ‫َ ُ ا َ ْ َ َ َ َ َا ِ ِ َ ِ َ إ ّ ُ َ ِ َ ا‬

Artinya, “Mereka berkata, siapa yang melakukan ini terhadap tuhan-tuhan kami.
Sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang berbuat zalim.” (QS Al-Anbiya’ : 59)

Mari kita simak dengan benar pertanyaan mereka, “Siapakah yang melakukan ini terhadap
tuhan-tuhan kami?” Kalau seandainya sesembahan mereka itu tuhan yang layak disembah,
maka bagaimana mungkin tuhan tersebut membiarkan seorang anak muda
menghancurkannya? Sebuah pernyataan yang secara otomatis membantah kesyirikan
mereka.

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah

Merekapun sepakat bahwa yang melakukan ini pastilah Ibrahim. Sehingga mereka
menyidang Nabi Ibrahim di hadapan khalayak ramai. Ketika mereka menghadirkan Ibrahim,
mereka bertanya, apakah engkau yang melakukan ini terhadap tuhan-tuhan kami?

Nabi Ibrahim kembali menyampaikan kebatilan cara berpikir mereka, Nabi Ibrahim kembali
menjelaskan dengan cermat bahwa apa yang mereka sembah selain Allah adalah sebuah
kebatilan yang nyata.

Nabi Ibrahim berkata :

‫ن‬
َ ُ ِ ْ َ ‫ل َ ْ َ َ َ ُ َ ِ ُ ُ ْ َ َا َ ْ ُ ُ ْ إ ْن َ ُ ا‬
َ َ

Artinya, “Ibrahim berkata, “Sebenarnya yang melakukannya adalah patung yang besar ini.
Silahkan tanyaka kepadanya jika seandainya mereka mampu berbicara.” (QS Al-Anbiya’ :
63)

[3]
Khutbah Idul Adha 1440 H – www.kiblat.net

Nabi Ibrahim kembali membuat mereka mati kutu. Sebuah jawaban yang meluluh-lantakkan
pondasi kesyirikan mereka. Silahkan tanya tuhan-tuhan kalian, jika mereka bisa berbicara?
Sebuah jawaban yang mebuat mulut mereka terbungkam.

Jangankan untuk dijadikan tuhan, untuk dijadikan budak saja mereka tidak layak. Ketika
seseorang akan membeli budak, dan dia dihadapkan kepada dua budak, yang satu bisu
sedangkan yang satunya bisa berbicara, maka tentunya dia akan memilih yang bisa
berbicara. Nah untuk memilih budak saja seseorang mengutamakan yang bisa berbicara,
lantas bagaimana mungkin seseorang memilih tuhan yang tidak bisa berbicara.

Setelah mereka mengakui bahwa apa yang mereka sembah tidak mampu berbicara, Nabi
Ibrahim kembali menyerang pondasi mereka dengan bertanya:

ْ ُ ّ ُ َ َ َ‫َْ َ ُ ُ ْ َ ْ ً و‬ َ َ ِ ّ ‫نا‬
ِ ‫ل أ َ َ ْ ُ ُونَ ِ ْ د ُو‬
َ َ

Artinya, “Nabi Ibrahim berkata, “Apakah kalian beribadah kepada selain Allah yang mana
(sembahan selain Allah) tidak bisa mmberikan manfaat sedikitpun kepada kalian dan juga
tidak bisa mendatangkan madhorot kepada kalian.” (QS Al-Anbiya’ : 66)

Setelah mereka tahu bahwa pondasi-pondasi kebatilan mereka diruntuhkan oleh


argumentasi demi argumentasi yang diberikan oleh Nabi Ibrahim, mereka kemudian berlaku
sewenang-wenang terhadap Nabi Ibrahim.

Hal ini adalah cara yang dilakukan oleh para pengusung kebatilan dari masa ke masa. Ada
Firaun yang ketika kalah dalam berdialog dengan Musa, Firaun menggunakan kekuasaannya
untuk mengintimidasi Musa. Ketika kafir Quraisy kehabisan cara menghentikan arus
Islamisasi yang terjadi di Mekkah, mereka mulai mengintimidasi dan menyiksa setiap orang
yang berdiri di barisan kebenaran.

Inilah yang terjadi kepada sang kekasih Allah Nabi Ibrahim, raja Namrud memerintahkan
untuk membakar Ibrahim. Persekusi terhadap satu-satunya ahli tauhid masa itu. Seluruh
manusia mempersekusinya, bahkan bapaknya berdiri di barisan kekufuran dan kesyirikan.

Seluruh masyarakat ketika itu mendukung keputusan untuk membakar nabi Ibrahim,
bahkan disebutkan dalam sebuah riwayat seorang wanita yang sakit, dalam keadaan
sakitnya berazam untuk memberikan kontribusi dalam membakar Ibrahim.

Dia berkata:

َ ‫ا‬ ًَ َ ّ ََ ْ َ ‫َ َ ِ ا‬ َِ

Artinya, “Jika Allah memberikanku kesembuhan, maka pasti saya akan ikut mengumpulkan
kayu bakar untuk membakar Ibrahim.”

[4]
Khutbah Idul Adha 1440 H – www.kiblat.net

Perkataan wanita ini menggambarkan betapa besarnya permusuhan mereka terhadap


dakwah yang dibawa oleh Nabi Ibahim. Dakwah yang mengokohkan pondasi tauhid, dakwah
yang membuat murka para pelaku kekufuran, dakwah yang berupaya menundukkan
manusia terhadap aturan yang Allah tetapkan bagi manusia.

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah

Inilah tabiat dakwah dan para pengusungnya. Tidak ada seorang yang mewakafkan dirinya
untuk berdakwah, mewakafkan dirinya untuk berjuang menegakkan agama Allah, melainkan
mereka akan mendapat gangguan dan teror secara verbal, mental maupun fisik. Bisa kita
bayangkan bagaimana mencekamnya kondisi yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim ketika itu,
ketika seluruh manusia memusuhinya, ketika kaumnya mempersekusinya dan tidak ada
yang berpihak kepadanya seorangpun.

Mereka bersiap membakar nabi Ibrahim, kayu-kayu dikumpulkan, menara sebagai tempat
pembakaran dipersiapkan, lubang yang dalam di bawah menara juga digali. bahkan
disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa tidaklah burung terbang di atas kobaran api
tersebut melainkan akan mati terpanggang.

Prosesi pembakaran sang kekasih Allah dimulai. Ketika Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalam
api, maka semua makhluk Allah, bumi, langit dan para malaikat memohon kepada Allah.

ٌ َِ ‫ض‬
ِ ْ‫ِ ا ر‬ ِ َ َْ ، ِ ِ َ َ ُ : ‫ل‬
َ َ ،ُ ْ َ ْ ِ ْ ُ َ َ ‫ َ ذ َ ْن‬، ِ‫ِ ا ّ ر‬ َ ْ ُ َ ُ ِ َ ، ‫َب‬
ِّ ‫َ ر‬

ُ‫َ َ ُ ه‬ َ‫ و‬، ُ ‫ث ِ ُ ْ َ ِ ُ ه‬
َ ََ ْ ‫نا‬
ِ َ ، ‫َب َ ْ ِي‬
ّ ‫َ ُر‬ َ ْ َ ، ُ ّ َ ‫ و َأ َ ر‬، ُ ‫َ ْ ُه‬

Artinya, “Wahai Rabbku, kekasih-Mu dilemparkan ke dalam api, maka izinkan kami untuk
membantu memadamkan api untuknya. Allah menjawab, “Dia adalah kekasih-Ku dan tidak
ada di bumi (pada waktu itu) kekasih-Ku selain dirinya dan Saya adalah Rabb-nya dan tidak
ada Rabb yang ia miliki selain Diriku. Jika dia meminta tolong kepada kalian, maka bantulah
dia, namun jika tidak maka biarkan saja dia.” (HR Ahmad)

Ada sebuah momen menarik yang diceritakan oleh Ibnu Jarir Ath-Thobari ketika Nabi
Ibrahim dibakar, penghulu malaikat Jibril as, terlihat menampakkan wujudnya di hadapan
Nabi Ibrahim. Jibril bertanya kepada Ibrahim:

ْ َََ ‫ا‬ ‫ أ ّ إ َ ْ َ َ َ أ ّ إ‬:‫َ َ ٌ؟ ل‬ َ َ‫أ‬ ‫َ إ ْ َا‬

Artinya, Wahai Ibrahim, apakah kamu membutuhkanku? Ibrahim menjawab, “Kepadamu


wahai Jibril, maka saya tidak membutuhkannya, adapun kepad Allah, maka sudah pasti saya
membutuhkannya.”

Sebuah jawaban yang menggambarkan kuat dan kokohnya pemahaman Ibrahim terhadap
Allah yang menjadi tempat bergantung. Nabi Ibrahim tidak ingin bersandar kepada selain

[5]
Khutbah Idul Adha 1440 H – www.kiblat.net

Allah, Nabi Ibrahim tahu betul bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang mampu
menolongnya. Inilah puncak tawakkal, inilah puncak iman dan inilah puncak penghambaan
kepada Allah. Meskipun jika sebenarnya Ibrahim mengiyakan tawaran Jibril, hal itu tidaklah
mengapa, karena Jibril tidaklah mampu menolong Ibrahim kecuali atas izin dari Allah. Akan
tetapi Nabi Ibrahim menginginkan tempat yang mulia di sisi Allah.

Inilah wali Allah, persekusi manusia, kobaran api yang tinggi, kemarahan penguasa tidak
menyurutkan langkah beliau untuk tetap teguh di jalan Allah, sama sekali tidak bergeser,
tiada ketakutan pada diri Nabi Ibrahim, karena beliau yakin Allah bersamanya.

Bahkan momen ini menjadi momen terbaik dalam hidup Nabi Ibrahim, momen yang dalam
pandangan manusia adalah momen yang menakutkan, namun bagi Nabi Ibrahim ini adalah
momen terindah di dalam hidupnya. Momen di mana beliau merasakan kedekatan yang luar
biasa dengan Allah, momen ketika beliau berada di puncak keyakinan terhadap Allah.

Hal ini tergambar dalam ungkapan Nabi Ibrahim, beliau berkata:

ِ‫ُ ْ ُ ِ َ ِ ا ّ ر‬ ِ ّ ‫ّ ِم ا‬ ‫ِ َا‬ ِّ ُ َْ‫ُْ ُ أ ّ ً َّ أ‬ َ

Artinya, “Tidak pernah saya melewati hari-hari yang paling indah (dalam hidup saya)
melebihi hari di mana saya dibakar oleh api.”

Sebuah ungkapan ajaib yang hendaknya diteladani oleh para pejuang Islam, yang harus
diresapi oleh mereka yang bergerak meninggi panji Lailaha Illallah di muka bumi.
Keteladanan ini juga dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, ketika beliau bersama Abu
Bakar terperangkap di gua Tsur dan orang-orang Quraisy mencari-cari mereka berdua.

Ketika keduanya dalam kejaran orang-orang Kafir Quraisy, seluruh daya upaya dilakukan
Quraisy guna mencegah mereka berdua hijrah. Dalam kondisi itu mereka berdua terpaksa
menginap di gua Tsur. pada momen seperti itu di saat orang Quraisy berada di pintu gua,
kondisi cukup mencekam Abu Bakar berkata kepada Nabi Muhammad SAW

َ ُ ُ ِ َ ُ ّ ‫ َ َ ّ َ َ أ َ َ ْ ٍِ ْ َ ْ ِ ا‬: ‫ل‬
َ ََ . َ َ َ ْ ِ َْ َ َ َ َْ َ َ َ ْ ُ َ َ ‫ن أ‬
ّ ‫َْ أ‬

Artinya, “Kalau seandainya salah seorang di antara mereka mlihat ke bawah kakinya niscaya
mereka akan melihat kita. Maka Nabi Muhammad SAW menjawab, “Apa pendapatmu wahai
Abu Bakar tentang dua orang dan Allah yang menjadi ketiganya.” (HR Bukhori)

Beginilah ketenangan menghampiri para wali Allah, hal ini tidak lain dan tidak bukan karena
hati mereka selalu terpaut dengan Allah. Adalah Nabi Ibrahim ketika beliau dibakar oleh
kaumnya beliau berdoa kepada Allah:

[6]
Khutbah Idul Adha 1440 H – www.kiblat.net

‫ َ ْ ِ َ ا‬،‫ض أ َ ٌ َ ْ ُ ُك َ َ ْ ِي‬
ِ ْ‫ِ ا ر‬ َ َْ ‫ض‬
ِ ْ‫ِ و َأ َ ا َا ِ ُ ِ ا ر‬،‫ا َ َ ء‬ ِ ‫ا ّ ُ ّ أ ْ َ ا َا‬

َِ ‫و ِْ َ ا‬

Artinya, “Ya Allah engkau adalah Dzat yang Maha Esa di langit, dan saya sendirian di bui,
tidak ada di bumi ini seorang hamba yang beribadah kepada-Mu selainku, Cukuplah Allah
bagiku dan Allah sebaik-baik pelindung.”

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah

Inilah teladan Nabi Ibrahim, sebuah keteladanan yang diwariskan kepada para pengikutnya,
keledanan yang mendapat rekomendasi dari Allah dan dimuat di dalam media abadi
bernama Al-Quran.

Keteladanan dalam membela agama Allah, mendakwahkan tauhid, dan menerima segala
resiko di jalan itu. tanpa sedikitpun mengeluh, tanpa sejengkalpun mundur dan menerima
seluruh konsekuensi perjuangan dengan lapang dada dan ikhlas. Karena beliau paham
bahwa Allah selalu bersamanya. Dan hal inilah yang senantiasa membuat para wali Allah
tidak pernah takut dan khawatir atas apa yang menimpa mereka dalam menegakkan agama
Allah.

Syaikh Abdullah Azzam dalam sebuah ceramahnya menekankan bahwa dakwah dan jihad
menegakkan Islam tidaklah mudah. Beliau berkata:

‫ن و َ َ ْ ٌ و َ َ ْ ِ ْ ٌ َ َ ْ أر َاد َ أن َ ْ ِ َ َ ْاء َ ً أو‬


ٌ ُ ُ ، ِ َ َ ِ ٌ ‫ َ ِ ء‬، ‫ف ِ َ َ رِه‬
ٌ ُ ْ َ ‫ات‬
ِ ََ ّ ‫َ ِ ُْا‬

ً َ ِ َ ً َ ْ ُ ‫َ ِ ًو‬ ً َ َ ْ َ ‫ و َ ْ أر َاد َ َ ُ ْ َ ً ُ ْ ِ َ ً و َ َ ِ َ ً َ ِّ َ ً و‬, ‫ه‬ ِِ َ ِ ِ ْ َ َ ْ َ ً‫ُ ِ ّ َ د ة‬

ُ ُ ّ ‫َ ء َ َ َا ا ّ ْ ُ َ ْ ُ ْ ُ أ ْن ُ ِ َ ا‬ ‫َ ْ ُ َا ِ ْ ِ ِ ّ ا ُ ُ ِ وا ّ َ ة ِ ِ ْ أ ْ َ ِ ِ ْ ُ ْ ُ أ ْن‬ ِ ََِ ِ

‫َ َْ ِ ْ و ٍ َ َ ْ َ َ ا‬ ‫َ َ َاتُ ا‬

Artinya, “Jalan dakwah dipenuhi oleh hal-hal yang tidak disukai jiwa, dipenuhi oleh mara
bahaya. Resiko dipenjara, dibunuh, diusir dan diasingkan. Barangsiapa yang ingin
memegang teguh prinsip atau menyampaikan dakwah, hendaklah dia mempersiapkan diri
untuk menerima resiko-resiko ini. Akan tetapi barangsiapa yang (dalam jalan dakwah ini)
menginginkan rekreasi yang menyenangkan, kata-kata yang baik, pesta yang ramai,
khutbah yang meriah, maka silahkan baca kembali catatan sejarah para rasul dan para
penyeru kebenaran, sejak datangnya agama ini, bahkan sejak diutusnya para Rasul ke muka
bumi.”

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah

Semoga dengan mengambil teladan dari kekasih Allah Nabi Ibrahim, kita terinspirasi untuk
menjadi hamba Allah yang hati, lisan dan perbuatannya selalu terikat dengan Allah.

[7]
Khutbah Idul Adha 1440 H – www.kiblat.net

Sehingga apapun yang menimpa kita di dunia karena berpegang teguh kepada agama Allah
tidak membuat kita bersedih hati dan khawatir karena kita bersama Dzat yang Maha Agung,
kita bersama Dzat yang Maha Besar. Maka tidak ada cara bagi kita untuk mendapatkan
ketengangan melainkan dengan mengisi kekosongan hati dan pikiran kita dengan
ketergantungan kepada Allah SWt.

Mari kita tutup khutbah ini dengan berdoa kepada Allah

ً ِ ْ َ ‫ن ّا َ و َ َ َ ِ َ َ ُ ُ َ ّ نَ َ َ ا ّ ِ ِ ّ ۚ َ أ ّ َ ا ّ ِ َ آ َ ُ ا َ ّ ا َ َ ْ ِ و َ َ ِ ّ ُ ا‬
ّ ‫إ‬

‫ات‬
ِ َ ْ َ ْ ‫َت ا َ َ ْ ء ُ ِ ْ ُ ْ وَا‬
ِ ِ ْ ُ ْ ‫َت وَا ْ ُ ْ ِ ِ ْ َ وَا‬
ِ ِ ْ ُ ْ ‫ا َ ُ ّ ا ْ ِ ْ ُ ِ ْ ْ ِ ِ ْ َ وَا‬

َ ْ ِّ ‫ل ا ِّ ْك َ وَا ْ ُ ْ ِ ِ ْ َ و َا ْ ُ ْ ِ َ دَك َ ا ْ ُ َ ِ ّ ِ ّ َ و َا ْ ُ ْ َ ْ َ َ َ ا‬
ّ ِ‫ا ُ ّ أ ِ ّ ا ْ ْ َم َ وَا ْ ُ ْ ِ ِ ْ َ و َأذ‬
ِ ْ ِّ ‫َ ِ َ ِ َ إ َ َ ْم َ ا‬ ِ ْ ‫ل ا ْ ُ ْ ِ ِ ْ َ و َ د َ ّْ ِ أ ْ َاء َ ا ِّ ْ ِ و َا‬
َ َ َ ْ َ ْ‫و َا ْ ُل‬

َ ِ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ ‫ل وَا ْ ِ َ َ و َ ُ ْء َ ا ْ ِ ْ َ ِ وَا ْ ِ َ َ َ َ َ َ ِ ْ َ و‬
َ ِ‫ا ُ ّ ا ْد َ ْ َ ّ ا ْ َ َء َ وَا ْ َ َ ء َ و َا ّ َز‬
َ ْ ِ َ َ ْ ‫َب ا‬
ّ ‫ّ ً َر‬ َ ْ ِ ِ ْ ُ ْ‫ن ا‬
ِ ‫ّ ً و َ َ ِ ِ ا ْ ُ ْ َا‬ ّ ِ ْ ِ ‫ا ِ ْ ُو‬

َ ْ َ ْ َ َ ‫ِ َة ِ َ َ َ ً و َ ِ َ َ َابَ ا ّ رِ ر َ َّ َ َ ْ َ ا َ ْ ُ َ َ و َا ِ ْن َ ْ َ ْ ِ ْ َ َ و‬ ْ ‫َ َ َ ً وَ ِ ا‬ َ ْ ّ ‫رَ ّ َ آ ِ َ ِ ا‬
َ ْ ِ ِ َ ْ‫َ َ ُ ْ َ ّ ِ َ ا‬

ْ َ ْ ‫ء ِ وَا ْ ُ ْ َ ِ وَا‬ ْ َ ْ‫َ ِ ا‬ َ ْ َ َ ‫ن و َ ْ ء ِ ذِي ا ْ ُ ْ َ و‬


ِ َ ْ ْ ‫ل وَا‬
ِ ْ َ ْ ِ َ ُ َُ َ ‫ن ا‬
ّ ‫ِ َ د َا ِ ! إ‬
ْ َ ْ ‫َ ا ْ َ ِ ْ َ َ ْ ُ ْ ُ ْ و َا ْ ُ ُوْه ُ َ َ ِ َ ِ ِ َ ِ ْد ُ ْ و َ َ ِ ْ ُ ا ِ أ‬ ‫َ ِ ُ ُ ْ َ َ ّ ُ ْ َ َ ّ ُ ْونَو َا ْذ ُ ُوا ا‬

Naskah khutbah Idul Adha 1440 H ini ditulis oleh Ust. Miftahul Ihsan, Lc dan diunduh
dari situs www.kiblat.net.

[8]

Anda mungkin juga menyukai