Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi
pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan
(intrauterine growth restriction) (Pudjiadti, 2010).
Bayi baru lahir dengan berat kurang dari 2500gr mempunyai
permasalahan yang lebih serius untuk segera mendapatkan perawatan dan
pengawasan secara intensif. Hal ini dikarenakan kondisi fisik bayi yang masih
sangat lemah, alat-alat pernafasan belum berfungsi sempurna. Hal ini
menunjukkan bahwa bayi dengan BBLR sangatlah rentan untuk terjangkitnya
suatu infeksi dan penyakit (Manuaba, 2007).
Hasil Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa persentase balita (0-59
bulan) dengan BBLR sebesar 10,2%. Masalah pada bayi dengan berat lahir
rendah (BBLR) terutama pada prematur terjadi karena ketidakmatangan
sistem organ pada bayi tersebut. Bayi berat lahir rendah mempunyai
kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi dan mudah terserang
komplikasi. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada
sistem pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskular, hematologi, gastro
intestinal, ginjal, termoregulasi (Profil Kesehatan Indonesia, 2013). Masalah
yang sering timbul sebagai penyulit BBLR adalah hipotermia, hipoglikemia,
hiperbilirubinemia, infeksi atau sepsis dan gangguan minum (Depkes RI,
2005).
Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam
pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan
terjadinya infeksi, kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk
menderita hipotermia. Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR) mudah terserang komplikasi tertentu seperti ikterus, hipoglikemia
yang dapat menyebabkan kematian. Kelompok bayi berat lahir rendah yang
dapat diistilahkan dengan kelompok resiko tinggi karena pada bayi berat lahir

1
rendah menunjukan angka kematian dan kesakitan yang lebih tinggi dengan
berat bayi lahir cukup (Manuaba, 2007).
Kasus BBLR di RSUD Kota Salatiga selama tahun 2014 sebanyak
14,9% bayi dari bayi yang dirawat di bangsal perinatologi, yang terdiri dari
BBLR yang dilahirkan di RSUD kota Salatiga dan BBLR yang dirujuk ke
RSUD kota Salatiga. Bayi yang meninggal sejumlah 11,85% dari keseluruhan
bayi BBLR di RSUD Kota Salatiga yaitu sebanyak 23 dari 194 bayi BBLR.
Kasus tersebut terdiri dari BBLR yang dismature maupun yang premature.

B. Tujuan
Diharapkan setelah melihat studi kasus yang ada di lapangan
mahasiswa mampu:
1. Umum
Mampu melakukan manajemen asuhan kebidanan pada kasus BBLR
dengan ikterus
2. Khusus
a. Mengetahui pengertian, etiologi, dan tanda dari BBLR
b. Mengetahui penatalaksanaan BBLR pada neonatus sesuai 7 langkah
Varney, yaitu:
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data bayi dengan BBLR
2. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi data, mangkaji masalah,
serta menentukan kebutuhan pada bayi dengan BBLR
3. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa potensial pada bayi
dengan BBLR
4. Mahasiswa mampu melakukan antisipasi tindakan segera pada bayi
BBLR
5. Mahasiswa mampu merencanakan asuhan yang akan diberikan
pada bayi BBLR
6. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan
asuhan yang telah direncanakan
7. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi sesuai dengan asuhan yang
telah diberikan

2
C. Manfaat
1. Bagi RSUD Kota Salatiga
Menambah suasana belajar dengan melakukan asuhan secara langsung
pada pesien dengan tetap memperhatikan Standart Operasional Prosedur
2. Bagi Institusi Akademi Kebidanan Yogyakarta
Untuk menambah referensi bacaan mahasiswa dan evaluasi pembelajaran
pratikum di lapangan
3. Bagi Mahasiswa
a. Meningkatkan kemampuan untuk membandingkan teori dengan
praktik lapangan
b. Dapat mengetahui asuhan yang dilakukan pada bayi dengan BBLR
c. Dapat menjadikan ilmu pengetahuan sebagai dasar pengalaman
praktik di lapangan.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)


1. Pengertian
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi (Prawiroharjo, 2010).
Menurut Manuaba (2007), BBLR merupakan bayi dengan berat badan
kurang dari 2500 gram terjadi karena umur kehamilan kurang dari 37
minggu, berat badan lebih rendah dengan semestinya sekalipun umur
kehamilan cukup atau karena kombinasi keduanya.
WHO (World Health Organiztion) menyatakan BBLR merupakan
bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500
gram atau sampai dengan 2499 gram (Hidayat, 2005).
2. Klasifikasi BBLR
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR (Proverawati dan
Ismawati, 2010) :
a. Menurut harapan hidupnya
1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.
2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-
1500 gram.
3) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang
dari 1000 gram.
b. Menurut masa gestasinya
1) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan
berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau
biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan
(NKB-SMK).
2) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat
badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa
kehamilannya (KMK).

4
3. Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur.
Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas dan lain-lain. Faktor plasenta
seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga
merupakan penyebab terjadinya BBLR (IDAI, 2004). Beberapa penyebab
dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati dan Ismawati, 2010).
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia
<20 tahun atau >35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa,
solusio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik),
ketuban pecah dini.

5
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
4. Permasalahan pada BBLR
BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai permasalahan
yang banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang
belum stabil (Surasmi, dkk, 2005). Menurut Prawirohardjo (2010), masalah
yang terjadi pada BBLR yaitu:
1) Suhu tubuh
a) Pusat pengatur napas tubuh masih belum sempurna
b) Otot bayi masih lemah
c) Kemampuan metabolisme panas masih rendah sehingga bayi dengan
BBLR perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas
badan dan dapat dipertahankan sekitar 36,50C-37,50C.
d) Lemak kulit dan lemak coklat kurang sehingga cepat kehilangan panas
tubuh.
2) Pernafasan
a) Pusat pengatur pernafasan belum sempurna
b) Otot pernafasan dan tulang iga lemah
c) Surfaktan paru-paru masih kurang sehingga perkembangannya tidak
sempurna
d) Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membran, mudah infeksi
paru-paru, gagal pernafasan
3) Alat pencernaan makanan
a) Penyerapan makanan masih lemah atau kurang baik karena fungsi
pencernaannya belum berfungsi sempurna
b) Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi
pneumonia
c) Aktivasi otot pencernaan makanan masih belum sempurna sehingga
pengosongan lambung berkurang

6
4) Hepar yang belum matang
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan hiperbilirubin sehingga mudah
terjadi hiperbilirubinemi (kuning) sampai menyebabkan ikterus.
5) Ginjal yang belum matang
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum
sempurna sehingga mudah terjadi oedema.
6) Perdarahan dalam otak
a) Karena mengalami gangguan pernafasan sehingga memudahkan
terjadinya perdarahan dalam otak
b) Pembuluh darah bayi prematur masih rapuh dan mudah pecah
c) Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan
kematian bayi.
d) Pemberian oksigen belum mampu diatur sehingga mempermudah
terjadi perdarahan dan nekrosis.
7) Gangguan Immunologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig E.
Tabel Penilaian klinis kemungkinan komplikasi pada BBLR
Anamnesa Pemeriksaan Pemeriksaan Kemungkinan
Penunjang diagnosa
Bayi terpapar Menangis lemah Suhu tubuh Hipotermi
dengan suhu Kurang aktif kurang dari
lingkungan yang Malas minum 36,50C
rendah Kulit teraba dingin
Waktu timbulnya Kulit mengeras
kurang 2 hari kemerahan
Frekuensi jantung
kurang 100x/menit
Napas pelan dan
dalm
Kejang timbul Kejang, tremor, Kadar Hipoglikemia
saat lahir sampai letargi atau tidak glukosa darah
dengan hari ke 3 sadar kurang 45
Riwayat ibu mg/dL (2,6
diabetes mmol/L)
Ikterik (kuning) Kulit, konjungvitas Ikterus/
timbul saat lahir berwarna kuning hiperbilirubine
sampai dengan pucat mia
hari ke
Berlangsung
lebih dari 3

7
minggu
Riwayat infeksi
maternal
Riwayat ibu
pengguna obat
Riwayat ikterus
pada bayi lahir
sebelumnya
Ibu tidak dapat Bayi kelihatan bugar Kenaikkan Masalah
atau berhasil berat bayi pemberian
menyusui kurang 20 minum
Malas atau tidak gram /hari
mau minum selama 3 hari
Waktu timbul
sejak lahir
Ibu demam Bila ditemukanLaboraturium Infeksi atau
sebelum dan beberapa temuan
darah: curiga sepsis
selama persalinan ganda: Jumlah
Ketuban pecah - Bayi malas minum leukosit
dini - Demam tinggi atau- Lekositosis
Persalinan hipotermi atau
dengan tindakan lekopenia,
trombosito
penia
Timbul asfiksia Bayi letargi/ kurang Gambaran
pada saat lahir aktif darah tepi
Bayi mals minum Gangguan napas (bila tersedia
Timbul pada saat Kulit ikterus fasilitas)
lahir sampai 28 Sklerema atau
hari skleredema
Kejang
Bayi KMK atau Lahir dengan Pemeriksaan Sindroma
lebih bulan asfiksia radiologi aspirasi
Air ketuban Air ketuban dada (bila mekonium
bercampur bercampur dengan tersedia)
mekonium mekonium
Lahir dengan Tali pust berwarna
riwayat asfiksia kuning kehijauan
5. Patofisiologi pada BBLR
Patofisiologi terjadinya BBLR bergantung terhadap faktor-faktor yang
berkaitan dengan prematuritas dan IUGR. Sangat susah untuk memisahkan
secara tegas antara faktor-faktor yang berkaitan dengan IUGR dan
menyebabkan terjadinya BBLR (Rachma, 2005).
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur.
Faktor ibu yamg lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta

8
seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga
merupakan penyebab terjadinya BBLR (Rachma, 2005).
6. Manifestasi Klinis pada BBLR
Manifestasi klinis yang terdapat pada bayi dengan berat badan lahir
rendah adalah sebagai berikut (Surasmi, dkk, 2005:
a. Prematuritas murni
- BB <2500 gr, PB <45 cm, LK <33 cm, LD <30cm
- Massa gestasi <37 minggu
- Kepala lebih bessar daripada badan , kulit tipis, transpara, mengkilap,
dan licin
- Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terdapat terutama pada daerah dahi,
pelipis, telingan dan lengan, lemak subkutan kurang, ubun-ubun dan
sutura lebar
- Genetalia belum sempurna, pada wanita labia minora belum tertutup
oleh labia mayora, pada laki-laki testis belum turun
- Tulang rawan telinga belum sempurna, rajah tangan belum sempurna
- Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltik usus dapat terlihat
- Rambut tipis, halus, teranyam, puting susu belum terbentuk dengan
baik
- Bayi kecil, posisi masih posisi fetal, pergerakkan kurang dan lemah
- Bayi tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering
mengalami apnea, otot masih hipotonik
- Reflek tonus leher lemah, reflek menghisap, menelan, dan batuk
belum sempurna
b. Dismaturitas
- Kulit terselubung vernik caseosa tipis/tidak ada
- Kulit pucat bernoda mekonium, kuning, keriput, tipis
- Jaringan lemak di bawah kulit tipis, bayi tampak gesit, aktif dan kuat
- Tali pusat berwarna kuning kehijauan
7. Penatalaksanaan BBLR
Menurut Depkes RI (2005), setiap menemukan BBLR dilakukan
manajemen umum sebagai berikut:

9
- Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat
- Jaga patensi jalan napas
- Nilai segara kondisi bayi tentang tanda vital, meliputi penafasan, denyut
jantung, warna kulit, aktifitas.
- Bila bayi mengalami gangguan napas, kelola gangguan napas.
- Bila bayi mengalami kejang, berikan anti konvulsan.
- Bila bayi dehidrasi, berikan cairan rehidrasi secara IV
- Kelola bayi sesuai dengan kondisi spesifik atau komplikasinya
Dengan memperhatikan gambaran klinis dan berbagai kemungkinan
yang dapat terjadi pada bayi BBLR, maka perawatan dan pengawasanya harus
dilakukan dengan intensif. Pengawasan yang harus dilakukan pada bayi
dengan BBLR diantaranya:
a. Pengaturan suhu
Hipotermi disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang lebih luas
disbanding dengan berat badan. Cara mempertahankan suhu antara lain
(Sholeh, 2005) :
1) Kangaroo mother care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi
dengan ibunya. Jika ibu tidak ada, dapat dilakukan oleh orang lain
sebagai penggantinya
2) Pemancar panas (dengan membungkus bayi dan memasang lampu
didekat tempat tidur bayi). Menurut saifudin 2011) beri lampu 60 watt
dengan jarak 60cm dari bayi
3) Ruangan yang hangat
4) Inkubator
Tabel suhu inkubator
Berat bayi Suhu incubator (0C) menurut umur
350C 340C 330C 320C
<1500 gr 1-10 hari 11 hari- 3 3- 5 minggu >5 minggu
minggu
1500-2000 gr 1- 10 hari 11 hari – 4 >4 minngu
minggu
2100-2500 gr 1-2 hari 3 hari- 3 >3 minggu
minngu
>2500 gr 1- 2 hari >2hari
Bila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu incubator 1 0C setiap
perbedaan suhu 70C antara suhu ruang dan suhu incubator

10
Tabel: Cara menghangatkan bayi (Depkes RI, 2005)
CARA PETUNJUK PENGGUNAAN
Kontak kulit - Untuk semua bayi
- Tempelkan kulit atau permukaan kulit bayi langsung
pada permukaan kulit ibu, misalnya dengan
merangkul, menempelkan pada payudara atau
meneteki
- Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat, atau
menghangatkan bayi hipotermi (32-36,40C) apabila
cara lain tidak mungkin dilakukan.
Kangoroo Mother - Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan <2500
Care (KMC) gr, terutama direkomendasikan untuk perawatan
berkelanjutan bayi dengan berat badan <1800 gr
- Tidak untuk bayi yang sakit berat (sepsis, gangguan
napas berat)
- Tidak untuk ibu yang menderita penyakit berat yang
tidak dapat merawat bayinya
- Pada ibu yang sedang sakit, dapat dilakukan oleh
keluarga (pengganti ibu)
Pemancar panas - Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat badan 1500 gr
atau lebih
- Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan
tindakan, atau menghangatkan kembali bayi hipotermi
Lampu - Bila tidak tersedia pemancar panas, dapat digunakan
penghangat lampu pijar maksimal 60 watt dengan jarak 60 cm
Inkubator - Penghangatan berkelanjutan bayi dengan berat <1500
gr yang tidak dapat dilakukan KMC
- Untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)
Boks - Bila tidak tersedia inkubator, dapat digunakan boks
pengahangat dengan menggunakan lampu pijar
maksimal 60 watt sebagai sumber panas
Ruangan hangat - Untuk merawat bayi dengan berat <2500 gr yang tidak
memerlukan tindakan diagnostik atau prosedur
pengobatan
- Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas
berat)

b. Nutrisi
Bayi BBLR reflek hisap, telan, dan batuk bellum sempurna, kapasitas
lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih
kurang. Disamping kebutuhan protein 3-5 gram per hari dan tinggi kalori
(110 kal/kg/hari), agar berat badan bertambah sebaik-baiknya. Pemberian
minuman pada umur 3 jam agar bayi tidak hipoglikemia dan

11
hiperbillirubinemia (Winkjosastro, 2008). Apabila bayi mendapatkan ASI,
pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara:
- Perikasa apakah bayi puas setelah menysu
- Catat jumlah urine setiap bayi kencing untuk menilai kecukupan
minum (minimal 6x sehari)
- Periksa pada saat ibu meneteki, apabila satu payudara dihisap, Asi
menetes dari payudara yang lain.
Apabila bayi memerlukan cairan IV, maka:
- Berikan cairan IV selama 24 jam pertama,
- Mulai berikan minum peroral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi
stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu dan bayi menunjukkan
tanda-tanda siap untuk menyusu,
- Apabila bayi mengalami masalah lain, maka perikan ASI peras
melalui pipa lambung atau dengan pipet,
- Berikan cairan IV dan ASI sesuai dengan umur bayi,
- Berikan minum 8x dalam 24 jam (misal 3 jam sekali), apabila bayi
telah mendapat minum 160ml/kg berat badan per hari tetapi masih
tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum,
- Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bay sudah stabil dan bayi
menunjukkan keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu dengan
baik (Depkes RI, 2005).
Tabel rekomendasi kebutuhan cairan untuk BBLR (Yushananta, 2007) :

Tipe tempat Berat Badan (gram)


tidur 600-800 801-1000 1001-1500 1501-2000
Radiant 120 cc 90 cc 15 cc 65 cc
Incubator 90 cc 75 cc 65 cc 55 cc
Lain-lain 70 cc 55 cc 50 c 45 c

c. Perlindungan terhadap infeksi


Bayi BBLR mudah sekali terkena infeksi. Oleh karena itu upaya
preventif sudah didahulukan sejak pengawasan antenatal, sehingga tidak
terjadi persalinan BBLR, dan pada masa post natal, yaitu jika keadaan ibu

12
dan bayi mengizinkan, maka bayi dirawat bersama ibu dan diberi ASI.
Untuk mencegah terjadinya infeksi maka :
1) Pisahkan antara bayi yang terkena infeksi dengan bayi yang tidak
terkena infeksi
2) Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi
3) Membersihkan tempat tidu bayi segera setelah tidak dipakai lagi
(paling lama seorang bayi memakai tempat tidur selama 1 minggu
untuk kemudian dibersihkan dengan cairan antiseptik.
4) Membersihkan ruangan pada waktu-waktu tertentu
5) Setiap bayi mempunyai perlengkapan sendiri
6) Jika mungkin, bayi dimandikan di tempat tidur masing masing dengan
perlengkapan sendiri
7) Petugas di bangsal bayi, harus memakai pakaian yang telah disediakan
8) Petugas yang menderita penyalit menular (infeksi saluran nafas, diare,
konjungtivitis, dll) dilarang merawat bayi.
9) Kulit dan tali pusat harus dibersihkan sebaik baiknya
10) Pengunjung hanya boleh melihat bayi dari belakang kaca
d. Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dengan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat
badan harus dilakukan dengan tepat (Saifuddin, 2009). Bayi dengan BBLR
akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama. Bayi dengan berat
lahir >1500 gr dapat kehilangan berat badan sampai 10%. Berat lahir
biasanya tercapai kembali dalam 14 hari kecuali apabila terjadi
komplikasi. Untuk itu perlu dilakukan penimbangan berat badan bayi
setiap hari untuk mengetahui penambahan atau pengurangan berat badan
bayi dan dapat disesuaikan dengan pemberian cairan atau ASI (Depkes
RI, 2005).

13
B. Hiperbilirubin
1. Definisi
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2010). Hiperbillirubin ialah suatu
keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik
(Prawirohardjo, 2012). Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah
meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga
kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning
(Ngastiyah, 2005).
Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4
mg/dl (Prawirohardjo, 2012). Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36
jam pertama, biasanya disebabkan peningkatan produksi bilirubin (terutama
karena hemolisis) karena pada periode ini hepar jarang memproduksi
bilirubin lebih dari 10 mg/dL. Peningkatan penghancuran hemoglobin 1%
akan meningkatkan kadar bilirubin empat kali lipat (Sukani, 2008).
Pada hiperbilirubinemia fisiologis, terjadi peningkatan bilirubin tidak
terkonjugasi >2 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. Kadar bilirubin
tidak terkonjugasi itu biasanya meningkat menjadi 6 sampai 8 mg/dL pada
umur 3 hari, dan akan mengalami penurunan. Pada bayi kurang bulan, kadar
bilirubin tidak terkonjugasi akan meningkat menjadi 10 sampai 12 mg/dL
pada umur 5 hari (Ardakani, 2011).
2. Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
a. Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari
ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai
potensi menjadi karena ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
1) Timbul pada hari kedua dan ketiga
2) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus
cukup bulan.
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.

14
4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
b. Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau
kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Adapun tanda-tandanya sebagai berikut :
1) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan
3) Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari
4) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik (Arief ZR, 2009)
3. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus
neonatarum dapat dibagi:
a) Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya
pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO,
golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan
tertutup dan sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya
substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil
transferase (Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi
protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin
ke sel hepar.
4) Gangguan transportasi

15
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang
mudah melekat ke sel otak.
5) Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar
hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar oleh penyebab lain (Hassan et al, 2005).
4. Patofisiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan
oleh kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang
dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi
saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada
semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika
konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini
akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan
ini disebut ikterus atau jaundice (Murray, et al, 2009).
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan
otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus
striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan
nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat
berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum,
tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat
terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan
otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara dan
retardasi mental.
5. Manifestasi klinis
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin
serumnya kira-kira 6mg/dl (Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat

16
penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan
menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi
(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor.
Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson,
2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
a) Tampak pada hari 3,4
b) Bayi tampak sehat (normal)
c) Kadar bilirubin total <12mg%
d) Menghilang paling lambat 10-14 hari
e) Tak ada faktor resiko
f) Sebab: proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis)
(Prawirohardjo, 2012).
Gambaran klinik ikterus patologis:
a) Timbul pada umur <36 jam
b) Cepat berkembang
c) Bisa disertai anemia
d) Menghilang lebih dari 2 minggu
e) Ada faktor resiko
f) Dasar proses patologis (Prawirohardjo, 2012)
6. Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir
atau setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar
yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa
tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang
berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita
sedang mendapatkan terapi sinar (Etika et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis,
mudah dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969).
Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya
menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang
ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada

17
masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah
diperkirakan kadar bilirubinnya (Mansjoer, 2007).
Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer (Depkes RI, 2005)
Derajat Daerah Ikterus Perkiraan
kadar bilirubin
Ikterus
I Daerah kepala dan leher 5,0 mg%
II Sampai badan atas 9,0 mg%
III Sampai badan bawah hingga 11,4 mg%
tungkai
IV Sampai daerah lengan, kaki 12,4 mg%
bawah, lutut
V Sampai daerah telapak tangan 16,0 mg%
dan kaki
Tabel 2.1 Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis
dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai
kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut (Etika et al,
2006).

7. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin (direk dan indirek) harus dilakukan pada
neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit
atau bayi-bayi yang tergolong resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia
berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi
menentukan penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan
‘Coombs test’, darah lengkap dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining
G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang
setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar
serum albumin juga harus diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar atau
transfusi tukar (Etika et al, 2006).
8. Penatalaksanaan Hiperbilirubin
Strategi mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia meliputi
pencegahan, penggunaan farmakologi, fototerapi dan transfusi tukar.
Strategi pencegahan hiperbirubinemia:

18
a. Pencegahan primer
1) Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali
per hari untuk beberapa hari pertama.
2) Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air
pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
b. Pencegahan sekunder
1) Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan
rhesus serta penyaringanserum untuk antibodi isoimun yang tidak
biasa.
- Jika golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif,
dilakukan pemeriksaan antibodi direk (test coombs), golongan
darah dan tipe Rh darah tali pusat bayi.
- Jika golongan darah ibu O, Rh positif, terdapat pilihan untuk
dilakukan tes golongan darah dan tes coombs pada darah tali
pusat bayi, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan
pengawasan, penilaian terhadap resiko sebelum keluar RS dan
tindak lanjut yang memadai.
2) Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor
terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap
penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital bayi,
tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam (Etika et al, 2006).
c. Evaluasi laboratorium
1) Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan pada setiap bayi yang
mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir.
2) Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan jika tampak ikterus
yang berlebihan.
3) Semua kadar bilirubin harus diintrepretasikan sesuai dengan umur
bayi dalam jam (Mansjoer, 2007).
d. Penyebab kuning
1) Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi
harus dilakukan analisis dan kultur urin

19
2) Bayi sakit dan ikterus pada umur atau lebih dari 3 minggu harus
dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk untuk
mengidentifikasi adanya kolestatis.
3) Jika kadar bilirubin direk meningkat, dilakukanevaluasi tambahan
mencari penyebab kolestatis.
4) Pemeriksaan kadar G6PD direkomendasikan untuk bayi ikterus
yang mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau asal
geografis yang menunjukkan kecenderungan defisiensi G6PD atau
pada bayi dengan respon fototerapi buruk (Mansjoer, 2007).
e. Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan
Setiap bayi harus dinilai terhadap resiko berkembangnya
hiperbilirubinemia berat.
f. Pengelolaan bayi dengan ikterus yang mendapat ASI
1) Observasi semua feses awal bayi, pertimbangkan untuk
merangsang pengeluaran jika feses keluar dalam waktu 24 jam
2) Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin.
3) Menyusui yang sering dengan waktu yang singkat lebih efektif
dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuensi yang
jarang walaupun total waktu yang diberikan sama.
4) Tidak dianjurkan pemberian air, dektrosa, atau formula pengganti.
5) Observasi berat badan, BAK, dan BAB yang berhubungan dengan
pola menyusui
6) Ketika kadar bilirubin mencapai 15mg/dL, tingkatkan pemberian
minum, rangsang pengeluaran atau produksi ASI dengan cara
memompa, dan menggunakan protokol penggunaan fototerapi yang
dikeluarkan AAP.
7) Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan
abnormalitas ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu
upaya hanya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari
atau meningkat diatas 20 mg/dL atau ibu memiliki riwayat bayi
sebelumnya terkena kuning (Mansjoer, 2007).
Penatalaksanaan hiperbilirubun bisa dilakukan dengan cara:

20
a. Mengatasi hiperbilirubinemia secara farmakologi
Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian
fenobarbital. Obat ini bekerja sebagai ‘enzyme inducer’ sehingga
konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan dengan cara ini tidak
begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi
penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila
diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.
Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau
konjugasi. Contohnya yaitu pemberian albumin untuk mengikat
bilirubin yang bebas.Albumin dapat diganti dengan plasma dengan
dosis 15-20 ml/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum
tranfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat
keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga
bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan tranfusi
tukar. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai
sumber energi.
Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi.
Walaupun fototerapi dapat menurunkan kadar bilirubin dengan
cepat, cara ini tidak dapat menggantikan tranfusi tukar pada proses
hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca-
tranfusi tukar (Etika et al, 2006).
b. Fototerapi
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan
dan dilaporkan oleh seorang perawat di salah satu rumah sakit di
Inggris. Perawat Ward melihat bahwa bayi – bayi yang mendapat
sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat
menghilang dibandingkan bayi – bayi lainnya. Cremer (1958) yang
mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penyelidikan
mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari
penelitiannya terbukti bahwa disamping pengaruh sinar matahari,
sinar lampu tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan
kadar bilirubin pada bayi – bayi prematur lainnya.

21
Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam
kapiler-kapiler superfisial dan ruang-ruang usus menjadi isomer
yang larut dalam air yang dapat diekstraksikan tanpa metabolisme
lebih lanjut oleh hati. Maisels, seorang peneliti bilirubin,
menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat perkutan. Bila
fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-foton diskrit
energi, sama halnya seperti molekul-molekul obat, sinar akan
diserap oleh bilirubin dengan cara yang samad engan molekul obat
yang terikat pada reseptor (Etika et al, 2006).
c. Transfusi Tukar
Transfusi tukar adalah suatu rangkaian tindakan
mengeluarkan darah pasien dan memasukkan darah donor untuk
mengurangi kadar serum bilirubin atau kadar hematokrit yang
tinggi atau mengurangi kosentrasi toksin-toksin dalam aliran darah
pasien. Pada hiperbilirubin tranfusi tukar dilakukan untuk
menghindari terjadinya kern ikterus. Indikasi transfuse tukar : jika
setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin
terus meningkat hingga mencapai 20mg/dL atau lebih, maka perlu
dilakukan terapi transfuse darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin
dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek
inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa
gangguan perkembangan seperti keterbelakangan mental, dan
gangguan motorik serta bicara. Untuk itu, darah bayi yang sudah
teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain (Mansjoer,
2007).

22
BAB III
DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN
PADA BAYI DENGAN BBLR KOMPLIKASI IKTERUS
DI RUANG BAYI RSUD H.MOCH ANSARI SALEH
TAHUN 2019

PENGKAJIAN
Hari/ Tanggal : Senin/ 4 November 2019
Pukul : 23.00 WITA
No.RM : 43.xxxx

IDENTITAS
1. Idenititas Bayi
Nama : Bayi Ny. Z
Umur : 2 Jam
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal Lahir : 4-11-2019 jam 21.00 WIB
2. Identitas Orang Tua
Ibu Ayah
Nama Ny. Z Tn. J
Umur 30 tahun 32 tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan SMP SMP
Pekerjaan IRT Dagang
Alamat Desa Sidorejo Desa Sidorejo

PROLOG
Jumat 4 November 2019, pukul 23.00 WITA, Ny. Z melahirkan anak keduanya
pada usia kehamilan 36 minggu dengan berat badan lahir rendah, tidak segera
menangis, warna kulit kebiruan pada ekstrimitas, Apgar score menit pertama 5.
Jenis kelamin laki-laki, testis sudah turun, anus berlubang, dan tidak ada kelainan

23
kongenital. Ditolong oleh bidan di ruang VK bersalin RSUD DR. H. Moch Ansari
Saleh. BB 1895 gram, PB 47 cm, LK 29 cm.

SUBJEKTIF
Ibu mengatakan bayinya tidak menangis kuat.

OBJEKTIF
Keadaan umum lemah, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, bayi lahir
tidak segera menangis, dengan denyut jantung < dari 100 x/menit, warna kulit
kebiruan pada ekstrimitas, saat diberikan rangsangan bayi tidak merespons
spontan, gerakan tonus otot lemah, napas lemah dan tidak teratur, pernapasan
cuping hidung, adanya retraksi dinding dada. APGAR score 5 pada menit
pertama, nadi : 140 x/menit, pernapasan : 69 x/menit, suhu : 36,10 C, tali pusat
layu, Berat badan: 1895 gram, Panjang Badan : 47 cm, Kepala : 29 cm. Testis
sudah turun, anus berlubang, tidak ada kelainan konginetal. BAK (-), BAB (-).
Terapi yang dianjurkan dokter yaitu infus D 10% sebanyak 8 tpm, Injeksi
ampiciline 2 x 100 mg, Injeksi gentamicin 1 x 5 mg, Injeksi aminophilin 12 mg .

ANALISA
Bayi Baru Lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah

PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada orang tua bayi, bahwa bayinya
berjenis kelamin laki-laki, berat badan lahir rendah, tidak segera menangis dan
tidak segera bernafas sehingga memerlukan bantuan pernafasan. Ibu
menyetujui untuk dilakukan bantuan pernafasan.
2. Mengganti handuk yang kotor dengan kain bersih dan kering untuk
menyelimuti bayi terutama bagian kepala dangan kain kering untuk mencegah
hipotermi. Bayi sudah dipakai kan kain bersih dan kering
3. Meletakkan bayi di infant warmer agar tubuh bayi hangat.
4. Memposisikan tubuh bayi dengan posisi telentang dan sedikit ekstensi untuk
membuka jalan nafas. Bayi telah diposisikan posisi ekstensi.

24
5. Memberikan nasal oksigen (O2) 2 liter per menit. Oksigen terpasang pukul
23.10 WITA
6. Mengatur kembali posisi bayi.
7. Memasang pakaian bayi, menyelimuti bayi dengan kain bersih dan kering.
Bayi sudah terbungkus.
8. Mempertahankan suhu bayi agar tetap hangat dengan cara dibedong dan
menunda memandikan bayi setelah lahir. Bayi sudah dibedong dan tidak
langsung dimandikan.
9. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya secara on demand
untuk memberikan kekebalan tubuh dan memperlancar pengeluaran ASI serta
memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Ibu bersedia.
10. Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital bayi.
11. Memberikan inform concent kepada ibu, bahwa sesuai dengan advice dokter
bayi harus dilakukan terapi sinar.
12. Membantu mempersiapkan alat yang akan digunakan untuk terapi sinar.
13. Memberikan terapi sesuai dengan anjuran dokter :
a. Terpasang Infus D 10% sebanyak 8 tpm
b. Injeksi ampiciline 1 x 100 mg melalui infus pada pukul 02.00 WITA
c. Injeksi gentamicin 1 x 5 mg melalui infus pada pukul 02.00 WITA
d. Injeksi aminophilin 12 mg melalui infus pada pukul 02.00 WITA

25
CATATAN PERKEMBANGAN
NO Hari/Tanggal/Jam Catatan Perkembangan
1 Selasa,22 Data Subjektif
Oktober 2019 Ibu mengatakan bayinya belum bisa menyusui
dengan kuat

Data Objektif
Keadaan umum sedang, N 125 x/menit, R 48
x/menit, S 36,2°C, reflek sucking lemah, ASI ibu
keluar banyak,kuning pada kulit bayi mulai
berkurang terdapat pada bagian badan atas (Derajat
Ikterus II), masih terpasang Infus Dextrose 10% ,
infus jalan dan lancar sebanyak 8 tpm, terapi yang
dianjurkan dokter yaitu Injeksi ampiciline 1 x 100
mg, Injeksi gentamicin 1 x 5 mg, Injeksi
aminophilin 12 mg .injeksi obat yang telah
diberikan yaitu ampiciline 100 mg, Injeksi
gentamicin 5 mg, Injeksi aminophilin 12 mg pada
pukul 02.00 WITA.

Analisa
Bayi Baru Lahir umur 2 jam dengan Berat Badan
Lahir Rendah

Penatalaksanaan
1. Melakukan pemeriksaan tanda tanda vital
berupa pemeriksaan Nadi, Pernafasan, Suhu
dan SPO2.
2. Membersihkan badan bayi dengan menyeka
tubuhnya menggunakan handuk hangat.
3. Mengganti baju bayi yang kotor dengan baju
bersih dan kering serta memberikan kain

26
bersih untuk menyelimuti bayi terutama
bagian kepala dangan kain kering untuk
mencegah hipotermi.
4. Memberikan ASI kepada bayi melalui OGT
dengan dosis yang telah dianjurkan dokter.
5. Memberikan terapi sesuai anjuran dokter :
a. Injeksi ampiciline 1 x 100 mg melalui infus
pada pukul 08.00 WITA
b. Injeksi gentamicin 1 x 5 mg melalui infus
pada pukul 08.00 WITA
c. Injeksi aminophilin 12 mg melalui infus
pada pukul 08.00 WITA

27
BAB IV
PEMBAHASAN

Pembahasan merupakan bagian yang berisi tentang kesenjangan antara teori


dengan asuhan dengan asuhan yang diterapkan pada By. Ny “ Z ” umur 2 jam
dengan Berat Badan Lahir Rendah komplikasi ikterus. Penulis menggunakan
manajemen kebidanan dengan metode SOAP.

A. Subjektif
Ny. Z melahirkan anak keduanya pada usia kehamilan 36 minggu dengan
berat badan lahir rendah, tidak segera menangis, warna kulit kebiruan pada
ekstrimitas, Apgar score menit pertama 5. Jenis kelamin laki-laki, testis sudah
turun, anus berlubang, dan tidak ada kelainan kongenital. Ditolong oleh bidan
di ruang VK bersalin RSUD DR. H. Moch Ansari Saleh. BB 1895 gram, PB 47
cm, LK 29 cm.
Dari data subjektif dapat diketahui bahwa bayi sedang mengalami berat
badan lahir rendah. Manuaba 2007, mengatakan bahwa bayi baru lahir
dikatakan mengalami BBLR jika berat badan kurang dari 2500 gram dan
terjadi karena umur kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih
rendah dengan semestinya sekalipun umur kehamilan cukup atau karena
kombinasi keduanya.

B. Objektif
Keadaan umum lemah, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, bayi
lahir tidak segera menangis, dengan denyut jantung < dari 100 x/menit, warna
kulit kebiruan pada ekstrimitas, saat diberikan rangsangan bayi tidak
merespons spontan, gerakan tonus otot lemah, napas lemah dan tidak teratur,
pernapasan cuping hidung, adanya retraksi dinding dada. APGAR score 5 pada
menit pertama, nadi : 140 x/menit, pernapasan : 69 x/menit, suhu : 36,10 C, tali
pusat layu, Berat badan: 1895 gram, Panjang Badan : 47 cm, Kepala : 29 cm.
Testis sudah turun, anus berlubang, tidak ada kelainan konginetal. BAK (-),
BAB (-). Terapi yang dianjurkan dokter yaitu infus D 10% sebanyak 8 tpm,

28
Injeksi ampiciline 2 x 100 mg, Injeksi gentamicin 1 x 5 mg, Injeksi
aminophilin 12 mg .
Dari data objektif dapat diketahui dan dilihat bahwa bayi mengalami
BBLR. Menurut Surasmi 2005, bayi dengan BBLR mempunyai permasalahan
yang banyak sekali pada sistem tubuhnya karena disebabkan oleh kondisi
tubuh yang belum stabil. Contohnya terdapat permasalahan pada sistem
pernafasan, suhu tubuh, alat pencernaan makanan, hepar yang belum matang
sehingga Mudah menimbulkan gangguan pemecahan hiperbilirubin sehingga
mudah terjadi hiperbilirubinemi (kuning) sampai menyebabkan ikterus, Ginjal
yang belum matang sehingga kemampuan mengatur pembuangan sisa
metabolisme dan air masih belum sempurna sehingga mudah terjadi oedema.

C. Analisa
Berdasarkan data subjektif dan objektif, ditetapkan diagnosa Bayi Baru
Lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
By.Ny.Z teridentifikasi adanya diagnosa potensial yaitu Bayi Baru Lahir
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Hal ini didasarkan pada data
subjektif yang diperoleh dimana bayi lahir pada usia kehamilan 36 minggu
dengan berat badan lahir rendah (1895 gram) , tidak segera menangis, warna
kulit kebiruan pada ekstrimitas, Apgar score menit pertama 5. Pada saat
penentuan diagnosa diketahui bahwa By.Ny.Z mengalami berat badan lahir
rendah (BBLR) hal ini sesuai dengan teori menurut Proverawati 2010,
mengatakan bayi lahir dikatakan Berat Badan Lahir Rendah jika berat lahirnya
1500-2500 gram.

D. Penatalaksanaan
Bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) membutuhkan
penanganan segera yaitu pemberian cairan segera parenteral Infus Dextrose
10% yang sesuai dengan protap di rumah sakit dan berkolaborasi dengan
dokter untuk pemberian obat dan cairan yang tepat.

29
Intervensi yang diberikan untuk bayi baru lahir dengan berat badan lahir
rendah adalah komunikasi, informasi, edukasi atau KIE kepada orang tua
antara lain sebagai berikut:
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada orang tua bayi, bahwa bayinya
berjenis kelamin laki-laki, berat badan lahir rendah, tidak segera menangis
dan tidak segera bernafas sehingga memerlukan bantuan pernafasan. Ibu
menyetujui untuk dilakukan bantuan pernafasan.
2. Mengganti handuk yang kotor dengan kain bersih dan kering untuk
menyelimuti bayi terutama bagian kepala dangan kain kering untuk
mencegah hipotermi. Bayi sudah dipakai kan kain bersih dan kering
3. Meletakkan bayi di infant warmer agar tubuh bayi hangat.
4. Memposisikan tubuh bayi dengan posisi telentang dan sedikit ekstensi
untuk membuka jalan nafas. Bayi telah diposisikan posisi ekstensi.
5. Memberikan nasal oksigen (O2) 2 liter per menit. Oksigen terpasang pukul
23.10 WITA
6. Mengatur kembali posisi bayi.
7. Memasang pakaian bayi, menyelimuti bayi dengan kain bersih dan kering.
Bayi sudah terbungkus.
8. Mempertahankan suhu bayi agar tetap hangat dengan cara dibedong dan
menunda memandikan bayi setelah lahir. Bayi sudah dibedong dan tidak
langsung dimandikan.
9. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya secara on
demand untuk memberikan kekebalan tubuh dan memperlancar
pengeluaran ASI serta memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Ibu
bersedia.
10. Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital bayi.
11. Memberikan inform concent kepada ibu, bahwa sesuai dengan advice
dokter bayi harus dilakukan terapi sinar.
12. Membantu mempersiapkan alat yang akan digunakan untuk terapi sinar.
13. Memberikan terapi sesuai dengan anjuran dokter :
a. Terpasang Infus D 10% sebanyak 8 tpm
b. Injeksi ampiciline 1 x 100 mg melalui infus pada pukul 02.00 WITA

30
c. Injeksi gentamicin 1 x 5 mg melalui infus pada pukul 02.00 WITA
d. Injeksi aminophilin 12 mg melalui infus pada pukul 02.00 WITA

31
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengkajian pada tanggal Senin/ 4 November 2019 pukul 23.00 WITA,
diperoleh data subjektif dari By.Ny. Z usia 2 jam yaitu bayi lahir dengan berat
badan lahir rendah, tidak segera menangis, warna kulit kebiruan pada
ekstrimitas, Apgar score menit pertama 5.
Data objektif yang diperoleh dari pemeriksaan fisik umum hasilnya
Keadaan umum lemah, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, bayi lahir
tidak segera menangis, dengan denyut jantung < dari 100 x/menit, warna kulit
kebiruan pada ekstrimitas, saat diberikan rangsangan bayi tidak merespons
spontan, gerakan tonus otot lemah, napas lemah dan tidak teratur, pernapasan
cuping hidung, adanya retraksi dinding dada. APGAR score 5 pada menit
pertama, nadi : 140 x/menit, pernapasan : 69 x/menit, suhu : 36,10 C, tali pusat
layu, Berat badan: 1895 gram, Panjang Badan : 47 cm, Kepala : 29 cm. Testis
sudah turun, anus berlubang, tidak ada kelainan konginetal. BAK (-), BAB (-).
Terapi yang dianjurkan dokter yaitu infus D 10% sebanyak 8 tpm, Injeksi
ampiciline 2 x 100 mg, Injeksi gentamicin 1 x 5 mg, Injeksi aminophilin 12
mg.
By.Ny. Z terindentifikasi adanya diagnose potensial yaitu yaitu Bayi Baru
Lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Hal ini di dasarkan pada
data subjektif yang diperoleh dimana berat badan lahir rendah yaitu 1895 gram
Memberikan kebutuhan segera yaitu pemberian cairan segera parenteral infuse
dextrose 10% dan berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat dan
cairan yang tepat.

A. Saran
Kita sebagai petugas kesehatan khususnya seorang bidan, diharapkan
senantiasa berupa yaituk meningkatkan keterampilan dan kemampuan dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan yang lebih professional.

32

Anda mungkin juga menyukai