Anda di halaman 1dari 3

Jiwa Nasionalisme Generasi Muda Dulu, Kini dan

Mendatang

Pemuda sebagai komponen bangsa yang demikian kuat, baik fisik maupun
semangatnya. Keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat demi kelangsungan dan
kejayaan bangsa. Di sisi lain kelompok masyarakat yang tergolong berusia muda ini
seringkali masih mempunyai kondisi jiwa yang perlu pembentukan jati dirinya. Mereka
masih banyak menjadikan berbagai profil guna dijadikan sebagai acuan untuk penempaan
dirinya menuju pendewasaan dan penemuan jati diri tersebut.
Dalam proses pembentukan jati diri, seringkali mereka menerima berbagai
pengaruh dari berbagai bentuk budaya dan infromasi. Berbagai pengaruh yang berasal
dari berbagai budaya dan informasi tersebut akan mewarnai kehidupan dan jiwa generasi
muda yang akan melangkah ke masa depan.
Kedudukan generasi muda secara alami akan menjadi pemegang kekuasaan
jalannya kemasyarakatan dan kenegaraan bangsa ini di masa yang akan datang. Hal
demikian sudah tidak dapat dipungkiri lagi dari kenyataan hukum alam. Para pendiri
negeri ini yang berkiprah langsung terhadap keberadaan negeri ini telah banyak yang
mendahului berada di alam baka. Jarang sekali sekarang ini kita dapat menempa diri
dengan memanfaatkan masukan masukan langsung dari mereka.
Sedangkan generasi mendatang masih sangat memerlukan dorongan bermutu
dengan bermodal sifat nasionalisme dari para pejuang pahlawan kemerdekaan maupun
pahlawan nasional. Hal itu karena perjuangan untuk kepentingan bangsa dan negara tidak
dapat berhenti walaupun kemerdekaan telah diproklamirkan 65 tahun yang lalu.
Perjuangan di masa sekarang memang tidak harus memegang senjata melawan
musuh yang nyata berupa tentara asing. Tetapi musuh berupa kebodohan, kemiskinan dan
keterbelakangan, ketidaktertiban dan ketidakadilan juga merupakan musuh nyata bagi
kita namun tidak dapat secara jelas atau kongkrit untuk dapat kita habisi. Tetapi itu semua
harus kita berantas agar kita dapat membawa bangsa ini kepada alam kemajuan yang
sejajar dengan bangsa-bangsa atau negara maju di dunia. Terlebih kalau ‘musuh’ berupa
kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan, ketidaktertiban dan ketidakadilan tersebut
ada pada diri kita atau di sekitar kehidupan kita.
Ukuran keberhasilan perjuangan di masa kemerdekaan yang sudah relatif jauh dari
proses kemerdekaan, selama ini kita banyak menggunakan kuantitas materi sebagai
ukuran keberhasilan. Nilai-nilai berupa semangat, pengabdian dan keikhlasan masih
banyak dinomorduakan. Ini dilakukan dengan dalih profesionalisme sebagai acuan
pengabdian. Untuk itu dalam berbagai bidang diperlukan penanaman nilai nasionalisme.
Generasi muda sebagai pelaku kegiatan budaya dalam masyarakat dan negara perlu
banyak menerima jiwa nasionlaisme tersebut. Hal itu berkenaan dengan generasi tersebut
merupakan pihak yang harus lebih banyak dalam berkiprah di masa depan. Penanaman
nilai-nilai nasionalisme tersebut tidak harus melalui bidang tatar atau bidang ajar secara
khusus. Namun dengan pembudayaan pada setiap aktifitas kemasyarakatan ataupun
kenegaraan dapat dijadikan sebagai wahana yang begitu efektif.
Perjuangan dan pengorbanan dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja serta di
mana saja. Kemauan pelaksanaan disiplin berlalulintas, budaya tertib dan antri sehingga
dapat mengurangi praktik-praktik pelanggaran terhadap hak azasi orang lain adalah
bentuk perjuangan yang demikian tinggi nilainya.
Demikian juga dengan kedisiplinan dan kemauan membuang sampah pada
tempatnya. Sebenarnya adalah bukan hal yang berat ataupun sulit. Namun kenyataan di
jalan, di pasar, kantor, bahkan di tempat ibadah, masih banyak kita amati adanya sampah
berserakan akibat dari kurang tertibnya dalam membuang sampah.
Kemacetan lalu lintas sering kali terjadi bukan hanya karena kurangnya daya
tampung jalan raya terhadap kendaraan yang akan lewat. Namun kemauan untuk lebih
mendahului pemakai jalan lain adalah banyak dirasa sebagai penyebab. Kalau kemauan
untuk mendahului itu dimiliki oleh sebagian pemakai jalan, bisa jadi akan menjadikan
kekurangtertiban dalam berlalulintas.
Pelanggaran terhadap budaya antri dan tertib seringkali bukan hanya terjadi pada
aktifitas berlalulintas di jalan raya. Namun antrian kenaikan pangkat dan jabatan sering
kali juga terjadi hal yang saling mendahului ataupun saling serobot. Kompetisi memang
layak dilakukan dalam berprestasi. Namun kalau menggunakan tindakan saling serobot
kesempatan tentu akan menjadikan prilaku yang kurang menghargai kepentingan orang
lain.
Kalau hal-hal yang demikian ini terjadi dalam kehidupan kita, tentu kita perlu
menengok sejumlah prilaku para pelaku sejarah negeri ini. Di antara kita sering juga yang
sudah demikian lama dan banyak dalam mengabdikan diri untuk kepentingan masyarakat
dan negara. Mungkin berperan sebagai tentara, polisi, guru, wartawan, pejabat, atau
bahkan pedagang, petani dan lain-lain. Bukan hal yang mustakhil kalau di antara para
pemegang profesi tersebut telah merasa banyak mengabdi untuk kepentingan masyarakat,
bangsa dan negara. Sehingga tuntutan terhadap hak yang dapat dimiliki selalu menjadi
hal yang lazim terjadi. Namun terkadang sesuatu yang menjadi hak atau kontra prestasi
juga kita anggap sebagai hal yang belum sesuai kebutuhan. Misalnya guru wiyata bhakti
yang telah demikian lama, tentara yang berutugas di lokasi konflik yang demikian lama,
polisi yang demikian berat menerima ancama dari pelaku tindak kejahatan dan
sebagainya.
Di sinilah perlunya kita menilai semangat patriotisme dan nilai nasionalisme dalam
diri kita. Seberapa besar daya juang dan pengabdian kita terhadap bangsa dan negara. Hal
demikian mungkin juga dapat dianggap sebagai hal atau ajaran pahlawan kesiangan.
Namun menurut hemat penulis, tidaklah demikian benar seratus persen atas
anggapan tersebut. Memang profeionalisme sangat dibutuhkan dalam setiap bidang
pengabdian..
Mungkin bisa dibandingkan dengan warga India yang tingkat kemiskinannya lebih
miskin dari orang Indonesia. Namun warga di sana tidak mengeluh terhadap mahalnya
harga BBM karena kebanyakan tidak membutuhkan BBM karena tidak punya motor.
Yaitu untuk apa saya demo terhadap mahalnya harga BBM, sementara tidak punya motor
yang butuh BBM. Hal demikian ini terjadi karena adanya budaya hidup apa adanya. Jadi
yang mau membeli kendaraan bermotor adalah mereka yang benar-benar mampu
membayar harga motor, pajak motor dan tentu harga BBM. Sementara kebanyakan
masyarakat kita tak jarang yang sebenarnya belum mampu memiliki kendaraan namun
karena merasa butuh memaksakan diri dengan membeli secara kredit. Tentu harganya
jauh lebih mahal. Sehingga, kalau harus berkorban dengan membayar BBM yang lebih
mahal, wajar kalau harus mengeluh sehingga protes. Namun hal demikian ini sudah
menjadi kondisi perekonomian kita. Penanganannya juga membutuhkan pengorbanan
berupa ketulusan dan kearifan dari para pemegang kekukasaan dan pengambil kebijakan
baik oleh pihak eksukutif maupun legeslatif. Justru pengorbanan juga lebih banyak
diperlukan dari kelompok ini dalam mengeluarkan pemikiran dan kebijakan yang
berpihak pada masyarakat.
Jadi kalau masyarakat sudah banyak terbebani biaya ekonomi tinggi tentu perlu
dikondisikan agar segala kebijakan juga berpihak pada masyarakat. Bukan hanya untuk
kepentingan kelompok politik atau golongannya saja, apa lagi untuk kepentingan pribadi.
Meminjam istilah anak-anak yang sedang populer adalah sungguh sangat terlalu. Hal
demikian ini tidak akan terjadi kalau nilai nasionalism ada pada diri mereka.
Di sini kita bisa mengkaji nilai dan semangat nasionalisme yang di miliki oleh para
pemuda di saat perjuangan dulu, saat remorfasi seperti sekarang ini, dan bagai mana kira-
kira warna bangsa ini kedepan dengan nasionalisme yang dipunyainya.
Seorang warga Semarang yang mengabdi di bidang pendidikan di Grobogan, Drs.
Muh Azfar, pernah menuturkan keprihatinannya kepada Gema Bersemi kita peserta
didiknya tidak lagi tahu peringantan hari besar nasional seperti 1 Oktober sebagai
kesaktian Pancasila, 5 Oktober sebagai HUT TNI 28 Oktober sebagai hari Sumpah
Pemuda
Kedepan bangsa ini akan ditangani oleh generasi muda sekarang, untuk itu perlu
adanya upaya nyata untuk membudayakan langkah positif yaitu berbuat untuk
kepentingan, masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini perlu ditanamkan pada diri setiap
komponen bangsa. Terlebih adalah kelompok generasi muda, yaitu yang sekarang
sedang menempa diri baik melalui lembaga pendidikan formal, maupun non formal.

Sumber: https://grobogan.go.id/info/artikel/594-jiwa-nasionalisme-generasi-muda-dulu-
kini-dan-mendatang (Online)

Anda mungkin juga menyukai