Anda di halaman 1dari 13

Makalah Hubungan Filsafat dengan Fil-

safat pendidikan agama


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada allah swt,karena rahmad dan hidayahnya ,penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini tentang “Hubungan Filsafat dengan filsafat pendidikan agama
dan kebudayaan”.

Adapun tujuan dari makalah ini secara khusus ditunjukan bagi para pembaca yang ingin
mengetahui apa sebenarnya yang di jelaskan dalam Hubungan Filsafat dengan filsafat pen-
didikan, agama dan kebudayaan”.

Penyusun telah berupaya untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik,namun apabila ter-
dapat kekurangan dalam penyusunan maupun isi,maka dari itu penyusun mohon kritikan dan
saran yang konstruktif dari pembaca sehingga apa yang diharapkan dapat terpenuhi dengan
baik

Padang,18 Desember 2011

Penyusun
Daftar Isi

Bab I …………………………………………………………………………. 1

Pendahuluan ………………………………………………………………... 1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………... 1

1.2 Tujuan ……………………………………………………………… 2

1.3 Metode ……………………………………………………………... 2

Bab II ……………………………………………………………………….. 3

Hubungan Filsafat dengan filsafat pendidikan agama ……………………… 3

2.1 Hubungan dengan agama ………………………………………….. 3

2.2 Hubungan dengan pendidika………………………………………. 4

2.3 Hubungan dengan kebudayaan ……………………………………. 6

Bab III ……………………………………………………..………………. 10

3.1 Penutup ……………………………………………………………. 10

Bab IV ……………………………………………………………………… 12

4.1 Daftar pustaka ……………………………………………………. …12


Bab I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Agama merupakan obat dari kesulitan dan kekhawatiran yang dihadapi manusia, sekurang-
kurangnya meringankan manusia dari kesulitan. Agama merupakan pernyataan pengharapan
manusia dalam dunia yang besar atau jagat raya, karena ada jalan hidup yang benar yang per-
lu ditemukan.Menusia menjadi penganutnya yang setia terhadap agama karena manurut
keyakinannya agama telah memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi hidupnya yang
tidak mungkin dapat diuji dengan pengalaman maupun oleh akal seperti halnya menguji
kebenaran sains dan filsafat karena agama lebih banyak menyangkut perasaan dan keyakinan.
Agama merupakan sesuatu yang ada, karena keberadaanya itulah makanya agama dikatakan
pengkajian filsafat.

pendidikan dan pembelajaran yang harus dilakukan harus mengacu pada pembentukan
kepribadian anak didik yang sesuai dengan nilai-nilai aqidah dan spritual kegamaan yaitu
menurut ajaran agama islam Filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan
masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut.Kebudayaan
mempunyai fungsi yang besar bagi manusia dan masyarakat, berbagai macam kekuatan harus
dihadapi seperti kekuatan alam dan kekuatan lainManusia merupakan makhluk yang ber-
budaya, melalui akalnya manusia dapat mengembangkan kebudayaan.

2.1 TUJUAN

Untuk mengetahui hubungan filsafat baik dari agama,pendidikan maupun kebudayaan, dan
dengan adanya hubungan filsafat dengan agama , Agama menjadi suatu lembaga yang
bersemangat untuk memperoleh kehidupan yang baik dan merenungkannya sebagai suatu
tuntutan. agama merupakan obat dari kesulitan dan kekhawatiran yang dihadapi manusia,
sekurang-kurangnya meringankan manusia dari kesulitan.Supaya dapat memahami penerapan
dari suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan. Dan memberikan pengetahuan/
pendidikan atau pemahaman yang lebih mendalam memahami apa kaitan hubunganfilsafat
dengan kebudayaan

3.1 METODE

Cara yang di gunakan untuk mengetahui lebih kongkret dapat dilakukan dengan cara
penilitian atau observasi. Baik langsung terjun ke lingkungan pendidikan maupun lingkungan
mayarakat sehingga lebih terlihat jelas hubungan atau keterkaitan antara hubungan satu
dengan hubungan yang lain.
BAB II

Hubungan Filsafat dengan filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.

2.1 Hubungan Filsafat dengan Agama

Menurut Hocking (1946), agama merupakan obat dari kesulitan dan kekhawatiran yang
dihadapi manusia, sekurang-kurangnya meringankan manusia dari kesulitan. Banyak yang
mengatakan bahwa agama adalah filsafat.

Filsafat dari kebanyakan orang filsafat dan agama mempunyai hubungan yang terkait dan re-
fleksi dengan manusia. Karena keduanya tidak dapat bergerak dan berkembang apabila tidak
ada tiga alat dan tenaaga utama yang berada dalam diri manusia. Tiga alat dan tenaga utama
manusia adalah pikir,rasa dan keyakinan sehingga manusia dapat mencapai kebahagiaan bagi
dirinya. Filsafat dan agama baru dapat di rasakan faedahnya dalam kehidupan manusia apabi-
la merefleksi dalam diri manusia.

Menurut Prof. Nasroen SR ” Filsafat yang sejati haruslah berdasarkan kepada agama. Apabila
filsafat tidak berdasarkan kepada agama dan hanya berdasarkan atas akal fikiran saja,maka
filsafat tersebut tidak akan memuat kebenaran objektif karena yang memberikan pandangan
dan putusan adalah akal pikiran sedangkan kesanggupan akal

pikiran itu terbatas,sehingga filsafat tidak akan sanggup memberi kepuasan bagi manusia
terutama dalam tingkat pemahamannya terhadap yang gaib “

Agama merupakan sesuatu yang ada, karena keberadaanya, itulah makanya agama dikatakan
pengkajian filsafat.. Pandangan filsafat menurut agama islam tertuang semuanya pada Al-
qur’an yang dijadikan sebagai pegangan dan pedoman hidup bagi orang-orang yang beriman.
Karena dia yakin bahwa semuanya. Baik hidup, mati, kapan, dan dimanapun ia berada adalah
kekuasaan dan kehendak yang maha kuasa yaitu Allah SWT.

Filsafat merupakan pertolongan yang sangat penting pula pengaruhnya terhadap seluruh sikap
dan pandangan orang, karena filsafat justru hendak memberikan dasar-dasar yang terdalam
mengenai hakikat manusia dan dunia Dimana dapat dikatakan hubungan filsafat dengan aga-
ma diantaranya :

setiap orang diharapkan merenung dalam hikmah untuk menjadi proses pendidikan dan
usaha-usaha pendidikan suatu bangsa guna mempersiapkan generasi muda dan warga negara
agar beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan menjadi warga negara sadar
dan insaf tentang hidup serta mempunyai tauladan yang dapat dijadikan prinsip dan keya-
kinan.

Ketika seseorang memperoleh pengetahuan tentang wujud atau memetik pelajaran darinya,
jika dia memahami sendiri gagasan-gagasan tentang wujud itu dengan inteleknya, dan pem-
benarannya atas gagasan tersebut dilakukan dengan bantuan demonstrasi tertentu, maka ilmu
yang tersusun dari pengetahuan-pengetahuan ini disebut filsafat .Tetapi jika gagasan-gagasan
itu diketahui dengan membayangkannya lewat kemiripan-kemiripan yang merupakan tiruan
dari mereka, dan pembenaran terhadap apa yang dibayangkan atas mereka disebabkan oleh
metode-metode persuasif, maka orang-orang terdahulu menyebut sesuatu yang membentuk
pengetahan-pengetahuan ini agama. Jika pengetahuan-pegetahuan itu sendiri diadopsi, dan
metode-metode persuasif digunakan, maka agama yang memuat mereka disebut filsafat
populer, yang diterima secara umum, dan bersifat eksternal.

Al-Fârâbî menghidupkan kembali klaim kuno yang menyatakan bahwa agama adalah tiruan
dari filsafat. Menurutnya, baik agama maupun filsafat berhubungan dengan realitas yang sa-
ma. Keduanya terdiri dari subjek-subjek yang serupa dan sama-sama melaporkan prinsip-
prinsip tertinggi wujud (yaitu, esensi Prinsip Pertama dan esensi dari prinsip-prinsip kedua
nonfisik). Keduanya juga melaporkan tujuan puncak yang diciptakan demi manusia yai-
tu,kebahagiaan tertinggi dan tujuan puncak dari wujud-wujud lain. Tetapi, dikatakan Al-
Fârâbî, filsafat memberikan laporan berdasarkan persepsi intelektual. Sedangkan agama me-
maparkan laporannya berdasarkan imajinasi. Dalam setiap hal yang didemonstrasikan oleh
filsafat, agama memakai metode-metode persuasif untuk menjelaskannya.

Tujuan dari 'tiruan-tiruan' kebenaran wahyu kenabian dengan citra dan lambang telah dijelas-
kan sebelumnya. Sifat dari citra dan lambang religius ini membutuhkan pembahasan lebih
lanjut. Menurut Al-Fârâbî, agama mengambil tiruan kebenaran transenden dari dunia alami,
dunia seni dan pertukangan, atau dari ruang lingkup lembaga sosio-politik. Sebagai contoh,
pengetahuan-pengetahuan yang sepenuhnya sempurna, seperti Sebab Pertama, wujud-wujud
malakut atau lelangit dilambangkan dengan benda-benda terindra yang utama, sempuma, dan
indah dipandang. Inilah sebabnya mengapa dalam Islam, matahari melambangkan Tuhan,
bulan melambangkan nabi, dan bintang melambangkan sahabat nabi.

Fungsi dari tugas-tugas politis seperti raja dengan segenap hierarki bawahannya berikut
fungsi-fungsi kehormatannya memberikan citra dan lambang bagi pemahaman akan hierarki
wujud dan perbuatan-perbuatan ilahi saat menciptakan dan mengurus alam semesta. Karya-
karya seni dan pertukangan manusia memperlihatkan, tiruan-tiruan gerakan kekuatan dan
prinsip alami yang memungkinkan terwujudnya objek-objek alami. Sebagai contoh, empat
sebab Aristotelian yang disebut Al-Fârâbî sebagai empat prinsip wujud, dapat dijelaskan
dengan merujuk pada prinsip-prinsip pembuatan objek-objek seni. Secara umum, menurut
Al-Fârâbî, agama berusaha membawa tiruan-tiruan kebenaran filosofis sedekat mungkin
dengan esensi mereka.

Dalam Islam, pandangan mengenai perbedaan antara agama (millah) dan filsafat (falsafah)
umumnya diidentifikasi dengan mazhab masysyâ'î ilmuwan filosof di mana Al-Fârâbî terma-
suk di dalamnya. Rahman telah memperlihatkan bahwa perbedaan ini diikuti rumusan terinci
menyangkut filsafat agama Yunani-Romawi dalam perkembangan-perkembangan berikutnya.
Namun, gagasan mendasar yang ingin disampaikan melalui perbedaan ini bukan sesuatu yang
asing bagi perspektif wahyu Islam. Gagasan yang sama di ungkapkan para Sufi dalam
kerangka perbedaan eksoterik-esoterik. Gagasan itu berbunyi demikian: kebenaran atau reali-
tas adalah satu namun pemahamannya oleh pikiran manusia mempunyai derajat kesem-
purnaan yang bertingkat-tingkat. Meskipun dia juga seorang Sufi, Al-Farabi di sini berbicara
sebagai wakil dari tradisi filosofis.

Dalam perspektif falâsifah, filsafat dan agama merupakan dua pendekatan mendasar menuju
pada kebenaran. Apa yang hendak dibedakan dengan tajam di sini bukan filsafat, yang dipa-
hami sebagai sistem rasional pemahaman (inteleksi) dan wahyu yang dirumuskan secara
bebas; dan agama, yang dipahami sebagai tradisi wahyu secara total. Ini sangat jelas tampak
dari perkataan dan Al-Fârâbî tentang filsafat dan agama. Istilah yang digunakannya untuk
menyatakan perbedaan agama dari filsafat adalah millah; bukan dîn. Ini menunjukkan ke-
hendak Al-Fârâbî membedakan filsafat secara kontras tidak dengan tradisi wahyu dalam to-
talitasnya, melainkan dengan dimensi eksoterik tradisi wahyu. Karena itu, dia lebih suka
menggunakan istilah millah daripada dîn. Millah lebih tepat karena dia mengacu pada
komunitas religius di bawah sanksi ilahi dengan seperangkat kepercayaan dan undang-
undang atau perintah-perintah hukum moral yang didasarkan pada wahyu. Dimensi ekstemal
dari tradisi wahyu harus diidentifikasi dengan kepercayaan-kepercayaan dan praktik-praktik
komunitas religius ini.

Dalam wacana yang dikutip di atas, Al-Fârâbî tampaknya berpendapat ada dua jenis filsafat.
Jenis pertama, filsafat yang disebutnya filsafat populer, diterima secara umum dan eksternal.
Dari paparannya tentang karakteristik filsafat tersebut dan kalâm, khususnya penjelasan da-
lam Ihshâ' al-'ulûm, tidak diragukan bahwa Al-Fârâbî menganggap kalâm sebagai contoh dari
filsafat jenis pertama. Jenis kedua, filsafat esoterik yang ditujukan bagi kaum elitek yaitu sua-
tu filsafat yang hanya diperkenalkan pada mereka yang telah siap secara intelektual dan spir-
itual. Filsafat dapat digambarkan sebagai ilmu tentang realitas yang didasarkan atas metode
demonstrasi yang meyakinkan (al-burhân al-yaqînî), suatu metode yang merupakan gabun-
gan dari intuisi intelektual dan putusan logis (istinbâth) yang pasti. Karena itu, filsafat adalah
sejenis pegetahuan yang lebih unggul dibanding agama (millah), karena millah didasarkan
atas metode persuasif (al-iqnâ').

Kemudian, bagi Al-Fârâbî, filsafat merujuk pada kebenaran abadi atau kebijaksaaan (al-
hikmah) yang terletak pada jantung setiap tradisi. Ini dapat diidentifikasi dengan philosophia
perennis yang diajarkan oleh Leibniz dan secara komprehensif dijelaskan dalam abad ini oleh
Schuon, Berbicara mengenai beberapa tokoh kuno pemilik kebijaksanaan tradisional ini. Al-
Fârâbî menulis:

Konon, dahulu kala ilmu ini terdapat dikalangan orang-orang Kaldea, yang merupakan bang-
sa Irak, kemudian bangsa Mesir, dari sini lantas diteruskan pada bangsa Yunani, dan bertahan
di situ hingga diwariskan pada bangsa Syria, dan selanjutnya, bangsa Arab. Segala sesuatu
yang terkandung dalam ilmu tersebut dijelaskan dalam bahasa Yunani, kemudian Syria, dan
akhirnya Arab.

Dikatakan Al-Fârâbî, bangsa Yunani menyebut pengetahuan tentang kebenaran abadi ini ke-
bijaksanaan "paripuma" sekaligus kebijaksanaan tertinggi. Mereka menyebut perolehan
pengetahuan seperti itu sebagai ilmu', dan mengistilahkan keadaan ilmiah pikiran sebagai fil-
safat'. Yang dimaksud dengan yang terakhir ini adalah tidak lain pencarian dan kecintaan pa-
da kebijaksanaan tertinggi. Menurut Al-Fârâbî, orang-orang Yunani juga berpendapat bahwa
secara potensial kebijaksanaan ini memasukkan setiap jenis kebajikan. Berdasarkan alasan
ini, filsafat lantas disebut sebagai ilmu dari segala ilmu, induk dari segala ilmu, kebijaksanaan
dari segala kebijaksanaan dan seni dari segala seni. Maksud mereka sebenarnya, tutur Al-
Fârâbî, adalah seni yang memanfaatkan segala kesenian, kebajikan yang memanfaatkan sega-
la kebajikan, dan kebijaksanaan yang memanfaatkan segala kebijaksanaan.

Al-Fârâbî agaknya sadar sepenuhnya akan fakta berikut: sementara esensi dari kebijaksanaan
abadi ini satu dan sama dalam setiap tradisi, sejauh ini tidak ditemukan model pengungkapan
yang sama pada tradisi-tradisi ini. Tetapi, Al-Fârâbî tidak menjelaskan deskripsi cara
pengungkapan ini dalam kasus tradisi pra-Yunani. Tetapi dia menyebut filosof-filosof
Yunani, tepatnya plato dan Aristoteles, khususnya lagi Aristoteles, sebagai pencipta bentuk-
bentuk pengungkapan dan penjelasan baru dari kebijaksanaan kuno ini, berupa pengungkapan
dialektis atau logis. Pengetahuan tentang bentuk-bentuknya baru diwarisi oleh Islam melalui
orang-orang Kristen Syria.

Sebagaimana telah kita lihat, Al-Fârâbî mendefinisikan kebijaksanaan tertinggi sebagai


"pengetahuan paling tinggi tentang Yang Maha Esa sebagai Sebab pertama dari setiap eksis-
tensi sekaligus Kebenaran pertama yang merupakan sumber dari setiap kebenaran". Mengiku-
ti Aristoteles, Al-Fârâbî menggunakan istilah filsafat untuk merujuk pada pengetahuan meta-
fisis yang diungkapkan dalam bentuk-bentuk rasional serta ilmu-ilmu,yang dijabarkan dari
pengetahuan metafisis yang didasarkan pada metode demonstrasi yang meyakinkan. Karena
itu, filsafat Al-Fârâbî terdiri dari empat bagian: ilmu-ilmu matematis, fisika (filsafat alam),
metafisika, dan ilmu tentang masyarakat (politik). Perbedaan filsafat-agama oleh Al-Fârâbî
dibayangkan dalam konteks satu tradisi wahyu yang sama. Tetapi perbedaan itu memiliki ke-
absahan universal, yang dapat diterapkan bagi setiap tradisi wahyu. Dengan meninjau tiap-
tiap tradisi dalam batas-batas pembagian hierarkis menjadi filsafat dan agama, Al-Farabi
memberikan teori untuk menjelaskan fenomena, keragaman agama. Menurutnya, agama ber-
beda itu satu sama lain karena kebenaran-kebenaran intelektual dan spiritual yang sama bisa
jadi memiliki banyak penggambaran imajinatif yang berlainan. Kendati demikian, terdapat
kesatuan pada setiap tradisi wahyu didataran filosofis, karena pengetahuan filosofis tentang
realitas sesungguhnya hanya satu dan sama bagi setiap bangsa dan masyarakat.

Pada saat yang sama, Al-Fârâbî menyukai gagasan keunggulan relatif satu lambang religius
atas lambang lainnya, dalam pengertian bahwa lambang-lambang dan citra-citra yang dipakai
dalam satu agama lebih mendekati kebeparan spiritual yang hendak disampaikan-lebih tepat
dan lebih efektif-ketimbang yang dipakai dalam agama lainnya. renting dicatat, Al-Farabi
diketahui tidak pernah mencela agama tertentu, meskipun dia berpendapat bahwa sebagian
dari lambang dan citra religius agama tersebut tak memuaskan atau bahkan membahayakan.
Tulisnya:

Tiruan dari hal-hal macam itu bertingkat-tingkat dalam keutamaannya; penggambaran


imajinatif sebagian dari mereka lebih baik dan lebih sempurna, sementara yang lainnya ku-
rang baik dan kurang sempurna; sebagian lebih dekat pada kebenaran, sebagian lain lebih
jauh. Dalam beberapa hal, butir-butir pandangannya sedikit-atau bahkan tidak dapat-
diketahui, atau malah sulit berpendapat menentang mereka, sementara dalam beberapa hal
lainnya, butir-butir pandangannya banyak atau mudah dilacak, di samping mudah memahami
pendapat tentang mereka atau untuk menolak mereka.

Perbedaan filsafat-agama sebagaimana telah dirumuskan Al-Fârâbî, lagi-lagi, menjadi fokus


pemusatan hierarki ilmu dalam pemikirannya. Ketika perbedaan ini diterapkan baik pada di-
mensi teoretis maupun praktis dari wahyu, seperti dikemukakan sebelumnya, kita akan sam-
pai pada hasil yang menyoroti lebih jauh perlakuan Al-Fârâbî terhadap ilmu-ilmu religius da-
lam klasifikasinya dikaitkan dengan ilmu-ilmu filosofis. Kalâm dan fiqh, satu-satunya ilmu-
ilmu religius yang muncul dalam klasifikasinya, Al-Fârâbî adalah ilmu-ilmu eksternal atau
eksoterik dari dimensi-dimensi wahyu secara teoretis dan praktis. Metafisika (al-'ilm al-ilâhî)
dan politik (al-'ilm al-madanî) berturut-turut merupakan mitra filosofisnya
2.2 Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan

Pandangan filsafat pendidikan sama pernaannya dengan landasan filosofis yang menjiwai se-
luruk kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan

terdapat kaitan yang sangat erat. Filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan
masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut

Ilmu pengetahuan lebih menekankan kepada pengalaman keindahan dari pada penggunaan
pemikiran sebagai dari pada pengalaman. Menurut Plato hubungan filsafat dengan filsafat
pendidikan adalah :

1. Ilmu pengetahuan lahir dari persamaan dan perbedaan filsafat, sedangkan filsafat ada-
lah ibu dan ilmu pendidikan.
2. Ilmu pengetahuan lebih bersifat analisis, sedangkan filsafat bersifat sinopsis.
3. Ilmu pengetahuan mengemukakan fakta-fakta untuk melukiskan objeknya, sedangkan
filsafat selain menekankan pada keadaan sebenarnya dan objek juga bagaimana seha-
rusnya objek itu.
4. Ilmu pengetahuan memulai sesuatu dengan memakai asumsi-asumsi sedangkan fil-
safat memeriksa dan meragukan segala asumsi.
5. Ilmu pengetahuan di warnai oleh penggunaan metode eksperimen, terkontrol cara ker-
janya, sedangkan filsafat menggunakan ilmu pengetahuan.

Perbedaan filsafat dengan filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya universal. Sedangkan filsafat pendidikan ob-
jeknya terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja

2. Filsafat hendak memberikan pengetahuan/ pendidikan atau pemahaman yang lebih men-
dalam dan menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam

3. Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus, mempersatukan dan
mengkoordinasikannya

4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut pan-
dangannya berlainan

Brubacher (1950) mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidi-
kan, dalam hal ini pendidikan : bahwa filsafat tidak hanya melahirkan sains atau pengetahuan
baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat merupakan kegiatan berpikir
manusia yang berusaha untuk mencapai kebijakan dan kearifan. Sedangkan filsafat pendidi-
kan merupakan ilmu yang pada hakekatnya jawab dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul
dalam lapangan pendidikan dengan sendirinya filsafat pendidikan ini hakekatnya adalah pen-
erapan dari suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan.
2.3 Hubungan Filsafat dengan Kebudayaan

Pengertian kebudayaan dari beberapa ahli :

1. Taylor, budaya adalah suatu keseluruhan komplek yang meliputi pengetahuan, ke-
percayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain serta
kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat

2. Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan
hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh
anggota masyarakat lainnya.

3. Kotjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,


milik dari manusia dengan belajar

4. Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia

5. Dr .hendry s. lucas dalam buku “a short history of civilazation menyatakan kebudayaan


suatu cara umum bagamana manusia hidup berpikir dan bertindak.

Pada dasar nya kebudayaan adalah semua ciptaan manusia yang berlangsung dalam ke-
hidupan dan dijelaskan bahwa ilmu merupakan unsur kebudayaan. Pendidikan dan ke-
budayaan adalah suatu hubungan antara proses dengan isi yaitu pendidikan adalah proses
pengoperan kebudayaan dalam arti membudayakan manusia fungsi pendidikan adalah men-
golah kebudayaan itu menjadi sikap bernilai tingkah laku bahkan menjadi kepribadian anak
didik.

Pendidikan tidak hanya proses mengoper kebudayaan. Sebab hubungan pendidikan dengan
kebudayaan adalah juga hubungan nilai demokrasi maka prinsip kebebasan self respect indi-
vidualitas selt realisasi akan selalu di utamakan

Fungsi pendidikan sebagai pengoper kebudayaan mempunyai tujuan yang lebih utama yaitu
untuk membina kepribadian manusia agar lebih kreatif dan produktif yakni mampu mencip-
takan kebudayaan

Pendidikan mempunyai fungsi rangkap untuk kebudayaan :

 Menciptakan yang belum ada melalui pembinaan manusia yang kreatif

 Mengoperkan kebudayaan yang sudah ada kepada generasi demi generasi dalam
rangka proses sosialisasi pribadi manusia

Pentingnya kebudayaan untuk mengembangkan suatu pendidikan dalam budaya nasion-


al,mengupayakan, melestarikan dan mengembangkan nilai budaya-budaya dan pranata sosial
dalam menunjang proses pengembangan dan pembangunan nasional serta melestarikan nilai-
nilai luhur budaya bangsa. Merencanakan kegairahan masyarakat untuk menumbuhkan
kreaktivitas ke arah pembaharuan dalam usaha pendidikan yang tanpa kepribadian bangsa.

Manusia merupakan makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia dapat mengem-
bangkan kebudayaan. Begitu pula manusia hidup dan tergantung apa
kebudayaan sebagai hasil ciptaanya. Kebudayaan memberikan aturan bagi manusia dalam
mengolah lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya. Oleh karena itu, dengan adanya fil-
safat, kita dapat mengetahui tentang hasil karya manusia yang akan menimbulkan teknologi
yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadap alam lingkungannya.
Sehingga kebudayaan memiliki peran :

1. suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya

2. wadah untuk menyalurkan perasan dan kemampuan lain

3. sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia

4. pembeda manusia dengan binatang

5. petunjuk-petunjuk tentang bagaimana harus bertindak dan berperilaku dalam pergaulan

6. pengaturan agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menen-
tukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain

7. sebagai modal dasar pembangunan

Kebudayaan masyarakat tersebut sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber
pada masyarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayan
kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi masyarakat terhadap ling-
kungan di dalamnya.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 kesimpulan

Filsafat dan agama mempunyai hubungan yang terkait dan reflesif dengan manusia artinya
keduanya tidak ada alat penggerak dan tenaga utama di dalam diri manusia, yang dikatakan
alat dan penggerak tenaga utama pada diri manusia adalah akal, pikiran, rasa, dan kenya-
kinan. Dengan alat ini manusia akan mencapai kebahagiaan bagi dirinya. Agama dapat men-
jadi petunjuk, pegangan serta pedoman hidup bagi manusia dalam menempuh hidupnya
dengan harapan penuh keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan. Mana kala manusia
menghadapi masalah yang rumit dan berat, maka timbulah kesadaranya, bahwa manusia
merupakan makhluk yang tidak berdaya untuk mengatasinya dan timbulnya kepercayaan dan
keyakinan.

suatu hubungan antara proses dengan isi yaitu pendidikan adalah proses pengoperan ke-
budayaan dalam arti membudayakan manusia fungsi pendidikan adalah mengolah ke-
budayaan itu menjadi sikap bernilai tingkah laku bahkan menjadi kepribadian anak didik.

hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan adalah :

1. Ilmu pengetahuan lahir dari persamaan dan perbedaan filsafat, sedangkan filsafat ada-
lah ibu dan ilmu pendidikan.
2. Ilmu pengetahuan lebih bersifat analisis, sedangkan filsafat bersifat sinopsis.

1. Ilmu pengetahuan mengemukakan fakta-fakta untuk melukiskan objeknya, sedangkan


filsafat selain menekankan pada keadaan sebenarnya dan objek juga bagaimana seha-
rusnya objek itu.
2. Ilmu pengetahuan memulai sesuatu dengan memakai asumsi-asumsi sedangkan fil-
safat memeriksa dan meragukan segala asumsi.
3. Ilmu pengetahuan di warnai oleh penggunaan metode eksperimen, terkontrol cara ker-
janya, sedangkan filsafat menggunakan ilmu pengetahuan.

Hubungan pendidikan dengan kebudayaan adalah juga hubungan nilai demokrasi. Dimana
fungsi pendidikan sebagai pengoper kebudayaan mempunyai tujuan yang lebih utama yaitu
untuk membina kepribadian manusia agar lebih kreatif dan produktif yakni mampu mencip-
takan kebudayaan.

Dari paparan teori yang telah dipapatkan, maka ditemukan hubungan filsafat, ilmu, dan aga-
ma memiliki sisi persamaan dan perbedaan, yaitu sebagai berikut:
1. Persamaan
- Ketiganya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki obyek selengkap-lengkapnya
sampai keakar-akarnya.
- Ketiganya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara ke-
jadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-akibatnya.
- Ketiganya hendak memberikan sistesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
- Ketiganya mempunyai metode dan sistem.
- Ketiganya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat
manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.
2. Perbedaan
- Obyek material (lapangan) filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang
ada (realita). Sedangkan obyek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan
empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan
terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu.
- Obyek formal (sudut pandangan) filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari
pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan
ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifat
teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan re-
alita.
- Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis,
dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error.
Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat
timbul dari nilainnya.
- Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman
realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang
dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
- Filsafat memberikan penjelasan yang mengakar, yang mutlak, dan mendalam sampai men-
dasar (primary cause) sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu men-
dalam, yang lebih dekat, yang sekunder (secondary cause).
- Filsafat dan ilmu bersumber pada kekuatan akal, sedangkan agama bersumber pada wahyu.
- Filsafat didahului oleh keraguan, ilmu didahului oleh keingintahuan, sedangkan agama di-
awali oleh keyakinan.
Daftar pustaka
Zen, Zelhendri. (2011). Filsafat Pendidikan.Padang:UNP.

Sadulloh, U. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. CV Alfabeta, Bandung.

Wakhudin dan Trisnahada. Filsafat Naturalisme. (Makalah) Bandung: PPS-UPI Bandung

Anda mungkin juga menyukai