Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan
karunia – Nya penulis dapat menyusun Tugas ini dalam bentuk makalah Gizi dan Diet
"Anemia"

Dalam penulisan ini, penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan.
Oleh sebab itu, penulis mohon pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini sehingga lebih
sempurna di masa yang akan datang.

Semoga tugas ini dapat bermanfaat di masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Atas perhatiannya penulis ucapkan Terima kasih.

Samarinda, 18 Februari 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... I

KATA PENGANTAR .................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................. 3

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 4

1.1. Latar Belakang ......................................................................... 4


1.2. Tujuan penulisan . .................................................................... 6
1.3. Manfaat Penulisan ................................................................... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 7

2.1. Pengertian anemia …………………... ........................................ 7


2.2 Klarifikasi anemia ................................................................... 8
2..3 Penyebab anemia ….................................................................10
2.4. Epidemiologi anemia ...............................................................12
2.5. Prevalensi anemia ................................................................ 17
2.7. Pencegahan anemia............……….............................................19

BAB 3 PENUTUP .........................................................................................22

3.1. Kesimpulan ...............................................................................22


3.2. Saran .........................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................24

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Anemia adalah suatu istilah yang menunjukkan rendahnya sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan
pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia
terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Anemia defisiensi besi merupakan masalah umum dan luas dalambidang gangguan gizi di
dunia. Kekurangan zat besi bukan satu-satunyapenyebab anemia. Secara umum penyebab anemia
yang terjadi di masyarakatadalah kekurangan zat besi. Prevalensi anemia defisiensi besi masih
tergolongtinggi sekitar dua miliar atau 30% lebih dari populasi manusia di dunia.Prevalensi ini
terdiri dari anak-anak, wanita menyusui, wanita usia subur, danwanita hamil di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia (WHO, 2011).
Zat besi merupakan salah satu mikronutrien terpenting kehidupan anak. Kekurangan atau
defisiensi besi yang berat akan menyebabkan anemia atau kurang darah. Di dunia, defisiensi besi
terjadi pada 20-25% bayi. Di Indonesia, ditemukan anemia pada 40,5% balita, 47,2% usia
sekolah, 57,1% remaja putri, dan 50,9% ibu hamil. Penelitian pada 1000 anak sekolah yang
dilakukan oleh IDAI di 11 propinsi menunjukkan anemia sebanyak 20-25%. Jumlah anak yang
mengalami defisiensi besi tanpa anemia tentunya jauh lebih banyak lagi.
Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang rentan masalahgizi terutama anemia
defisiensi besi. Wanita hamil berisiko tinggi mengalamianemia defisiensi besi karena kebutuhan
zat besi meningkat secara signifikanselama kehamilan. Pada masa kehamilan zat besi yang
dibutuhkan oleh tubuhlebih banyak dibandingkan saat tidak hamil menginjak triwulan kedua
sampaidengan triwulan ketiga. Pada triwulan pertama kehamilan, kebutuhan zat besilebih rendah
disebabkan jumlah zat besi yang ditransfer ke janin masih rendah(Waryana, 2010).

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),prevalensi anemia defisiensi besi
pada ibu hamil sebesar 63,5% tahun 1995,turun menjadi 40,1% pada tahun 2001, dan pada tahun
2007 turun menjadi24,5% (Riskesdas, 2007). Angka anemia defisiensi besi ibu hamil di
3
Indonesiamasih tergolong tinggi walaupun terjadi penurunan pada tahun 2007. Keadaanini
mengindikasikan bahwa anemia defisiensi besi menjadi masalah kesehatanmasyarakat (Depkes,
2010).
Kekurangan zat besi akan berisiko pada janin dan ibu hamil sendiri.Janin akan mengalami
gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik seltubuh maupun sel otak. Selain itu,
mengakibatkan kematian pada janin dalamkandungan, abortus, cacat bawaan, dan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR)(Waryana, 2010). Pada ibu hamil, anemia defisiensi besi yang berat
dapatmenyebabkan kematian (Basari, 2007).
Anemia defisiensi besi menyebabkan turunnya daya tahan tubuh damembuat penderita
rentan terhadap penyakit. Kekurangan zat besi padakehamilan memiliki konsekuensi negatif bagi
bayi yaitu terjadi gangguanperkembangan kognitif bayi serta meningkatkan morbiditas dan
mortalitas ibu.
Upaya pemerintah dalam mengatasi anemia defisiensi besi ibu hamilyaitu terfokus pada
pemberian tablet tambahan darah (Fe) pada ibu hamil.Departemen Kesehatan masih terus
melaksanakan progam penanggulangananemia defisiensi besi pada ibu hamil dengan
membagikan tablet besi atautablet tambah darah kepada ibu hamil sebanyak satu tablet setiap
satu hariberturut-turut selama 90 hari selama masa kehamilan (Depkes RI, 2010).
Tablet besi selama kehamilan telah direkomendasikan untuk wanita di negaraberkembang karena
biasanya tidak ada perubahan mendasar yang terjadidalam komposisi diet. Program
penanggulangan anemiamelalui pemberian tablet besi pada ibu hamil telah dilaksanakan sejak
tahun1975 tetapi kenyataannya prevalensi anemia defisiensi ibu hamil di Indonesiamasih tinggi
(Hadi, 2001).

Salah satu faktor yang menyebabkan masih tingginya anemiadefisiensi besi pada ibu
hamil adalah rendahnya kepatuhan ibu hamil dalammengkonsumsi tablet besi. Sebanyak 74,16%
ibu hamil dinyatakan tidak patuhdalam mengkonsumsi tablet besi dengan responden sebanyak 89
ibu hamil(Indreswari, 2008).

4
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan ibuhamil dalam mengkonsumsi tablet
besi antara lain pengetahuan, sikap, danefek samping dari tablet besi yang diminumnya. Faktor
yang seringdikemukakan oleh ibu hamil ialah pernyataan “lupa” untuk meminum tablet
besi (Purwaningsih dkk, 2006).
Berdasarkan masalah diatas maka dalam makalah ini akan dibahas tentang berbagai faktor
yang mempengaruhi terjadi nya Anemia Defisiensi Zat Besi dan pencegahan untuk
mengatasinya.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui tentang pengertian Anemia.
2. Untuk mengetahui tentang klasifikasi Anemia
3. Untuk mengetahui tentang etiologi Anemia.
4. Untuk mengetahui tentang epidemiologi Anemia.
5. Untuk mengetahui tentang gejala dan tanda anemia
6. Untuk mengetahui tentang pencegahan Anemia.
7.Untuk mengetahui tentang cara pengobatan Anemia.
1.3 Manfaat penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan yaitu :
1. Mampu mengetahui tentang pengertian Anemia.
2. Mampu mengetahui tentang klasifikasi Anemia
3. Mampu mengetahui tentang etiologi Anemia.
4. Mampu mengetahui tentang epidemiologi Anemia.
5. Mampu mengetahui tentang gejala dan tanda anemia
6. Mampu mengetahui tentang pencegahan Anemia.
7. Mampu mengetahui tentang cara pengobatan Anemia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anemia

5
Anemia merupakan kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh seseorang.
Anemia dapat terjadi karena kurangnya haemoglobin yang berarti juga minimnya oksigen ke
seluruh tubuh. Apabila oksigen dalam tubuh berkurang maka orang tersebut akan menjadi lemah,
lesu dan tidak bergairah. Indikasinya penyakit ini bisa diketahui dengan memeriksa kelopak mata
bawah bagian dalam, ujung kuku, tangan dan kaki, jari-jari tangan dan mukosa mulut.Menurut
WHO (1997) seseorang dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin pada laki-laki dewasa < 13
g/dl, pada anak umur 12-13 dan wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl, pada umur 6 bulan sampai
5 tahun dan wanita hamil < 11 g/dl. Pada anak umur 5-11 tahun dinyatakan anemia bila kadar
hemoglobin < 11.5 g/dl.
Anemia dalam kehamilan paling sering dijumpai adalah anemia akibat kekurangan zat
besi (Fe). Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang intake unsur zat besi ke dalam tubuh
melalui makanan, karena gangguan absorbsi, gangguan penggunaan atau terlalu banyak zat besi
yang keluar dari badan, misalnya pada perdarahan. Keperluan zat besi akan bertambah dalam
kehamilan, terutama dalam trimester II hal ini disebabkan meningkatnya kebutuhan janin yang
dikandung oleh ibu.
Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan sel darah
merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa
unsur makanan yang esensial. Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat,
dan/atau vitamin B12.

2.2 Klasifikasi Anemia

Berdasarkan penyebab terjadinya anemia, secara umum anemia dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

1. Anemia Defisiensi Besi

6
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh,
sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan
hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,
gangguan absorpsi serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun. Anemia jenis ini
merupakan anemia yang paling sering terjadi.

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi, sehingga cadangan besi makin


menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted state. Jika
kekurangan besi berlanjut terus maka penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga
dapat menimbulkan anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada
beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta
berbagai gejala lainnya.

Gejala yang khas pada anemia jenis ini adalah kuku menjadi rapuh dan menjadi cekung
sehingga mirip seperti sendok, gejala seperti ini disebut koilorika. Selain itu, anemia jenis ini
juga mengakibatkan permukaan lidah menjadi licin, adanya peradangan pada sudut mulut dan
nyeri pada saat menelan.Selain gejala khas tersebut pada anemia defisiensi besi juga terjadi
gejala umum anemia seperti lesu, cepat lelah serta mata berkunang-kunang.

2. Anemia hipoplastik

Anemia hipoplastik disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah
baru. Penyebabnya belum diketahui, kecuali yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis),
keracunan dan sinar rontgen atau radiasi. Mekanisme terjadinya anemia jenis ini adalah karena
kerusakan sel induk dan kerusakan mekanisme imunologis. Anemia jenis ini biasanya ditandai
dengan gejala perdarahan seperti petikie dan ekimosis (perdarahan kulit), perdarahan mukosa
dapat berupa epistaksis, perdarahan sub konjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis melena dan
pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai , tetapi jika
terjadi perdarahan pada otak sering bersifat fatal. Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal
jantung akibat anemia berat dan kematian akibat infeksi yang disertai perdarahan.

3. Anemia Megaloblastik

7
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan defisiensi vitamin B12 dan asam folat.
Anemia jenis ini ditandai dengan adanya sel megaloblast dalam sumsum tulang belakang. Sel
megaloblast adalah sel prekursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar.

Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena terjadi gangguan
sintesis DNA sel-sel eritoblast akibat defiensi asam folat dan vitamin B12 dimana vitamin B12
dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk vitamin B12
penting dalam pembentukan myelin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti eritoblast ini maka
maturasi inti lebih lambat, sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar karena
pembelahan sel yang lambat.Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan
kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel megaloblast.Sel megaloblast ini fungsinya tidak
normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan
masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung pada terjadinya anemia.

Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio plasenta dan Neural
Tube Defect (NTD). NTD yang terjadi bisa berupa anensefali, spina bifida (kelainan tulang
belakang yang tidak menutup), meningo-ensefalokel (tidak menutupnya tulang kepala).
Kelainan-kelainan tersebut disebabkan karena gagalnya tabung saraf tulang belakang untuk
tertutup.

Anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat mempunyai gejala yang sama seperti
terjadinya ikterus ringan dan lidah berwarna merah. Tetapi pada defisiensi vitamin B12 disertai
dengan gejala neurologik seperti mati rasa.

4. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah penghancuran atau pemecahan
sel darah merah sebelum waktunya. Hemolisis berbeda dengan proses penuaan yaitu pemecahan
eritrosit karena memang sudah cukup umurnya. Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi
dua golongan besar yaitu anemia hemolitik karena faktor di dalam eritrosit sendiri (intrakorpuskular)
yang sebagian besar bersifat herediter dan anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit
(ekstrakorpuskular) yang sebagian besar bersifat didapatkan seperti malaria dan transfusi darah.

8
Proses hemolisis akan mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan
anemia. Hemolisis dapat terjadi perlahan-lahan, sehingga dapat diatasi oleh mekanisme kompensasi
tubuh tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba sehingga segera menurunkan kadar hemoglobin.

Seperti pada anemia lainnya pada penderita anemia hemolitik juga mengalami lesu, cepat lelah
serta mata berkunang-kunang. Pada anemia hemolitik yang disebabkan oleh faktor genetik gejala klinik
yang timbul berupa ikterus, splenomegali, kelainan tulang dan ulkus pada kaki.

2.3 Penyebab Anemia

Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia adalah sebagai berikut:

1. Kurang gizi
2. Kurang zat besi dalam zat makanan
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah yang banyak: persalinan yang lalu, haid, dan penyakit kronik: TBC, Paru, cacing
usus, malaria, dan lain-lain

Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan olehdefisiensi besi (Fe) dan perdarahan akut
dan tidak jarang keduanyasaling berintekrasi.Kurangnya zat besi dalam tubuh orang dewasa
maupun anak-anak dapat disebabkan oleh beberapa factor.Penyebab utamanya adalah karena
faktor nutrisi.Yaitu kurangnya asupan zat besi dan rendahnya absorpsi.Perkembangan terjadinya
zat besi menurut (soemantri 2005).Dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.

9
2.4 Epidemiologi Anemia
2.4.1 Distribusi dan Frekuensi

1. Menurut Orang
Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan usia yang
mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan kesehatan dan

10
keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami pendarahan dan dapat
menyebabkan ibu mengalami anemia.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, prevalensi anemia pada tahun 1999-
2005 di dunia masih tinggi dimana prevalensi pada balita 47,4%, anak usia sekolah 25,4%,
wanita tidak hamil 30,2%, wanita hamil 41,8%, pada lansia 23,9% dan terendah pada laki-laki
12,7%.
2. Menurut Tempat
Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di Negara sedang berkembang
ketimbang Negara yang sudah maju. Prevalensi anemia ibu hamil pada tahun 2005 di beberapa
Negara terbelakang sangat tinggi seperti di Kongo adalah 67,30%, di Nigeria 65,51% dan di
Eithopia 62,68%. Prevalensi ini mulai berkurang di Negara berkembang seperti di India 44,33%
dan Indonesia 44,33%. Sedangkan di Negara maju prevalensi anemia pada ibu hamil sangat
rendah yaitu 11,46% di Prancis dan 5,7% di United States.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan PT Merck Tbk di Jawa Timur, Jawa Barat, dan
Sumatera Utara prevalensi anemia cukup tinggi. Di Jawa Timur dengan melibatkan 5.959 peserta
tes darah di tiga kota, Kediri, Jombang, dan Mojokerto, didapat 33% di antaranya anemia. Di
Jawa Barat dengan peserta tes darah sebanyak 7.439 di tiga kota, Garut, Tasikmalaya, dan
Cirebon, 41% di antaranya anemia. Sedangkan di Sumatera Utara dengan peserta tes darah
sebanyak 9.377 orang di tiga kota, Medan, Pematang Siantar, dan Kisaran, didapati 33% di
antaranya anemia.
Beberapa penelitian yang di Provinsi Sulawesi Utara menemukan bahwa prevalensi anemia pada
anak panti asuhan usia sekolah dasar sebesar 62,8% (Matondang, 2004), serta penelitian di
bolaang mengondow pada salah satu desa tertinggal pada anak sekolah dasar yaitu sebesar
18,33% didaerah penghasil sayur dan 28,33% yang bukan didaerah penghasil sayur (Purba,
1995).
3. Menurut Waktu
Besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada trimester I kehamilan adalah 20%, trimester II
sebesar 70%, dan trimester III sebesar 70%.4 Hal ini disebabkan karena pada trimester pertama
kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan
janin masih lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita
akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel
11
darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan
saat melahirkan, perlu tambahan besi 300 – 350 mg akibat kehilangan darah. Sampai saat
melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan
kondisi tidak hamil.
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1986 proporsi
ibu hamil yang menderita anemia adalah 73,3% menurun pada tahun 1992 menjadi 63,5%, pada
tahun 1995 menurun menjadi 50,9%, tahun 2001 menurun lagi menjadi 40,1%. Hasil Riskesdas
2007 proporsi ibu hamil yang anemia adalah 24,5% . Hal ini menunjukkan keberhasilan program
pemerintah dalam hal penanggulangan anemia pada ibu hamil.
2.4.2 Determinan
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil adalah:
a. Usia
Umur ideal untuk kehamilan yang risikonya rendah adalah pada kelompok umur 20-35
tahun. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, perempuan
yang mengalami kehamilan pada usia berisiko tinggi (35 tahun ke atas) 4,6% tidak
pernah memeriksakan kehamilan, dan yang berusia < 20 tahun 5,1% memeriksakan
kehamilan pada dukun. Kehamilan pada remaja putri sangat berisiko terhadap dirinya
karena pertumbuhan linier (tinggi badan) pada umumnya baru selasai pada usia 16-18
tahun, dan dilanjutkan dengan pematangan rongga panggul beberapa tahun setelah
pertumbuhan linier selesai.
b. Umur Kehamilan
Kebutuhan akan berbagai zat gizi termasuk zat besi pada trimester I meningkat secara
minimal. Setelah itu sepanjang trimester II dan III, kebutuhan akan terus membesar
sampai pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk
pemekaran jaringan ibu, yaitu penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan
payudara.
Menurut Doloksaribu (2006) persentase responden yang menderita anemia
tertinggi dijumpai pada umur kehamilan triwulan II (50%) dan triwulan ke III
(37,50%). Hal ini disebabkan karena kebutuhan zat besi pada triwulan II dan III
meningkat dengan pesat untuk janin, plasenta dan penambahan volume darah ibu.
c. Jarak Kelahiran

12
Jarak kelahiran dapat menyebabkan hasil kehamilan yang kurang baik. Jarak dua
kehamilan yang terlalu pendek akan mempengaruhi daya tahan dan gizi ibu yang
selanjutnya akan mempengaruhi hasil produksi. Menurut Depkes RI (2004) jumlah
kelahiran yang baik agar terwujudnya keluarga sejahtera dan sehat adalah berjumlah 2
anak saja dengan jarak kelahiran sama dengan atau lebih dari 3 tahun.6 Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Hendro di medan (2006) ibu hamil yang jarak
kelahiran anaknya < 2 tahun sebagian besar menderita anemia. Seorang wanita yang
melahirkan berturut-turut dalam jangka waktu pendek tidak sempat memulihkan
kesehatannya serta harus membagi perhatian kepada kedua anak dalam waktu yang
sama.
d. Konsumsi Tablet Fe
Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi zat besi dengan cara yang benar akan memnuhi
kebutuhan zat besi dalam tubuh yang bisa meningkatkan kualitas kehamilan. Banyak
hal yang membuat ibu hamil tidak patuh mengkonsumsi zat besi yang terdapat dalam
tablet tambah darah yang diprogramkan pemerintah. Salah satunya adalah gangguan
pencernaan dapat berupa mual dan muntah.Sehingga hal ini perlu mendapat perhatian
khusus terutama dari pemberian pelayanan kesehatan misalnya bidan dan dokter.
Jumlah tablet zat besi yang dikonsumsi ibu hamil adalah minimal 90 tablet dan
dianjurkan kepada ibu hamil untuk mengkonsumsi tablet tambah darah dengan dosis
satu kali sehari selama masa kehamilan dan 40 hari setelah melahirkan.
e. Penghasilan
Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah status
ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk
membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan
keluarga dan harga bahan makanan itu sendiri. Keluarga dengan pendapaan terbatas
kemungkinan besar kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya, terutama
memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya.
Sementara dari hasil penelitian Hendro (2006) menyatakan bahwa keluarga yang
pendapatnya di atas UMR dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarganya terutama ibu
hamil sehingga diasumsikan dapat mencegah terjadinya anemia sedangkan keluarga

13
dengan pendapatan di bawah UMR dapat diasumsikan belum memenuhi kebutuhan
hidup keluarganya termasuk gizi ibu hamil.
f. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku untuk
hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk
menyerap informasi-informasi dan mengimplementasikannya dalam perilakudan gaya
hidup sehari-hari,khusunya tingkat pendidikan wanita sangat mempengaruhi
kesehatannya.
Dari hasil penelitian Hendro (2006), menyatakan ada hubungan yang signifikan
antara pendidikan dengan status anemia, karena dengan tingkat pendidikan ibu yang
rendah diasumsikan pengetahuannya tentang gizi rendah, sehingga berpeluang untuk
terjadinya anemia sebaliknya jika ibu hamil berpendidikan tinggi maka kemungkinan
besar pengetahuannya tentang gizi juga tinggi, sehingga diasumsikan kecil
peluang terjadinya anemia.

g. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan terhadap ibu hamil oleh petugas
kesehatan untuk memelihara kehamilannya yang dilaksanakan sesuai standar
pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam standar pelayanan kebidanan.Tujuan
pelayanan antenatal adalah mengantarkan ibu hamil agar dapat bersalin dengan sehat
dan memperoleh bayi yang sehat, mendeteksi dan mengantisipasi dini kelainan
kehamilan dan deteksi serta antisipasi dini kelainan janin.
Pelayanan antenatal meliputi lima hal yang dikenal dengan istilah 5T yaitu
timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, nilai status
imunisasi TT dan pemberian tablet tambah darah.3 Konsumsi zat besi sangat
diperlukan oleh Ibu hamil yang ditujukan untuk mencegah ibu dan janin dari anemia,
dan faktor risiko lainnya. Diharapkan ibu hamil dapat mengonsumsi tablet Fe lebih
dari 90 tablet selama kehamilan. Berdasarkan laporan Riskesdas (2010) 80,7% ibu
hamil tablet/membeli tablet Fe, dengan jumlah hari minum 0-30 hari (36,3%), 90 hari
atau lebih (18%), 60-89 hari (8,3%), dan 31-59 hari (2,8%). Dijumpai 38% ibu hamil
di Sumatera Utara dan 3,6% di DI Yogyakarta yang tidak pernah minum tablet Fe.
14
K1 adalah kunjungan pertama ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk
mendapat pelayanan antenatal yang dilakukan pada trimester pertama kehamilan.
Sedangkan K4 adalah kunjungan ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan ante natal
minimal 4 kali yaitu 1 kali pada trimester pertama kehamilan, 1 kali pada trimester
kedua dan 2 kali pada trimester ketiga.

2.5 Prevalensi Anemia


Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat apabila melebihi prevalensi sebagai berikut.
Kelompok Batas nilai Hb

Ibu Hamil 63,5%

Anak Balita 55,5%

Anak Usia Sekolah 24%-34%

Wanita Dewasa 30%-40%

Pekerja Berpenghasilan Rendah 30%-40%

Pria Dewasa 20%-40%

(Sumber supariasa dkk, 2002)


Anemia gizi masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Hasil SKRT 1986, 1992 dan
1995 berdasarkan pengukuran Hb pada wanita hamil dan balita menunjukkan bahwa masalah
anemia gizi pada wanita hamil di Indonesia telah mengalami penurunan, meskipun keadaannya
masih tetap tinggi yaitu dari 73,7% pada tahun 1986 menjadi 63,5% pada tahun 1992 dan 51,3%
pada tahun 1995.

15
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), prevalensi anemia defisiensi
besi pada ibu hamil sebesar 63,5% tahun 1995, turun menjadi 40,1% pada tahun 2001, dan pada
tahun 2007 turun menjadi 24,5% (Riskesdas, 2007). Angka anemia defisiensi besi ibu hamil di
Indonesia masih tergolong tinggi walaupun terjadi penurunan pada tahun 2007. Keadaan ini
mengindikasikan bahwa anemia defisiensi besi menjadi masalah kesehatan masyarakat (Depkes,
2010).

2.6 Tanda dan Gejala Anemia


1.Periksa perubahan warna kulit. Meskipun memiliki warna kulit yang cenderung gelap, gejala anemia
masih mudah untuk dikenali dengan melihat perubahan warna kulit wajah atau bibir kulit yang terlihat
pucat seperti orang yang sedang sakit meski tubuh dalam keadaan sehat.

2. Seseorang yang memiliki anemia, cenderung lebih sering mengalami rasa lelah dan memiliki perasaan
yang sensitif (mudah tersinggung).

3. Terkadang beberapa diantaranya ada yang mengalami sakit kepala hingga kehilangan nafsu makan.

4. Terkadang suka sembelit yang terjadi dalam waktu yang cukup lama atau terus-menerus hingga
kehilangan banyak cairan tubuh, hal ini juga yang menjadi gejala dari sembelit.

5. Sulit berkonsentrasi merupakan salah satu gejala anemia yang cukup menganggu. Kesulitan dalam
berkonsentrasi dapat memengaruhi kinerja dan pekerjaan.

6. Penurunan nafsu makan, namun terkadang tiba-tiba memiliki nafsu makan yang berlebih hingga
menimbulkan suatu gangguan dalam sistem metabolisme tubuh.

7. Anemia juga dapat mempengaruhi psikologis seperti susana hati dan emosi yang mudah mengalami
stress atau depresi. Karena anemia dapat memberi pengaruh yang cukup kuat terhadap emosi dan
mood.

8. Mengalami sesak nafas. Hal in disebabkan oleh jumlah sel darah merah yang berkurang. Sel darah
merah merupakan bagian yang sangat penting bagi sistem pernafasan. Sesak nafas umumnya dialami
pada mereka yang menderia anemia sedang hingga berat.

16
9. Beberapa diantaranya ada yang mengalami kedinginan pada salah satu anggota tubuh yang sering
dirasakan yang disebabkan oleh aliran darah yang tidak lancar akibat anemia. Bagian tubuh yang sering
merasakan kedingian adalah telapak tangan/kaki.

10. Sering merasa cepat lelah dan pusing. Gejala ini umumnya dirasakan saat bangun dari tidur atau saat
hendak berdiri karena terlalu lama duduk dan pusing jika berdiri terlalu lama.

Umumnya mereka yang mengalami sakit anemia, mudah sekali untuk dikenali dan dilihat secara fisik
oleh mata. Untuk mengetahui sendiri apakah terserang sakit anemia atau tidak adalah dengan cara
mengecek warna kulit pada kantung mata bagian dalam bawah. Jika terdapat warna kurang merah
berarti anda dapat dikatakan mengalami anemia.

2.7 Pencegahan Anemia

1. Pencegahan primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit
atau gangguan sebelum hal itu terjadi.Promosi kesehatan, pendidikan kesehatan dan
perlindungan kesehatan adalah tiga aspek utama di dalam pencegahan primer. Dalam hal ini
pencegahan primer ditujukan kepada ibu hamil yang belum anemia. Tujuan pencegahan ini untuk
mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit dan memodifikasi faktor risiko atau
mencegah berkembangnya faktor risiko.
Pencegahan primer meliputi:
a. Edukasi (Penyuluhan)
Petugas kesehatan dapat berperan sebagai edukator seperti memberikan nutrition
education berupa dorongan agar ibu hamil mengkonsumsi bahan makanan yang tinggi
Fe dan konsumsi tablet besi atau tablet tambah darah minimal selama 90 hari.
Edukasi tidak hanya diberikan pada saat ibu hamil, tetapi ketika belum
hamil.Penanggulangannya, dimulai jauh sebelum peristiwa melahirkan. Selain itu,
petugas kesehatan juga dapat berperan sebagai konselor atau sebagai sumber
berkonsultasi bagi ibu hamil mengenai cara mencegah anemia pada kehamilan.
Suplementasi Fe adalah salah satu strategi untuk meningkatkan intake Fe yang
berhasil hanya jika individu mematuhi aturan konsumsinya.Banyak faktor yang
17
mendukung rendahnya tingkat kepatuhan tersebut, salah satunya adalah efek samping
yang tidak nyaman dari mengkonsumsi Fe adalah melaluipendidikan tentang
pentingnya suplementasi Fe dan efek samping akibat minum Fe.
b. Suplementasi Fe (Tablet Besi)
Anemia defisiensi besi dicegah dengan memelihara keseimbangan antara asupan Fe
dan kehilangan Fe.Jumlah Fe yang dibutuhkan untuk memelihara keseimbangan ini
bervariasi antara satu wanita dengan yang lainnya tergantung pada riwayat
reproduksi.Jika kebutuhan Fe tidak cukup terpenuhi dari diet makanan, dapat
ditambah dengan suplemen Fe terutama bagi wanita hamil dan masa nifas.24
Suplemen besi dosis rendah (30mg/hari) sudah mulai diberikan sejak kunjungan
pertama ibu hamil.
c. Fortifikasi Makanan dengan Zat Besi
Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara terpusat
merupakan inti pengawasan anemia di berbagai Negara. Fortifikasi makanan
merupakan cara terampuh dalam pencegahan defisiensi besi. Produk makanan
fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum serta roti makanan yang terbuat dari
jagung dan bubur jagung serta beberapa produk susu.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan dan deteksi untuk
menenmukan status patogenik setiap individu di dalam populasi.Pencegahan sekunder bertujuan
untuk menghentikan perkembangan penyakit menuju suatu perkembangan kearah kerusakan atau
ketidakmampuan.Dalam hal ini pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan
pada ibu hamil yang sudah mengalami gejala-gejala anemia atau tahap pathogenesis yaitu mulai
pada fase asimtomatis sampai fase klinis atau timbulnya gejala penyakit atau gangguan
kesehatan.
Pada pencegahan sekunder, yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan diantaranya adalah :
a. Skrining diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok wanita yang harus diobati dalam
mengurangi morbiditas anemia. Bagi wanita hamil harus dilakukan skrining pada kunjungan I
dan rutin pada setiap trimester. Skrining dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) untuk
mendeteksi apakah ibu hamil anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil masuk dalam
anemia ringan, sedang, atau berat. Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan terhadap tanda dan
18
gejala yang mendukung seperti tekanan darah, nadi dan melakukan anamnesa berkaitan dengan
hal tersebut. Sehingga, tenaga kesehatan dapat memberikan tindakan yang sesuai dengan hasil
tersebut. Jika anemia berat ( Hb< 9 g/dl) dan Hct <27%) harus dirujuk kepada dokter ahli yang
berpengalaman untuk mendapat pertolongan medis.
b. Pemberian terapi dan Tablet Fe
Jika ibu hamil terkena anemia, maka dapat ditangani dengan memberikan terapi oral dan
parenteral berupa Fe dan memberikan rujukan kepada ibu hamil ke rumah sakit untuk diberikan
transfusi (jika anemia berat).

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier mencakup pembatasan terhadap segala ketidakmampuan dengan
menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau ketidakmampuan sudah terjadi dan
menimbulkan kerusakan.Dalam hal ini pencegahan tersier ditujukan kepada ibu hamil yang
mengalami anemia yang cukup parah dilakukan untuk mencegah perkembangan penyakit ke arah
yang lebih buruk untuk memperbaiki kualitas hidup klien seperti untuk mengurangi atau
mencegah terjadinya kerusakan jaringan, keparahan dan komplikasi penyakit, mencegah
serangan ulang dan memperpanjang hidup. Contoh pencegahan tersier pada anemia ibu hamil
diantaranya yaitu :
memeriksa ulang secara teratur kadar hemoglobin
mengeliminasi faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak adekuat pada ibu hamil, tetap
mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan tetap mengkonsumsi makanan yang adekuat
setelah persalinan.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Anemia merupakan kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh seseorang.
Anemia dapat terjadi karena kurangnya haemoglobin yang berarti juga minimnya oksigen ke
seluruh tubuh.
2. Klasifikasi anemia yaitu Anemia Defisiensi Besi, Anemia hipoplastik, Anemia Megaloblastik
dan Anemia Hemolitik

3. Penyebab anemia yaitu Kurang gizi/malnutrisi, Kurang zat besi dalam zat makanan,
Malabsorpsi, Kehilangan darah yang banyak: persalinan yang lalu, haid, dan Penyakit kronik:
TBC, paru, cacing usus, malaria, dan lain-lain. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan
olehdefisiensi besi (Fe) dan perdarahan akut dan tidak jarang keduanyasaling berintekrasi.

4. Epidemiologi Anemia yaitu berdasarkan distribusi dan frekuensi yang dilihat menurut Orang
dimana wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan usia yang
mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil, menurut tempat, anemia defisiensi zat besi lebih
cenderung berlangsung di Negara sedang berkembang ketimbang Negara yang sudah maju,
menurut Waktu, besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada trimester I kehamilan adalah
20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar 70%.4. Berdasarkan determinan,
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil adalah usia, umur
kehamilan, jarak kelahiran, konsumsi tablet Fe, penghasilan, pendidikan dan pelayanan
antenatal.

5. Gejala dan tanda pada orang anemia, umumnya mereka yang mengalami sakit anemia, mudah
sekali untuk dikenali dan dilihat secara fisik oleh mata. Untuk mengetahui sendiri apakah
terserang sakit anemia atau tidak adalah dengan cara mengecek warna kulit pada kantung mata

20
bagian dalam bawah. Jika terdapat warna kurang merah berarti anda dapat dikatakan mengalami
anemia.

6. Pencegahan anemia dibagi atas tiga pencegahan yaitu pencegahan primer, penceganhan
sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat
menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi, dalam hal ini
pencegahan primer ditujukan kepada ibu hamil yang belum anemia. Pencegahan sekunder lebih
ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan dan deteksi untuk menenmukan status patogenik
setiap individu di dalam populasi, dalam hal ini pencegahan sekunder merupakan pencegahan
yang dilakukan pada ibu hamil yang sudah mengalami gejala-gejala anemia dan pencegahan
tersier mencakup pembatasan terhadap segala ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi
saat penyakit, cedera atau ketidakmampuan sudah terjadi dan menimbulkan kerusakan, dalam hal
ini pencegahan tersier ditujukan kepada ibu hamil yang mengalami anemia yang cukup parah.

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapat dari pembahasan, maka dapat disarankan agar
mahasiswa dapat memahami dengan baik tentang anemia sehingga dapat membantu dalam
kegiatan promosi kesehatan tentang anemia. Disarankan untuk memahami tentang pengertian,
penyebab, gejala, cara penanganan dan pencegahan anemia sehingga angka kejadian anemia
dapat menurun.

21
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu//Anemia
https://id.scribd.com/doc//ANEMIA

22

Anda mungkin juga menyukai