A.Tujuan
B. Hasil
Pada remaja dapat ditandai sebagai masa dengan tingkat emosionalitas yang tinggi,
pada masa ini substansial meningkat dalam psikopatologis yang mana dapat berpengaruh pada
tingkat disfungsional. Meskipun perbedaan individu ada dalam tingkat emosionalitas remaja,
tetapi semua remaja mengalami urutan perubahan dalam masa pubertas dan perkembangan
otak. Belajar untuk mengelola salahsatu reaksi emosional orang lain adalah tugas utama remaja
yang berhubungan dengan perkembangan sosial dan kognitif. Proses sosial dan kognitif ini
didukung oleh perubahan pada koneksi struktur otak yang terlibat dalam fungsi-fungsi seperti
ketahanan mental, penilaian diri, pembelajaran sosial dan regulasi emosi. Perilaku afektif
remaja juga terkait dengan faktor lain yang dapat mengubah pengalaman emosional, contonya
pengangalaman masalalu dapat menjadi dasar saraf kognisi dan emosi untuk memodifikasi
pengalaman saat ini. Perkembangan dan pematangan otak, berperan dalam perilaku afektif
selama masa remaja. Pada masa remaja peningkatan, frekuensi emosi sebagian besar paling
kuat dialami ketika remaja ada pada lingkungan sosialnya.
Sirkuit saraf yang mendukung perilaku afektif tidak hanya dipengaruhi oleh
konteks sosial saat ini, tetapi juga dibentuk oleh pengalaman sosial sebelumnya.
Sebagaimana dibahas dalam masalah ini, ada bukti bahwa stres ekstrem dan
pengalaman buruk di awal kehidupan memengaruhi fungsi otak remaja di dalam sirkuit
yang mendukung perilaku afektif. Namun, penelitian yang muncul menunjukkan
bahwa variasi dalam konteks sosial dalam rentang pengalaman yang lebih khas dan di
tahun-tahun yang lebih dekat ke masa remaja juga dapat mempengaruhi fungsi otak
remaja.
Remaja yang berulang kali menjadi korban dari usia 6-12 tahun
menunjukkan aktivasi korteks cingulate anterior dorsal yang lebih besar untuk
pengucilan sosial pada tugas Cyberball pada masa remaja. Hasil ini
menunjukkan bahwa pengalaman sebelumnya dengan teman sebaya memiliki
efek jangka panjang pada korelasi saraf berikutnya dari perilaku afektif.