Anda di halaman 1dari 46

ANALISIS RISIKO PRODUKSI BUDIDAYA UDANG

VANNAMEI ( LITOPANAEUS VANNAMEI ) PADA BALAI SEA


FARMING PULAU SEMAK DAUN

AYU ADINDA NURSAPHALA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko Produksi
Budidaya Udang Vannamei ( Litopenaeus Vannamei ) pada Balai Sea Farming
Pulau Semak Daun karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2017

Ayu Adinda Nursaphala


NIM H34130065
ABSTRAK

AYU ADINDA NURSAPHALA. Analisis Risiko Produksi Budidaya Udang


Vaname (Litopenaeus Vannamei) pada Balai Sea Farming Pulau Semak Daun.
Dibimbing oleh TINTIN SARIANTI.

Udang adalah salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya. Balai Sea
Farming merupakan tempat pembudidayaan udang khususnya udang vaname
(Litopenaeus Vannamei). Balai Sea Farming menghadapi risiko produksi yang
diindikasikan oleh adanya fluktuasi hasil produksi. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi sumber risiko produksi dengan menggunakan analisis deskriptif,
lalu menganalisis probabilitas dan dampak menggunakan metode Z-Score dan
Value at Risk, serta mengidentifikasi alternatif strategi untuk menangani risiko
produksi yang dihadapi Balai Sea Farming. Berdasarkan hasil identifikasi, sumber
risiko produksi yang terdapat pada Balai Sea Farming adalah jaring robek, peyakit,
dan amoniak. Sumber risiko produksi dengan probabilitas dan dampak tertinggi
adalah jaring robek. Strategi preventif untuk mengurangi probabilitas sumber risiko
yang ada adalah memasang jaring tambahan diluar keramba, dan mengefektifkan
pemberian pakan, sedangkan strategi mitigasi untuk mencegah dampak adalah
menjaga kebersihan jaring dan melakukan pengawasan dan pengecekan pada
keramba secara berkala.

Kata Kunci: budidaya, risiko produksi, udang vannamei

ABSTRACT

AYU ADINDA NURSAPHALA. Risk Analysis of Vannamei Shrimp


(Litopenaeus Vannamei) Production in Sea Farming Semak Daun Island.
Supervised by TINTIN SARIANTI.

Shrimp is one of superior aquaculture comodity. Sea Farming is a place for


shrimp cultivation specially in Vannamei shrimp (Litopenaeus Vannamei). Sea
Farming face the production risk which indicated by product fluctuation. The
purpose of this research were to identify the production risk sources using
descriptive analysis, to analyze the probability and impact using Z-Score and Value
at Risk method, and then identify alternative strategies to handle production risk
that Sea Farming faced. Based on the results of identification, the production risk
source at Sea Farming contain broken nets, disease, and ammonia. The biggest
probability and impact of production risk was broken nets. The preventive strategies
to reduce the probability of production risk was to put an additional nets outside the
cages, and to increase effectiveness of feeding, while the mitigation strategies to
reduce the impact of production risk was keep the nets clean and monitoring the
cages continuously.

Keyword: cultivation, production risk, vannamei shrimp


ANALISIS RISIKO PRODUKSI BUDIDAYA UDANG
VANNAMEI ( LITOPANAEUS VANNAMEI ) PADA BALAI SEA
FARMING PULAU SEMAK DAUN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
karunia dan rahmat-Nya sehingga skripsi berjudul Analisis Risiko Produksi
Budidaya Udang Vannamei ( Litopenaeus Vannamei ) pada Balai Sea Farming
Pulau Semak Daun dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Puji dan sholawat
senantiasa penulis curahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga beliau, dan para
sahabat hingga hari akhir.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari banyak pihak yang terlibat
dan mendukung penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan serta masukan dalam menulis skripsi.
2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku pembimbing akademik yang telah memberi
bimbingan dan arahan selama masa perkuliahan.
3. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji dan Maryono, Sp, MSc selaku
dosen penguji komisi pendidikan atas masukan dan saran untuk perbaikan
skripsi ini.
4. Ibu Iriani, Bapak Firvastra, dan kakak Ayu Frianka, SE yang memberikan
dukungan doa, semangat, dan finansial kepada penulis dalam menyelasaikan
bangku perkuliahan.
5. Ivony Annisa, SE yang selama perkuliahan 4 tahun selalu menemani, sabar dan
membantu penulis dalam berbagai hal. Terima kasih untuk selalu ada disaat
susah maupun senang.
6. Tiara Nisrina, SE yang dengan sabar selalu menemani dan mendengarkan
keluh kesah. Terima kasih telah memberikan banyak waktunya.
7. Anisah Putri Yeni, SE yang selalu memberikan dukungan dan memberikan
dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan studi.
8. Ayu Aji Putri, SE dan Mohammad Sapta Juhdi, S.Pi yang banyak membantu
memberikan saran untuk menyelesaikan skripsi.
9. Keluarga besar MAX!! untuk pelajaran berharga yang tidak saya dapatkan di
kelas.
10. Teman-teman seperjuangan Agribisnis 50 untuk canda tawa dan kenangannya
selama duduk dibangku perkuliahan.
11. Saudara-saudara tersayang ( Meli, Iqbal, Aninda, Rosid, Dimas, Aris, Harfan)
yang selalu menjadi tempat nyaman untuk pulang.
12. Sahabat-sahabat terdekat ( Meli, Nabilla, Nadia, Natika, Tiara, Arryn ) untuk
doa dan dukungannya.
13. Muhamad Patria Laksono, S.Pi untuk segala dukungan dan perhatian sehingga
penulis dapat lulus pada waktu yang tepat.

Bogor, Agustus 2017

Ayu Adinda Nursaphala


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR LAMPIRAN ii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 6
Ruang Lingkup Penelitian 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
Sumber-Sumber Risiko 6
Probabilitas dan Dampak Sumber Risiko 7
Strategi Pengelolaan Risiko 8
KERANGKA PEMIKIRAN 8
Kerangka Pemikiran Teoritis 8
Konsep dan Definisi Risiko 8
Sumber Risiko 9
Pengukuran Risiko 9
Pemetaan Rsisiko 10
Strategi Pengelolaan Risiko 11
Kerangka Pemikiran Operasional 11
METODE PENELITIAN 12
Lokasi Penelitian 12
Jenis dan Sumber Data 13
Metode Pengumpulan Data 13
Metode Pengolahan dan Analisis Data 13
Analisis Deskriptif 13
Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko (Probabilitas) 14
Analisis Dampak Risiko 15
Pemetaan Risiko 15
Penanganan Risiko 15
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 17
Sejarah Singkat Sea Farming 17
Lokasi Budidaya Udang Vannamei 18
Struktur Organisasi 18
Proses Budidaya 19
HASIL DAN PEMBAHASAN 21
Identifikasi Sumber Risiko 21
Analisis Probabilitas Risiko Produksi 24
Analisis Dampak Risiko Produksi 25
Pemetaan Sumber Risiko Produksi 27
Strategi Penanganan Risiko Produksi 28
SIMPULAN DAN SARAN 32
DAFTAR PUSTAKA 32
RIWAYAT HIDUP 36
DAFTAR TABEL
1 Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha
tahun 2013-2015 1
2 Nilai Ekspor Produk Perikanan 2010-2014 2
3 Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditas Utama 2012-2015
3
4 Probabilitas Sumber Risiko Produksi pada Budidaya Udang di Balai Sea
Farming Pulau Semak Daun 24
5 Dampak Sumber Risiko Produksi paa Budidaya Udang di Balai Sea
Farming Pulau Semak Daun 25
6 Status Risiko pada Budidaya Udang di Balai Sea Farming 26

DAFTAR GAMBAR
1 Konsumsi Ikan Nasional 2010-2014 2
2 Grafik Hasil Produksi Budidaya Udang Vannamei Sea Faring 5
3 Peta Risiko 10
4 Kerangka Pemikiran Operasional 12
5 Peta Risiko Strategi Preventif 16
6 Peta Risiko Strategi Mitigasi 17
7 Struktur Organisasi Sea Farming Pulau Semak Daun 19
8 Penyakit Virbio Harveyi 22
9 Jaring robek 23
10 Keramba Jaring Apung 23
11 Pemetaan Risiko pada Budidaya Udang Vannamei di Balai Sea Farming 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jumlah kegagalan panen udang pada Januari hingga Desember 2016 35


1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas total


negara 5 193 250 kilometer persegi. Sebesar dua pertiga wilayah Indonesia adalah
perairan dengan luas 3 273 810 kilometer persegi. Kondisi tersebut menempatkan
sektor perikanan mempunyai kontribusi besar dalam perekonomian di Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2016, subsektor perikanan merupakan
penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian terbesar ke tiga
setelah tanaman pangan dan perkebunan. Kontribusi PDB subsektor perikanan pada
sektor pertanian mengalami kenaikan yang sangat signifikan dalam kurun waktu
tahun 2013 hingga tahun 2015, yaitu sebesar Rp 210 670.8 milyar pada tahun 2013
meningkat menjadi Rp 292 135.6 milyar pada tahun 2015. Jika dibandingkan
dengan subsektor lain, subsektor perikanan memiliki laju pertumbuhan PDB
tertinggi, yaitu sebesar 11 persen per tahun. Fakta ini menujukan bahwa subsektor
perikanan mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan PDB pada sektor
pertanian maupun pada PDB tingkat nasional.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha
tahun 2013-2015
Tahun (Milyar) Kenaikan
Sektor
2013 2014 2015 rata-rata (%)
Tanaman
332 111.90 343 252.30 393 371.70 6
pangan
Tanaman
137 368.80 160 568.60 175 164.50 8
holtikultura
Perkebunan 358 172.40 398 260.70 411 863.40 4
Peternakan 147 981.90 167 008.00 183 444.10 7
Perikanan 210 670.80 245 488.00 292 135.60 11
Kehutanan 69 599.20 74 618.00 81 743.10 5
Jumlah 1 255 905 1 389 195.6 1 537 722.4 6
PDB nasional 9 546 134 10 565 817.3 11 540 789.8 6
Sumber : Badan Pusat Statistik 2016,(diolah)

Sektor perikanan terus dikembangkan melalui komoditasnya yang menjadi


salah satu sumber penghasil devisa negara. Beberapa produk perikanan merupakan
unggulan produk untuk di ekspor ke luar negeri. Upaya pengembangan produk
perikanan dilakukan untuk meningkatkan stabilitas perekonomian penduduk
Indonesia. Berdasarkan data ekspor pada Tabel 2, perkembangan nilai ekspor
perikanan terus mengalami peningkatan.
2

Tabel 2 Nilai ekspor produk perikanan 2010-2014


Tahun Volume ekspor(ton) Nilai ekspor (US$ 1.000)
2010 1 103 576 2 863 831
2011 1 159 349 3 521 091
2012 1 229 114 3 853 658
2013 1 258 179 4 181 857
2014 1 268 983 4 638 536

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015

Perikanan terbagi menjadi dua kategori, yaitu perikanan tangkap dan


perikanan budidaya. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015)
kontribusi produksi perikanan tangkap terhadap produksi perikanan nasional pada
tahun 2014 sebesar 31.11 persen, sedangkan kontribusi perikanan budidaya
menyumbang sebesar 68.89 persen. Fakta ini menunjukan bahwa kontribusi
perikanan budidaya lebih besar jika dibandingkan perikanan tangkap, oleh karena
itu perikanan budidaya harus terus dikembangkan sehingga dapat meningkatkan
perekonomian nasional.
Perikanan budidaya atau yang biasa disebut akuakultur merupakan upaya
produksi biota atau organisme perairan melalui penerapan teknik domestikasi, yaitu
membuat kondisi lingkungan yang mirip dengan habitat asli organisme yang
dibudidayakan, penumbuhan hingga pengelolaan usaha yang berorientasi ekonomi
( Bardach, et al 1972). Peningkatan produksi perikanan budidaya difokuskan pada
beberapa komoditas unggulan seperti rumput laut, ikan nila, bandeng, udang, dan
lele.

45
40
35 38.14
30 33.89 35.21
32.25
30.48
25
20
15
10
5
0
2010 2011 2012 2013 2014

Konsumsi (kg/kapita)

Gambar 1 Konsumsi ikan nasional 2010-2014 (Kg/Kapita)


Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015

Gambar 1 menunjukan grafik konsumsi ikan nasional, dimana laju


pertumbuhannya dalam lima tahun sebesar 5.78 persen dan terus meningkat.
Peningkatan tersebut menigindikasikan bahwa permintaan terhadap ikan terutama
3

hasil perikanan budidaya semakin besar setiap tahunnya. Pemerintah harus dapat
meningkatkan produksi perikanan budidaya selain untuk menstabilkan ekonomi
masyarakat, juga untuk memenuhi permintaan konsumsi ikan nasional.
Udang yang merupakan salah satu komoditas unggulan pada perikanan
budidaya juga menjadi andalan pada ekspor hasil perikanan. Tabel 3 menunjukan
perkembangan nilai ekspor udang yang naik setiap tahunnya dan paling tinggi jika
dibandingkan dengan komoditas perikanan lain. Permintaan yang besar terhadap
udang, baik di dalam maupun luar negeri menjadikan Indonesia berpeluang besar
untuk menjadi produsen dan eksportir utama udang. Hal ini didukung dengan
luasnya lahan budidaya yang potensial untuk udang, baik dengan kolam buatan atau
danau maupun disekitar pantai dan pulau.

Tabel 3 Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditas Utama 2012-2015


Tahun Pertumbuhan
Komoditas
2012 2013 2014 %
Udang 1 304 149 1 684 086 2 140 862 18
Tuna,
Cakalang, 749 992 764 791 692 281 -2.6
Tongkol
Kepiting 329 724 359 304 414 327 8

Rumput Laut 177 923 209 975 279 916 16


Ikan Lainnya 965 062 1 056 117 771 147 -7

Jumlah 3 536 850 4 074 273 4 298 533 7


Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015

Adapun jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia adalah udang


Vannamei ( Litopenaeus vannamei ). Udang vannamei merupakan komoditas
udang hasil introduksi dari Amerika Selatan. Pembudidayaan udang tersebut sudah
tersebar luas di Indonesia. Jenis vannamei sendiri banyak diminati baik di dalam
maupun di luar negeri. Udang vannamei menguasai hampir seluruh pasar ekspor
untuk udang karena memiliki berbagai keunggulan jika dibandingkan dengan udang
jenis lain.
Teknik membudidayakan Udang terdapat berbagai macam cara salah satunya
dengan teknik Keramba Jaring Apung (KJA) . Teknik KJA sudah dikenal sejak
lama di Indonesia, namun jika dibandingkan dengan jenis budidaya lain, jumlah
pembudidaya dengan KJA masih relatif sedikit. Teknik KJA kemudian
diperkenalkan kembali pada program Sea Farming yang dibentuk oleh Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Laut Intitut Pertanian Bogor ( PKSPL IPB) di Kepulauan
Seribu DKI Jakarta sebagai salah satu kontribusi yang diberikan dalam
mengimplementasikan program penelitian, pelatihan, dan pemberdayaan
masyarakat.
Kepulauan seribu yang sebagian besarnya adalah perairan laut yang
mencakup area seluas 6 997.5 kilometer persegi, mempunyai letak strategis dalam
membudidayakan udang dan tentunya lokasinya juga mendukung untuk
pendistribusian udang karena tidak jauh dari pusat kota. Usaha budidaya udang di
4

Kepulauan seribu terus melakukan upaya perbaikan untuk dapat memenuhi


permintaan terhadap udang dengan mengembangkan sistem budidaya Keramba
Jaring Apung yang ramah lingkungan dan mudah dilakukan oleh masyarakat di
kepulauan seribu
Untuk memenuhi permintaan yang besar terhadap udang dan mewujudkan
Indonesia sebagai eksportir udang utama, maka hal yang pertama perlu diperhatikan
adalah peningkatan hasil produksi dan kualitas produk. Dimana produksi tersebut
tidak lepas dari adanya risiko produksi. Sebagai perikanan budidaya kondisi alam
sangat mempengaruhi keberlangsungan proses produksi udang. Kondisi alam yang
tidak dapat diprediksi, mudah berubah, sulit untuk diramalkan, dan tidak dapat
dikendalikan menjadi suatu risiko bagi pelaku usaha dibidang perikanan budidaya.
Faktor alam seperti perubahan suhu dan fluktuasi iklim atau cuaca merupakan suatu
ketidakpastian yang menjadi variabel penyebab terjadinya risiko dalam usaha
budidaya, dan risiko tersebut dapat terjadi pada kegiatan budidaya udang. Faktor-
faktor risiko inilah yang akan menjadi penghalang dalam pemenuhan permintaan
akan udang, menjadi menarik untuk dikaji dan ditelusuri lebih dalam mengenai
risiko apa saja yang ada pada usaha budidaya udang menggunakan KJA tersebut
dan bagaimana cara penanganan risiko yang dapat dijadikan refrensi pengusaha
lain.

Rumusan Masalah

Sea Farming merupakan program yang dibentuk dengan tujuan


pengembangan ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dalam bentuk
peningkatan pedapatan masyarakat. Pada saat yang sama, mampu menjadi
penopang keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan di lokasi terpilih
kepulauan seribu dalam rangka mendukung pemerintah membrantas kemiskinan.
Pada awal dibentuk, program Sea Farming mengumpulkan kelompok pembudidaya
untuk dikelola, selain itu, Sea Farming juga mempunyai keramba sendiri untuk
budidaya dan hasilnya dikomersilkan. Lokasi yang dijadikan sebagai area Sea
Farming , yaitu di gosong Pulau Semak Daun yang memiliki gosong seluas 315
hektar. Kegiatan KJA merupakan salah satu program Sea Farming yang dipandang
dapat dijadikan sebagai alternatif dalam meningkatkan produksi ikan dan
mempertahankan kondisi lingkungan laut agar lebih baik. Kegiatan budidaya di Sea
Farming pulau Semak Daun ini adalah pembesaran udang vannamei. Hasil
budidaya tersebut berupa udang yang siap diolah menjadi makanan untuk
dikomersilkan.
Kegiatan budidaya udang vannamei tidak lepas dari adanya risiko. Budidaya
udang yang dilakukan di pulau Semak Daun dihadapi dengan berbagai macam
faktor risiko, termasuk faktor yang bersumber dari alam. Faktor yang diindikasi
menjadi sumber risiko adalah cuaca, dimana cuaca dapat mempengaruhi besar
ombak disekitar KJA. Faktor lain terkait pemilihan bibit, penyakit, dan kepadatan
tebar benih pada KJA.
5

120
111.35
105.8
100
91.2
80 82.15
76.2
67.5
60 60.5 60.5
49
40 40.5

24.11 27
20

produksi

Gambar 2 Grafik hasil produksi budidaya udang vannamei Sea Farming


(Kg/bulan)
Sumber : Data Balai Sea Farming 2016

Gambar 2 merupakan grafik hasil produksi pada budidaya udang vannamei


di Balai Sea Farming. Grafik tersebut menunjukan hasil produksi yang sangat
berfluktuatif setiap bulannya, dimana fluktuasi mengindikasikan adanya risiko yang
dihadapi oleh Sea Farming. Faktor yang mengindikasikan adanya risiko dalam
produksi budidaya udang vannamei tersebut, dapat berdampak adanya kerugian
yang diterima oleh Sea Farming. Untuk menghindarinya, Sea Farming terus
berupaya mencari solusi dan strategi agar dapat menghadapi risiko tersebut.
Adanya risiko pada pembudidayaan udang vannamei di Balai Sea Farming
pulau Semak Daun dan kenyataan bahwa Sea Farming masih bertahan dan dapat
dikembangkan oleh pengelola menjadi menarik untuk dianalisis lebih lanjut sumber
risiko yang terdapat pada pembudidayaan udang vannamei dengan KJA dan
bagaimana strategi mengatasi risiko yang dihadapi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan
masalah-masalah yang akan diteliti adalah:
1. Sumber-sumber risiko apa yang terdapat pada usaha budidaya Udang
vannameii ?
2. Berapa besar probabilitas dan dampak sumber risiko produksi yang terdapat
pada usaha pembudidayaan udang vannamei di Balai Sea Farming pulau
Semak Daun?
3. Strategi apa yang dapat diterapkan untuk mengatasi sumber risiko produksi
yang terdapat pada usaha budidaya udang vannamei di Balai Sea Farming
pulau Semak Daun?
6

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuaan dari


penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha budidaya
udang vannamei di Balai Sea Farming pulau Semak Daun.
2. Menganalisis probabilitas dan dampak sumber risiko produksi yang terdapat
pada usaha budidaya udang vannamei di Balai Sea Farming pulau Semak
Daun.
3. Merumuskan alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk menangani sumber
risiko produksi pada budidaya udang vannamei di Balai Sea Farming pulau
Semak Daun.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak


antar lain:
1. Manfaat bagi pelaku budidaya adalah adanya informasi berhubungan dengan
risiko produksi pada budidaya udang vannamei
2. Manfaat bagi penulis adalah melatih kemampuan penulis dalam menganalisa
masalah berdasarkan data dan fakta.
3. Manfaat bagi pembaca adalah, sebagai tambahan pengetahuan dan rujukan
untuk melakukan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Sea Farming yang berlokasi di Pulau


Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Balai Sea Farming
ini menerapkan teknik budidaya dengan Keramba Jaring Apung dalam usaha
Budidaya Udang Vannamei. Penelitian ini memiliki batasan-batasan dalam
menganalisisnya, yakni dibatasi pada analisis risiko produksi yang dihadapi serta
alternatif strategi yang diterapkan untuk mengatasi risiko yang ada.

TINJAUAN PUSTAKA

Sumber-Sumber Risiko

Identifikasi sumber-sumber risiko merupakan langkah pertama yang


dilakukan untuk mengetahui penyebab risiko dan adanya kerugian yang disebabkan
oleh risiko. Sumber risiko pada perikanan budidaya pada umumnya disebabkan
oleh faktor-faktor seperti hama dan penyakit, kepadatan tebar benih, tenaga kerja,
dan cuaca. Penelitian yang dilakukan oleh Amanda (2012) mengidentifikasikan
bahwa sumber-sumber risiko pada kegiatan operasional di PT. ESAPUTLii dengan
komoditi udang vannamei yaitu faktor cuaca dan tenaga kerja. Sedangkan
7

penelitian yang dilakukan oleh Silaban (2011) mengidentifikasikan bahwa sumber-


sumber risiko pada kegiatan operasional di PT. Taufan Fish farm pada komoditi
lobster, ikan discus, dan maanvis yaitu cuaca, kualitas pakan, hama dan penyakit.
Penyakit merupakan salah satu sumber risiko yang banyak ditemui pada
budidaya udang. Seperti yang diungkapkan oleh Taslihan et al (2014) pada
penelitian yang berjudul Prevalensi dan Faktor Risiko White Spot Syndrome Virus
pada Tambak Udang Tradisional menunjukkan bahwa prevalensi penyakit WSSV
kolam terinfeksi adalah sebesar 65.6 persen. Presentase terebut meunjukan angka
yang cukup besar karena berada diatas 50 persen. Sedangkan produksi udang
dipengaruhi oleh stadia benih ditebar, kedalaman air, dan negatif dipengaruhi oleh
WSSV-infeksi udang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Effendi (2016)
dan Nasi et al (2007) menunjukan bahwa udang yang stres karena faktor lingkungan
yang tidak terkendali dapat membuat sistem imun udang menurun dan dapat
menyebabkan udang mudah terinfeksi penyakit..
Sumber risiko yang terjadi pada budidaya ikan laut dengan Keramba Jaring
Apung memiliki faktor-faktor seperti padat tebar benih dan kuaitas air. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sri Rejeki et al(2013) sumber risiko yang dihadapi
pada budidaya ikan laut dengan Keramba Jaring Apung adalah kepadatan
penebaran benih ikan yang berpengaruh terhadap ukuran ikan saat siap panen.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Erlania et al (2010) hasil penelitiannya
menyatakan bahwa minimnya sirkulasi mempercepat terjadinya sedimentasi
limbah yang menyebabkan akumulasi bahan organik di dasar perairan menjadi
senyawa toksik. Senyawa toksik tersebut dapat menyebabkan kematian massal ikan
jika terjadi proses pembalikan massa air.

Probabilitas dan Dampak Sumber Risiko

Probabilitas dan dampak dari sumber risiko pada perikanan budidaya sangat
beragam. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurlela (2015) dan Manik (2013),
keduanya menyatakan bahwa sumber risiko yang mempunyai probabilitas tertinggi
terdapat pada kanibalisme dengan presentase masing-masing sebesar 42.9 persen
dan 45.2 persen. Sedangkan, Penelitian yang dilakukan oleh Bagjariani (2013),
menyatakan bahwa sumber risiko yang mempunyai probabilitas dan dampak risiko
produksi terbesar terdapat pada faktor SDM yaitu sebesar 48.4 persen dengan
dampak Rp 26 442 274.
Metode yang digunakan untuk menghitung probabilitas dan dampak risiko
pada suatu penelitian adalah metode nilai standar atau z-score untuk probabilitas
dan metode Value at Risk (VaR) untuk menghitung dampak sumber risiko. Pada
penelitian yang dilakukan Permana (2015) tentang perikanan budidaya yaitu
Pembesaran Lele Sangkuriang, dengan menggunakan metode z-score dan Value at
Risk (VaR) hasil penelitiannya menunjukan probabilitas terbesar disebabkan oleh
kualitas air sebesar 35.6 persen. Dampak terbesar disebabkan oleh kualitas air
sebesar Rp 2 000 109. Sedangkan pada penelitian Saputra (2016) yang dilakukan
di Faholo Farm kecamatan Cisaeng hasil pengukuran dengan metode z-score dan
VaR didapat kesimpulan jika dampak kerugian terbesar disebabkan oleh risiko
musim hujan yaitu sebesar Rp 21 562 781.
8

Strategi Pengelolaan Risiko

Berdasarkan penelitian terdahulu, ada dua alternatif strategi yang digunakan


yaitu strategi preventif untuk mencegah risiko dengan probababilitas besar,
kemudian strategi mitigasi dilakukan untuk mencegah sumber risiko dengan
dampak besar. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2013), strategi
preventif yang digunakan untuk menangani risiko ikan saling menyerang yaitu
dengan cara melakukan kerjasama dengan lebih dari satu petani cacing, pakan
disebar secara merata ke lima titik yang memungkinkan ikan tidak saling berebut.
Sedangkan, strategi preventif yang diusulkan oleh Saputra (2016) untuk Faholo
Farm untuk mencegah sumber risiko produksi yang disebabkan oleh kualitas air
diantaranya penyiponan, pembersihan, dan penggantian air setiap hari, pemberian
kapur tohor untuk menaikan pH.
Saputra (2016) juga mengusulkan strategi mitigasi untuk mengulangi dampak
risiko produksi pada budidaya ikan patin, diantaranya melakukan pakan indukan
ikan patin secara itensif, pemberian pakan alternatif berupa Dhapnia untuk benih
ikan patin, usaha budidaya cacing sutra, serta usaha pendederan ikan patin siam.
Strategi mitigasi lain yang diusulkan oleh Saputra (2011) untuk menangani sumber
risiko produksi kesalahan penyuntikan induk ikan patin adalah dengan cara
penmbahan dosis yang digunakan pada saat penyuntikan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep dan definisi risiko


Menurut Frank Knight (1921), risiko menunjukkan peluang terhadap suatu
kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan dalam
bisnis. Peluang kejadian ini dapat ditentukan berdasarkan data historis atau
pengalaman selama mengelola kegiatan usaha. Adanya risiko dalam kegiatan bisnis
pada umunya akan menimbulkan dampak negatif terhadap pelaku bisnis. Seperti
yang dikemukakan oleh Harwood, et al (1999) bahwa risiko menunjukkan
kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang
mengalaminya.
Risiko dan ketidakpastian merupakan dua istilah yang merupakan dasar
dalam kerangka kerja pengambilan keputusan. Menurut Kountur (2008) terdapat
dua pendekatan dalam mengidentifikasi risiko yaitu pendekatan top-down dan
pendekatan bottom-up. Pendekatan top-down adalah pendekatan dimana risiko
diidentifikasi dari atas dengan kata lain dilihat dari kacamata top manajemen.
Sedangkan pendekatan bottom-up adalah pendekatan dimana risiko ditemukan atau
diidentifikasi dari bawah, dimana risiko mulai ditemukan dari unit yang paling kecil
dalam organisasi atau perusahaan. Pengidentifikasian adalah hal pertama yang
dilakukan sebelum melakukan pengukuran risiko, sehingga dapat diketahui risiko
yang akan diukur.
9

Sumber risiko
Risiko sejatinya sesuatu yang tidak dapat dihindari tetapi dapat diminimalisir
jika sudah dipersiapkan. Oleh karena itu suatu perusahaan harus dapat
mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang mungkin akan mereka hadapi. Ada
beberapa sumber risiko yang terdapat pada pertanian (Harwood et al. 1999), antara
lain:
1. Risiko produksi. Sumber risiko dari produksi adalah hama dan penyakit,
cuaca, musim, bencana alam, teknologi, tenaga kerja yang dapat
menyebabkan gagal panen, produktivitas yang rendah, dan kualitas yang
buruk.
2. Risiko pasar dan harga. Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya
barang tidak dapat dijual yang disebabkan adanya ketidakpastian mutu,
permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli,
persaingan ketat, banyak pesaing masuk, banyak produksi subtitusi, daya
tawar pembeli, dan strategi pemasaran yang tidak baik, sedangkan risiko
yang ditimbulkan oleh harga yang naik karena adanya inflasi.
3. Risiko kelembagaan atau institusi. Risiko yang ditimbulkan adalah
adanya aturan tertentu yang membuat anggota suatu oganisasi menjadi
kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksi.
4. Risiko keuangan. Risiko yang ditimbulkan antara lain perputaran barang
rendah, laba yang menurun disebabkan oleh adanya piutang tak tertagih
dan likuiditas yang rendah.
Dengan mengetahui sumber-sumber risiko, perusahaan dapat memperkirakan
kebijakan yang dapat diambil, agar bisnis dengan risiko yang besar dapat memberi
pendapatan tinggi, meskipun risiko yang diperkirakan terjadi maka pelaku usaha
dapat melakukan pengelolaan terhadap risiko tersebut.

Pengukuran Risiko
Menurut Kountur (2006), Risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu
kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang mengalaminya.
Risiko merupakan suatu kejadian dimana kejadian tersebut mengandung
kemungkinan, yaitu bisa saja terjadi atau bisa saja tidak. Jika kejadian tersebut
terjadi, maka ada akibat kerugian yang ditimbulkan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat kemungkinan terjadinya risiko maka akan semakin
besar pula tingkat risikonya dan semakin tinggi akibat kerugian yang ditimbulkan
dari adanya risiko maka akan semakin besar pula tingkat risikonya. dalam
mengukur risiko perlu dihitung probabilitas terjadinya risiko dan dampak risiko.
Probabilitas risiko merupakan peluang terjadinya kerugian akibat suatu
kejadian. Tujuan analisis probabilitas risiko adalah untuk mengetahui risiko apa
saja yang besar dan risiko apa saja yang kecil sehingga dalam penanganannya dapat
diketahui risiko-risiko yang perlu diprioritaskan. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengukur kemungkinan terjadinya risiko yaitu metode Z-score.
Metode z-score adalah metode pengukuran risiko atau kejadian yang merugikan
akibat hasil yang diperoleh menyimpang dari hasil standar (Kountur, 2006). Z-score
merupakan angka yang menunjukkan seberapa jauh nilai dari rata-ratanya atau
standarnya pada distribusi normal. Hasil dari z-score (nilai z) dapat mengetahui
besarnya kemungkinan suatu ukuran atau suatu nilai yang berada lebih besar atau
lebih kecil dari rata-ratanya ataupun dari standarnya.
10

Dampak risiko merupakan kerugian dari suatu kejadian yang mungkin terjadi
akibat adanya suatu risiko. Menurut Kountur (2006), Salah satu metode yang dapat
digunakan untuk mengetahui besarnya akibat atau dampak yang ditimbulkan oleh
risiko, adalah metode Value at Risk (VaR). VaR adalah kerugian terbesar yang
mungkin terjadi dalam waktu atau periode tertentu yang diprediksi dengan tingkat
kepercayaan tertentu. Hasil dari pengukuran probabilitas dan dampak dari risiko
kemudian digunakan untuk menghitung status risiko dan membuat peta risiko. Hasil
pemetaan risiko kemudian akan digunakan manajemen untuk melakukan
penanganan risiko sesuai dengan posisi risiko yang telah terpetakan dalam peta
risiko, sehingga proses penanganan risiko dapat dilakukan dengan lebih tepat sesuai
dengan status risikonya.

Pemetaan Risiko
Mengatasi risiko dalam suatu usaha dibutuhkan strategi penanganan yang
baik. Dalam proses menangani risiko, hal yang perlu diketahui terlebih dahulu
adalah status risiko dan peta risiko. Status risiko menunjukan tingkatan kejadian
yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko secara berurutan. Status risiko
menunjukan besarnya risiko, jika status risiko kecil maka menunjukan risiko yang
kecil begitu pula status risiko besar menunjukan risiko yang besar. Perhitungan
risiko didapat dali perkalian antara probabilitas dan dampak.Sedangkan, peta risiko
menunjukan letak kedudukan risiko pada grafik yang mempunyai dua sumbu,
dimana sumbu vertikal menggambarkan probabilitas dan sumbur horizontal
menggambarkan dampak. Peta risiko terbagi dalam empat kuadran seperti pada
Gambar 1.

Probabilitas %

Besar Kuadran I Kuadran II

Kecil Kuadran III Kuadran IV

Kecil Besar Dampak %

Gambar 3 Peta Risiko


Sumber : Kountur 2006
11

Strategi Pengelolaan Risiko


Strategi pengelolaan risiko merupakan langkah lanjutan dari proses
identifikasi dan pengukuran risiko. Strategi pengelolaan risiko berbentuk langkah-
langkah yang ditujukan untuk mengurangi tingkat kerugian dari suatu kondisi yang
dianggap berisiko. Penanganan risiko dapat dimasukkan ke dalam fungsi- fungsi
manajemen. Sehingga fungsi-fungsi manajemen yang dikenal dengan planning,
organizing, actuating, dan controlling (POAC) bertambah satu, yaitu fungsi
penanganan risiko (Kountur 2008). Menurut Kountur (2008), terdapat dua strategi
penanganan risiko yaitu:
1. Preventif
Preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini cocok
dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Strategi preventif dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain: a. Membuat atau memperbaiki sistem dan
prosedur b. Mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) c. Memasang
atau memperbaiki fasilitas fisik.
2. Mitigasi
Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksud untuk
memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi
dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar.
Adapun beberapa cara yang termasuk dalam strategi mitigasi adalah: a.
Diversifikasi Diversifikasi adalah cara menempatkan aset atau harta
dibeberapa tempat sehingga jika salah satu tempat terkena musibah tidak akan
menghabiskan semua aset yang dimiliki. Diversifikasi merupakan salah satu
cara pengalihan risiko yang paling efektif dalam mengurangi dampak risiko.
b. Penggabungan Penggabungan atau yang lebih dikenal dengan istilah
merger menekankan pola penanganan risiko pada kegiatan penggabungan
dengan pihak perusahaan lain. Contoh strategi ini adalah perusahaan yang
melakukan merger atau dengan melakukan akuisisi. c. Pengalihan Risiko
Pengalihan risiko (transfer of risk) merupakan cara penanganan risiko dengan
mengalihkan dampak dari risiko ke pihak lain. Cara ini bermaksud jika terjadi
kerugian pada perusahaan maka yang menanggung kerugian tersebut adalah
pihak lain. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengalihkan
dampak risiko ke pihak lain, diantaranya melalui asuransi, leasing,
outsourching, dan hedging.

Kerangka Pemikiran Operasional

Udang vannamei merupakan komoditas unggulan perikanan budidaya untuk


ekspor ke luar negeri. Usaha budidaya udang vannamei di Balai Sea Farming
merupakan salah satu tempat pembesaran udang dengan Keramba Jaring Apung.
Namun, dalam kegiatan produksi budidayanya, Balai Sea Farming menghadapi
kendala yaitu risiko produksi yang diindikasikan dengan adanya fluktuasi pada
panen udang disetiap siklusnya. Dalam kegiatan penelitian di Balai Sea Farming,
langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi adanya sumber-sumber
risiko pada budidaya udang vannamei di Balai Sea Farming. Identifikasi sumber
risiko dilakukan dengan metode analisis deskriptif yang diperoleh dari wawancara
langsung dan diskusi dengan pihak yang bersangkutan. Setelah itu dilakukan
analisis probabilitas dan dampak dari sumber risiko yang sudah diidentifikasi.
12

Metode yang digunakan dalam menganalisis probabilitas adalah metode nilai


standar atau z-score, sedangkan analisis dampak risiko menggunakan metode Value
at Risk ( VaR ). Hasil perhitungan analisis probabilitas dan dampak risiko kemudian
dipetakan pada peta risiko yang akan menunjukan letak sumber-sumber risiko pada
kuadran yang ada. Terakhir setelah dilakukan pemetaan risiko, dapat dirumuskan
alternatif strategi untuk mencegah dan menangani sumber risiko yang ada
berdasarkan letak sumber risiko tersebut pada kuadran di peta risiko. Kerangka
pemikiran operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Fluktuasi produksi yang


terjadi pada Sea Farming

Identifikasi sumber-
sumber risiko

Analisis Analisis dampak


probabilitas risiko menggunakan
menggunakan Z- Value at Risk
Score

Pemetaan Risiko

Strategi Penanganan risiko

Gambar 4 Kerangka Pemikiran Operasional

METODE PENELITIAN

Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2017 di Balai Sea Farming yang
merupakan tempat budidaya udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei ) dengan
menggunakan Keramba Jaring Apung terletak di Gosong Pulau Semak Daun,
Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pemilihan
lokasi ini didasarkan oleh teknik Purposive Sampling yaitu lokasi Keramba Jaring
Apung terletak di Kepulauan Seribu tempat yang strategis dekat dengan pusat
perdagangan Ibu Kota Jakarta.
13

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui hasil wawancara pada pihak
Balai Sea Farming dan Pusat Kajian Sumberdaya Laut dan (PKSPL), seperti
gambaran umum lokasi, sumber risiko yang ada, dan kegiatan pembudidayaan
udang yang dilakukan di Balai Sea Farming. Sedangkan data sekunder bersumber
dari data yang sudah diterbitkan dan data historis yang dimiliki Balai Sea Farming.
Data sekunder juga diperoleh dari instasi seperti Badan Pusat Statistik, kemudian
instasi terkait Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Pusat Kajian
Sumberdaya Laut dan Pesisir (PKSPL).

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan


recall, wawancara langsung dan diskusi dengan pihak Balai Sea Farming yang
berkepentingan maupun tenaga ahli dibidang budidaya udang, serta melakukan
pencatatan semua data yang dibutuhkan dalam penelitian. Pendekatan recall
merupakan cara pendekatan yang digunakan untuk memperoleh suatu data dari
pelaku usaha dengan mengingat kejadian dimasa lampau. Recall digunakan untuk
mendapatkan data mengenai indikator dan jumlah kematian udang yang
diakibatkan oleh sumber risiko yang ada pada periode produksi Januari-Desember
2016. Sumber data sekunder diperoleh dari pihak Pusat Kajian Sumberdaya Laut
dan Pesisir berupa informasi berupa data produksi.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisis kualitatif
dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan melalui pendekatan deskriptif.
Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai keadaan umum
lokasi penelitian, identifikasi sumber risiko, dan alternatif strategi untuk
mengurangi risiko produksi. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan melalui
analisis probabilitas dengan metode Z-score dan dampak risiko produksi dengan
metode Value at Risk (VaR).

Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok
manusia, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu peristiwa pada
masa sekarang. Tujuan dari analisis deskriptif adalah membuat deskripsi,
gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan aktual mengenai fakta-fakta,
sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis deskriptif digunakan
untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi dan strategi penanganan
risiko produksi yang diterapkan oleh Balai Sea Farming untuk menangani risiko
yang dihadapi. Analisis dilakukan dengan mengaitkan teori risiko yang ada dengan
kondisi di lapangan, sehingga didapatkan strategi penanganan risiko produksi
udang vannamei untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh risiko produksi
14

yang terdapat di budidaya udang vannamei pada Balai Sea Farming dan pada
akhirnya risiko produksi udang vannamei dapat diminimalisasi.

Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko (Probabilitas)


Pengukuran risiko merupakan suatu upaya untuk mengetahui besar/kecilnya
risiko yang terjadi. Hal ini dilakukan untuk melihat tinggi rendahnya risiko dan
dampak dari risiko yang dihadapi oleh suatu usaha. Risiko dapat diukur jika
diketahui kemungkinan terjadinya (probabilitas) risiko dan besarnya dampak risiko
terhadap suatu kegiatan usaha. Ukuran pertama dari risiko adalah besarnya
kemungkinan terjadinya yang mengacu pada seberapa besar probabilitas risiko akan
terjadi.
Probabilitas merupakan pengukuran pertama yang dilakukan secara kuantitas
sehingga mengungkapkan seberapa besar probabilitas risiko terjadi atas
pengambilan keputusan. Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya risiko adalah dengan metode nilai standar (z-score).
Z-score adalah suatu angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu nilai
menyimpang dari rata-ratanya pada distribusi normal. Dengan menghitung nilai z-
score dapat diketahui besarnya kemungkinan suatu ukuran atau suatu nilai yang
berbeda lebih besar atau lebih kecil dari rata-ratanya. Pada penelitian ini yang akan
dihitung adalah kemungkinan terjadinya risiko pada kegiatan produksi. Kountur
(2006), menerangkan langkah yang dilakukan untuk melakukan perhitungan
kemungkinan terjadinya risiko menggunakan metode ini adalah:
1. Menghitung rata-rata kejadian berisiko
∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖
𝑥̅ =
𝑛
𝑥̅ = rata-rata
𝑥𝑖 = data per-i
𝑛 = jumlah data

2. Menghitung standar deviasi


∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝑠= √
𝑛−1
𝑠 = standar deviasi
𝑥𝑖 = data per-i
𝑥̅ = rata-rata
𝑛 = jumlah data

3. Menghitung z-score
𝑥 − 𝑥̅
𝑧=
𝑠
z= nilai z-score
x= batas normal
𝑥̅ = rata-rata
𝑠= standar deviasi
15

4. Menghitung Probabilitas terjadinya risiko


Setelah menghitung nilai z, maka dpat dicari probabilitas terjadinya risiko
pada tabel distribusi z. Cari nilai z pada sisi kiri dan bagian atas, pertemuan antara
nilai z pada isi tabel adalah probabilitas yang dicari.

Analisis Dampak Risiko


Metode yang paling efektif untuk mengukur dampak risiko adalah VaR
(Value at Risk). VaR adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang
waktu tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu.
Penggunaan VaR dalam mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila
terdapat data historis sebelumnya. Analisis ini dilakukan untuk mengukur dampak
dari risiko pada kegiatan budidaya udang vannamei di Balai Sea Farming. Kejadian
yang dianggap merugikan berupa penurunan produksi sebagai akibat dari terjadinya
sumber-sumber risiko. Kountur (2006), menerangkan rumus yang digunuakan
untuk menghitung VaR adalah:
𝑠
𝑉𝑎𝑅 = 𝑥̅ + 𝑧 ( )
√𝑛
VaR = Besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh setiap sumber risiko
𝑥̅ = Rata-rata kejadian merugkan
z = Nilai z diperoleh dari tabel distribusi normal dengan nilai alfa 5%
n = Banyaknya kejadian merugikan
s = Standar deviasi
Pemetaan Risiko
Menurut Kountur (2006), sebelum menangani risiko, hal yang perlu
dilakukan adalah membuat peta risiko. Peta risiko adalah gambaran kedudukan
risiko pada grafik yang mempunyai dua sumbu, dimana sumbu vertikal
menggambarkan probabilitas dan sumbur horizontal menggambarkan dampak.
Pemetaan risiko dapat dilakukan dengan menggunakan matriks frekuensi atau
kemungkinan dan signifikansi (dampak) risiko. Pada kuadran 1 didefinisikan
sebagai area yang memiliki tingkat probabilitas dan dampak besar. Risiko yang
terdapat pada kuadran ini termasuk ke dalam prioritas I (utama). Kuadran 2
merupakan area yang dihuni oleh risiko-risiko dalam prioritas II. Risiko yang
terdapat pada kuadran ini memiliki tingkat dampak kejadian kecil, namun
probabilitasnya besar bila risiko tersebut menjadi kenyataan. Kuadran 3 memiliki
tingkat dampak kejadian yang besar namun probabilitas (frekuensi kejadiannya)
rendah. Kejadian risiko yang terdapat pada kuadran ini akan menyebabkan
gangguan yang tidak signifikan untuk mempengaruhi kegiatan produksi budidaya
udang. Sedangkan kuadran 4 memuat risiko dengan tingkat probabilitas yang
rendah. Risiko yang ada pada kuadran ini memiliki dampak kecil pada pencapaian
tujuan dan target.

Penanganan Risiko
Penanganan risiko merupakan tahap terakhir dari analisis risiko. Setelah
risiko diidentifikasi sember-sumbernya, diukur probabilitas dan dampaknya, maka
tahap selanjutnya adalah merumuskan strategi penanganan dari risiko tersebut.
Risiko pada suatu usaha tidak dapat dihilangkan seratus persen, namun bisa
16

diminimalisir dengan menggunakan strategi penanganan risiko. Menurut Kountur


(2006), berdasarkan peta risiko, ada dua strategi penanganan risiko yaitu strategi
preventif dan mitigasi.

1. Strategi Preventif
Strategi preventif adalah strategi untuk membuat kemungkinan (probabilitas)
terjadinya risiko sekecil-kecilnya. Strategi preventif merupakan strategi untuk
membuat risiko yang berada pada kuadran I bergeser ke kuadran III, atau risiko
yang berada pada kuadran II bergeser ke kuadran IV. Strategi ini dapat dilakukan
dengan cara memperbaiki sistem dan prosedur, memperbaiki fasilitas, memperbaiki
sumberdaya manusia, serta membuat atau memperbaiki aturan-aturan dan
kebijakan. Penanganan risiko menggunakan strategi preventif dapat dilihat pada
Gambar 5.

Probabilitas %

Besar Kuadran I Kuadran II

Kecil Kuadran III Kuadran IV

Kecil Besar Dampak %

Gambar 5 Peta Risiko Strategi Preventif


Sumber : Kountur 2006

2. Strategi Mitigasi
Strategi mitigasi merupakan strategi yang digunakan untuk mengurangi
dampak dari risiko yang terjadi. Strategi mitigasi dilakukan pada risiko-risiko yang
berada pada kuadran II dan IV. Risiko-risiko yang berada pada kuadran II
diusahakan agar bergeser ke kuadran I dan risiko yang berada pada kuadran IV akan
diusahakan agar bergeser ke kuadran III. Strategi ini dapat dilakukan dengan cara
diversifikasi, penggabungan dan pengalihan risiko. Penanganan risiko
menggunakan strategi mitigasi dapat dilihat pada Gambar 6.
17

Probabilitas %

Besar Kuadran I Kuadran II

Kecil Kuadran III Kuadran IV

Kecil Besar Dampak %

Gambar 6 Peta Risiko Strategi Mitigasi


Sumber : Kountur 2006

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Singkat Sea Farming

Sea Farming merupakan salah satu program yang dibentuk Pusat Kajian
Sumberdaya pesisir dan Laut (PKPSL) Institut Pertanian Bogor. Program Sea
Farming merupakan salah satu kontribusi PKSPL dalam mengimplementasikan
program penelitian, pelatihan, dan pemberdayaan masyarakat. Laboratorium Sea
Farming merupakan tempat penelitian dan pengembangan sedangkan budidaya
udang vannamei merupakan unit usaha yang melakukakan kegiatan produksi udang
untuk dikomersilkan.
Sea Farming didirikan pada tanggal 25 Desember 2005 dan diresmikan oleh
bapak Tri Djoko Sri Margianto selaku bupati pulau seribu yang menjabat pada saat
itu. Pada awal didirikan, Sea Farming bertujuan untuk tempat penelitian dan
menaungi kelompok tani di pulau Semak Daun. Modal yang diperoleh didapatkan
dari bantuan pemerintah dan dana penelitian dari IPB, hingga tahun 2015 bantuan
pemerintah dihentikan karena kelompok tani yang dinaungi oleh Sea Farming tidak
ingin melanjutkan usaha udang dan tidak lagi aktif dikegiatan kelompok. Setelah
bantuan dari pemerintah dihentikan, Sea Farming lebih aktif dan fokus mencari
investor untuk mendanai kegiatan pembudidayaan dan penelitian di Sea Farming.
Kegiatan budidaya juga difokuskan untuk mendapatkan dana dari hasil penjualan
udang sehingga kegiatan tersebut mempunyai target produksi dan panen setiap
tahunnya.
18

Lokasi Budidaya Udang Vannamei

Lokasi kegiatan budidaya berada di gosong Perairan Pulau Semak Daun


Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu. Pemilihan lokasi budidaya tersebut tidak terlepas
dari syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk kegiatan budidaya laut dengan sistem
KJA (cage culture), yaitu memiliki kedalaman 5-17 meter pada saat surut dan
memiliki arus laut dengan kecepatan 0.15-0.35 meter per detik dengan substrat
dasar berupa pasir atau batu serta dekat dengan pintu masuk air ke dalam kawasan
karang perairan Pulau Semak Daun. Dari sedikitnya 4 pintu masuk keluar air pada
saat pasang dan surut, yakni Goba Tipis di utara kawasan, Nawi dan Blencong di
selatan, dan Goba Sempit di sebelah barat daya, pintu Goba Tipis merupakan lokasi
yang paling cocok untuk kegiatan budidaya laut dengan sistem KJA (cage cuture).
Sea Farming memiliki total 36 keramba yang setiap kerambanya berukuran
3x3 meter. Unit KJA yang digunakan terdiri dari 4 kantong. Setiap kantong terbuat
dari jaring ukuran 3x3x4 m dengan ukuran mata jaring 3 mm. Setelah udang
berukuran 8 cm digunakan jaring dengan ukuran mata jaring 0.5 cm. Modifikasi
jaring dilakukan dengan menjahit hapa di bagian lantai jaring.

Struktur organisasi

Struktur organisasi yang ada di Sea Farming pulau Semak Daun hanya terdiri
dari dua hirarki, dimana tanggung jawab tertinggi dipegang oleh koordinator lapang
dan hirarki kedua bertanggung jawab atas tugas yang sudah dibagikan. Masing-
masing memiliki tanggung jawab dan tugasnya sendiri yang dijelaskan sebagai
berikut,
1. Koordinator
Tugas dari koordinator adalah bertanggung jawab atas semua tugas para
pegawai. Koordinator juga bertugas mengawasi setiap pegawai dalam menjalankan
tugasnya. Koordinator juga harus bisa menjadi pemimpin di lapang dan mengatur
situasi di lapang tetap kondusif antara pegawai. Koordinator bertanggung jawab
menjadi jembatan antara pegawai dan kepala Sea Farming. Pembagian tugas
kepada para pegawai juga diatur oleh koordinator lapang.
2. Produksi
Tugas penanggung jawab produksi adalah bertanggung jawab atas kegiatan
produksi mulai dari pemberian pakan, bertanggung jawab menjaga kualitas air, dan
bertanggung jawab saat panen udang.
3. Administrasi & Logistik
Tugas administrasi dan logistik adalah bertanggung jawab membuat laporan
hasil panen udang setiap bulannya. Kemudian bertanggung jawab atas peralatan
dan fasilitas seperti kapal, genset, steam, dan televisi.
4. Perawatan KJA
Tugas bagian perawatan KJA adalah bertanggung jawab atas kondisi
keramba, seperti kebersihan keramba, penggantian jaring, dan kebersihan sekitar
keramba dari rumput laut.
5. Pemasaran
19

Tugas bagian pemasaran adalah bertanggung jawab atas penjualan udang


pasca panen dan memasarkan produk udang. Packing udang juga merupakan
tanggung jawab bagian pemasaran.

Koordinator

Administrasi Perawatan
Produksi Pemasaran
& logistik KJA

Gambar 7 Struktur Organisasi Sea Farming Pulau Semak Daun


Sumber : Data Balai Sea Farming

Proses Budidaya

Pada proses budidaya di Sea Farming pulau Semak Daun, benur didapatkan
dari pembelian dengan harga 40 rupiah per ekor. Benur dibeli dari pendederan di
wilayah anyer karena di Sea Farming pulau Semak Daun belum melakukan
pendederan atau pembenihan udang vannamei.
a. Persiapan Wadah
Pembesaran udang dilakukan di KJA. Pengeringan jaring membutuhkan
waktu sekitar satu-dua hari dengan bantuan sinar matahari secara langsung.
Pengeringan jaring bertujuan untuk membunuh organisme patogen yang terdapat di
jaring yang berasal dari siklus sebelumnya.Pembersihan jaring dilakukan untuk
menghilangkan teritip, kotoran, dan lumut. Proses pembersihan dilakukan dengan
menyemprotkan jaring dengan air laut. Selanjutnya, jaring diperbaiki apabila
terdapat kerusakan-kerusakan.
b. Penebaran Benur
Penebaran benur dapat dilakukan setelah kantong jaring sudah siap untuk
digunakan. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam pembesaran
udang vannamei adalah kualitas benur. Kualitas benur dapat dilihat dari
pemeriksaan fisik benur berdasarkan aktifitas renang, dan keseragaman. Selain
pemeriksaan fisik, kualitas benur dapat dilihat dari data kualitas air pada
pemeliharaan asal benur tersebut. Benur yang sehat dapat dicirikan dengan gerakan
yang aktif, melawan arus, dan pada waktu tertentu menempel pada wadah
pemeliharaan.
Benur yang telah siap dalam kegiatan pembesaran di KJA ini adalah benur
ukuran 4-5 cm setelah DOC 30. Benur diangkut menggunakan air sirkulasi.
Kepadatan benur yang ditebar berkisar antara 600-1000 ekor benur/m2.
c. Pemberian Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan
kegiatan pembesaran udang. Pemberian pakan pada prinsipnya mempertimbangkan
aspek lingkungan dan kebutuhan udang.
20

Pemberian pakan pada udang harus memperhatikan beberapa aspek, yakni


feeding rate, feeding time, danfeeding frequency. Pemberian jumlah pakan per hari
akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya bobot dan umur udang. Adanya
penurunan jumlah pakan atau tidak adanya penambahan jumlah pakan tergantung
dari pengambilan contoh biomassa. Frekuensi pemberian pakan 5 kali/hari.
d. Pengelolaan Kualitas Air
Balai Sea Farming melakukan pengeloaan kualitas air dengan cara
melakukan pengukuran kualitas air selama masa pemeliharaan udang vannamei.
Pengukuran dilakukan dua kali dalam seminggu. Parameter kualitas air yang diukur
terdiri dari 3 macam, yaitu parameter fisika, kimia, dan biologi.
e. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit
Penyakit pada organisme budidaya merupakan hasil interaksi kompleks atau
tidak seimbang antara tiga komponen dalam ekosistem perairan yaitu inang yang
lemah, patogen yang ganas serta kualitas lingkungan yang memburuk. Penyakit
juga dapat ditransmisikan oleh hama seperti kepiting, udang liar, dan ikan-ikan liar
yang masuk ke areal jaring. Namun semuanya kembali pada imunitas udang dan
kondisi lingkungan. Jika kondisi udang dan lingkungan baik, resiko udang terserang
penyakit kecil.
Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kekebalan
tubuh udang melalui pemberian suplemen berupa vitamin B complex. Dilakukan
juga penggantian jaring secara berkala dalam masa pemeliharaan.
f. Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh bertujuan untuk mengetahui berat udang rata-rata,
pertambahan berat, perkiraan biomassa, perkiraan populasi, perkiraan SR, kondisi
kesehatan udang, dan kebutuhan pakan per hari. Kebutuhan pakan udang dapat
diprediksi berdasarkan berat biomassa udang yang didapatkan saat pengambilan
contoh sehingga bisa dilakukan penyesuaian pemberian pakan.
Proses pengambilan contoh diawali dengan pengambilan sampel udang yang
menggunakan jala di beberapa titik pada petakan. Udang yang terjaring kemudian
dihitung jumlahnya dan ditimbang bobotnya. Selanjutnya ditentukan Average By
Weight (ABW) tiap ekor. Nilai ABW yang diperoleh digunakan untuk menetukan
FR pakan yang akan diberikan berikutnya. Data size udang, Average Daily Growth
(ADG), DOC,Survival Rate(SR), biomassa, jumlah pakan kumulatif, dan FCR juga
dapat diperoleh sebagai hasil dari pengambilan contoh.
g. Pemanenan dan Pascapanen
Pemanenan merupakan kegiatan akhir yang dilakukan dalam proses
budidaya. Sebelum pemanenan dilakukan sebaiknya dilakukan persiapan tempat
penyortiran udang hasil panen, pencucian es balok, persiapan peralatan panen, dan
persiapan tenaga SDM. Pemanenan udang dapat dilakukan ketika hasil
pengambilan contoh sudah memenuhi target produksi atau ketika terjadi masalah
seperti kematian masal udang akibat terserang penyakit, penurunan jumlah pakan
harian, dan biomassa udang tidak bertambah. Waktu pemanenan udang dapat
dilaksanakan kapan saja, tergantung permintaan dari pihak pembeli. Umumnya
panen dilaksanakan pada pagi atau malam hari, terkait dengan proses metabolisme
udang.
Kegiatan pemanenan yang umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu panen
parsial dan panen total. Panen parsial bertujuan untuk mengurangi biomassa dan
kepadatan udang dalam tambak, agar tidak terjadi kompetisi ruang dan oksigen
21

sehingga pertumbuhan udang yang tersisa dapat lebih cepat dan seragam. Panen
parsial hanya dilakukan di bagian pinggir jaring tanpa membuka jaring dengan
menggunakan serokan. Panen total adalah panen akhir yang dilakukan dengan cara
mengambil keseluruhan udang yang ada di jaring.
Proses sizing dilakukan oleh pihak konsumen dan produsen. Udang
dipisahkan berdasarkan ukurannya secara manual dan membaginya dalam fresh
size(sesuai target) dan under size. Setiap kategori dijual dengan harga yang
berbeda-beda. Setelah sizing dilakukan penimbangan udang, udang yang telah
ditimbang dimasukan kedalam box seterofom yang berisi es batu. Tujuan dari
pemberian es adalah untuk menjaga kualitas udang agar tidak cepat rusak dan tetap
segar walaupun melalui perjalanan yang jauh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Sumber Risiko

Balai Sea Farming pulau Semak Daun dihadapkan oleh kegagalan panen
yang disebabkan oleh kematian dan hilangnya udang dalam proses produksinya.
Kegagalan tersebut disebabkan oleh sumber risiko yang ada pada proses produksi
budidaya udang vannamei. Identifikasi sumber risiko pada proses produksi
budidaya udang vannamei di Balai Sea Farming dilakukan dengan pendekatan
recall melalui wawancara langsung dengan narasumber yaitu koordinator lapang
Balai Sea Farming.
Secara umum, risiko yang terjadi pada budidaya udang vannamei di Balai Sea
Farming merupakan kematian udang yang dibudidayakan. Kematian udang
memberikan dampak penurunan pada jumlah produksi udang sehingga target
produksi di Balai Sea Farming tidak dapat tercapai. Jumlah kegagalan panen udang
pada Januari 2016 hingga Desember 2016 dapat dilihat pada Lampiran 1.
Jumlah kegagalan panen pada setiap bulannya diperoleh dari selisih antara
target produksi dan realisasi udang yang dipanen. Hasil perhitungan jumlah
kegagalan panen pada setiap bulannya kemudian dibagi berdasarkan sumber risiko
yang ada pada Balai Sea Farming.
Sumber risiko yang ditetapkan adalah sumber risiko yang menyebabkan
kematian atau kegagalan secara langsung pada proses produksi budidaya udang
vannamei di Balai Sea Farming. Berdasarkan hasil wawancara dan identifikasi
yang dilakukan, terdapat tiga sumber risko yang menyebabkan kematian atau
kegagalan secara langsung pada produksi budidaya udang vannamei, yaitu
penyakit, jaring robek, dan amoniak.
1. Penyakit
Penyakit merupakan sumber risiko yang menyebabkan kematian langsung
pada udang. Dalam budidaya udang dengan Keramba Jaring Apung yang dilakukan
di Balai Sea Farming, penyakit yang menyerang disebabkan oleh bakteri Vibrio
Harveyi. Bakteri Vibrio Harveyi mengakibatkan penyakit vibriosis pada udang
dimana sangat patogen bagi larva udang sehingga menyebabkan kematian massal
( Vandenberghe et al. 1999). Bakteri Vibriosis menyerang udang yaitu pada saat
22

udang dalam keadaan stress dan lemah, oleh karena itu sering dikatakan bahwa
bakteri termasuk opportunistik pathogen ( Nasi et al. 2007).
Berbagai macam faktor dapat menyebabkan timbulnya penyakit pada udang.
Salah satu faktor yang dimaksud adalah kebersihan jaring. Jaring yang kotor harus
selalu dibersihkan, karena penumpukan kotoran dapat menimbulkan bakteri yang
menyebabkan penyakit. Kemudian kondisi lingkungan laut yang tidak terkendali
dan berubah-ubah dapat menyebabkan udang stres. Hal ini mengganggu
pertumbuhan udang dan menurunkan sistem imun udang sehingga tingkat kematian
meningkat (Effendi 2016).
Pada Gambar 8 dapat dilihat, udang yang terkena penyakit memiliki tubuh
berwarna putih susu, dan jika dalam gelap kulitnya berpendar. Penyakit vibriosis
pada udang juga menyebabkan ekor udang bergeripis. Penyebaran penyakit dapat
juga disebabkan oleh turunan genetik dari induk udang.
Berdasarkan hasil wawancara, dan diskusi yang merujuk pada metode recall
ditetapkan sebesar 20 persen kematian udang disebabkan oleh penyakit. Angka
kematian udang didapatkan dengan jumlah kematian pada setiap siklus periode
panen dikali presentase sumber risko penyakit yang sudah ditetapkan.

Gambar 8 Udang terkena Vibrio Harveyi


Sumber: Balai Sea Farming

2. Jaring Robek
Jaring robek merupakan salah satu sumber risiko yang menyebabkan
kegagalan pada produksi budidaya udang vannamei. Jaring yang robek tidak
menyebabkan kematian pada udang tetapi menyebabkan udang hilang karena
keluar dari keramba. Jaring robek biasanya disebabkan oleh gigitan ikan dan cuaca
dengan gelombang arus kencang. Cuaca musim barat antara bulan September
sampai Februari memiliki angin kencang dan arus yang kuat. Angin kencang dapat
menyebabkan rusaknya kerangka pada keramba, sedangkan arus kuat dapat
menyebabkan jaring robek. Pada sekitar musim barat, sulit untuk menangani ketika
jaring robek. Tenaga kerja dituntut terus wasapada dan cepat tanggap jika tiba-tiba
jaring robek karena arus kuat.
Faktor lain penyebab jaring robek adalah gigitan ikan. Lingkungan sekitar
gosong pulau Semak Daun merupakan area dimana dasar laut dapat terlihat atau
lebih dangkal. Beragam ikan hidup di karang dan juga di gosong ini. Ikan yang
hidup bebas di area sekitar keramba dapat menyebabkan jaring robek. Pada saat
jaring robek karena gigitan ikan, udang akan keluar dari aring dan kemudian
terbawa arus. Kasus gigitan ikan lebih sulit diprediksi karena tidak ada tanda-tanda
seperti arus kuat. Untuk itu jaring harus sering diperiksa setiap harinya.
23

Kegagalan yang disebabkan jaring robek setiap siklusnya ditetapkan sebesar


50 persen, dimana presentase tersebut didapatkan dari hasil wawancara merujuk
pada pengalaman narasumber atau dengan metode recall. Sumber risiko jaring
robek merupakan sumber risiko yang menyebabkan kegagalan panen paling banyak
dibanding dengan sumber risiko lain.

Gambar 9 jaring robek


Sumber: Balai Sea Farming

3. Amoniak
Amoniak merupakan senyawa kimia yang dapat diketahui dengan indra
penciuman karena menimbulkan bau tidak sedap yang menyengat. Pada budidaya
udang vannamei, amoniak dapat menyebabkan kematian pada udang. Senyawa
amoniak merupakan bentuk akhir dari sistem metabolisme nitrogen yang memiliki
sifat beracun. Menurut Bramana (2015), senyawa amoniak menjadi berbahaya
apabila kadar konsentrasinya menjadi tinggi dan dapat cepat menjadi berbahaya
terhadap hewan perairan. Amoniak bisa berasal dari limbah budidaya ikan, seperti
sisa pakan dan feses dari ikan yang dilepaskan kedalam perairan.
Faktor yang menyebabkan amoniak mengendap juga bisa diakibatkan karena
faktor cuaca. Cuaca saat musim timur memiliki arus yang tenang dan suhu yang
tinggi. Arus tenang membuat sisa makanan dan feses dari udang tidak terbawa arus
keluar jaring dan mengendap didalam jaring menyebabkan kadar amoniak didalam
jaring meningkat. Pemberian pakan yang berlebihan dan tidak tepat juga dapat
memperburuk masalah amoniak. Padat tebar udang yang tidak tepat bahkan dapat
mempercepat peningkatan kadar amoniak dalam jaring.
Kematian ikan yang disebabkan oleh sumber risiko amoniak, ditetapkan
sebesar 30 persen pada setiap siklus periode panen. Presentase ini didapatkan dari
hasil wawancara dan diskusi berdasarkan pengalaman narasumber terkait.

Gambar 10 Air pada keramba jaring apung


Sumber: Balai Sea Farming
24

Analisis Probabilitas Risiko Produksi

Analisis probabilitas adalah tahap selanjutnya setelah melakukan identifikasi


sumber-sumber risiko produksi yang ada pada budidaya udang vannamei di Balai
Sea Farming pulau Semak Daun. Analisis probabilitas risiko produksi bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan risiko terjadi dari masing-masing
sumber risiko yang telah diidentifikasi.
Data yang digunakan pada analisis probabilitas didapatkan dari hasil
wawancara langsung dengan koordinator lapang Balai Sea Farming pulau Semak
Daun dan koordinator dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut. Data tersebut
adalah tingkat kegagalan udang pada periode bulan Januari hingga bulan Desember
tahun 2016 (Lampiran) dengan diasumsikan semua ukuran udang adalah size 100.
Sedangkan, presentase kematian udang dari masing-masing sumber risiko dan batas
normal ditetapkan dengan menggunakan metode recall, metode ini digunakan
karena narasumber tidak mempunyai catatan yang pasti, sehingga presentase
didapatkan dengan mengacu pada pengalaman narasumber selama menangani
budidaya udang di Balai Sea Farming. Metode yang digunakan untuk menghitung
probabilitas adalah metode z-score. Hasil yang didapat pada perhitungan dengan
metode ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Probabilitas Sumber Risiko Produksi pada Budidaya Udang Vannamei


Kematian(ekor)
Bulan
Penyakit Jaring robek amoniak
Januari 2 190 5 475 3 285
Februari 1 757 4 393 2 636
Maret 1 173 2 933 1 760
April 2 590 6 475 3 885
Mei 1 284 3 210 1 926
Juni 1 576 3 940 2 364
Juli 2 918 7 295 4 377
Agustus 2 420 6 050 3 630
September 2 050 5 125 3 075
Oktober 1 876 4 690 2 814
November 2 860 7 150 4 290
Desember 2 190 5 475 3 285
Jumlah 24 884 62 210 37 326
rata-rata 2 074 5 184 3 110
Stdev 569 1 424 854
batas normal 1 700 5 100 1 700
Z -0.66 -0.06 -1.65
Z table 0.255 0.476 0.051
Probabilitas 25.5% 47.6% 5.1%
25

Tabel 4 menunjukan hasil perhitungan analisis probabilitas sumber risiko


produksi pada budidaya udang vannamei di Balai Sea Farming. Berdasarkan
urutannya probabilitas terbesar hingga terkecil sumber risiko produksi adalah jaring
robek, penyakit, dan amoniak. Nilai keseluruhan probabilitas sumber risiko sebesar
78.2 persen dengan presentase masing-masing sumber risiko sebesar 47.6 persen
jaring robek, 25.5 persen penyakit, dan 5.1 persen amoniak. Sedangkan 21.8 persen
sisanya tidak teridentifikasi.
Jaring robek merupakan sumber risiko dengan nilai probabilitas tertinggi.
Faktor yang menyebabkan sumber risiko ini terjadi adalah alam, dimana sumber
risiko tersebut sulit sekali untuk diprediksi. Cuaca yang tidak menentu dan gigitan
ikan dapat kapan saja merobek jaring yang menyebabkan udang keluar dari jaring.
Nilai Z yang diperoleh dari perhitungan probabilitas sumber risiko jaring
robek adalah -0.06. Tanda negatif pada nilai Z tersebut menunjukan bahwa nilai
berada disebelah kiri nilai rata-rata pada kurva distribusi normal. Jika nilai Z
tersebut dipetakan pada tabel distribusi Z maka akan menunjukan nilai sebesar
0.476. nilai tersebut menunjukan bahwa kemungkinan sumber risiko jaring robek
menyebabkan kematian melebihi batas normal 5 100 ekor adalah sebesar 47.6
persen.
Kematian yang disebabkan oleh sumber risiko penyakit memiliki total
sebesar 24 884. Presentase kematian terkecil yang disebabkan oleh sumber risiko
penyakit berada pada bulan Maret, karena cuaca pada bulan Maret memiliki
gelombang yang cukup baik. Hal ini menyebabkan kotoran yang berada dijaring
dapat dengan mudah terbawa arus sehingga tidak menumpuk didalam jaring yang
dapat menyebabkan penyakit.
Nilai Z yang diperoleh dari perhitungan probabilitas sumber risiko penyakit
adalah -0.66. Jika nilai Z tersebut dipetakan pada tabel distribusi Z maka akan
menunjukan nilai sebesar 0.255. Nilai tersebut menunjukan bahwa kemungkinan
sumber risiko penyakit menyebabkan kematian melebihi batas normal 1 700 adalah
sebesar 25.5 persen.
Sumber risiko produksi yang disebabkan oleh amoniak adalah sumber risiko
yang memiliki probabilitas terkecil diantara sumber risiko lain. Nilai Z yang
diperoleh dari perhitungan probabilitas sumber risiko amoniak adalah -1.65. Jika
nilai Z tersebut dipetakan pada tabel distribusi Z maka akan menunjukan nilai
sebesar 0.051. dimana nilai tersebut menunjukan bahwa kemungkinan sumber
risiko amoniak menyebabkan kematian melebihi batas normal 1 700 adalah 5.1
persen.

Analisis Dampak Risiko Produksi

Analisis dampak risiko produksi, digunakan untuk mengetahui seberapa besar


kerugian atas dampak dari sumber risiko yang ada pada budidaya udang vannamei
di Balai Sea Farming. Perhitungan dampak kerugian berbentuk satuan mata uang
rupiah, agar dapat memperkirakan berapa jumlah kerugian yang diderita Balai Sea
Farming jika terjadi kematian karena sumber-sumber risiko yang ada. Data yang
digunakan pada analisis ini adalah data jumlah kematian dari masing-masing risiko
dan harga jual udang. Harga jual udang yang digunakan adalah udang size 100
26

sebesar 800 rupiah per ekor. Asumsi menggunakan udang size 100 tersebut dipilih
karena udang size 100 adalah yang paling banyak dipanen. Metode yang digunakan
untuk menghitung dampak risiko dari sumber-sumber risiko produksi adalah VaR
(Value at risk).

Tabel 5 Dampak Risiko Produksi pada Budidaya Udang Vannamei


Kematian(Rupiah)
Bulan
Penyakit Jaring robek amoniak
Januari 1 752 000 4 380 000 2 628 000
Februari 1 405 600 3 514 400 2 108 800
Maret 938 400 2 346 400 1 408 000
April 2 072 000 5 180 000 3 108 000
Mei 1 027 200 2 568 000 1 540 800
Juni 1 260 800 3 152 000 1 891 200
Juli 2 334 400 5 836 000 3 501 600
Agustus 1 936 000 4 840 000 2 904 000
September 1 640 000 4 100 000 2 460 000
Oktober 1 500 800 3 752 000 2 251 200
November 2 288 000 5 720 000 3 432 000
Desember 1 752 000 4 380 000 2 628 000
Jumlah 19 907 200 49 768 800 29 861 600
rata-rata 1 658 933 4 147 400 2 488 467
Stdev 455 572 1 138 851 683 280
Z alfa 5% 1.645 1,645 1,645
VaR 1 875 271 4 688 207 2 812 937

Tabel 5 menunjukan hasil perhitungan kerugian dari dampak risiko yang


ditimbulkan akibat sumber-sumber risiko pada budidaya udang vannamei di Balai
Sea Farming. Berdasarkan hasil perhitungan, dampak terbesar hingga terkecil
secara berurutan adalah jaring robek sebesar Rp 4 688 207, kemudian amoniak
sebesar Rp 2 812 937, dan penyakit sebesar Rp 1 875 271.
Jaring robek merupakan sumber risiko dengan dampak kerugian yang paling
besar jika dibandingkan dengan sumber risiko yang lain. Perhitungan dengan
metode Value at Risk menunjukan bahwa dengan tingkat keyakinan 95 persen,
sumber risiko jaring robek memiliki dampak kerugian maksimal terhadap Balai Sea
Farming sebesar Rp 4 688 207, dengan kemungkinan lebih besar dari Rp 4 688 207
sebesar 5 persen.
Perhitungan nilai Value at Risk pada sumber risiko amoniak sebesar Rp 2 812
937. Nilai tersebut jika dibandingkan dengan dampak risiko akibat penyakit lebih
besar, tetapi juga lebih kecil dibandingkan nilai dampak kerugian dari sumber risiko
jaring robek. Perhitungan dampak risiko kerugian akibat amoniak sebesar Rp 2 812
937, dengan tingkat keyakinan 95 persen menunjukan bahwa kerugian yang diderita
Balai Sea Farming dengan adanya sumber risiko amoniak maksimal sebesar nilai
tersebut. Tetapi ada kemungkinan sebanyak 5 persen, dampak risiko bisa lebih
besar dari Rp 2 812 937.
Dampak kerugian akibat sumber risiko penyakit merupakan yang paling
kecil. Perhitungan menunjukan dengan tingkat keyakinan 95 persen, dampak
27

kerugian dari sumber risiko penyakit maksimal sebesar Rp 1 875 271, dengan
kemungkinan bisa lebih besar dari Rp 1 875 271 sebanyak 5 persen.
Hasil perhitungan pada analisis probabilitas dan dampak dari sumber risiko
produksi menunjukan bahwa sumber risiko jaring robek memiliki probabilitas dan
dampak yang terbesar jika dibandingkan dengan yang lain. Nilai probabilitas dari
sumber risiko jaring robek sebesar 47.6 persen dengan dampak kerugian sebesar Rp
4 688 207. Berdasarkan hasil perhitungan probabilitas dan dampak, tahap
selanjutnya adalah membuat peta risiko, sehingga dapat ditentukan strategi yang
tepat untuk menangani sumber-sumber risiko.

Pemetaan Sumber Risiko Produksi

Pemetaan risiko dilakukan untuk menempatkan risiko pada kuadran tertentu


berdasarkan probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko. Langkah
pertama sebelum melakukan pemetaan adalah menentukan status risiko dari
masing-masing sumber risiko. Status risiko adalah tingkatan prioritas risiko.
Dimana jika status risiko tinggi maka risiko yang dihadapi lebih besar, sebaliknya
jika status risiko rendah makan risiko yang dihadapi lebih kecil. Nilai status risiko
pada budidaya udang vannamei di Balai Sea Farming dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Status Risiko pada Budidaya Udang Vannamei di Balai Sea Farming
Sumber
No. Probabilitas(%) Dampak(Rp) Status Risiko
Risiko
1 Penyakit 25.50 1 875 271 478 194
2 Jaring robek 47.60 4 688 207 2 231 587
3 Amoniak 5.10 2 821 937 143 919

Pada Tabel 6 menunjukan urutan status risiko dari yang terbesar hingga
terkecil pada budidaya udang vannamei di Balai Sea Farming yaitu jaring robek,
penyakit, dan amoniak. Nilai status risiko dari masing-masing sumber risiko adalah
jaring robek 2 231 587, penyakit 478 194, dan amoniak 143 919. Setelah
mengetahui status risiko, langkah berikutnya adalah membuat peta risiko. Peta
risiko menunjukan posisi risiko untuk menentukan strategi penanganan risiko yang
sesuai.
Menurut Kountur (2006), peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko
pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal menggambarkan probabilitas,
dan sumbu horizontal menggambarkan dampak. Pada peta risiko terdapat empat
kuadran dimana probabilitas dibagi dua bagian, probabilitas besar dan kecil. Serta
dampak risiko juga dibagi dua bagian, dampak besar dan dampak kecil.
Penentuan batas risiko antara probabilitas kecil dan besar adalah 26 persen.
Batas tersebut diperoleh berdasarkan hasil rata-rata dari ketiga probabilitas sumber
risiko yang ada pada budidaya udang vannamei di Balai Sea Farming. Sedangkan
batas dampak risiko kecil dan besar adalah Rp 3 128 471 ditentukan dengan rata-
rata dari dampak kerugian ketiga sumber risiko yang ada.
28

Setelah menentukan batas-batas antara probabilitas kecil dan besar juga


dampak kecil dan besar, maka selanjutnya dapat dilakukan pemetaan masing-
masing sumber risiko yang ada pada budidaya udang vannamei di Balai Sea
Farming. Peta risiko dapat dilihat pada Gambar 7.

Probabilitas %
Kuadran I Kuadran II
Besar
 Jaring Robek

26%
Kuadran III Kuadran IV

 Penyakit
Kecil
 Amoniak

Kecil Rp 3 128 471 Besar Dampak %

Gambar 11 Pemetaan Risiko Pada Budidaya Udang Vannamei di Balai Sea


Farming

Gambar 11 menunjukan posisi sumber-sumber risiko pada peta risiko.


Diketahui bahwa sumber risiko jaring robek berada pada kuadran II dimana pada
kuadran ini sumber risiko jaring robek memiliki probabilitas besar dan juga dampak
yang besar. Sumber risiko jaring robek memiliki probabilitas lebih besar dari 26
persen dan dampak lebih dari Rp 3 128 471. Sumber risiko penyakit dan amoniak
menempati kuadran III dimana pada kuadran ini, sumber risiko penyakit dan
amoniak memiliki probabilitas kecil yang kurang dari 26 persen dan dampak kecil
kurang dari Rp 3 128 471.

Strategi Penanganan Risiko Produksi

Strategi penanganan risiko produksi merupakan langkah akhir dalam


pengelolaan risiko produksi. Strategi penanganan risiko produksi merupakan
usulan strategi untuk menangani risiko yang dihadapi setalah melakukan
identifikasi dan pengukuran risiko. Usulan strategi penanganan risiko ditentukan
berdasarkan posisi sumber risiko pada kuadran-kuadran yang ada pada peta risiko.
Terdapat dua cara dalam menangani risiko, yaitu strategi preventif dan
strategi mitigasi. Strategi preventif digunakan pada risiko dengan tingkat
probabilitas besar untuk menghindari atau mencegah kemungkinan terjadinya
risiko. Strategi mitigasi merupakan strategi untuk memperkecil dampak kerugian
dari risiko, digunakan pada risiko yang memiliki dampak risiko yang besar.
29

1. Strategi Preventif
Strategi preventif merupakan strategi untuk menangani sumber risiko yang
terletak pada kuadran I dan II. Strategi preventif dilakukan untuk menggeser risiko
dengan probabilitas tinggi yang ada pada kuadran I ke kuadran III dan kuadran II
ke kuadran IV sehingga sumber risiko dengan probabilitas besar turun menjadi
risiko dengan probabilitas kecil.
Pada budidaya udang vannamei di Balai Sea Farming kuadran I tidak terisi
oleh sumber risiko dan kuadran II sumber risiko jaring robek. Usulan strategi
preventif untuk menangani sumber risiko produksi jaring robek yang terletak pada
kuadran II adalah sebagai berikut:
a. Sumber Risiko Produksi Jaring robek
Sumber risiko produksi jaring robek adalah sumber risiko yang memiliki
beberapa faktor yaitu cuaca yang tidak menentu dan ikan diluar keramba. Cuaca
merupakan kondisi alam yang kapan saja bisa berubah, namun dengan berbagai
macam teknologi, cuaca dapat diprediksi walaupun tidak seratus persen akan
benar terjadi. Perkiraan musim dapat menjadi acuan tenaga kerja di Balai Sea
Farming untuk melakukan persiapan pencegahan risiko jika akan memasuki
musim barat.
Musim barat adalah musim dengan angin kencang dan gelombang kuat
merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan jaring pada keramba robek.
Musim barat terjadi pada sekitar bulan September hingga Februari. Pada bulan-
bulan tersebut, tenaga kerja dapat bersiaga untuk mencegah sumber risiko jaring
robek terjadi.
Faktor lain seperti gigitan ikan dari luar keramba juga merupakan faktor
yang sulit untuk dihindari karena tidak dapat diprediksi. Gigitan ikan dari luar
keramba dapat membuat jaring robek yang menyebabkan udang hilang dari
keramba. Upaya pencegahan yang sudah dilakukan oleh tenaga kerja di Balai
Sea Farming adalah menjait jaring jika terjadi kerobekan kecil dan pengecekan
jaring diawal. Usulan strategi preventif untuk mencegah sumber risiko jaring
robek adalah memasang jaring tambahan diluar keramba, dan mengefektifkan
pemberian pakan.
Memasang jaring tambahan diluar keramba pada saat musim barat. Jaring
tambahan yang dipasang saat cuaca tidak bagus, dapat mencegah gelombang
kuat menghantam langsung pada jaring sehingga jaring tidak mudah robek.
Jaring tambahan diluar dapat mengurangi intensitas gelombang yang akan
menghantam jaring pada KJA. Jaring tambahan juga berguna untuk menahan
udang jika jaring pemeliharaan robek, sehingga udang yang keluar tidak akan
terbawa arus jauh dari keramba. Jaring dapat dipasang disekitar luar keramba
dan berjarak tidak terlalu dekat agar tidak menggangu sirkulasi. Jaring tambahan
dibuat portable agar dapat dibuka ketika cuaca bagus.
Pemberian pakan yang efektif sesuai jadwal dan tidak berlebih dapat
mencegah ikan dari luar mengigit jaring. Sisa pakan pada jaring, dapat menarik
ikan di luar keramba. Ikan yang datang untuk memakan sisa pakan dapat
menyebabkan jaring robek karena gigitan ikan tersebut. Untuk itu jumlah pakan
yang ditebar dan frekuensinya harus sesuai agar tidak meninggalkan sisa pakan.
30

b. Sumber Risiko Produksi Jaring robek


Sumber risiko produksi jaring robek adalah sumber risiko yang memiliki
beberapa faktor yaitu cuaca yang tidak menentu dan ikan di luar keramba. Cuaca
merupakan kondisi alam yang kapan saja bisa berubah, namun dengan berbagai
macam teknologi, cuaca dapat diprediksi walaupun tidak seratus persen akan
benar terjadi. Perkiraan musim dapat menjadi acuan tenaga kerja di Balai Sea
Farming untuk melakukan persiapan pencegahan risiko jika akan memasuki
musim barat.
Musim barat adalah musim dengan angin kencang dan gelombang kuat
merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan jaring pada keramba robek.
Musim barat terjadi pada sekitar bulan September hingga Februari. Pada bulan-
bulan tersebut, tenaga kerja dapat bersiaga untuk mencegah sumber risiko jaring
robek terjadi.
Faktor lain seperti gigitan ikan dari luar keramba juga merupakan faktor
yang sulit untuk dihindari karena tidak dapat diprediksi. Gigitan ikan dari luar
keramba dapat membuat jaring robek yang menyebabkan udang hilang dari
keramba. Upaya pencegahan yang sudah dilakukan oleh tenaga kerja di Balai
Sea Farming adalah menjait jaring jika terjadi kerobekan kecil dan pengecekan
jaring diawal. Usulan strategi preventif untuk mencegah sumber risiko jaring
robek adalah memasang jaring tambahan diluar keramba, dan mengefektifkan
pemberian pakan.
Memasang jaring tambahan diluar keramba pada saat musim barat. Jaring
tambahan yang dipasang saat cuaca tidak bagus, dapat mencegah gelombang
kuat menghantam langsung pada jaring sehingga jaring tidak mudah robek.
Jaring tambahan diluar dapat mengurangi intensitas gelombang yang akan
menghantam jaring pada KJA. Jaring tambahan juga berguna untuk menahan
udang jika jaring pemeliharaan robek, sehingga udang yang keluar tidak akan
terbawa arus jauh dari keramba. Jaring dapat dipasang disekitar luar keramba
dan berjarak tidak terlalu dekat agar tidak menggangu sirkulasi. Jaring tambahan
dibuat portable agar dapat dibuka ketika cuaca bagus.
Pemberian pakan yang efektif sesuai jadwal dan tidak berlebih dapat
mencegah ikan dari luar mengigit jaring. Sisa pakan pada jaring, dapat menarik
ikan di luar keramba. Ikan yang datang untuk memakan sisa pakan dapat
menyebabkan jaring robek karena gigitan ikan tersebut. Untuk itu jumlah pakan
yang ditebar dan frekuensinya harus sesuai agar tidak meninggalkan sisa pakan.

2. Strategi Mitigasi
Strategi mitigasi merupakan strategi untuk menangani sumber risiko yang
terletak pada kuadran II dan IV. Strategi mitigasi dilakukan untuk menurunkan
risiko dengan dampak besar yang terletak pada kuadran II dan IV menjadi turun ke
kuadran I dan III sehingga sumber risiko dengan dampak tinggi turun menjadi
sumber risiko dengan dampak kecil.
a. Sumber Risiko Jaring Robek
Sumber risiko jaring robek berada pada kuadran II di peta risiko yang
mengindikasikan bahwa sumber risiko produksi jaring robek selain memiliki
probabilitas yang besar, sumber risiko ini juga memiliki dampak yang besar.
Sumber risiko dengan dampak besar memerlukan strategi mitigasi untuk
menangani agar dampak tersebut dapat diperkecil.
31

Strategi mitigasi yang diusulkan untuk budidaya udang di Balai Sea


Farming adalah dengan mengawasi dan melakukan pengecekan pada keramba
secara berkala. Dampak yang ditimbulkan dari jaring robek adalah udang keluar
dari jaring yang membuat gagal panen. Jika terjadi kerobekan jaring,
ketanggapan tenaga kerja sangat diperlukan. Jika tenaga kerja cepat dalam
menangani, dampak yang ditimbulkan tidak akan besar. Tenaga kerja sangat
berpengaruh, untuk itu diperlukan pengecekan secara berkala agar jika terjadi
kerobekan akan cepat ditangani. Udang yang keluar saat jaring robek dapat
diambil kembali sebelum terlalu jauh dari keramba. Udang tersebut dapat
dimasukan kedalam jaring yang sudah dijahit.
Dari ketiga sumber risiko, dua diantaranya tidak masuk dalam kategori
probabilitas besar maupun dampak besar. Sumber risiko penyakit dan amoniak
berada pada kuadran III dimana kedua sumber risiko memiliki probabilitas dan
dampak yang terbilang kecil karena ada dibawah batas. Tetapi, kedua sumber risiko
ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Sumber risiko penyakit dan amoniak juga
membutuhkan strategi pencegahan dan penanganan agar dari tingkat probabilitas
dan dampak yang kecil dapat dihilangkan.
Sumber risiko penyakit dan amoniak memiliki faktor yang hampir sama, yaitu
faktor kebersihan jaring. Jika jaring pada KJA kotor dapat menjadikan limbah
menumpuk dan menyebabkan tingkat amoniak yang tinggi. Jaring yang kotor juga
dapat menyebabkan bakteri yang menimbulkan penyakit. Maka usulan strategi
preventif yang harus dilakukan untuk mencegah sumber risiko penyakit dan
amoniak adalah menjaga kebersihan jaring dan mengurangi padat tebar benur.
Selain menjaga kebersihan didalam jaring, kebersihan diluar jaring juga perlu
diperhatikan seperti sampah disekitar keramba. Mengurangi padat tebar pada
keramba juga perlu dilakukan untuk mencegah risiko penyakit dan amoniak.
Semakin banyak tebar benur pada suatu keramba, maka sisa feses juga akan
meningkat. Penumpukan kotoran dapat menyebabkan timbulnya bakteri dan tingkat
amoniak semakin tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai analisis risiko


produksi budidaya udang vannamei pada Balai Sea Farming pulau Semak Daun,
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Sumber risiko yang terdapat pada budidaya udang vannamei di Balai Sea
Farming ada tiga, yaitu penyakit, jaring robek, dan amoniak.
2. Sumber risiko yang memiliki probabilitas dan dampak risiko terbesar adalah
sumber risiko jaring robek dengan nilai probabilitas sebesar 47.6 persen dan
nilai dampak sebesar Rp 4 688 207. Sedangkan sumber risiko probabilitas
terkecil adalah sumber risiko amoniak dengan nilai sebesar 5.1 persen, lalu
sumber risiko dampak terkecil adalah sumber risiko penyakit dengan nilai
sebesar Rp 1 875 271.
32

3. Strategi yang diusulkan untuk menangani sumber risiko yang ada pada
budidaya udang vannamei di Balai Sea Farming adalah dengan strategi
preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif digunakan untuk mencegah
sumber risiko jaring robek yaitu memasang jaring tambahan diluar keramba,
dan mengefektifkan pemberian pakan. Strategi preventif untuk sumber risiko
amoniak dan penyakit adalah menjaga kebersihan jaring dan mengurangi padat
tebar benur. Strategi mitigasi yang digunakan untuk menangani dampak risiko
dari sumber risiko jaring robek adalah melakukan pengawasan dan pengecekan
pada keramba secara berkala.

Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian yang sudah dilakukan di Balai Sea Farming
sumber risiko terbesar adalah sumber risko jaring robek. Balai Sea Farming
disarankan untuk menerapkan strategi preventif dan strategi mitigasi yang
diusulkan.
Strategi preventif dilakukan agar dapat mencegah kemungkinan sumber
risiko terjadi. Balai Sea Farming disarankan memasang jaring tambahan diluar
keramba untuk mengatasi sumber risiko jaring robek yang dapat dilakukan dengan
cara membuat kerangka disekitar keramba. Jaring tambahan dibuat portable agar
dapat dibuka ketika gelombang air laut tenang, sehingga tidak membuat
penumpukan kotoran yang tidak terbawa arus.
Pekerja juga disarankan untuk selalu menjaga kebersihan jaring dan
memberikan pakan dengan cara yang benar, seperti mengikuti arah angin sehingga
pakan tidak terbuang.
Strategi mitigasi dapat dilakukan dengan cara mengawasi dan melakukan
pengecekan pada keramba secara berkala. Strategi ini sangat mengandalkan para
tenaga kerja untuk secara rutin mengawasi keramba. Hal tersebut dilakukan agar
kegiatan budidaya dapat berjalan sesuai standar operasional yang telah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Amanda U. 2012. Analisis Risiko Produksi dan Pendapatan Usaha Pembenihan


Udang Vannamei di PT. ESAPUTLii Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten
Barru, Provinsi Sulawesi Selatan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Bagjariani A. 2013. Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar
(Colossoma macropomum) (Studi Kasus pada Usaha Perikanan H.Ijam di
Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Bardach J.E., Ryther J.H., and W.L.Mc. Larney. (1972). Aquaculture .
Birmingham, Alabama: Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn
University.
Bramana A. 2015. Analisis Keberlanjutan Usaha Keramba Jaring Apung dengan
Pendekatan Daya Dukung Lingkungan dan Sosial Ekonomi (Studi Kasus:
33

Kelompok Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu DKI
Jakarta). [Tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku
menurut lapangan usaha tahun 2013-2015 [Internet]. [diunduh 2016 Des 10]
Tersedia pada: https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/826.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Nilai ekspor produk perikanan 2010-2014.
[Internet]. [diunduh 2016 Des 10] Tersedia pada:
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2016. Konsumsi ikan nasional 2010-
2014. [Internet] [diunduh 2017 Jan 22] Tersedia pada:
http://statistik.kkp.go.id/sidatik-dev/index.php?m=2
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2016. Nilai Ekspor Hasil Perikanan
Menurut Komoditas Utama 2012-2015. [Internet] [diunduh 2017 Jan 22]
Tersedia pada: http://statistik.kkp.go.id/sidatik-dev/index.php?m=2
Erlania, Rusmaedi, Prasetio A B., Haryadi J. 2010. Dampak Manajemen Pakan dari
Kegiatan Budidaya Ikan Nila di Keramba Jaring Apung terhadap Kualitas
Perairan Danau Maninjau. Proseding Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta. hal 621-631
Harwood J, Heifner R, Coble K, Perry J, Somwaru A. 1999. Market and Trade
Economics Division and Resource Economics Division, Economic Research
Service, U.S. Department of Agriculture. Agricultural Economic Report No.
774. [Internet]. [diunduh 2016 Desember 28]. Tersedia pada:
https://www.ctahr.hawaii.edu/agrisk/pdfs/gnrlRMA/Managing%20RiskInFa
rming.pdf
Knight FH. 1921. Risk, Uncertainty and Profit. Boston (US) : Houghton Mifflin.
Kountur R. 2006. Manajemen Risiko Operasional. Jakarta (ID): Abdi Tandur.
Kountur R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta
(ID) : PPM.
Manik H. 2013. Analisis Risiko Produksi Benih Ikan Patin Siam (Pangasius
hypothalamus) pada Elminari Fish Culture di Desa Kampung Kondang,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Nasi L, Prayitno SB, Sarjito. 2007. Kajian bakteri penyebab vibriosis pada udang
secara biomolekuler. Jurnal Management sumberdaya pantai. 3(1):1-22.
Nurlela. 2015. Analisis Sumber-Sumber Risiko Produksi Pembenihan Lele Dumbo
pada Pokdakan UPR Jumbo Lestari, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor.
[Skripsi]. Bogor : Fakultas ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Pratama. 2013. Analisis Risiko Produksi Ikan Black Ghost di Unit Pendederan 1
Arifin Fish Farm Kota Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rejeki S, Hastuti S, Elfitasari T. 2013. Uji Coba Budidaya Nila Larasati di Keramba
Jaring Apung dengan Padat Tebar yang Berbeda. Saintek Perikanan 9(1)10.
Saputra G M. 2016. Analisis Risiko Produksi Benih Ikan Patin Siam (pangasius
hypothalamus) pada Faholo Farm, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor.
[Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Saputra T. 2011. Analisis Risiko Produksi Benih Ikan Patin Siam (Pangasius
hypopthalamus) pada Darmaga Fish Culture, Kecamatan Darmaga,
34

Kabupaten Bogor.[Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen,


Institut Pertanian Bogor.
Silaban F. 2012. Analisis Risiko Produksi Ikan Hias pada PT. Taufan Fish farm di
Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Taslihan A, Sumiarto B, Kamiso H, Nitimulyo, 2014. Prevalensi dan Faktor Risiko
White Spot Syndrome Virus Pada Tambak Udang Tradisional. Jurnal
Kedokteran Hewan Indonesia. 15(3)7
Vandenberghe J, verdonck I, Robles-Arozarena R, Rivera G, Bolland A, Balladers
M, Gomez-Gil B, Calderon J, Sorgeloos P, Swings J. 1999. Virbios assosiated
with Litopenaeus Vannamei larvae, postlarvae, broodstock, and hatchery
probionts. J. Applied and Environmental Microbiology. 65(6): 2592-2597.
35

LAMPIRAN

Lampiran 1 Jumlah kegagalan panen udang pada Januari hingga Desember 2016
Bulan panen Target (ekor) Realisasi (ekor) Kegagalan (ekor)
Januari 17000 6050 10950
Februari 17000 8215 8785
Maret 17000 11135 5865
April 17000 4050 12950
Mei 17000 10580 6420
Juni 17000 9120 7880
Juli 17000 2411 14589
Agustus 17000 4900 12100
September 17000 6750 10250
Oktober 17000 7620 9380
November 17000 2700 14300
Desember 17000 6050 10950
36

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Ayu Adinda Nursaphala yang dilahirkan di Jakarta


pada tanggal 16 September 1995 dari bapak Firvastra dan mama Iriani
Dirdjosoejoko. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 2013
penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bekasi dan pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN undangan dan
diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif dalam beberapa organisasi,
antara lain: Staff Kreatif Rumah Harapan BEM KM IPB (2014), Volunteer
mengajar dipedalaman Komunitas 1000 Guru (2014) Manajer Divisi Event
Organizer UKM Music Agriculture Xpression!! (2015), staff MAX!! Management
UKM Music Agriculture Xpression!!. Penulis juga pernah aktif dalam beberapa
kepanitiaan di dalam kampus, salah satunya Divisi Logistik acara The 8th
Sportakuler FEM, Supervisor pada MPD Agribisnis dan Divisi Produksi ACRA
2015. Selain itu penulis juga aktif dalam kepanitiaan di luar kampus, salah satunya
adalah menjadi pengajar pada acara Traveling and Teaching Komunitas 1000 Guru.

Anda mungkin juga menyukai