Anda di halaman 1dari 81

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dan puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT,


karena dengan rahmat dan hidayahNya Buku Hasil Pengujian Bahan
Pakan dan Hijauan Pakan Ternak Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi
Pakan Bekasi (BPMSP) tahun 2013 telah dapat disusun.

Informasi tentang bahan pakan dan hijauan pakan ternak di


Indonesia masih perlu sebarluaskan kepada masyarakat peternakan.
Oleh karena itulah Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Pakan Bekasi
perlu mempublikasikan hasil pengujiannya yang telah dilakukan terutama
informasi bahan pakan dan hijauan pakan ternak.

Buku ini disusun berdasarkan hasil pengujian bahan pakan di


Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak dari bulan Januari 2009 sampai
dengan bulan Desember 2012. Buku ini diharapkan dapat membantu
peternak, khususnya dan bagi semua pembaca yang ingin mengetahui
kandungan nutrisi dari bahan pakan dan hijauan pakan ternak.

Akhir kata, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Masukan, saran, kritik membangun kami harapkan untuk perbaikan di
masa mendatang. Terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu terbitnya buku ini.

Bekasi, Oktober 2013


Kepala Balai,

Ir. Junaida
NIP. 19630824 198903 2 002

i
BUKU HASIL UJI
BAHAN PAKAN DAN
HIJAUAN PAKAN TERNAK

Penyusun : Bahan Pengujian Mutu dan Sertifikasi Pakan Bekasi


Alamat : Jl. MT Haryono No. 98 Setu – Bekasi 17320
Telepon : 021 – 82602182 (Hunting)
Faksimile : 021 - 82607499
Website : http://www.bpmpt.ditjennak.deptan.go.id
Email : info@ bpmpt.ditjennak.deptan.go.id

TIM PENYUSUN

KETUA : BONDAN DWINARTO, A.Md

SEKRETARIS : EGAR BOGASSARA

ANGGOTA : ANASTASIA WIDA A, S.Pt


SUNARWAN
IKHSAN AMARUDIN

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .............................................................................. i


TIM PENYUSUN ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ 1

BAB 2 BAHAN PAKAN ASAL TUMBUHAN ..................................... 3


2.1. Butir-butiran dan Limbahnya ......................................... 3
2.1.1. Jagung (Zea Mays) ............................................... 3
2.1.2. Padi (Oryza sativa)............................................... 7
2.1.3. Gandum (Triticum sativum lank) ......................... 12
2.1.4. Shorgum (Shorgum bicolor) ................................ 13
2.1.5. Bungkil Kedelai (Glycine max) ............................ 15
2.2. Limbah Industri Perkebunan ................................................. 21
2.2.1. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) ........................ 21
2.2.2. Sagu (Metroxylon sago) ...................................... 24
2.2.3. Kelapa (Cocos nucifera) ..................................... 25
2.2.4. Tebu (Saccharum officinale) ............................... 27
2.2.5. Coklat (Theobroma cacao) ................................. 29
2.2.7. Kopi (Coffea) ....................................................... 30
2.2.8. Kacang Tanah (Arachis hypogea) ....................... 32
2.3. Umbi-umbian.......................................................................... 36
2.3.1. Singkong (Manihot utilisima) ............................. 36
2.3.2. Ubi Jalar .............................................................. 39

BAB 3 BAHAN PAKAN ASAL HEWANI ........................................... 41


3.1. Susu Skim ............................................................................ 41
3.2. Tepung Tulang dan Daging (Meat Bone Meal) ................... 42
3.3. Tepung Bulu ........................................................................ 43
3.4. Udang (Crustaceae spp) ...................................................... 45
3.5. Tepung Ikan (Fish Meal) ...................................................... 46
Halaman

iii
BAB 4 HIJAUAN PAKAN TERNAK ..................................................... 48
4.1. Rumput-rumputan (Graminae) ............................................... 49
4.1.1. Rumput Raja (Pennisetum purpuroides) ............... 49
4.1.2. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) ............... 50
4.1.3. Rumput Setaria (Setaria splendida) ....................... 53
4.1.4. Rumput Benggala (Panicum maximum) ................. 54
4.1.5. Rumput Australia (Paspalum Dilatatum) .............. 55
4.1.6. Rumput Signal (Brachiaria decumbens) ............... 56
4.1.7. Rumput Brachiaria humidicola ............................. 58
4.1.8. Rumput Bintang/Stargrass (Cynodon
plectostachyus) ....................................................... 59
4.1.9. Rumput Mexico (Euchlena mexicana) .................. 60
4.1.10. Rumput Laut ......................................................... 62
4.1.12. Rumput Bahia (Paspalum notatum) ...................... 63
4.1.13. Rumput Lapang, alam, liar .................................... 64
4.2. Legum (Leguminosa) ............................................................ 65
4.2.1. Lamtoro (Leucana leucocephala) ........................... 65
4.2.2. Gamal (Gliricidia sepium) ..................................... 67
4.2.3. Kaliandra (Caliandra calothyrsus) ........................ 68
4.2.4. Alfalfa (Medicago sativa) ...................................... 69

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 72

iv
DAFTAR Gambar

Halaman
Gambar 1. Pohon Jagung dan Jagung Pipilan 3
Gambar 2. Bonggol Jagung 4
Gambar 3. Pohon Padi dan Dedak Padi 7
Gambar 4. Jerami Padi 9
Gambar 5. Pohon Gandum dan Pollard 12
Gambar 6. Pohon Shorgum 13
Gambar 7. Pohon Kedelai dan Kacang Kedelai 15
Gambar 8. Bungkil Kedelai 17
Gambar 9. Ampas Kecap 18
Gambar 10. Ampas Tahu 19
Gambar 11. Pohon dan Buah Sawit 21
Gambar 12. Bungkil dan Solid Sawit 22
Gambar 13. Batang dan Tepung Sagu 24
Gambar 14. Pohon Kelapa dan Bungkil Kelapa (Kopra) 25
Gambar 15. Pohon Tebu 28
Gambar 16. Tetes (Molases) 28
Gambar 17. Pohon Coklat 29
Gambar 18. Pohon kopi dan Biji Kopi 30
Gambar 19. Kacang Tanah (Arachis hypogea) 32
Gambar 20. Bungkil Kacang Tanah 34
Gambar 21. Umbi Singkong 36
Gambar 22. Onggok 38
Gambar 23. Daun Singkong 38
Gambar 24. Daun dan Umbi Ubi Jalar 40
Gambar 25. Tepung Tulang dan Daging (Meat Bone Meal) 42
Gambar 26. Tepung Bulu Ayam 44
Gambar 27. Tepung Ikan (Fish Meal) 46
Gambar 28. Rumput Raja (Pennisetum purpuroides) 49
Gambar 29. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) 50
Gambar 30. Rumput Setaria (Setaria splendida) 53
Gambar 31. Rumput Benggala (Panicum maximum) 54
Gambar 32. Rumput Australi (Paspalum dilatatum) 55
Gambar 33. Rumput Signal (Brachiaria decumbens) 56
Gambar 34. Rumput Brachiaria humidicola 58
Gambar 35. Rumput Bintang/Stargrass (Cynodon plectostachyus) 59
Gambar 36. Rumput Meksiko (Euchlena Mexicana) 60
Gambar. Rumput Laut 62
Gambar 38. Rumput Bahia (Paspalum notatum) 63
v
Gambar 39. Lamtoro (Leucana leucocephala) 65
Gambar 40. Gamal (Gliricidia sepium) 67
Gambar 41. Kaliandra (Caliandra calothyrsus) 68
Gambar 42. Alfalfa (Medicago sativa) 70

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Jagung 4
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Hasil Olahan Jagung 5
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Bagian Jagung 6
Tabel 4. Kandungan Nutrisi Dedak Padi 8
Tabel 5. Kandungan Nutrisi Bagian Tanaman Padi dan Olahannya 11
Tabel 6. Kandungan Nutrisi Pollard 13
Tabel 7. Kandungan Nutrisi Shorgum dan Hasil Pengolahannya 14
Tabel 8. Kandungan Nutrisi Kedelai 16
Tabel 9. Kandungan Nutrisi Hasil Ikutan Dari Pengolahan Kedelai 20
Tabel 10. Kandungan Nutrisi Bungkil Kelapa Sawit 22
Tabel 11. Kandungan Nutrisi Hasil Ikutan Sawit 23
Tabel 12. Kandungan Nutrisi dan Hasil Ikutan Sagu 25
Tabel 13. Kandungan Nutrisi Kelapa dan Hasil Ikutannya 27
Tabel 14. Kandungan Nutrisi Tetes (Molases) dan Pucuk Tebu 29
Tabel 15. Kandungan Nutrisi Hasil Ikutan Pengolahan Coklat 30
Tabel 16. Kandungan Nutrisi Kulit Kopi 31
Tabel 17. Kandungan Nutrisi Kacang Tanah 33
Tabel 18. Kandungan Nutrisi Hasil Ikutan Kacang Tanah 35
Tabel 19. Kandungan Nutrisi Singkong 37
Tabel 20. Kandungan Nutrisi Hasil Ikutan Singkong 39
Tabel 21. Kandungan Nutrisi Beberapa Jenis Ubi Jalar 40
Tabel 22. Kandungan Nutrisi Susu Skim 42
Tabel 23. Kandungan Nutrisi Tepung Tulang dan Daging (Meat Bone Meal) 43
Tabel 24. Kandungan Nutrisi Tepung Bulu Ayam 45
Tabel 25. Kandungan Nutrisi Kulit dan Kepala Udang 45
Tabel 26. Kandungan Nutrisi Tepung Ikan dan Beberapa Limbah Perikanan 47
Tabel 27. Kandungan Kandungan Nutrisi Rumput Raja(Pennisetum purpuroides) 50
Tabel 28. Kandungan Nutrisi Berbagai Jenis Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) 52
Tabel 29. Kandungan Nutrisi Rumput Setaria (Setaria splendida) 54
Tabel 30. Kandungan Nutrisi Rumput Benggala (Panicum maximum) 55
Tabel 31. Kandungan Nutrisi Rumput Australia (Paspalum dilatatum) 56
Tabel 32. Kandungan Nutrisi Rumput Signal (Brachiaria decumbens) 57
Tabel 33. Kandungan Nutrisi Rumput Brachiaria humidicola 59
Tabel 34. Kandungan Nutrisi Rumput Bintang/Stargrass 60
Tabel 35. Kandungan Nutrisi Rumput Meksiko (Euchlena Mexicana) 61
Tabel 36. Kandungan Nutrisi Rumput Laut 63
Tabel 37. Kandungan Nutrisi Rumput Bahia (Paspalum notatum) 64
Tabel 38. Kandungan Nutrisi Rumput Lapang, Alam, Liar 64
vii
Tabel 39. Kandungan Nutrisi Lamtoro (Leucana leucocephala) 66
Tabel 40. Kandungan Nutrisi Gamal (Gliricidia sepium) 68
Tabel 41. Kandungan Berbagai Jenis Kaliandra (Caliandra calothyrsus) 69
Tabel 42. Kandungan Nutrisi Rumput Alfalfa (Medicago sativa) 71

viii
BAB I
PENDAHULUAN

Peran strategis peternakan yang utama adalah sebagai penyedia pangan


berkualitas, yakni sebagai sumber protein hewani yang turut mencerdaskan
bangsa, khususnya untuk anak dan generasi penerus bangsa Indonesia. Pakan
yang berkualitas baik akan menghasilkan pangan yang baik pula (feed safety for
food safety). Pemberian pakan dan bahan pakan yang berkualitas dapat
mempengaruhi produksi dan produktivitas. Oleh karena itu informasi tentang
bahan pakan dan hijauan pakan ternak di Indonesia masih perlu disebarluaskan
kepada masyarakat peternakan.
Hijauan pakan ternak dalam UU No. 18 tahun 2009 dikenal dengan nama
“tumbuhan pakan” adalah tumbuhan yang tidak dibudidayakan maupun yang
dibudidayakan (tanaman pakan), baik yang diolah maupun tidak diolah yang
dapat dijadikan pakan, seperti rumput dan legume. Menurut Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan Bahan akan adalah bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan
atau bahan lainnya yang layak digunakan sebagai pakan, baik yang telah diolah
maupun yang belum diolah.
Bedasarkan Permentan Nomor 59/Permentan.OT.140/5/2013, Balai
Pengujian Mutu dan Sertifikasi Pakan Bekasi (BPMSP-Bekasi) merupakan
institusi yang mempunyai tupoksi antara lain: pelaksanaan pengujian mutu dan
keamanan pakan, penyiapan perumusan hasil pengujian mutu dan keamanan
pakan dan penyebaran informasi dan dokumentasi hasil pengujian mutu dan
keamanan pakan. Oleh karena hal itu BPMSP Bekasi merasa perlu
mempublikasikan hasil pengujian yang telah dilakukan terutama informasi
mengenai nutrisi bahan pakan dan hijauan pakan ternak.
Buku ini terdiri atas beberapa bagian secara global. Bab II adalah Bahan
Pakan Asal Tumbuhan yang membahas mengenai seluruh bahan pakan ternak
yang terbuat dari tumbuhan baik berupa hasil utama maupun hasil ikutannya.
Bab III yaitu Bahan Pakan Asal Hewan yang membahas tentang bahan pakan
yang berasal dari ternak ataupun hewani serta teknologi pakannya. Bab IV
adalah Hijauan Pakan Ternak yang membahas mengenai hijauan yang
dipergunakan sebagai pakan ternak serta teknologi pengawetannya yang berasal
dari jenis rumput dan leguminosa.

Informasi bahan pakan dan hijauan pakan ternak dapat dipublikasikan


melalui beberapa sarana prasarana dan salah satunya melalui buku hasil uji
bahan pakan dan hijauan pakan ternak. Sehubungan dengan hal di atas, maka
BPMSP Bekasi melakukan pembuatan buku ini sebagai sarana komunikasi
ix
BPMPT Bekasi dengan pihak-pihak yang terkait dan akan disebarluaskan kepada
yang pihak terkait dan masyarakat. Buku ini merupakan kompilasi hasil
pengujian mulai bulan Januari 2009 hingga bulan Desember 2012 dari sampel
yang telah diterima dan diuji di BPMPT Bekasi.

x
BAB II
BAHAN PAKAN ASAL TUMBUHAN

II.1. Butir-butiran dan Limbahnya

II.1.1. Jagung (Zea Mays)

Gambar 1. Pohon Jagung dan Jagung Pipilan

A. Deskripsi

Berdasarkan temuan-temuan genetik, antropologi, dan arkeologi


diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko
bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000
tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan
(Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah
pegunungan di selatan Peru pada 4.000 tahun yang lalu.

Jagung tidak mempunyai anti nutrisi dan sifat pencahar. Walaupun


demikian pemakaian dalam ransum ternak terutama untuk bibit perlu
dibatasi karena penggunaan jagung yang tinggi dapat mengakibatkan
sulitnya ternak untuk berproduksi. Kandungan karoten jagung akan
menurun dan atau hilang selama penyimpanan. Kandungan Nutrisi
Jagung dapat dilihat pada Tabel 1.

xi
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Jagung
Kadar Kadar Protein Lemak Serat
Propinsi Air Abu Kasar Kasar Kasar Ca P
Kep Bangka Belitung 12,33 0,85 8,3 3,34 2,13 0,02 0,16
Bengkulu 12,33 0,7 8,48 2,07 2,11 0,02 0,11
DKI Jakarta 14,64 1,4 7,29 4,66 2,38 0,02 0,2
Jawa Barat 12,55 3,37 8,35 3,83 3,14 0,35 0,26
Jawa Tengah 9,66 1,51 10,03 3,23 4,67 0,03 0,33
Jawa Timur 12,95 1,79 9,35 3,87 2,44 0,04 0,27
Kalimantan Barat 12,48 1,01 7,31 2,42 1,64 0,05 0,2
Kalimantan Timur 12,24 1 8,05 3,38 1,6 0,02 0,2
Kalimantan Selatan 12,97 1,2 8,7 3,48 1,7 0,03 0,22
NTB 13,38 1,3 8,13 4,33 2,11 0,12 0,25
Sulawesi Tenggara 10,58 1,73 7,4 2,8 2,25 0,18 0,25
Sumatera Barat 13,75 1,2 8,78 3,6 1,87 0,02 0,19
Sumatera Utara 12,33 1,85 8,32 5,76 3,23 0,02 0,37
Jambi 15,25 1,34 7,77 3,48 2,47 0,09 0,25
Sulawesi Utara 16,8 2,02 8,52 3,75 3,58 0,05 0,28
Papua 12,28 1,9 8,45 4,61 2,23 0,85 0,3
Rata-rata 13,11 1,52 8,26 3,67 2,39 0,12 0,24
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2011-2012

B. Bagian Dan Hasil Olahan Jagung Yang Dijadikan Bahan Pakan


Ternak

Gambar 2. Bonggol Jagung

Bagian lain tanaman jagung seperti jerami, tongkol jagung, kulit


jagung, dan pohon jagung dapat digunakan sebagai pakan ternak.
Bagian-bagian tersebut diberikan kepada ternak ruminansia dalam
xii
bentuk segar maupun awetan. Produk Jagung dapat diolah menjadi
beberapa bentuk produk lain ataupun dapat menghasilkan hasil
samping produk olahan jagung antara lain berupa Corn Gluten
Meal (CGM), tepung jagung, dedak jagung dan hasil olahan yang
lainnya. Kandungan Nutrisi Hasil Olahan Jagung dapat dilihat
pada Tabel 2. Kandungan Nutrisi Bagian Jagung dapat dilihat
pada Tabel 3.

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Hasil Olahan Jagung


Hasil Olahan Protein Lemak Serat
Propinsi Air Abu Ca P
Jagung Kasar Kasar Kasar
Beras Jagung NTT 11,88 0,60 7,40 1,74 0,95 - -
Corn Gluten Meal DKI Jakarta 6,10 3,75 39,49 1,94 6,16 - -
Dedak Jagung Riau 12,58 2,50 8,56 4,17 4,26 0,24 0,33
Jagung Fermentasi Jawa Barat 9,86 1,50 9,12 4,37 1,99 0,04 0,28
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2011-2012

xiii
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Bagian Tanaman Jagung
Hasil Olahan Protein Lemak Serat
Propinsi Air Abu Ca P
Jagung Kasar Kasar Kasar
Kulit Ari Jagung DKI Jakarta 13,05 16,60 10,37 0,95 17,23 - -
Jawa Barat 20,37 3,60 6,32 1,90 13,62 0,14 0,16
Jateng 16,07 4,80 6,07 0,58 28,14 0,70 0,15
Yogyakarta 12,81 2,50 3,21 0,42 29,66 0,06 0,05
Bonggol Jagung*
NTB 11,85 3,20 6,36 0,72 27,12 0,05 0,13
Lampung 17,73 2,60 3,35 0,87 26,79 0,03 0,06
Rata-rata 15,69 3,28 5,86 2,70 23,62 0,18 0,21
Sumatera Barat 71,12 3,60 8,89 10,47 19,86 0,39 0,20
Lampung 64,43 4,40 9,93 13,76 12,50 0,18 0,28
Silase Jagung** Jawa Timur 60,65 5,53 8,70 12,75 17,02 0,39 0,26
Jawa Barat 80,86 7,9 9,41 14,21 15,33 0,39 0,22
Rata-rata 69,27 5,36 9,23 12,80 16,18 0,34 0,24
Fermentasi
Bonggol Jagung* Kalimantan Barat 21,81 4,00 6,98 0,55 23,70 0,07 0,24
Fermentasi
Jongkol Jagung* Sumatera Barat 16,65 12,20 7,03 4,72 25,96 0,67 0,31
Sulawesi Utara 10,37 10,00 14,19 2,52 29,49 0,61 0,25
Jerami Jagung* Jawa Tengah 14,11 13,20 16,22 2,55 23,50 0,46 0,41
Rata-rata 12,24 11,60 15,21 2,54 26,50 0,54 0,33
Silase Jagung **
Jawa Timur 57,12 17,25 9,10 14,84 27,06 0,46 0,28
dan Rumput
Silase Tebon** Lampung 36,81 10,05 9,49 2,33 32,00 0,61 0,30
JagungJagung**
Tebon Jawa Barat 75,20 9,4 9,24 1,37 37,45 0,55 0,20
Lampung 10,42 8,10 7,61 1,79 26,30 0,10 0,19
Tumpi Jagung*
Jawa Tengah 11,30 4,20 8,40 2,69 13,72 0,36 0,26
Kalimantan
69,83 7,55 14,25 1,87 33,10 0,63 0,26
Timur
Daun jagung**
Jawa Barat 66,38 14,15 9,58 3,94 34,26 0,10 0,41
Rata-rata 68,10 10,85 11,91 2,90 33,68 0,36 0,33
Kalimantan Barat 8,47 7,00 8,90 2,72 28,66 0,85 0,11
Pohon Jagung* Sulawesi Selatan 8,28 12,80 7,36 3,61 32,60 0,78 0,24
Rata-Rata 8,37 9,90 8,13 3,16 30,63 0,815 0,18
Keterangan :* *Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan hasil Lab.
* Hasil Uji berdasarkan as fed
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2011-2012

xiv
II.1.2. Padi (Oryza sativa)

Gambar 3. Pohon Padi dan Dedak Padi

A. Deskripsi

Padi adalah makanan pokok penduduk di Asia dan beberapa negara di


Benua Afrika dan Benua Amerika Latin (sekitar dua pertiga dari
populasi penduduk dunia). Asia menghasilkan dan mengkonsumsi
sekitar 90% dari produksi dan konsumsi beras dunia.

Dedak merupakan hasil ikutan padi, jumlahnya sekitar 10% dari


jumlah padi yang di giling menjadi beras. Gabah tersusun dari tiga
bagian yang akan menentukan nilai dari setiap dedak. Penyusun gabah
adalah (1). Kulit gabah yang banyak mengandung serat kasar dan
mineral disebut sekam. (2). Selaput perak yang kaya akan protein dan
vitamin B1, juga lemak dan mineral disebut dedak padi. (3). Lembaga
beras yang sebagian besar terdiri dari karbohidrat yang mudah dicerna
disebut bekatul. Secara umum istilah hasil ikutan padi disebut dedak
padi.

Secara kualitatif kualitas dedak padi dapat diuji dengan menggunakan


bulk density ataupun uji apung. Makin banyak dedak padi yang
mengapung, makin jelek kualitas dedak padi tersebut. Selain itu uji
organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, bau dan uji sekam
(flouroglusinol) dapat dipakai untuk mengetahui kualitas dedak padi
yang baik. Bau tengik merupakan indikasi dedak mengalami
kerusakan. Oleh karena itu cara yang umum dilakukan untuk
mencegah ketengikan adalah dengan cara menyimpannya pada suhu

xv
rendah (0-15o C). Kandungan nutrisi dedak padi sebagaimana terdapat
pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Nutrisi Dedak Padi


Protein Lemak Serat
Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
NAD 8,86 12,90 10,12 10,45 18,56 0,07 1,29
Riau 10,26 10,71 11,16 9,44 13,94 0,15 1,10
Sumatera Utara 10,36 9,07 10,46 3,54 13,57 0,03 0,99
Kepulauan Riau 10,70 15,80 10,07 4,66 19,00 0,08 1,35
Jambi 13,80 10,85 9,52 3,28 15,18 0,08 0,84
Kep. Bangka Belitung 11,25 7,43 10,27 5,22 13,05 0,10 0,49
Sumatera Selatan 10,96 11,94 9,39 9,07 15,71 0,25 0,95
Lampung 9,95 11,55 10,20 8,63 13,65 0,11 1,17
Banten 11,46 9,56 11,79 12,97 12,06 0,07 1,48
DKI Jakarta 10,98 11,93 9,51 7,74 19,44 0,12 1,33
Jawa Barat 11,22 10,75 10,65 10,36 15,75 0,10 1,41
Jawa Tengah 11,97 11,01 11,42 11,05 12,34 0,22 1,30
Jawa Timur 10,94 11,53 10,47 8,51 14,20 0,08 1,13
Bali 10,59 8,90 11,11 6,44 12,49 0,05 -
Kalimantan Selatan 10,65 7,12 14,70 19,20 10,73 0,12 1,44
Kalimantan Barat 10,95 9,23 9,91 6,04 16,84 0,09 0,94
Sulawesi Tengah 9,98 5,70 13,64 13,92 8,61 0,06 1,13
Kalimantan Timur 12,92 4,10 8,21 2,21 5,56 - -
Sulawesi Tenggara 12,69 6,91 10,10 5,57 9,29 0,08 1,00
Sulawesi Utara 10,01 13,22 10,02 7,52 16,09 0,07 1,06
Sulawesi Barat 11,98 10,45 10,51 4,27 11,77 0,08 1,11
Nusa Tenggara Barat 11,00 15,95 8,75 5,47 20,89 0,21 0,59
Rata-Rata 11,07 10,30 10,54 7,98 14,03 0,11 1,10
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2011-2012

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia, dedak padi dibagi menjadi 3


yaitu dedak padi mutu I, mutu II dan mutu III. Pemberian pada ternak
tergantung dari komposisi bahan penyusunnya. Bahan ini biasa
digunakan sebagai sumber energi bagi pakan unggas khususnya
unggas layer, yang mana penggunaanya rata-rata mencapai 10-20% di
usia produksi.

Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras.


Banyaknya dedak padi yang dihasilkan tergantung pada cara
pengolahannya. Sebanyak 14,44% dedak kasar, 26,99% dedak halus,
xvi
3% bekatul dan 1-17% menir dapat dihasilkan dari berat gabah kering.
Dedak padi sangat disukai semua ternak, pemakaian dedak padi dalam
ransum ternak umumnya sampai 25% dari campuran kosentrat.

Dalam perdagangan perlu teliti dan waspada karena dedak padi sering
dipalsukan dengan mencampur kulit gabah (sekam) atau bahan lain
yang telah digiling halus ke dalam dedak halus, lunteh atau bekatul.
Secara kasat mata untuk menguji apakah dedak itu palsu atau terjadi
pemalsuan dengan cara mengambil dedak padi dengan genggaman
tangan dan jika kita buka banyak yang menempel pada tangan berarti
dapat diindikasikan terjadi pemalsuan (rendahnya kohesi).

B. Bagian Dan Hasil Olahan Padi Yang Dijadikan Bahan Pakan


Ternak

Gambar 4. Jerami padi

Bagian tanaman padi selain beras dan dedak yang merupakan unsur
utama, ada beberapa bagian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
dan pakan ternak. Bagian tersebut yaitu jerami padi, gabah kering,
nasi aking bahkan kulit ari. Padi mempunyai komposisi, 70-72%
endosperma, 20% sekam padi, 7-8.5% dedak padi, dan 2-3% embrio
(bekatul).

Selama ini penggunaan jerami padi hanyalah diberikan langsung


kepada ternak saja. Selain kandungan nutrisinya yang rendah, jerami
padi juga termasuk pakan hijauan yang sulit dicerna karena
kandungan serat kasarnya tinggi sekali. Daya cerna yang rendah itu
terutama disebabkan oleh struktur jaringan jerami yang sudah tua.
Jaringan-jaringan pada jerami telah mengalami proses lignifikasi

xvii
(pengerasan) sehingga terbentuk ligninselulosa dan
lignohemiselulosa.

Selain oleh adanya proses lignifikasi, rendahnya daya cerna ternak


terhadap jerami disebabkan oleh tingginya kandungan silikat.
Lignifikasi dan silifikasi tersebut bersama-sama mempengaruhi
rendahnya daya cerna jerami padi. Rendahnya protein kasar dan
mineral pada jerami padi juga membawa efek langsung, yaitu jerami
padi sulit dicerna kalau hanya diberikan secara tunggal untuk pakan
ternak.

Rendahnya kandungan nutrisi jerami padi tersebut dan sulitnya daya


cerna jerami maka pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak
ruminansia perlu diefektifkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara
penambahan suplemen atau bahan tambahan lain agar kelengkapan
nilai nutrisinya dapat memenuhi kebutuhan hidup ternak secara
lengkap sekaligus meningkatkan daya cerna pakan.

Penambahan suplemen tersebut bisa menggunakan starbio atau urea


atau pakan tambahan lainnya. Salah satu contoh urea, urea ini dapat
memperbaiki nilai gizi jerami padi. Pemberian sedikit urea pada
jerami dapat meningkatkan kandungan nitrogen pada jerami, jumlah
jerami yang dikonsumsi, dan daya cerna jerami. Urea yang masuk
rumen dihidrolisa/dipecah dengan cepat oleh enzim urease dan
mikroba rumen menjadi amonia. Dan amonia ini akan digunakan oleh
mikroba rumen untuk aktivitas sintesis protein sehingga bisa
membuat jerami padi menjadi lebih baik untuk dikonsumsi dan daya
cernanya yang tinggi. Kandungan Nutrisi Bagian Tanaman Padi dan
Olahannya dapat dilihat pada Tabel 5.

xviii
Tabel 5. Kandungan Nutrisi Bagian Tanaman Padi
dan Olahannya
Dedak Padi
Protein Lemak Serat
dan Propinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Hasil Olahan
Beras Jawa Barat 13,73 0,40 9,48 1,16 2,21 0,04 0,09
Jerami Padi Jawa Tengah 14,59 5,95 9,93 6,36 9,68 0,07 0,65
Fermentasi
Gabah Kering Jambi 16,05 2,80 8,50 0,51 3,46 0,02 0,21
Hasil Polesan Sumatera
12,27 4,20 10,32 3,02 1,22 0,03 0,94
Beras Utara
Bali 16,16 30,3 7,9 1,99 16,19 0,34 0,11
DIY 10,76 32,5 5,89 0,99 29,44 0,34 0,1
DKI Jakarta 9,01 23,6 10,04 2,41 24,85 0,27 0,26
Jerami Padi Jawa Tengah 26,37 13,87 6,82 2,81 25,51 0,15 0,11
Kalimantan 10,22 9,9 1,98 1,05 40,79 0,12 0,08
Timur
Sulawesi 10,52 20,5 8,84 1,77 40,95 0,17 0,2
Tenggara
Rata-rata 13,84 21,78 6,91 1,84 29,62 0,23 0,14
Menir Jabar 12,93 3,30 9,06 3,61 3,00 0,04 0,42
Nasi Bekas Banten 4,72 0,50 8,87 0,41 1,28 0,01 0,04
Kulit Ari Jatim 10,30 8,90 13,85 10,35 2,95 0,08 2,09
Beras Jateng 11,63 2,10 9,75 0,32 1,20 0,33 0,11
Nasi Aking Jabar 11,72 0,50 8,18 0,54 0,11 0,04 0,09
Rata-rata 11,68 1,30 8,97 0,43 0,66 0,19 0,10
Keterangan :* Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan hasil Lab.
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2011-2012

xix
II.1.3. Gandum (Triticum sativum lank)

Gambar 5. Pohon Gandum dan Pollard


Pemakaian gandum (> 50%) dalam formulasi pakan adalah hal yang
sangat umum dilakukan di Eropa Utara, Kanada dan Australia.
Namun, di pasar Asia penggunaannya terbatas dalam pakan karena
adanya beberapa hambatan. Hal ini terutama berkaitan dengan fakta
bahwa nilai gizi yang melekat pada gandum lebih bervariasi
dibandingkan dengan jagung sehingga, penggunaannya memberikan
risiko dalam mempertahankan produktivitas ternak.

Secara morfologi, biji gandum terdiri dari tiga bagian yaitu bagian
kulit (bran), bagian endosperma, dan bagian lembaga (germ). Bagian
kulit dari biji gandum sebenarnya tidak mudah dipisahkan karena
merupakan satu kesatuan dari biji gandum tetapi bagian kulit ini
biasanya dapat dipisahkan melalui proses penggilingan. Pada
umumnya, kernel berbentuk ofal dengan panjang 6–8 mm dan
diameter 2–3 mm. Seperti jenis serealia lainnya, gandum memiliki
tekstur yang keras.

Pollard merupakan hasil ikutan dari penggilingan dari gandum


menjadi terigu. Angka konversi pollard dari bahan baku sekitar 25-
26%. Pollard tidak mempunyai antinutrisi, tetapi penggunaan pollard
perlu dibatasi mengingat adanya sifat pencahar yang ada pada pollard.
Karena adanya sifat pencahar, maka pollard akan bernilai apabila
diberikan pada ternak yang baru lahir atau setelah melahirkan. Pollard
juga akan bernilai sangat baik apabila diberikan pada ternak dara.

Bulky density pollard yang baik adalah 208,7 g/l. Kualitas protein
pollard cukup tinggi, yang membuatnya sebagai salah satu sumber
protein. Pollard kaya akan phospor (P), ferrum (Fe) tetapi miskin akan
xx
kalsium (Ca). Pollard mengandung 1,29% P, tetapi hanya
mengandung 0,13% Ca. Bagian terbesar dari Pollard ada dalam
bentuk phitin phosphor. Pollard tidak mengandung vitamin A, tetapi
kaya akan niacin dan thiamin.

Pollard merupakan salah satu bahan pakan ternak yang popular karena
kandungan protein dan kecernaan nilai zat. Pemberian pollard
biasanya dicampur dengan butiran dan bahan pakan yang kaya protein
seperti bungkil -bungkilan. Pollard mempunyai nilai yang tinggi
ketika dipakai lebih 25% dari bagian konsentrat. Kandungan Nutrisi
Pollard dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan Nutrisi Pollard


Protein Lemak Serat
Propinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Bangka Belitung 13,25 3,85 15,82 3,84 6,46 0,08 0,76
DKI Jakarta 11,27 3,10 11,96 11,82 3,87 0,19 0,45
Jawa Barat 11,45 5,57 13,60 3,83 10,93 0,07 0,83
Jawa Tengah 12,02 4,35 9,98 3,04 9,71 0,09 0,53
Jawa Timur 13,21 2,65 7,98 1,75 7,95 0,09 0,82
Kalimantan Barat 10,46 3,50 16,69 4,19 5,98 0,08 0,73
Rata-rata 11,30 7,25 12,85 3,84 7,42 0,08 0,63
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2011-2012

II.1.4. Shorgum (Shorgum bicolor)

Gambar 6. Pohon Shorgum

Sorghum (Sorghum spp) adalah tanaman serbaguna yang dapat


digunakan sebagai sumber pangan, pakan ternak dan bahan baku
industri. Sorgum berada pada urutan ke-5 pada bahan pangan dunia

xxi
setelah gandum, jagung, padi, dan jelai. Sorgum merupakan makanan
pokok penting di Asia Selatan dan Afrika sub-sahara.

Kualitas shorgum hampir mirip dengan jagung, walaupun ukuran


butirannya lebih kecil. Proteinnya umumnya lebih tinggi daripada
jagung, tapi lemaknya lebih rendah. Kandungan methioninnya hampir
sama dengan jagung, namun lisinnya lebih rendah.

Kandungan serat kasar shorgum cukup rendah sehingga dapat


diberikan pada unggas, tapi bila pengunaannya menggantikan jagung
perlu diperhatikan karena shorgum tidak mempunyai xanthophyl.
Penggunaan shorgum perlu mendapatkan perhatian karena kandungan
tanin yang tinggi. Diduga kandungan tannin ini dapat menyebabkan
gangguan pada ternak.

Tanaman sorgum mempunyai keunggulan yang tak kalah dari


tanaman pangan lain, seperti : daya adaptasi luas, tahan terhadap
kekeringan, sangat cocok untuk dikembangkan di daerah marginal dan
seluruh bagian tanaman mempunyai nilai ekonomis. Kandungan
Nutrisi Shorgum dan Hasil Pengolahannya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan Nutrisi Shorgum dan Hasil Pengolahannya


Shorgum
Protein Lemak Serat
Dan Hasil Propinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Ikutannya
Shorgum
Jawa Barat 8,68 1,50 11,53 3,00 2,40 0,03 0,30
Fermentasi
Fermentasi
Shorgum dan Jawa Barat 6,88 12,80 22,84 6,70 2,46 5,72 2,19
Tepung Ikan
Jawa Tengah 6,85 10,7 1,31 0,58 28,57 0,31 0,35
Shorgum DKI Jakarta 5,6 8,6 1,35 1,76 27,16 0,22 0,11
Rata-rata 6,23 9,65 1,33 1,17 27,87 0,27 0,23
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2011-2012

xxii
II.1.5. Kedelai (Glycine max)
A. Deskripsi

Gambar 7. Pohon Kedelai dan Kacang Kedelai

Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi


bahan dasar dari banyak makanan di Asia Timur seperti kecap,
tahu, dan tempe. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati
dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah
Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan
masyarakat di luar Asia setelah tahun 1910.

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh


tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai
yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang
(Glycine max (L) Merril)yang berasal dari daerah Manshukuo
(Cina Utara). Di Indonesia, kedelai mulai dibudidayakan pada
abad ke-17 sebagai tanaman pangan dan pupuk hijau. Penyebaran
kedelai ke Indonesia berasal dari Manshukuo menyebar ke
Mansyuria (Jepang) dan ke negara-negara lain di Amerika dan
Afrika.

Kedelai yang dibudidayakan terdiri atas dua spesies: Glycine max


(kedelai putih), yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih,
atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max
merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan
Jepang Selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia
tropis di Asia Tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang,
Korea, Asia Tenggara dan Indonesia.

xxiii
Produksi per hektar tergantung tipe kedelai, jenis tanah,
pemupukan serta cuaca. Biji kedelai sangat disukai ternak.
Pemakaian yang terlalu tinggi tanpa diikuti dengan penambahan
hijauan berkualitas baik akan berdampak negatif pada kandungan
vitamin A dan warna kuning lemak mentega yang dihasilkan.

Biji kedelai mengandung zat penghambat protease yang bila


bergabung dengan trypsin akan membentuk senyawa kompleks
yang tidak aktif. Penghambat ini dapat menyebabkan hipertropy
pada pankreas. Mode aksi dari penghambat ini adalah dihambatnya
sekresi enzym pankreas. Perlakuan pemanasan pada temperatur
yang tepat (250oF selama 2,5-3,5 menit) dapat menghancurkan
bahan ini. Anti vitamin B-12 merupakan cara yang terbaik untuk
menanggulangi masalah ini. Goitrogens merupakan bahan yang
menghambat penyerapan yodium.

Secara kualitatif kualitas tepung kedelai dapat diuji dengan


menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density tepung
kedelai tidak dikuliti yang baik adalah 642.3 g/l. Makin banyak
bahan yang mengambang pada uji apung menandakan, makin
banyak biji yang rusak yang terdapat pada biji kedelai tersebut.
Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau
dapat dipakai untuk mengetahui kualitas tepung kedelai yang baik.
Kandungan Nutrisi Kedelai dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kandungan Nutrisi Biji Kedelai


Protein Lemak Serat
Propinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Jambi 10,44 4,50 32,47 18,40 7,04 0,21 0,48
Jawa Barat 8,93 5,45 37,39 11,04 4,37 0,24 0,61
Papua 9,40 4,40 35,58 19,53 4,78 0,24 0,44
Rata-rata 9,59 4,78 35,15 16,32 5,40 0,23 0,51
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

xxiv
B. Hasil Olahan Kedelai Yang Dijadikan Bahan Pakan Ternak

1) Bungkil Kedelai

Gambar 8. Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai merupakan sisa hasil olahan dari industri


minyak biji kedelai. Bungkil ini sangat disukai oleh ternak.
Namun penggunaannya perlu diperhatikan karena zat
penghambat trypsin mungkin masih tersisa pada bungkil
kedelai yang diproduksi dengan pemakaian suhu yang rendah.

Secara kualitatif kualitas bungkil kedelai dapat diuji dengan


menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density
bungkil kedelai yang baik adalah 594.1-610.2 gr/l. Selain itu
uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat
dipakai untuk mengetahui kualitas bungkil kedelai yang baik.
Uji sekam dengan larutan flouroglusinol dapat juga dilakukan
untuk mengevaluasi kualitas bungkil kedelai.

xxv
2) Ampas Kecap

Gambar 9. Ampas Kecap

Bahan baku untuk membuat kecap adalah biji kedelai. Ampas


kecap dihasilkan sebesar 59.7% dari bahan baku kedelai.
Ampas ini cukup disukai oleh ternak. Ampas kecap berasal
dari kedelai dan oleh karena itu anti nutrisi yang terdapat pada
ampas kecap adalah sama dengan kedelai hanya
konsentrasinya lebih sedikit karena telah mengalami
pengolahan. Ampas kecap tidak mempunyai sifat pencahar.
Tetapi perlakuan yang tidak baik terhadap ampas kecap
khususnya ampas kecap segar dapat mengakibatkan
tumbuhnya jamur yang selanjutnya dapat mengakibatkan
menurunnya nilai nutrisi ampas tersebut.

Secara kualitatif kualitas ampas kecap dapat diuji dengan


menggunakan bulk density ataupun uji apung. Selain itu uji
organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai
untuk mengetahui kualitas ampas kecap yang baik.

Ampas kecap masih mempunyai nilai gizi yang baik. Oleh


karena itu dibeberapa daerah ampas kecap masih dipergunakan
untuk makanan manusia. Ampas kecap mempunyai kandungan
protein berkisar antara 21-34% tergantung pada proses
pengolahan dan kualitas bahan baku yang digunakan

xxvi
3) Ampas Tahu

Gambar 10. Ampas Tahu

Ampas tahu merupakan hasil ikutan dari pabrik tahu yang


jumlahnya bervariasi tergantung dari proses pembuatan.
Jumlah ampas tahu yang dihasilkan berselang dari 25% sampai
67% dengan rata-rata adalah 39.2%. Ampas ini cukup disukai
ternak terutama yang masih segar.

Ampas tahu berasal dari kedelai dan oleh karena itu anti
nutrisi yang terdapat pada ampas tahu adalah sama dengan
kedelai hanya konsentrasinya lebih sedikit karena telah
mengalami pengolahan.

Ampas tahu tidak mempunyai sifat pencahar. Akan tetapi


penanganan ampas tahu segar harus sebaik mungkin.
Penanganan yang tidak baik terhadap ampas tahu segar dapat
mengakibatkan penurunan nilai nutrisi dan juga menurunkan
palatabilitas.

Secara kualitatif ampas tahu dapat diuji dengan bulk density.


Selain itu uji oragnoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau
dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas tahu yang baik.
Kandungan Nutrisi Hasil Ikutan Dari Pengolahan Kedelai
dapat dilihat pada Tabel 9.

xxvii
Tabel 9. Kandungan Nutrisi Hasil Ikutan Dari
Pengolahan Kedelai
Hasil
Protein Lemak Serat
Pengolahan Propinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Kedelai
Ampas Jawa Barat 53,22 39,10 25,85 9.91 6,56 0,25 0,64
Kecap Jawa Tengah 69,00 12,50 25,20 15,15 12,90 0,46 0,19
Basah* Rata-rata 61,11 25,80 25,53 15,15 9,73 0,36 0,42
Banten 6,11 3,7 25,09 12,5 5,24 0,95 0,3
Jawa Tengah 11,56 4,5 15,49 5,07 19,97 0,52 0,32
Ampas Tahu Jawa Barat 5,36 2,6 29,77 14,54 19,24 0,78 0,42
Sulawesi Tengah 9,21 3,7 27,59 16,48 19,91 0,51 0,44
Rata-rata 8,06 3,63 24,49 12,15 16,09 0,69 0,37
Banten 5,23 2,90 15,76 4,63 40,04 0,49 0,13
Ampas Jawa Barat 13,36 2,00 16,24 5,90 42,23 0,35 0,22
Tempe
Rata-rata 9,30 2,45 16,00 5,27 41,14 0,42 0,18
Banten 8,655 4,95 34,365 7,195 4,14 0,615 0,49
Jawa Tengah 11,56 4,5 15,49 5,07 19,97 0,52 0,32
Jawa Barat 5,36 2,6 29,77 14,54 19,24 0,78 0,42
Bungkil Sulawesi Tengah 9,21 3,7 27,59 16,48 19,91 0,51 0,44
Kedelai DKI Jakarta 11,12 5,72 38,99 3,85 6 0,29 0,69
Sulawesi Utara 10,99 6,1 45,71 2,41 2,83 - -
Lampung 11,11 6,5 41,4 1,8 3,93 0,32 0,7
Rata-rata 9,72 4,87 33,33 7,34 10,86 0,51 0,51
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012
Keterangan : * hasil uji dikonversikan ke bahan kering kecuali kadar air berdasarkan
hasil lab.

xxviii
II.2. Limbah Industri Perkebunan

II.2.1. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)

Gambar 11. Pohon dan Buah Sawit

A. Deskripsi
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) adalah tumbuhan industri penting
penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar
(biodiesel). Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis:
Elaeis guineensis dan Elaeis oleifera. Elaeis guineensis adalah yang
pertama kali dan terluas dibudidayakan sedangkan Elaeis oleifera
sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman
sumber daya genetik. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh,
pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Minyak sawit digunakan
dalam berbagai industri. Bagian yang paling populer untuk diolah dari
kelapa sawit adalah buah.

Ada dua tahap pengolahan kelapa sawit. Tahap pertama pengolahan


sawit dari buah sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit (Crude
Palm Oil), inti kelapa sawit, serat kelapa sawit dan lumpur kelapa
sawit. Tahap kedua adalah pengolahan inti kelapa sawit yang akan
menghasilkan minyak inti sawit dan bungkil kelapa sawit. Kandungan
Nutrisi Bungkil Kelapa Sawit dapat dilihat pada Tabel 10.

xxix
Tabel 10. Kandungan Nutrisi Bungkil Kelapa Sawit
Protein Lemak Serat
Propinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Sumatera Utara 8,28 8,96 19,71 12,51 14,70 0,28 0,61
Sumatera Selatan 8,00 4,30 14,90 12,03 13,38 0,50 0,54
Riau 10,72 4,20 16,34 6,42 18,17 0,49 0,66
Bangka Belitung 7,94 4,50 15,99 6,66 20,72 0,35 0,62
Lampung 9,42 4,30 15,95 9,75 15,10 0,30 0,57
Jawa Barat 6,66 5,80 13,90 14,35 23,20 0,47 0,51
Jawa Tengah 8,74 5,10 16,18 8,77 18,67 0,39 0,55
Kalimantan Barat 9,82 5,10 19,46 14,63 10,20 0,08 0,51
Jawa Tengah 8,74 5,10 16,18 8,77 18,67 0,39 0,55
Sulawesi Selatan 19,74 4,80 13,45 5,32 16,09 0,60 0,60
Rata-rata 9,76 5,26 17,50 9,66 16,29 0,39 0,58
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

B. Hasil Ikutan Pengolahan Sawit

Gambar 12. Bungkil dan Solid Sawit

Tiga jenis limbah industri kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan oleh
ternak adalah, bungkil kelapa sawit, lumpur kelapa sawit dan serat
kelapa sawit. Angka konversi dari lumpur sawit adalah 30% dan serat
20%, sedangkan bungkil inti sawit 40-60% dari inti.

Komposisi bungkil inti kelapa sawit sangat bervariasi dalam kandungan


serat kasar dan lemak kasar, tergantung pada cara pengolahan dan
bahan baku yang dipakai. Dibandingkan dengan bungkil kelapa,
bungkil kelapa sawit mempunyai kadar protein yang rendah. Kadar

xxx
asam amino yang menjadi faktor pembatas adalah methionin,
sedangkan keseimbangan asam amino lain cukup baik.

Bungkil kelapa sawit bisa diberikan sebanyak 20% pada unggas dan
babi, dan 30 - 40% pada ruminansia. Serat kelapa sawit mengandung
kadar serat kasar yang tinggi sehingga hanya dapat digunakan untuk
ransum ternak ruminansia. Serat kelapa sawit dapat diberikan pada
ruminansia sebanyak 15-35% dari ransum. Kandungan Nutrisi Hasil
Ikutan Sawit dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Kandungan Nutrisi Hasil Ikutan Sawit

Hasil Ikutan Protein Lemak Serat


Propinsi Air Abu Ca P
Sawit Kasar Kasar Kasar
Daun Kelapa Kalimantan
72,42 14,50 15,41 3,47 25,79 0,56 0,15
Sawit Timur
Pelepah Sawit Lampung 80,53 8,20 2,23 0,99 46,69 0,88 0,04
Pelepah Sawit
dan Bengkulu 86,60 8,90 7,77 2,64 33,64 0,80 0,08
Ampas Tahu
Sumatera
Serat Sawit 10,42 9,70 4,12 6,04 35,44 0,29 0,11
Utara
Solid/Lumpur Bangka
72,15 9,00 16,68 14,85 36,80 1,37 0,24
Sawit Belitung
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan hasil Lab.
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

xxxi
II.2.2. Sagu (Metroxylon sago Rottb.)

Gambar 13. Batang dan Tepung Sagu

Sagu adalah butiran atau tepung yang diperoleh dari teras batang
pohon sagu atau rumbia (Metroxylon sago Rottb.). Tepung sagu
memiliki ciri fisik yang mirip dengan tepung tapioka. Dalam resep
masakan, tepung sagu yang relatif sulit diperoleh sering diganti
dengan tepung tapioka, meskipun keduanya sebenarnya berbeda.

Sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat Maluku dan Papua.


Sebagai sumber karbohidrat, sagu memiliki potensi untuk dijadikan
sebagai bahan pakan.

Sagu memiliki keunikan karena diproduksi di daerah rawa-rawa.


Kondisi ini memiliki keuntungan ekologis tersendiri, walaupun secara
ekonomis kurang menguntungkan. Kandungan Nutirisi dan Hasil
Ikutan Sagu dapat dilihat pada Tabel 12.

xxxii
Tabel 12. Kandungan Nutirisi dan Hasil Ikutan Sagu
Sagu dan Protein Lemak Serat
Propinsi Air Abu Ca P
Hasil Ikutan Kasar Kasar Kasar
Tepung Sagu Bengkulu 12,90 9,70 0,35 2,37 11,39 0,29 0,03
Sulawesi Barat 5,92 8 5,23 1,05 11,08 0,84 0,2
Sulawesi Tenggara 14,82 7,1 1,57 0,11 11,15 0,72 0,03
Kep. Riau 9,85 12,2 1,94 0,73 8,17 0,2 -
Ampas Sagu
Riau 23,71 3 0,18 0,13 1,94 0,05 0,02
Sumatera Utara 24,18 7,8 1,88 8,66 14,45 0,38 0,03
Rata-rata 15,70 7,62 2,16 2,14 9,36 0,44 0,07
Sulawesi Barat 25,06 0,6 1,04 1,16 0,89 0,1 0,09
Kep Bangka
16,64 4,5 2,39 0,63 3,71 - -
Belitung
Sagu Kep Riau 28,6 4,1 1,59 0,26 2,99 0,27 0,05
NAD 29,33 7,3 0,89 1,05 9,82 0,29 0,02
DKI Jakarta 29,60 3,0 0,87 0,33 2,91 0,08 0,02
Rata-Rata 25,85 3,90 1,36 0,69 4,06 0,19 0,05
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2011-2012

II.2.3. Kelapa (Cocos nucifera)

Gambar 14. Pohon Kelapa dan Bungkil Kelapa (Kopra)

Kelapa (Cocos nucifera) adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan
atau Arecaceae dan adalah anggota tunggal dalam genus Cocos. Tumbuhan
ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga
dianggap sebagai tumbuhan serba guna, khususnya bagi masyarakat
pesisir. Kelapa adalah buah yang dihasilkan tumbuhan ini yang berkulit
keras dan berdaging warna putih. Pohonnya bisa mencapai ketinggian 30
xxxiii
m. Pohon kelapa biasanya tumbuh di pinggir pantai. Hampir semua
bagiannya dapat dimanfaatkan oleh manusia. Kelapa juga adalah sebutan
untuk buah pohon ini

Limbah industri kelapa yang dapat dimanfaatkan ternak terutama adalah


bungkil kelapa. Kualitas bungkil kelapa bervariasi tergantung pada cara
pengolahan dan mutu. Berdasarkan komposisi kimianya, bungkil kelapa
termasuk sumber protein untuk ternak. Dalam pemakaian terutama untuk
monogastrik perlu diperhatikan keseimbangan asam aminonya, karena
bungkil kelapa kekurangan asam amino lisin dan histidin. Bungkil kelapa
bisa digunakan untuk unggas sebaiknya tidak lebih dari 20%, babi 40-50%
dan ruminansia 30%.

Bungkil kelapa sangat baik diberikan pada sapi perah sebab dapat
meningkatkan kadar lemak susu sehingga meningkatkan kualitas susu.
Dapat diberikan juga pada kuda hanya dalam jumlah sedikit dan dicampur
dengan gabah atau dedak, sebab apabila terlalu banyak dapat menyebabkan
diare.

Bungkil kelapa sangat mudah didapatkan. Harganya pun jauh lebih murah
bila dibandingkan dengan bungkil kacang tanah. Kadar proteinnya paling
rendah diantara bungkil-bungkil yang lain, namun nilai nutrien
makanannya cukup tinggi karena zat-zat yang dikandung bungkil kelapa
mudah dicerna. Kandungan Nutrisi Kelapa dan Hasil Ikutannya dapat
dilihat pada Tabel 13.

xxxiv
Tabel 13.Kandungan Nutrisi Kelapa dan Hasil Ikutannya
Nama Protein Lemak Serat
Provinsi Air Abu Ca P
Bahan Kasar Kasar Kasar
Kelapa Maluku Utara 1,93 - 8,64 12,37 - 0,18 0,36
DKI Jakarta 13,86 5,9 19,45 10,5 15,58 0,02 0,51
Jawa Barat 8,82 6,15 20,25 9,72 12,05 0,1 0,54
Jawa Tengah 4,82 6,3 20,5 12,72 13,77 0,08 0,53
Jawa Timur 11,43 6,6 21,12 1,02 12,83 0,13 0,58
Kalimantan Barat 9,07 5,8 20,13 10,58 11,27 0,06 0,5
Kalimantan barat 10,26 5,77 19,52 8,13 10,44 0,05 0,51
Bungkil Kalimantan Selatan 8,7 6,11 20,1 12,45 10,4 0,06 0,53
Kelapa Kepulauan Riau 8,15 5,8 19,46 8,88 12,9 0,04 0,53
Lampung 9,54 6,45 20,42 17,1 20,15 0,05 0,56
NAD 12,44 6,3 19,53 7,52 13,4 0,13 0,56
Sulawesi Tenggara 7,03 5 23,91 13,29 5,73 0,13 0,6
Sulawesi Utara 9,91 6,91 20,97 9,31 13,81 0,11 0,57
Sumatera Barat 11,78 6 18,62 8,7 11,9 0,06 0,55
Sumatera Selatan 11,03 7,6 20,87 10,5 19,62 0,09 0,51
Rata-Rata 9,77 6,19 20,35 10,03 13,13 0,08 0,54
Sumatera Barat 9,28 1,50 5,27 22,33 31,34 0,16 0,29
Ampas
Kalimantan Barat 11,83 6,10 19,89 7,62 14,92 0,05 0,53
Kelapa
Rata-Rata 10,56 3,80 12,58 14,98 23,13 0,11 0,41
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

II.2.4. Tebu (Saccharum officinarum)


A. Deskripsi
Limbah indusri gula dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah
seperti pucuk tebu, tetes, ampas tebu (bagasse) dan blotong. Pucuk
tebu digunakan sebagai hijauan pakan ternak pengganti rumput gajah
tanpa ada pengaruh negatif pada ternak ruminansia. Ampas tebu
(bagasse) merupakan hasil limbah kasar setelah tebu digiling yang
mengandung serat kasar yang tinggi yang terdiri dari sellulosa,
pentosan dan lignin. Mengingat tingginya serat kasar. Ampas tebu
hanya bisa digunakan untuk ternak ruminansia sebanyak 25%.

xxxv
Gambar 15. Pohon Tebu

B. Hasil Ikutan Pengolahan Tebu (Tetes/Molases)


Tetes (Molases) bisa diberikan pada ternak secara langsung setelah
melalui proses pengolahan menjadi protein sel tunggal dan asam
amino. Keuntungan tetes untuk pakan ternak adalah kadar
karbohidratnya tinggi (48 – 60% sebagai gula), kadar mineral dan
rasanya disukai ternak.

Gambar 16. Tetes (Molases)

Tetes juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur mikro yang


dibutuhkan ternak seperti cobalt, boron, iodium, tembaga, mangan dan
seng. Kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat
menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak. Tetes dapat
digunakan dalam ransum unggas sebesar 5-6% serta babi dan
ruminansia sebesar 15%. Kandungan Nutrisi Tetes (Molases) dan
Pucuk Tebu dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Kandungan Nutrisi Tetes (Molases)


dan Pucuk Tebu

xxxvi
Hasil Protein Lemak Serat
Ikutan Propinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Tebu Jawa Timur 44,25 14,1 4,11 1,54 32,77 0,57 0,08
Pucuk
Sumatera Utara 24,49 8,60 6,17 2,87 45,07 0,23 0,25
Tebu
Rata-rata 34,37 11,35 5,14 2,20 38,92 0,40 0,16
Jawa Barat 21,00 5,70 2,17 0,62 - 0,54 0,04
Molases Jawa Timur 20,68 10,00 3,28 0,67 - - -
Rata-rata 20,84 7,85 2,725 0,64 - 0,54 0,04
Cokol Jawa Tengah 73,75 14 8,32 1,6 34,82 0,35 0,17
Tebu
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan hasil Lab.
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2012

II.2.5. Coklat (Theobroma cacao)

Gambar 17. Pohon Coklat

Limbah industri coklat adalah kulit buah, kulit biji dan Lumpur
coklat. Kulit buah merupakan 71% dari buah sedangkan kulit biji
coklat sekitar 15%. Limbah industri coklat merupakan sumber protein
yang baik untuk ternak ruminansia karena tidak mudah untuk
didegradasi dalam rumen. Namun bahan ini mengandung zat racun.

Kulit coklat buah mengandung protein rendah dan serat kasar yang
tinggi sehingga penggunaannya terbatas hanya untuk ruminansia.
Akan tetapi kulit biji coklat mengandung protein yang cukup tinggi
sehingga bisa digunakan untuk semua jenis ternak. Penggunaan kulit
buah coklat pada ungas dan babi bisa sekitar 10-24%, sedangkan pada
ruminansia bisa sekitar 30-40%. Kandungan Nutrisi Hasil Ikutan
Pengolahan Coklat dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Kandungan Nutrisi Hasil Ikutan


xxxvii
Pengolahan Coklat

Hasil
Protein Lemak Serat
Ikutan Propinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Coklat
Jawa Barat 7,63 9,00 11,71 4,25 18,42 0,61 0,35
DKI Jakarta 6,34 7,00 19,23 13,43 20,56 - -
Kulit Coklat
NTB 5,93 9,90 7,29 0,83 34,25 34,25 0,16
Rata-rata 6,63 8,63 12,74 6,17 24,41 17,43 0,26
Bungkil
Banten 8,73 3,10 10,37 18,43 21,12 0,28 0,35
Coklat
Fermentasi Sumatera
78,46 10,00 9,61 5,15 37,45 0,24 0,34
Kulit Kakao Barat
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan hasil Lab.
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2012

II.2.7. Kopi (Coffea)

Gambar 18. Pohon kopi dan Biji Kopi


Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan
ekstraksi biji tanaman kopi. Dari sekian banyak jenis biji kopi yang
dijual di pasaran, hanya terdapat 2 jenis varietas utama, yaitu kopi
arabika (Coffea arabica) dan robusta (Coffea robusta). Kopi arabika
merupakan tipe kopi tradisional dengan cita rasa terbaik. Sebagian besar
kopi yang ada dibpasaran dibuat biji kopi jenis ini. Kopi ini berasal dari
Etiopia dan sekarang telah dibudidayakan di berbagai belahan dunia,
mulai dari Amerika Latin, Afrika Tengah, Afrika Timur, India, dan
Indonesia. Secara umum, kopi ini tumbuh di negara-negara beriklim
tropis atau subtropis.

xxxviii
Amoniasi salah satu kendala pemanfaatan kulit kopi sebagai pakan
ternak adalah kandungan serat kasarnya yang tinggi (33,14%), sehingga
tingkat kecernaannya sangat rendah. Dengan proses amoniasi, tingkat
kecernaan kulit kopi bisa ditingkatkan. Bukan hanya itu, amoniasi kulit
kopi juga dapat meningkatkan kadar protein serta menghilangkan
aflatoksin. Kandungan Nutrisi Kulit Kopi dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16.Kandungan Nutrisi Kulit Kopi

Hasil
Protein Lemak Serat
Ikutan Propinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Kopi
Fermentasi
Sumatera Barat 72,63 17,10 15,67 4,31 38,67 1,73 0,48
Kulit Kopi
Banten 13,63 5,90 9,45 0,78 36,96 0,47 0,06
Jawa Barat 8,74 5,10 10,65 1,16 26,14 0,49 0,14
Lampung 12,82 7,23 8,78 1,33 30,17 0,55 0,15
Kulit Kopi NTB 14,25 10,30 12,30 0,35 42,43 42,43 0,19
Sumatera Utara 11,26 2,20 3,54 1,24 60,04 0,32 0,03
DI Yogyakarta 12,65 6,80 8,39 2,55 36,30 0,55 0,19
Rata-rata 12,23 6,26 8,85 1,24 38,67 7,47 0,13
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan hasil Lab.
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

xxxix
II.1.8. Kacang Tanah (Arachis hypogea)
A. Deskripsi

Gambar 19. Kacang Tanah (Arachis hypogea)

Produksi per hektar tergantung pada jenis kacang tanah, jenis tanah,
pemupukan dan cuaca. Kacang ini disukai ternak dan merupakan
pakan suplementasi protein dari tumbuhan yang secara luas dipakai
untuk ternak. Goitrogens adalah antinutrisi yang terdapat pada
kacang tanah. Anti nutrisi ini dapat mengakibatkan thyroid
membesar. Perlakuan panas dan pemberian yodium (I) yang cukup
merupakan metode yang baik untuk menanggulangi masalah anti
nutrisi ini. Selain itu kacang tanah mempunyai sifat pencahar,
sehingga perlu pembatasan penggunaannya dalam ransum.

Untuk uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat
dipakai untuk mengetahui kualitas kacang tanah yang baik. Kacang
tanah mempunyai TDN yang tinggi karena tingginya kandungan
lemak (36%). Kandungan Nutrisi Kacang Tanah dapat dilihat pada
Tabel 17.

xl
Tabel 17. Kandungan Nutrisi Kacang Tanah
Protein Lemak Serat
Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
DKI Jakarta 13,01 3,50 28,34 2,46 7,50 0,28 0,50
Jawa Barat 8,93 15,64 15,64 7,5 30,01 0,28 0,46
Yogyakarta 11,7 16,9 9,8 1,11 41,05 0,73 0,12
Rata-rata 11,21 12,01 17,93 3,69 26,19 0,43 0,36
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

B. Hasil Ikutan Pengolahan Kacang Tanah

Bungkil kacang tanah merupakan limbah dari pengolahan minyak


kacang tanah. Bungkil kacang tanah disukai ternak dan merupakan
suplemen protein tumbuhan yang berkualitas baik. Tapi bungkil ini
mempunyai anti nutrisi yang dapat mengakibatkan kelenjar thyroid
membesar dan juga mempunyai sifat pencahar, tapi pengaruhnya
lebih randah dibandingkan dengan kacang tanah.

Secara kualitatif kualitas bungkil kacang tanah dapat diuji dengan uji
bulk density ataupun uji apung. Bulk density bungkil kacang tanah
adalah 465.6 g/l. Selain itu juga uji organoleptik seperti tekstur, rasa,
warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas bungkil
kacang tanah yang baik. Uji sekam dengan flouroglucinol dapat juga
dilakukan.

Bungkil kacang tanah mengandung protein sekitar 46.62% dan serat


kasar 5.5%. Bila serat kasar lebih tinggi maka telah terjadi
pemalsuan sekam dan karena itu produk tersebut tidak dapat disebut
bungkil kacang tanah tetapi bungkil kacang tanah dan sekam.

Bungkil kacang tanah mempunyai protein tercerna (DP) 42.4% dan


TDN 84.5%. Nilai ini lebih tinggi dari bungkil kedelai. Bungkil
kacang tanah dan sekam mengandung protein kasar (PK) 41%,
protein tercerna 36.6% dan total nutrien tercerna (TDN) 73.3% lebih
tinggi dari PK, DP dan TDN bungkil biji kapas.

xli
Gambar 20. Bungkil Kacang Tanah

Kualitas protein bungkil kacang tanah adalah baik dan hampir sama
dengan bungkil kedelai. Tetapi bungkil kacang tanah biasanya
mengandung lisin yang lebih rendah daripada bungkil kedelai.
Bungkil kacang tanah mengandung kalsium (Ca) yang rendah dan
kandungan phospornya (P) adalah setengah dari kandungan bungkil
biji kapas.

Selain itu bungkil kacang tanah kurang karotin, vitamin D, thiamin,


riboflavin,tetapi kaya akan niacin dan asam pantotenat.
Direkomendasikan untuk memberikan bungkil kacang tanah ke
ternak sebanyak kurang lebih 25% dari total konsentrat. Kandungan
Nutrisi Hasil Ikutan Kacang Tanah dapat dilihat pada Tabel 18.

xlii
Tabel 18. Kandungan Nutrisi Hasil Ikutan Kacang Tanah

Protein Lemak Serat


Hasil Ikutan Propinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Akar Kacang
Jawa Barat 14,16 31,10 7,45 1,17 17,46 0,43 0,17
Tanah
Batang Kacang
DKI Jakarta 11,8 11,8 13,87 3,14 27,07 - -
Tanah
Daun dan Batang Jawa Tengah 12,63 9,7 8,61 1,86 35,14 1,22 0,32
Jerami Kacang
Jawa Tengah 16,8 12,00 19,92 1,96 29,57 1,85 0,23
Tanah
Daun Kacang Kep Bangka
15,34 11,1 14,16 2,27 31,13 1,84 0,28
Tanah Belitung
DKI Jakarta 9,45 31,25 5,25 1,14 36,30 0,52 -
Jawa Barat 14,54 40,19 7,41 9,92 16,08 0,56 -
Jawa Tengah 12,38 40,19 7,99 1,68 16,08 0,56 -
Kulit Kacang
Tanah Sulawesi
9,52 4,90 6,37 1,26 57,93 0,35 -
Tenggara
DIY 10,69 5,90 8,23 1,29 57,78 0,57 0,10
Rata-rata 11,32 24,49 7,05 3,06 36,83 0,51 0,10
Kacang Hijau NTB 11,58 4,7 24,23 0,85 8,21 0,24 0,39
Tepung Kacang Jawa Barat 9,89 2,7 11,67 0,08 25,36 0,63 0,13
Hijau : Hasil Pengujian di BPMPT tahun 2009-2012
Sumber

xliii
II.3. Umbi-umbian

II.3.1. Singkong (Manihot utilisima)

Gambar 21. Umbi Singkong

A. Deskripsi

Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu,
adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga
Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok
penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Merupakan
umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris
tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis
singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau
kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun
ditempatkan di lemari pendingin. Produksi ubi kayu segar 10-40
ton/ha/tahun.

Kandungan protein ubi kayu sangat rendah dibandingkan dengan


jagung. Apabila ubi kayu digunakan sebagai sumber energi dalam
ransum, harus diimbangi dengan sumber protein yang lebih tinggi.
Kadar kalsium dan phosfor cukup, akan tetapi karena kandungan
asam oksalat yang tinggi (0.1-0.31%) sehingga akan
mempengaruhi penyerapan Ca dan Zn.

xliv
Suatu faktor pembatas dalam penggunaan ubi kayu adalah racun
asam sianida yang terdapat dalam bentuk glikosida sianogenik.
Dua macam glikosida sianogenik dalam ubi kayu yaitu lanamarine
(±95% dari bentuk glikosida sianogenik) dan bentuk lotaustarin.

Pada proses detoksifikasi asam sianida dalam tubuh ternak


diperlukan sulfur yang dapat dari asam amino tersebut akan
meningkat. Sulfur untuk detoksifikasi ini dapat juga berasal dari
sulfur inorganik. Penggunaan ubi kayu dalam ransum berdasarkan
beberapa peneliti untuk unggas 5-10%, babi 40-70% dan rumiansia
40-90%. Kandungan Nutrisi Singkong dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Kandungan Nutrisi Singkong
Protein Lemak Serat
Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Jawa Tengah 10,65 2,70 1,79 0,67 5,17 0,12 0,13
Jawa Barat 13,46 2,40 1,41 0,23 8,62 0,09 0,03
Bali 15,74 2,70 2,27 0,82 3,49 0,09 0,12
Sumatera Utara 12,14 1,30 2,28 0,81 1,52 0,05 0,04
Kalimantan Barat 13,25 1,40 1,92 0,29 1,52 0,11 0,12
Rata-rata 13,05 2,10 1,93 0,56 4,06 0,09 0,09
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

B. Hasil Ikutan Singkong


1. Onggok
Onggok merupakan limbah pabrik tapioka dan gula. Angka
konversi ubi kayu menjadi onggok berkisar antara 60-65%.
Sebagai sumber energi, onggok lebih rendah dibandingkan
dengan jagung dan ubi kayu akan tetapi lebih tinggi dari pada
dedak.

Walaupun komposisi tepung ubi kayu lebih tinggi daripada


gaplek akan tetapi kadar HCN tepung ubi kayu lebih tinggi
daripada onggok. Penggunaan onggok dalam ransum unggas
paling tinggi 5% dari ransum, untuk babi 25-30% dan untuk
ruminansia 40% dari ransum.

xlv
Gambar 22. Onggok

2. Daun Ubi Kayu


Dari tanaman ubi kayu sebanyak bagiannya 10-40% terdiri
dari daun. Sebanyak 75% dari protein daun adalah murni dan
mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Asam amino daun
ubi kayu ternyata hampir sama dengan bungkil kedelai
walaupun jumlahnya berbeda. Daun ubi kayu defisien asam
amino esensial yang mengandung sulfur yaitu methionin dan
sistin. Kelemahan lain adalah adanya racun HCN dan
kandungan serat kasar yang tinggi. Kandungan HCN pada
daun muda berkisar antara 427-542 mg/kg, sedangkan pada
daun tua kandungannya lebih rendah yaitu berkisar antara
343-379 mg/kg. Kandungan Nutrisi Hasil Ikutan Singkong
dapat dilihat pada Tabel 20.

Gambar 23. Daun Singkong


Tabel 20. Kandungan Nutrisi Hasil Ikutan Singkong

xlvi
Hasil Ikutan Protein Lemak Serat
Propinsi Air Abu Ca P
Singkong Kasar Kasar Kasar
Batang dan Daun Sumatera
9,86 6,20 24,98 5,77 33,74 1,03 0,32
Singkong * Utara
DKI Jakarta 7,20 18,45 18,45 2,415 21,72 1,53 0,39
Daun Jawa Tengah 50,02 6,30 16,45 1,55 19,27 0,69 0,22
Singkong* Bali 77,82 11,8 32,28 8,11 26,72 1,72 0,48
Rata-rata 45,01 12,18 22,39 4,03 22,57 1,31 0,36
Pucuk Singkong Sulawesi
7,42 6,90 30,95 4,32 12,74 0,51 -
* Selatan
Lampung 41,30 10,73 3,91 1,08 9,31 0,27 0,08
Kulit DKI Jakarta 35,21 8,00 9,93 1,64 45,43 0,65 0,29
Singkong* Jawa Barat 44,91 6,10 4,20 1,04 8,28 0,46 0,12
Rata-rata 40,47 8,28 6,01 1,25 21,01 0,46 0,16
Jawa Tengah 14,45 4,51 3,85 0,57 13,11 0,31 0,11
Jawa Barat 15,21 1 1,39 0,32 6,97 0,24 0,16
Onggok** Lampung 16,11 27,15 2,295 0,295 13,73 0,425 0,11
Sumatera
Selatan 14,63 6,8 2,64 0,51 17,78 0,52 0,04
Rata-rata 14,68 17,31 2,41 0,35 12,79 0,32 0,12
Yogyakarta 15,10 1,50 1,59 0,64 12,80 0,26 0,03
Tepung Tapioka
Maluku Utara 23,66 - 1,46 0,24 - 0,26 0,2
**
Rata-rata 19,38 1,50 1,53 0,44 12,80 0,26 0,12
Keterangan :**Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan hasil
Lab.
* Hasil Uji berdasarkan as fed
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

xlvii
II.3.2. Ubi Jalar

Varietasnya sangat banyak, menyebabkan perbedaan rasa, ukuran,


bentuk, warna dan nilai gizi. Produksi ubi jalar antara 2,5 sampai
dengan 15 ton segar per ha per tahun. Ubi jalar merupakan sumber
energi dan untuk ubi jalar yang berwarna kuning mengandung
provitamin A dan karotenoid yang cukup.

Gambar 24. Daun dan Umbi Ubi Jalar

Asam amino pembatas ubi jalar adalah luecine. Seperti umumnya


umbi-umbian yang mempunyai kandungan protein yang rendah,
pemberian ubi jalar perlu diimbangi pemberian kandungan protein
yang tinggi. Apabila digunakan lebih dari 90% pengganti jagung
dalam ransum unggas sering terjadi luka-luka pada usus unggas
yang dapat diikuti dengan kematian, Pada ransum ruminansia
umumnya digunakan pengganti jagung sebanyak 50%. Kandungan
Nutrisi Beberapa Jenis Ubi Jalar dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Kandungan Nutrisi Beberapa Jenis Ubi Jalar


Bahan Protein Lemak Serat
Propinsi Air Abu Ca P
Pakan Kasar Kasar Kasar
Sumatera Ubi Jalar
12,94 2,2 4,55 1,05 1,92 0,12 0,10
Utara Kuning
Sumatera Ubi Jalar
13,02 1,9 3,33 0,69 2,4 0,04 0,10
Utara Merah
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012.

xlviii
BAB III
BAHAN PAKAN TERNAK ASAL HEWANI

Berdasarkan kandungan serat kasarnya bahan makanan ternak dapat dibagi


kedalam dua golongan yaitu bahan penguat (konsentrat) dan hijauan. Konsentrat
dapat berasal dari bahan pangan atau dari tanaman seperti serealia (misalnya
jagung, padi atau gandum), kacang-kacangan (misalnya kacang hijau atau
kedelai), umbi-umbian (misalnya ubi kayu atau ubi jalar), dan buah-buahan
(misalnya kelapa atau kelapa sawit). Konsentrat juga dapat berasal dari hewan
seperti tepung daging dan tepung ikan. Disamping itu juga dapat berasal dari
industri kimia seperti protein sel tunggal, limbah atau hasil ikutan dari produksi
bahan pangan seperti dedak padi dan pollard, hasil ikutan proses ekstraksi seperti
bungkil kelapa dan bungkil kedelai, limbah pemotongan hewan seperti tepung
darah dan tepung bulu.

Klasifikasi berdasarkan kandungan gizinya bahan makanan ternak dapat dibagi


atas sumber energi (misalnya dedak ubi kayu), sumber protein yang berasal dari
tanaman (misalnya bungkil kedelai dan bungkil kelapa) dan sumber protein
hewani (tepung darah, tepung bulu dan tepung ikan). Selain sumber protein dan
sumber energi, beberapa bahan makanan dapat digolongkan sebagai sumber
mineral (misalnya tepung tulang, kapur dan garam), serta sumber vitamin
(misalnya ragi dan minyak ikan).

III.1. Susu Skim

Susu skim adalah bagian dari susu setelah diambil lemaknya, sehingga
kandungan lemaknya hanya berkisar antara 0,1 sampai dengan 0,2%.
Susu skim banyak mengandung vitamin B terutama vitamin B12 dan
riboflavin. Kualitas susu tergantung dari umur ternak dan tipe ternak.
Komposisi gizi susu skim dalam keadaan kering mengandung protein
34-35% dengan nilai biologis mencapai 94%. Susu skim dipergunakan
sebagai sumber protein untuk anak sapi baru lahir setelah periode
pemberian Collostrum dan penggemukan untuk produksi veal (daging
anak sapi muda). Kandungan Nutrisi Susu Skim dapat dilihat pada
Tabel 22.

xlix
Tabel 22. Kandungan Nutrisi Susu Skim

Protein Lemak Serat


Provinsi Air Abu
Kasar Kasar Kasar
Jawa Tengah 4,70 4,00 13,68 15,66 -
Jawa Barat 2,59 3,70 13,94 2,84 2,19
DKI Jakarta 5,94 4,25 11,40 8,48 1,72
Rata-rata 4,41 3,98 13,01 8,99 1,96
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

III.2. Tepung Tulang dan Daging (Meat Bone Meal)

Gambar 25. Tepung Tulang dan Daging (Meat Bone Meal)

Tepung tulang dan daging berasal dari sisa-sisa daging yang tidak
dikonsumsi manusia,biasanya melekat pada kulit dan tulang dalam
bentuk tetelan sehingga seringkali dalam bentuk tepung daging dan
tulang (MBM). Pengolahan tepung daging dapat dilakukan dengan :

a. Pemasakan dengan tangki terbuka (Meat Scrap)


Masak pengolahan ini air dapat terus keluar, setelah itu bahan baku
diperas, dikeringkan dan digiling. Kandungan protein meat scrap
berkisar 50-55% dan bila meat scrap ini mengandung mineral phosphor
sebanyak >4.4% maka namanya meat and bone scrap.

l
b. Bahan dimasak pada tangki tertutup (Tankage).

Setelah dimasak dalam tangki tertutup kemudian disaring lalu residu


diperas. Filtrat diuapkan akan didapat serbuk-serbuk. Residu yang
diperas menghasilkan ampas dan dicampur dengan hasil penguapan,
dekeringkan lalu digiling maka diperoleh tankage. Kandungan protein
tankage berkisar 60% dan banyak mengandung vitamin B diantaranya
asam pantotenat, niacin, riboflavin dan vitamin B12. Bahan baku
tankage tidak boleh berisi bulu, kuku, tanduk, kotoran dan isi perut.
Penggunaan untuk ternak unggas berkisar 10% dan kurang disukai
karena dapat menimbulkan bau pada produk ternak (daging, telur dan
susu). Kandungan Nutrisi Tepung Tulang dan Daging (Meat Bone
Meal) dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Kandungan Nutrisi Tepung Tulang dan Daging


(Meat Bone Meal)

Jenis Protein Lemak Serat


Provinsi Air Abu Ca P
Sampel Kasar Kasar Kasar
DKI Jakarta 5,94 22,97 55,17 11,74 3,56 8,88 4,22
Tepung Jawa Tengah 6,53 28,55 48,07 12,46 3,86 9,79 4,62
Tulang Banten 7,17 27,59 50,78 10,54 3,32 10,05 4,79
dan Jawa Barat 6,58 27,24 49,95 11,95 4,05 9,27 4,17
Daging Sulawesi Utara 8,00 25,70 49,83 11,13 2,76 - -
Rata-rata 6,84 26,41 50,76 11,56 3,51 9,50 4,45
DKI Jakarta 4,29 64,5 25,81 3,64 3,06 26,06 1,88
Tepung
Papua 10,87 42,7 19,56 1,93 3,03 14,83 7,15
Tulang
Rata-rata 7,43 68,90 15,21 1,90 3,05 25,48 3,02
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

III.3. Tepung Bulu Ayam

Salah satu produk limbah yang tersedia dalam jumlah banyak dan
belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan baku pakan adalah
bulu ayam/unggas. Bulu ayam berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai
sumber protein pakan alternatif pengganti sumber protein konvensional
seperti bungkil kedele dan tepung ikan.

li
Bulu-bulu itu dapat dimanfaatkan untuk campuran pakan ruminansia,
non ruminansia, dan unggas. Dukungan ketersediaan limbah berupa
bulu sangat terjamin kontinuitasnya sehubungan jumlah ayam yang
dipotong dari tahun ke tahun semakin meningkat sehingga bulu ayam
yang dihasilkan juga meningkat. Pemanfaatan limbah bulu menjadi
pakan ternak sangat memberikan dampak positif karena sekaligus
mampu mengatasi permasalahan limbah bulu.

Gambar 26. Tepung Bulu Ayam


Tepung bulu ayam terbuat dari bulu ayam yang bersih, segar dan belum
mengalami pembusukan, dengan proses hidrolisa. Tepung bulu ayam
berpotensi sebagai sumber protein untuk ternak. Proses pembuatan
tepung bulu ayam meliputi proses autoclave, perlakuan kimia dan
enzimatis serta fermentasi dengan mikroorganisme. Adanya kandungan
keratin pada bulu ayam menyebabkan daya utilisasi dan daya cerna
bulu ayam masih rendah, sehingga pada proses pembuatan Tepung bulu
ayam tidak hanya dengan proses hidrolisa atau tekanan saja.

Indikator lain kualitas Tepung bulu ayam selain protein kasar adalah
kecernaan pepsin. Dibandingkan tepung ikan, kandungan protein bulu
ayam lebih tinggi yaitu 85-90%, energi metabolis (ME) 2287 kkal/kg,
dengan kadar serat kasar 1 -3%. Defisien terhadap asam amino lysine,
tryptophan, histidin, dan methionin. Dengan kandungan protein kasar
yang tinggi, kadar air tepung bulu ayam tidak melebihi 10%. Taraf
penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak berkisar 5-8 % untuk non
ruminansia dan 10-15% untuk ruminansia. Kandungan Nutrisi Tepung
Bulu Ayam dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Kandungan Nutrisi Tepung Bulu Ayam

lii
Protein Lemak Serat
Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
DKI Jakarta 9,28 7,90 79,34 2,43 2,80 0,60 0,28
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

III.4. Udang (Crustaceae spp)

Tepung kepala udang adalah tepung yang dibuat dari bagian udang
yang tidak dikonsumsi manusia terdiri atas kepala dan kulit secara
keseluruhan dan dengan konversi 30-40% dari total tubuh udang.
Mutu pakan lebih rendah dari tepung ikan (protein kasar 43-47%).
Kelemahan tepung udang adanya khitin (yang sulit dicerna) suatu ikatan
polisacharida-protein dalam kulit kelompok udang sebesar 20-30%
dengan kecernaan yang rendah 28%.

Kecernaan pakan bisa tinggi (meningkat) bila pengolahan dilakukan


dengan ekstrasi dengan basa. Pemakaian tepung udang dalam ransum
ungas maksimal 10%. Kandungan Nutrisi Kulit dan Kepala Udang
dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Kandungan Nutrisi Kulit dan Kepala Udang

Jenis Protein Lemak Serat


Provinsi Air Abu Ca P
Sampel Kasar Kasar Kasar
Sulawesi Utara 10,29 28,00 41,57 2,28 24,52 9,65 2,07
Kulit
Udang Riau 17,53 34,60 37,38 1,32 8,77 9,60 1,17
Rata-rata 13,91 31,30 39,48 1,80 16,65 9,63 1,62
Banten 10,26 40,60 23,80 1,30 36,42 13,00 2,23
Kepala
Jawa Tengah 15,71 21,20 39,68 7,62 19,37 6,80 1,99
Udang
Rata-rata 12,99 30,90 31,74 4,46 27,90 9,90 2,11
Riau 10,02 10,40 33,91 7,10 3,46 2,58 2,57
Tepung
Kalimantan Timur 7,62 25,2 47,94 6,65 15,59 8,32 -
Udang
Rata-Rata 8,82 17,8 40,92 6,88 9,52 5,45 -
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

III.5. Tepung Ikan (Fish Meal)

liii
Gambar 27. Tepung Ikan (Fish Meal)

Tepung ikan dapat berasal dari ikan jenis kecil maupun jenis besar atau
limbah/sisa bagian-bagian ikan yang tidak diikutsertakan dalam
pengalengan. Kendala yang sering dijumpai adalah bahwa kadar lemak
yang tinggi dari tepung ikan karena bahan baku awal tinggi lemak atau
dalam proses pengolahan tidak dilakukan pembuangan lemaknya.
Dalam segi kualitas, tepung ikan lokal memiliki kualitas lebih rendah
dibandingkan dengan tepung ikan impor. Dalam segi harga tidak
berbeda jauh antara yang lokal dan impor tetapi dengan kualitas lebih
baik tepung ikan impor. Kualitas yang rendah ini disebabkan bahan
baku yang dipergunakan. Kalau ikan yang tidak segar maka kualitas
yang dihasilkan rendah. Yang kedua, prosesnya ada yang dimasak
dengan di steam, ada yang dijemur dan dikeringkan dengan sinar
matahari. Yang bagus adalah ikannya harus segar, dipanaskan dengan
steam cooking bukan dry cooking setelah itu diperas, dikeluarkan
minyaknya lalu dikeringkan.
Tepung ikan yang baik bila kadar lemak 10% dan tidak asin. Rasa asin
ini terjadi karena penambahan NaCl sebagai pengawet sering
ditambahkan pada bahan baku ikan yang kurang segar. Tepung ikan
yang ada di Indonesia dibedakan antara impor dan lokal. Sementara ini
tepung impor dianggap lebih baik karena protein kasar lebih dari 60%
dan kadar lemak rendah, sedangkan tepung ikan lokal dengan konversi
randemen 20% dari bahan baku hanya mempunyai kadar protein kasar
55-58% dan termasuk grade C. Kandungan Nutrisi Tepung Ikan dan
Beberapa Limbah Perikanan dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Kandungan Nutrisi Tepung Ikan
dan Beberapa Limbah Perikanan
Protein Lemak Serat
Jenis Sampel Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
liv
DKI Jakarta 10,04 26,75 56,08 5,97 2,66 4,21 1,94
Jambi 13,80 20,50 23,31 8,35 8,37 3,83 1,76
Kepulauan
5,07 33,30 58,53 6,93 0,50 5,43 3,70
Riau
Banten 10,83 15,70 62,19 11,37 1,26 3,95 2,42
Jawa Barat 10,28 20,36 53,56 9,26 2,59 4,89 2,75
Jawa Timur 11,32 27,80 55,46 4,10 0,88 4,52 1,95
Kalimantan
Tepung Ikan 17,02 60,10 21,86 1,79 7,75 11,48 2,18
Barat
Lampung 22,02 40,40 33,23 5,03 0,96 4,79 2,70
Sulawesi 10,25 17,30 69,77 4,00 0,44 3,99 2,62
Tengah
Sulawesi Utara 11,06 11,40 26,67 9,45 12,02 3,17 1,97
Sumatera Utara 11,37 51,00 33,25 4,45 2,62 8,80 1,89
Yogyakarta 12,18 24,45 57,03 3,68 2,96 3,42 1,34
Papua 25,82 25,90 45,41 3,70 0,69 3,90 2,27
Rata-rata 13,16 28,84 45,87 6,01 3,36 5,11 2,27
Fermentasi
Jawa Barat 4,92 36,60 42,78 14,41 1,25 13,03 6,12
Tepung Ikan
Minyak Ikan Jawa Barat 63,07 0,02 0,18 94,81 5,60 - 0,40
Ikan Kering Sulawesi Utara 16,51 27,60 52,88 1,92 5,32 8,25 4,53
Kepala Ikan
Demang Jawa Tengah 6,94 30,10 43,61 17,67 3,51 10,09 5,25
Ikan Asin Lampung 6,94 44,6 33,76 3,76 1,51 4,63 3,80
Tp. Kerang DKI Jakarta 0,81 95,9 1,56 0,10 2,44 48,89 1,55
Kulit Kerang Jawa Barat 1,09 96 0,75 0,15 ND 43,93 6,56
Kulit Kepiting Sulawesi 5,74 68,50 12,44 0,09 13,09 30,11 1,79
Tulang Ikan Tenggara
Jawa Barat 15,44 54,90 20,69 0,66 2,62 18,51 8,34
Keong Jawa Barat 10,66 20,70 45,83 3,45 1,98 6,93 0,71
Rajungan DKI Jakarta 54,19 21,25 17,65 1,63 4,03 5,71 0,71
Japu DKI Jakarta 31,64 17,2 42,54 8,41 0,39 2,52 1,82
Tembang DKI Jakarta 31,86 33,68 30,56 5,81 ND 1,13 1,14
Cakre DKI Jakarta 54,10 18,55 20,56 1,74 4,05 2,99 0,73
Bernuk/Billis DKI Jakarta 46,38 14,82 29,71 8,65 ND 1,94 1,29
Keterangan :Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan hasil Lab.
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

lv
BAB IV
HIJAUAN PAKAN TERNAK

Bahan pakan alami untuk ternak ruminansia adalah hijauan baik berupa rumput-
rumputan maupun leguminosa. Sebagian hijauan terutama leguminosa juga bisa
diberikan pada ternak monogastrik (unggas) dalam jumlah tertentu setelah
mengalami pengolahan sebelumnya (pengeringan dan penggilingan).

Tanaman hijauan pakan ternak yang secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu (1). Tanaman hijauan pakan ternak yang tidak dibudidayakan
seperti rumput lapang, padang rumput alami, semak dan pohon-pohonan, (2).
Tanaman hijauan pakan ternak yang secra sengaja dibudidayakan baik secara
permanen ataupun temporer. Padang rumput alami umumnya mancakup berbagai
jenis/species rumput-rumputan atau leguminosa, sedangkan padang rumput yang
dibudidayakan biasanya hanya terdiri dari satu jenis/species atau campuran dari
hanya beberapa/sedikit jenis saja.

Beberapa jenis rumput unggul yang telah banyak dikenal peternak di Indonesia
adalah Pennisetum purpureum (rumput gajah), Panicum maximum (rumput
benggala), Paspalum notatum (rumput bahia), Setaria splendida (setaria gajah)
dan Brachiaria humidicola. Rumput mengandung serat kasar yang tinggi. Serat
kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan silika. Selulosa merupakan
salah satu bahan organik yang terdapat dalam jumlah banyak di alam dan
merupakan sumber energi yang sangat potensial bagi ruminansia.

Rumput-rumputan merupakan hijauan segar yang sangat disukai ternak, mudah


diperoleh karena memiliki kemampuan tumbuh tinggi, terutama di daerah tropis
meskipun sering dipotong/disengut langsung oleh ternak sehingga
menguntungkan para peternak/pengelola ternak. Hijauan banyak mengandung
karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati dan fruktosa yang sangat berperan
dalam menghasilkan energi.

Jenis rumput-rumputan asal tropis dan subtropics umumnya lebih banyak


mengandung karbohidrat dalam bentuk pati daripada fruktan dan umumnya
disimpan dalam bagian daun. Kandungan nutrisi hijauan tersebut perlu
diperhatikan sehubungan dengan proses pengawetan hijauan baik berupa
pengawetan kering (hay) maupun pada proses pengawetan basah/segar (silase).

Mikroorganisme anaerob di dalam rumen mampu membantu pencernaan selulosa


untuk menghasilkan molekul gula sederhana atau produk fermentasi seperti
volatile fatty acids (VFA) yang merupakan sumber energi utama asal pakan pada
lvi
ruminansia. Bahan kering pakan khususnya rumput pada ruminasia sebagaian
besar dicerna dalam rumen.

IV.1. Rumput-rumputan (Graminae)

IV.1.1. Rumput Raja/King Grass (Pennisetum purpuroides)

Gambar 28. Rumput Raja


(Pennisetum purpuroides)

Rumput Raja merupakan persilangan antara P. purpureum dan P.


americanum (Amerika tropis). Di Indonesia Indonesia biasa disebut
dengan rumput raja. Rumput ini berasal dari Afrika daerah tropis.
Rumput ini mudah ditanam, dapat tumbuh dari dataran rendah
hingga dataran tinggi, menyukai tanah subur dan curah hujan yang
merata sepanjang tahun. Produksi rumput ini jauh lebih tinggi
dibandingkan rumput lainnya. Rumput raja biasanya dikembangkan
dengan stek batang dan mampu tumbuh baik pada tanah ringan
sampai berat. Rumput raja dapat tumbuh pada ketinggian 0-3000 m
diatas permukaan air laut dengan curah hujan tahunan sebesar 1000
m atau lebih. Produksi rumput raja dapat mencapai lebih dari 290
ton/ha/tahun dalam bahan segar dan tahan kering.

Kualitas hijauan ini lebih tinggi dibandingkan dengan rumput gajah


terutama protein kasarnya 25% lebih tinggi dari rumput gajah
demikian juga dengan kandungan gulanya yang lebih tinggi.
Kandungan protein kasar berkisar 5.3-22.8%, tapi ada juga yang
melaporkan sekitar 8-11%. Kecernaan BK hijauan ini adalah sekitar
65.6%. Kandungan Nutrisi Rumput Gajah (Pennisetum purpuroides)
dapat dilihat pada Tabel 27.
lvii
Tabel 27. Kandungan Nutrisi Rumput Raja
(Pennisetum purpuroides)
Protein Lemak Serat
Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Bangka Belitung 66,75 14,80 7,32 1,94 34,92 0,25 0,12
Jawa Barat 64,07 12,13 12,91 2,45 30,22 0,50 0,37
Kalimantan Timur 79,62 9,98 9,35 1,44 35,09 0,52 0,22
Sulawesi Tenggara 69,68 15,40 19,40 1,08 32,44 0,53 0,43
Sulawesi Utara 76,65 17,40 12,00 1,63 31,86 0,51 0,25
Sumatera Utara 63,30 18,70 13,81 0,74 33,28 0,42 0,32
Rata-rata 70,01 14,73 12,46 1,55 32,97 0,46 0,29
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air
berdasarkan hasil Lab.
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2011--2012

IV.1.2. Rumput Gajah/Elephant Grass (Pennisetum purpureum)

Gambar 29. Rumput Gajah


(Pennisetum purpureum)

Nama daerah: Elephant grass, napier grass (Inggris), Herbe


d’éléphant, fausse canne à sucre (Prancis), Rumput Gajah
(Indonesia, Malaysia), Buntot-pusa (Tagalog, Filipina), Ya-nepia
(Thailand), Co’ duôi voi (Vietnam), pasto elefante (Spanyol).

Asal-usul dan persebaran geografi Rumput ini dari Arika daerah


tengah, kemudian menyebar dan diperkenalkan ke daerah daerah
tropika di dunia, dan tumbuh alami di seluruh Asia Tenggara
yang bercurah hujan melebihi 1.000 mm dan tidak ada musim
lviii
panas yang panjang. Dikembangkan terus menerus dengan
berbagai silangan sehingga menghasilkan banyak kultivar,
terutama di Amerika, Philippine dan India.

Nilai pakan rumput gajah dipengaruhi oleh perbandingan (rasio)


jumlah daun terhadap batang dan umurnya. Batang-batangnya
kurang begitu disukai ternak (karena keras) kecuali yang masih
muda dan mengandung cukup banyak air. Kandungan Nutrisi
Berbagai Jenis Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dapat
dilihat pada Tabel 28.

lix
Tabel 28. Kandungan Nutrisi Berbagai Jenis
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)

Jenis
Protein Lemak Serat
Rumput Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Gajah
Bali* 74,5 16,2 12,93 1,92 30,09 0,44 0,33
Bangka Belitung* 73,01 8,63 10,34 2,95 36,47 0,36 0,18
DKI Jakarta* 62,37 10,4 14,53 2,85 22,29 - -
Jambi* 56,4 5 17,94 2,08 33,31 0,2 0,13
Jawa Barat* 66,1 15,52 20,65 3,57 27,46 0,74 0,48
Jawa Tengah* 68,27 18,18 15,2 3,26 29,17 0,66 0,42
Jawa Timur* 54,75 14,78 13,19 2,98 26,68 0,5 0,21
Kalimantan Timur* 71,57 13,4 13,24 1,36 37,62 0,25 0,47
Sumatera Barat* 80,16 12,2 16,84 2,98 30,4`1 0,28 0,26
Rumput
Gajah Sumatera Utara* 68,15 18,3 16,1 3,7 33,8 0,76 0,26
Jawa Timur** 8,93 14,5 16 1,92 27,75 6,94 0,28
Jawa Barat** 7,9 9,9 6,79 3,68 33,66 0,51 0,29
Nusa Tenggara 7,14 18,3 10,73 1,73 31,8 0,38 0,29
Barat*
DKI Jakarta
12,61 15,4 6,78 2,41 25,9 0,29 0,31
(Panen Tua)*
DKI Jakarta
10,78 16,2 14,28 2,7 21,53 0,39 0,4
(Panen Muda)*
Jawa Barat 5,6 13,4 12,57 2,27 30,74 0,59 0,3
(Batang)*
Rata-rata 41,37 14,10 12,78 2,57 30,19 0,93 0,31
Rumput Papua * 39,36 8,70 10,94 2,52 33,20 0,76 0,49
Gajah Sumatera Barat* 54,51 12,70 15,50 3,02 29,03 0,84 0,22
Mini Rata-rata 46,94 10,70 13,22 2,77 31,12 0,80 0,36
Jawa Barat* 63,48 10,80 17,94 3,34 31,78 0,38 0,31
Rumput
Sumatera Barat* 84,25 14,85 10,37 2,53 33,04 0,38 0,33
Gajah
Taiwan Rata-rata 73,86 12,83 14,16 2,94 32,41 0,38 0,32
Lampung** 8,05 14 9,9 2,28 36,93 0,83 0,4
Keterangan : - * Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan hasil
Lab
- ................................................................................................... **dala
m as feed..
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2011-2012

IV.1.3. Rumput Setaria (Setaria splendida)

lx
Gambar 30. Rumput Setaria (Setaria splendida)

Rumput setaria gajah (Setaria splendida) merupakan salah satu


hijauan pakan yang produktif dan mudah cara penanamannya.
Setaria splendida serupa dengan Setaria sphacellata, tetapi
lebih besar, lebih tinggi, dan lebih tegar dibanding kultivar
komersil lain. Rumput gajah setaria ini biasa disebut dengan
hanya rumput setaria.

Rumput setaria gajah sangat disukai oleh ternak, merupakan


rumput tahunan, tumbuh tegak, berumpun dengan tinggi 1,5-3,5
m. panjang daun bisa mencapai 70 cm dengan lebar 12-20 mm.
Komposisi nutrien rumput setaria adalah sebagai berikut: 13,8%
abu, 34,5% serat kasar, 8,6% protein kasar, dan 41% BETN.
Kandungan nutrisi Rumput Setaria (Setaria splendida) dapat
dilihat pada Tabel 29.

lxi
Tabel 29. Kandungan Nutrisi Rumput Setaria
(Setaria splendida)

Protein Lemak Serat


Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Kalimantan 71,67 11,4 9,15 1,44 40,21 0,34 0,76
Timur
Jawa 77,41 16,10 13,27 2,51 31,82 0,33 0,24
Tengah
Rata-rata 74,54 13,75 11,21 1,975 36,015 0,335 0,5
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air
berdasarkan hasil Lab
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2011-2012

IV.1.4. Rumput Benggala (Panicum maximum)

Gambar 31. Rumput Benggala


(Panicum maximum)

Rumput benggala (Panicum maximum) adalah rumput yang


tersebar di Arika, Asia, Australia dan Eropa. Di Indonesia
rumput ini dikenal dengan nama Rumput Benggala atau Suket
Londo. Rumput ini sangat disukai ternak. Protein kasar berkisar
4-14% dengan serat kasar (SK) antara 28-36%.

Kandungan PK dan SK ini tergantung pada frekuensi


pemotongan serta umur tanaman. Beta-N bervariasi dari 40-50%
dan lemak kasar 0,6-2,8%. Kandungan P umumnya lebih besar
dari 0,15% dan sudah memenuhi kebutuhan sapi pada umumnya.
Kandungan TDN bervariasi dari 38-61% dengan kecernaan

lxii
bahan kering (BK) sekitar 40-62%. Kandungan Nutisi Rumput
Benggala dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30. Kandungan Nutrisi Rumput Benggala


(Panicum maximum)

Protein Lemak Serat


Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Sumatera Barat 77,41 10,80 12,95 2,43 31,91 0,28 0,17
NAD 71,76 14,90 12,82 0,24 34,46 0,50 0,57
Rata-rata 74,59 12,85 12,89 1,34 33,19 0,39 0,37
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air
berdasarkan hasil Lab
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2011-2012

IV.1.5. Rumput Australi (Paspalum dilatatum)

Gambar 32. Rumput Australi


(Paspalum dilatatum)

Rumput ini aslinya berasal dari daerah Amerika Selatan tepatnya


di Brazil, Argentina dan Uruguay. Rumput ini masuk ke
Indonesia dibawa dari Australia oleh karena itu dikenal dengan
nama Rumput Australi atau Rumput Dallies. Kandungan protein
kasar berkisar antara 13,4 -18,5%, lemak kasar 1,3-2,4%, serat
kasar 24,4-34,8% dan Beta-N 40,1-48,6%. Hijauan ini
mempunyai kecernaan BK sekitar 50-63%.

Rumput Australi pernah dilaporkan memberikan pengaruh yang


pada domba karena pengaruh dari cyanogenicglucosides dalam
rumput ini walaupun HCN-nya relatif rendah (42 ppm).
lxiii
Kelebihan konsumsi dapat mengakibatkan ternak mengalami
diare. Kandungan Nutrisi Rumput Australia (Paspalum
dilatatum) dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31. Kandungan Nutrisi Rumput Australia


(Paspalum dilatatum)
Protein Lemak Serat
Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Sulawesi Utara 60,39 13,2 13,41 1,78 27,48 0,37 0,27

Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air


berdasarkan hasil Lab
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

IV.1.6. Rumput Signal (Brachiaria decumbens)

Gambar 33. Rumput Signal


(Brachiaria decumbens)

Rumput ini berasal dari Arika daerah timur yaitu Uganda,


Rwanda, Tanzania dan lain-lain. Di Indonesia rumput ini
dikenal dengan nama rumput BD. Rumput BD tidak tahan pada
lingkungan yang ternaungi, sehingga tidak cocok untuk
dikembangkan berintegrasi dengan perkebunan
Rumput ini memiliki kualitas yang baik seperti dilaporkan dari
hampir semua negara yang pernah melakukan percobaan dengan
rumput ini. Kandungan protein kasarnya 6,1-10,1%, tergantung

lxiv
pada pemupukan nitrogen yang digunakan. Serat kasarnya bisa
mencapai 37%.
Ditanam untuk padang gembala permanen dan sebagai penutup
tanah untuk menahan erosi dan gulma. Dapat digunakan sebagai
hay dan untuk menekan nematoda pada sistem tanaman pangan.
Kandungan Nutrisi Rumput Signal (Bachiaria decumbens) dapat
dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32. Kandungan Nutrisi Rumput Signal


(Brachiaria decumbens)
Protein Lemak Serat
Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Jawa Timur 25,98 12,02 13,72 2,09 24,81 3,59 0,23
Kalimantan 78,54 6,1 19,98 2,32 37,75 0,25 0,53
Timur
Rata-rata 62,54 8,87 16,34 2,41 30,38 0,39 0,36
Sulawesi Utara 8,57 11,9 7,98 1,97 32,76 0,09 0,1
Sumatera Barat 77,24 10,65 12,25 1,8 31,99 0,43 0,26
Sumatera Utara 77,64 9,8 11,11 0,91 32,43 0,19 0,21
Rata-rata 55,09 9,89 13,56 1,92 31,69 0,82 0,28
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air
berdasarkan hasil Lab
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

lxv
IV.1.7. Rumput Brachiaria humidicola

Gambar 34. Rumput Brachiaria humidicola

Brachiaria humidicola merupakan tanaman rumput tahunan yang


mempunyai banyak stolon dan rizoma dan membentuk lapisan
penutup tanah yang padat. Tumbuh pada beragam jenis tanah mulai
dari tanah sangat asam (pH 3,5) dan tidak subur, tanah dengan
Alumunium tinggi, tanah liat berat merekah, sampai tanah pasir
berbatu pH tinggi. Kebutuhan rumput akan unsur Ca rendah. Tahan
terhadap tanah berpengairan buruk dan sering ditemukan pada tanah
liat basah musiman. Brachiaria humidicola memerlukan 1000-4000
mm curah hujan tahunan dengan distribusi yang baik. Kurang baik
pada lingkungan dengan curah hujan tahunan <1600 mm dan >6
bulan musim kering. Brachiaria humidicola tumbuh paling baik
pada lingkungan dataran rendah tropis pada lintang sampai 27 o,
dengan ketinggian sampai 1000 m.

Helai daun lebar 5-16 mm, dan panjang sampai 25 cm. Tangkai
bunga tegak, tinggi 20-60 cm.Inflorescence panjang 7-12 cm,
dengan 2-5 tandan, kelompok bunga berbulu.

Biasanya kualitas rumput tersebut lebih rendah dibanding spesies


Brachiaria yang lain yaitu Brachiaria decumbens, Brachiaria
brizantha atau Brachiaria ruziziensis. Kecernaan pada ternak akan
mengalami penurunan dengan cepat bila tidak digembalakan.
Kandungan Nutrisi Rumput Brachiaria humidicola dapat dilihat
pada Tabel 33.

lxvi
Tabel 33. Kandungan Nutrisi Rumput
Brachiaria humidicola

Protein Lemak Serat


Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Kalimantan Timur 71,18 5,20 20,93 1,84 36,65 0,31 0,39
Sumatera Utara 60,46 9,05 10,38 1,93 33,67 0,20 0,22
Rata-rata 65,82 7,13 15,65 1,89 35,16 0,26 0,31
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan hasil
Lab
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

IV.1.8. Rumput Bintang/Stargrass (Cynodon plectostachyus)

Gambar 35. Rumput Bintang/Stargrass


(Cynodon plectostachyus)

Nama latin dari rumput bintang/stargrass adalah Cynodon


plectostachyus. Nama umum dari rumput ini adalah African Star
grass. Tanda-tanda rumput ini adalah perenial, membentuk rumpun
dan berstolon yang membentuk jaring yang padat, tinggi batang 60-
100 cm, bunga berbentuk menjari (digit). Rumput ini dapat tumbuh
subur pada curah hujan > 500-890 mm/th, Tumbuh subur pada
berbagai jenis tanah. Rumput ini mengandung HCN yang tinggi
merupakan zat anti nutrisi. Kandungan Nutrisi Rumput
Bintang/Stargrass dapat dlihat pada Tabel 34.

Tabel 34. Kandungan Nutrisi Rumput Bintang/Stargrass

lxvii
Protein Lemak Serat
Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Jawa Barat 70,39 9,20 15,34 0,92 27,92 0,49 0,24
Jawa Tengah 81,96 10,50 10.89 1,32 34,73 0,52 0,33
Jawa Timur 26,91 10,65 15,11 1,84 25,96 0,56 0,21
Kalimantan Timur 39,92 8,10 9,05 1,80 33,43 0,91 0,26
NAD 65,95 11,40 14,30 1,71 35,70 0,55 0,43
Sumatera Utara 24,18 8,60 9,73 3,41 34,41 0,43 0,28
Rata-rata 51,55 10,07 13,62 1,84 31,74 0,51 0,30
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air
berdasarkan hasil Lab
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

IV.1.9. Rumput Meksiko (Euchlena Mexicana)

Gambar 36. Rumput Meksiko


(Euchlena Mexicana)
Rumput Meksiko (Euchlena Mexicana) berasal dari Amerika Tengah,
rumput ini termasuk rumput potong yang tumbuh tegak, batang dan
daunnya lebar mirip tanaman jagung. Ketinggian tanaman mencapai
2,5–4 m, sistem perakarannya dalam dan luas, tumbuh baik pada
daerah-daerah lembab atau tanah yang subur dengan ketinggian 0 - 1200
m di atas permukaan laut dan curah hujan tidak kurang dari 1000
mm/tahun.

Tanaman ini ditanam di Amerika Tengah dan Selatan untuk dibuat


silase atau sebagai hijauan pakan ternak, sedangkan di Philipina rumput
ini dapat menghasilkan 70 ton/ha/thn bahan segar dengan pemotongan 4
- 5 kali dan pembiakannya dapat dilakukan dengan pols atau stek.

lxviii
Rumput ini bersifat annual, morfologinya seperti tanaman jagung.
Tanaman ini berasal dari Mexico dan Amerika Tengah, hidup di daerah
tropik yang basah dan subtropik yang tanahnya berair. Ukuran daun
pada rumput meksiko lebih lebar dari jenis rumput lain, dengan panjang
daun kurang lebih 1,5 meter dan lebar daun kurang lebih 10 cm. tulang
daun menjari, batang tidak berbulu dengan diameter kurang lebih 3,5
cm dan batang muda berbentuk pipih serta batang tua berbentuk elips.
Kandungan Nutrisi Rumput Meksiko (Euchlena Mexicana) dapat dilihat
pada Tabel 35.

Tabel 35. Kandungan Nutrisi Rumput Meksiko


(Euchlena Mexicana)

Protein Lemak Serat


Propinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Sumatera Barat* 74,54 9,00 20,80 4,08 27,81 0,51 0,21
Kalimantan Timur* 70,47 9,80 9,84 1,50 37,72 0,34 0,41
Rata-rata 72,51 9,40 15,32 2,79 32,77 0,43 0,31
Keterangan :
- Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan
hasil Lab.
- Protein kasar pada rumput Meksiko dari Sumatera Barat dikarenakan
pengambilan sampel dilakukan ketika baru di pupuk.
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

lxix
IV.1.10. Rumput Laut

Gambar 37. Rumput Laut

Rumput laut atau gulma laut merupakan salah satu sumberdaya hayati
yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Istilah ini rancu secara
botani karena dipakai untuk dua kelompok “tumbuhan” yang berbeda.
Dalam bahasa Indonesia, istilah rumput laut dipakai untuk menyebut
baik gulma laut dan lamun. Yang dimaksud sebagai gulma laut adalah
anggota dari kelompok vegetasi yang dikenal sebagai alga
(ganggang).

Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi


dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Gulma laut alam
biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati.

Di beberapa daerah pantai di bagian Selatan Jawa dan pantai Barat


Sumatera, gulma laut banyak ditemui hidup di atas karang-karang
terjal yang melindungi pantai dari deburan ombak. Di pantai Selatan
Jawa Barat dan Banten misalnya, gulma laut dapat ditemui di sekitar
pantai Santolo dan Sayang Heulang di Kabupaten Garut atau di daerah
Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang. Sementara di daerah pantai
Barat Sumatera, gulma laut dapat ditemui di pesisir barat Provinsi
Lampung sampai pesisir Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh
Darussalam. Kandungan Nutrisi Rumput Laut dapat dilihat pada Tabel
36.

Tabel 36. Kandungan Nutrisi Rumput Laut


lxx
Protein Lemak Serat
Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Jambi* 4,86 1,70 56,81 11,92 0,42 0,45 0,29
Lampung 8,82 9,90 36,83 7,40 8,93 1,13 0,99
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan
hasil Lab
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

IV.1.11. Rumput Bahia (Paspalum notatum)

Gambar 38. Rumput Bahia


(Paspalum notatum)
Rumput Bahia Paspalum notatum merupakan tanaman tahunan
berhizoma, berakar dalam. Tingginya dapat mencapai 60 cm atau
lebih. Berasal dari Amerika Tengah dan Selatan dan beradaptasi di
daerah tropik dan subtropik. Paspalum notatum Fluegge merupakan
rumput penggembalaan yang berguna dan tahan terhadap
penggembalaan. Cukup tahan kering tetapi di Nigeria Utara mati pada
musim kering. Mudah membentuk hamparan rumput yang rapat dan
dapat digembalai 3 bulan sesudah penanaman. Merupakan rumput
yang paling baik untuk pengawetan tanah.

Dapat ditanam dengan stek atau biji dengan kebutuhan biji 11- 22
kg/ha. Rumput Bahia adalah rumput spesies musim kemarau yang
menyebar dengan rhizome, mampu menyebar cepat lateral melalu
produksi rhizome, sering digunakan di daerah yang memerlukan
pengendalian erosi dan sering ditanam di pinggir jalan karena
memiliki sifat tahan terhadap kekeringan yang cukup baik. Rumput
bahia adalah rumput yang sering digunakan pada musim kemarau
lxxi
panjang. Rumput ini cukup populer karena kemampuannya
beradaptasi pada kesuburan tanah yang rendah, mampu mentolerir
kekeringan dan merupakan rumput penggembalaan yang
berkesinambungan. Kandungan Nutrisi Rumput Bahia (Paspalum
notatum) dapat dilihat pada tabel 37.
Tabel 37. Kandungan Nutrisi Rumput Bahia
(Paspalum notatum)
Protein Lemak Serat
Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Kalimantan Timur 56,48 16,30 12,07 1,23 38,45 0,27 0,22
Banten 59,10 22,05 11,00 1,33 29,78 0,73 0,31
Rata-rata 57,79 19,175 11,53 1,28 34,115 0,50 0,26
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan hasil
Lab
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

IV.1.12. Rumput Lapang, alam, liar

Tabel 38. Kandungan Nutrisi Rumput


Lapang, Alam, Liar
Protein Lemak Serat
Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Bangka Belitung 60,92 11,72 11,95 3,72 34,53 0,82 0,18
Banten 76,94 11,70 9,99 1,69 52,56 0,47 0,31
Jawa Barat 72,34 3,80 4,21 0,56 8,24 0,19 0,09
Jawa Barat 75,19 12,30 10,08 1,73 37,93 0,50 0,27
Jawa Timur 63,96 13,10 14,45 2,69 25,23 0,74 0,29
Sulawesi Utara 41,87 12,60 8,76 1,51 30,55 0,47 0,24
Rata-rata 65,20 10,87 9,91 1,98 31,51 0,53 0,23
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan
hasil Lab
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

lxxii
IV.2. Legum (Leguminosa)
IV.2.1. Lamtoro (Leucana leucocephala)

Gambar 39. Lamtoro (Leucana leucocephala)

Lamtoro, petai cina, atau petai selong adalah sejenis perdu dari suku
Fabaceae (=Leguminosae, polong-polongan), yang kerap digunakan
dalam penghijauan lahan atau pencegahan erosi. Berasal dari Amerika
tropis, tumbuhan ini sudah ratusan tahun dimasukkan ke Jawa untuk
kepentingan pertanian dan kehutanan, dan kemudian menyebar pula
ke pulau-pulau yang lain di Indonesia.

Lamtoro mudah beradaptasi, dan segera saja tanaman ini menjadi liar
di berbagai daerah tropis di Asia dan Afrika; termasuk pula di
Indonesia. Ada tiga jenis (subspesies), yakni:
1. Leucaena leucocephala ssp. leucocephala; ialah anak jenis yang
disebar luaskan oleh bangsa Spanyol. Di Jawa dikenal sebagai
lamtoro atau petai cina „lokal‟, berbatang pendek sekitar 5 m
tingginya dan pucuk rantingnya berambut lebat.
2. ssp. glabrata (Rose) S. Zárate. Dikenal sebagai lamtoro gung,
tanaman ini berukuran besar segala-galanya (pohon, daun, bunga,
buah) dibandingkan anak jenis yang pertama. Lamtoro gung baru
menyebar luas di dunia dalam beberapa dekade terakhir.
3. ssp. ixtahuacana C. E. Hughes; yang menyebar terbatas di
Meksiko dan Guatemala.

Biji dan daun lamtoro mengandung galactomannan yang dapat


membentuk ekstraksi protein dari kemungkinan penggunaannya oleh
ternak. Zat ini mungkin mempunyai potensi sebagai bahan iomedical.

lxxiii
Lamtoro juga mengandung racun asam mimosin yang mempunyai efek
anti mitotic dan depilatory pada ternak. Sehingga daun lamtoro tidak
aman diberikan pada ternak non ruminansia pada level diatas 5%. Pada
ruminansia mimosin bersifat goitrogenik dan jika tidak didegradasi
dapat menimbulkan rendahnya level thyroxine dalam serum darah,
ulceration dari oesophagus dan retikulorumen, saliva berlebihan dan
pertambahan bobot badan rendah, khususnya bila diberikan lebih dari
30% dalam ransum. Walaupun demikian mikroba rumen dapat
menghilangkan racun mimosin dan DHP bila diberikan sebaikya
dilayukan terlebih dahulu. Kandungan Nutrisi Lamtoro (Leucana
leucocephala) dapat dilihat pada Tabel 39.

Tabel 39. Kandungan Nutrisi Lamtoro


(Leucana leucocephala)
Protein Lemak Serat
Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Jawa Tengah 80,92 8,9 28,5 4,41 21,51 2,17 0,23
NAD 73,51 9 38,61 1,44 27,03 1,36 0,38
Sulawesi Utara 71,77 7,4 41,39 1,44 28,28 1,53 0,81
Sumatera Barat 72,68 9,2 30,86 2,51 24,13 1,8 0,29
Sulawesi Barat 9,16 8,4 26,66 5,85 17,51 2,17 0,21
Rata-rata 61,61 8,58 33,20 3,13 23,69 1,81 0,38
Keterangan :* *Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan hasil
Lab.
* Hasil Uji berdasarkan as fed

Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

lxxiv
IV.2.2. Gamal (Gliricidia sepium)

Gambar 40. Gamal (Gliricidia sepium)

Gamal (Gliricidia sepium) adalah nama sejenis perdu dari kerabat


polong-polongan (suku Fabaceae alias Leguminosae). Sering
digunakan sebagai pagar hidup atau peneduh, perdu atau pohon kecil ini
merupakan salah satu jenis leguminosa multiguna yang terpenting
setelah lamtoro (Leucaena leucocephala).

Daun-daun, biji dan kulit batang gamal mengandung zat yang bersifat
racun bagi manusia dan ternak, kecuali ruminansia. Dalam jumlah kecil,
ekstrak bahan-bahan itu digunakan sebagai obat bagi berbagai penyakit
kulit, rematik, sakit kepala, batuk, dan luka-luka tertentu. Ramuan
bahan-bahan itu digunakan pula sebagai pestisida dan rodentisida alami
(gliricidia berasal dari bahasa Latin yang berarti kurang lebih racun
tikus).

Daun-daun gamal mengandung banyak protein dan mudah dicernakan,


sehingga cocok untuk pakan ternak, khususnya ruminansia (sebaiknya
dilayukan dahulu sebelum diberikan). Daun-daun dan rantingnya yang
hijau juga dimanfaatkan sebagai mulsa atau pupuk hijau untuk
memperbaiki kesuburan tanah. Kandungan Nutrisi Gamal (Gliricidia
sepium) dapat dilihat pada Tabel 40.

lxxv
Tabel 40. Kandungan Nutrisi Gamal
(Gliricidia sepium)

Protein Lemak Serat


Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
DKI Jakarta 75,18 12 22,86 2,71 33,57 - -
Jawa Barat 80,95 9 30,88 4,77 21,87 1,42 0,33
Jawa Tengah 77,31 8,45 26,33 2,92 25,6 1,41 0,25
Jawa Timur 73,43 8,95 27,56 3 18,42 1,37 0,27
Kalimantan Selatan 71,3 7,9 23,03 4,42 28,26 1,48 0,21
Kalimantan Timur 71,84 7,9 32,58 4,2 22,56 0,88 0,32
Sulawesi Tenggara 72,5 11,55 24,73 4,92 27,7 0,99 0,22
Rata-rata 74,64 9,39 26,85 3,85 25,43 1,26 0,27

Keterangan : -* Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan
hasil Lab.
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

IV.2.3. Kaliandra (Caliandra calothyrsus)

Gambar 41. Kaliandra (Caliandra calothyrsus)

Kaliandra adalah tanaman kacang-kacangan yang dapat tumbuh pada


musim kemarau walaupun tidak sebaik pertumbuhan dimusim hujan,
terutama pada daerah berlereng curam. Untuk tumbuh ideal rata-rata
temperatur yang diperlukan adalah 20-280 C.

lxxvi
Untuk tujuan sebagai sumber hijauan pakan ternak jarak tanam 1×1
meter atau 2×0,5 meter pada awal musim hujan. Pemotongan tanaman
dilakukan setiap 12 minggu dengan tinggi potong 1 meter, produksi
yang diperoleh 10 ton bahan kering/Ha/tahun.Kaliandra dapat
digunakan sebagai pengganti sebagian rumput yang diberikan. Pada
sapi dapat menggantikan rumput maksimal 50%, sedangkan untuk
domba sampai dengan 30%. Pemberian pada ternak sebaiknya dalam
bentuk segar karena proses pengeringan akan menurunkan konsumsi
dan kecernaanya, selain itu kandungan tanin dalam kaliandra
segar kurang berbahaya untuk ternak. Kaliandra dapat diberikan saat
sebelum atau sesudah pemberian pakan tambahan. Kandungan Berbagai
Jenis Kaliandra (Caliandra calothyrsus) dapat dilihat pada Tabel 41.

Tabel 41. Kandungan Berbagai Jenis Kaliandra


(Caliandra calothyrsus)
Protein Lemak Serat
Jenis Kaliandra Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Kaliandra Putih Jawa Timur 64,08 10,65 33,18 4,61 11,52 1,71 0,47
Kaliandra Merah Jawa Timur 35,39 5,50 22,23 2,3 13,63 0,88 0,20
Kalimantan
64,61 5,20 27,92 4,03 54,06 0,33 0,29
Timur
Kaliandra Banten 68,10 10,60 26,48 6,64 20,5 2,14 0,26
Rata-Rata 66,35 7,90 27,20 5,335 37,28 1,23 0,27
Jawa Timur* 6,51 4,80 24,41 2,18 12,37 4,65 0,21
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan hasil Lab
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

IV.2.4. Alfalfa (Medicago sativa)

Alfalfa (Medicago sativa) adalah spesies tanaman yang dimanfaatkan


sebagai ternak untuk sapi perah, kuda, sapi potong, domba, dan
kambing. Alfalfa adalah tanaman sejenis tanaman herbal tahunan yang
memiliki beberapa ciri, yaitu berakar tunggang, batang menyelusur
tegak dari dasar kayu dan tingginya berkisar 30-120 cm, serta daun
tersusun tiga. Tangkai daun berbulu dan berukuran 5-30
mm.Kedalaman akar alfalfa dapat mencapai 2-4 meter.

Budidaya alfalfa sebagai pakan ternak dilakukan untuk beberapa tujuan,


yaitu penggembalaan dan konservasi. Alfalfa dapat ditanam sendiri
ataupun sebagai campuran di antara rumput tropis dan sub-tropis. Bibit
alfalfa juga banyak ditanam sebagai kecambah untuk makanan manusia.
lxxvii
Gambar 42. Alfalfa
(Medicago sativa)
Sebagai pakan ternak, tanaman ini memiliki kandungan protein,
vitamin, dan mineral yang tinggi. Untuk melakukan budidaya alfalfa,
kondisi tanah yang harus diperhatikan adalah pH (tingkat keasaman)
tanah berkisar 6,3-7,5 dan kandungan garam dalam tanah tidak boleh
terlalu tinggi. Selama masa aktif pertumbuhannya, alfalfa tidak
membutuhkan tanah yang basah.

Alfalfa banyak diproduksi karena nilai nutrisi dan produksinya yang


menguntungkan, selain itu tanaman ini juga disebutkan memiliki rasa
yang enak. Dibandingkan dengan pakan ternak dari tanaman lainnya,
alfalfa memiliki kandungan protein dan kalsium yang tinggi, tetapi
energi metabolisme dan kadar fosfor di dalamnya relatif rendah. Alfalfa
juga termasuk berserat rendah sehingga mudah mencapai rumen (perut
besar) dan mudah dicerna oleh hewan ternak.

Pola penanaman alfalfa dengan pemberian irigasi, tanaman alfalfa dapat


memproduksi 25-27 ton per hektar kadar kering pada tahun pertama dan
turun hingga 8-15 ton per tahun pada tahun ketiga. Produksi bergantung
pada densitas tanaman, tingkat resistensi hama dan penyakit, aktivitas di
musim dingin, dan hujan yang memengaruhi kelembaban tanah. Dengan
hasil produksi tersebut, penanaman alfalfa dapat meningkatkan produksi
susu pada sapi.

Alfalfa yang tumbuh sepanjang tahun ini juga mencegah terjadinya


defisiensi (kekurangan) energi pada ternak dan memperbaiki atau
meningkatkan padang rumput.Kandungan Nutisi Rumput Alfalfa dapat
dilihat pada Tabel 42.

lxxviii
Tabel 42. Kandungan Nutrisi Rumput Alfalfa
(Medicago sativa)

Protein Lemak Serat


Provinsi Air Abu Ca P
Kasar Kasar Kasar
Jawa Timur 8,96 6,5 31,23 1,78 19 1,04 0,77
Jawa Barat 73,11 11,50 27,44 3,39 24,04 2,14 0,46
Rata-rata 41,04 9,00 29,34 2,59 21,52 1,59 0,62
Keterangan : Hasil Uji berdasarkan bahan kering kecuali kadar air berdasarkan
hasil Lab
Sumber : Hasil Pengujian di BPMPT Tahun 2009-2012

lxxix
DAFTAR PUSTAKA

Adiati, U,et.al. 2004. Peluang Pemanfaatan Tepung Bulu Ayam Sebagai Bahan
Pakan Ternak Ruminansia. Wartazoa Vol 14 No 1 Tahun 2004.

Anonymous.2013. Tata Cara Pembuatan Tepung Bulu dan Tepung Darah


(Limbah Pengolahan Unggas).http://bumiternak-
betha.blogspot.com/2012/11/pembuatan tepung-bulu-
tepung-darah-dan.html. Tanggal Akses 05 Mei 2013.

_______________ .http://indonesia.tropicalforages.info/key/Forages/Media/Htm
l/Panicum_maximum_%28Bahasa_Indonesia%29.html.
Tanggal Akses 05 Mei 2013.

_______________ Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Ternak. 2012.


Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. CV Nutri Sejahtera.
Bogor.

_______________ .Ilmu Tanaman Pakan Ternak. http://


pelajaranilmu.blogspot.com. Tanggal Akses : 20 Agustus
2013.
Antonius. 2010. Pengaruh Pemberian Jerami Padi Terfermentasi Terhadap
Palatabilitas Kecernaan Serat Dan Digestible Energyransum Sapi.
Seminar Nasional TeknologiPeternakan dan Veteriner 2010.

Armaji, Y. 2012. Sumber Protein……Bagaikan Buah Simalakama. Bulletin


BPMPT Bekasi. Vol 5 No. 8 Desember 2013.

Bangun, A. 2012. Tepung Bulu Ayam (Garut, Jawa Barat).


http://andybangun.blogspot.com/2012/02/tepung-bulu-ayam-
garut-jawa-barat.html. Tanggal Akses 05 Mei 2013.

Dwinarto, B. 2012. Bahan Pakan Lokal:Menjadi Tuan Di Negeri Sendiri.


Bulletin BPMPT Bekasi. Vol 4 No. 7 Juli 2012.

Fanindi, A et.al. 2005. Karakterisasi dan Pemanfaatan Rumput Brachiaria sp.


Prosiding Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak.

lxxx
.2010.Pengaruh intensitas cahaya terhadap produksi hijauan
dan benih kalopo (Calopogonium mucunoides). JITV Vol. 15
No. 3 Th. 2010: 205-214.

.2006. Produktivitas Tiga Jenis Rumput Dan Palatabilitasnya


Pada Ternak Domba. Balai Penelitian Ternak. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006.

Hartadi, H. 1990. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gama Press.


Yogyakarta.

Hasibuan, F.N. 2011. Waktu Penyimpanan dan Panjang Rhizome Rumput Bahia
(Paspalum Notatum Fluegge ) Sebagai Bahan Tanam Vegetatif
Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Awal. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Jayanagara, A. 2012. Diktat PMBT. Biji-bijian dan Limbahnya. IPB. Bogor.

Kurniawan, W.et.al. 2007. Produksi dan Kualitas Rumput Brachiaria humidicola


(Rend.) Sch,Digitara decumbens Stent dan Stenotaphrum
secundatum (Walter) O.Kunt. di Bawah Naungan Sengon,
Karet dan Kelapa Sawit. Fapet IPB. Vol. 30 No. 1 Media
Peternakan, April 2007, hlm. 11-17.

Sari, A.B. 2007. Pengaruh Jenis Sapi dan Macam Hijauan Terhadap Kecernaan
Fraksi Serat dan Pertambahan Bobot Badan. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Andalas.

lxxxi

Anda mungkin juga menyukai