Riff A I Yyah PDF
Riff A I Yyah PDF
DI KABUPATEN TEMANGGUNG
(KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI AJARAN TASAWUF K.H. AHMAD
RIFA’I)
TESIS
Oleh:
MUSLICH
NIM : 520163
SEMARANG
2006
PROF. DR. H. ABDUL JAMIL MA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
PROGRAM PASCA SARJANA
Jl.Raya Ngaliyan (Kampus 3) Semarang 50185 Telpon / Fax. (024) 614454
NOTA PEMBIMBING
Dengan ini menerangkan bahwa tesis Muslich, NIM; 520163 yang berjudul:
telah memenuhi syarat untuk diujikan sebagai tesis pada konsentrasi Etika Tasawuf,
2
iINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
PROGRAM PASCA SARJANA
Jl.Raya Ngaliyan (Kampus 3) Semarang 50185 Telpon / Fax. (024) 614454
INDONESIA _________________________________________
PENGESAHAN
Direktur,
3
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa tesis yang
berjudul: ALIRAN RIFA’IYAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG (KAJIAN
TENTANG IMPLEMENTASI AJARAN TASAWUF K.H. AHMAD RIFA’I) tidak
berisi material yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian
juga tesis ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang
terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Yang mendeklarasikan
MUSLICH
NIM : 520163
4
Abstraksi
Islam way of live, mengenal tiga asas yakni; Iman, Islam, dan Ihsan.
Ketiganya merupakan kesatuan yang utuh, dimana manusia dapat mencipta dirinya
menjadi insan kamil.. Secara ringkas dalam Islam dikenal ilmu dhohir dan ilmu batin
yang terinci dalam ilmu; syari’ah, tariqah, haqiqah dan ma’rifah. Kumpulan dari
pengetahuan tentang syari’ah, dengan melalui tariqah untuk mencapai haqiqah, dan
ma’rifah. Maksudnya seseorang yang menjalani tariqah yang seimbang dengan
syari’ah secara lahir dan batin, untuk menuju kepada tujuan tertentu dalam tasawuf,
insyallah tercapailah kondisi mental yang menciptakan insan kamil.
Tasawuf merupakan istilah khusus mistisisme Islam, bertujuan memperoleh
hubungan khusus langsung dengan Tuhan, ber-asensi hidup dan berkembang dari
bentuk ke-zuhudan dengan bentuk tasawuf amali dan falsafi. Pandangan kaum sufi
ibadah formal belum memenuhi kebutuhan spiritual, melainkan harus melalui proses
takhalli, tahalli dan tajalli. Tasawuf amali merupakan pancaran dari cahaya Allah
pada hati muslim, yang ter-interprestasikan dalam pengamalan kehidupan.
Walaupun dalam tasawuf dikenal adanya istilah maqam (sikap hidup) dan hal
(sikap mental). Namun, dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diketahui adalah
sikap hidup, ter-realisasi dalam kehidupan dan tingkah laku, dalam hidup
bermasyarakat dan berhubungan dengan lingkungan kita.
Kyai H. Rifai adalah seorang tokoh Islam, pengikut aliran faham Sunni dan
bermadzhab Syafi’i, penganut ajaran Al-Ghazali, ajarannya merupakan basic ajaran
Islam, yakni; syariah, usul ad-din dan tasawwuf, ia mencipta kitab syair berbahasa
arab/jawa pegon, sebagai pedoman ajaran bagi umatnya, agar memudahkan
pemahaman dan penerapan ajaran Islam, penganutnya membentuk dirinya dengan
nama golongan “Islam Tarojumah”. Dikabupaten Temanggung terkenal dengan
istilah “ Umat nglakoni printah ngedohi cegah”, umat yang mendukungnya sekitar
berjumlah 70.000 anggota yang tersebar di daerah kelahirannya, Kalisalak,
Wonosobo, Temanggung, bahkan sampai di Sulawesi dan Ambon.
Dengan dalih beberapa hal tersebut diatas, kami mengangap penting untuk
mendalami ajaran kyai dan implementasi para umat pengikutnya, dengan tujuan;
selain memenuhi tugas akademis, juga mengetahui perkembangan khazanah Islam.
Fokus penelitian ini pada; mengetahui dengan sebenarnya ajaran Rifaiyah dan
memahami implementasi ajaran itu pada umatnya, mengambil sampel di daerah
Kabupaten Temanggung khususnya daerah Kecamatan Wonoboyo, dengan
menggunakan metode penelitian kwalitatif, deskriptif, reflektif, induktif dan
menggunakan sistem groundeed research agar dapat memahami posisi dan praktek
pengikutnya dalam kehidupan sehari- hari. Kenyataan yang diperoleh; sampai
sekarang jati-diri umatnya masih bersikukuh, dengan kemurnian ajarannya, baik
5
dalam ajaran fiqh, tauhid maupun tasawuf-nya, walaupun dalam perkembangan areal
umatnya masih lamban karena hanya didukung oleh faktor hubungan keluarga
melalui tali perkawinan dan arus perpindahan penduduk.
6
HALAMAN PERSEMBAHAN
7
MOTTO
8
TRANSLITERASI
Sistim transliterasi yang digunakan penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:
ARAB INDONESIA ARAB INDONESIA
ا , ض dl
ب b ط th
ت t ظ dh
ث ts ع ‘
ج j غ gh
ح h ف f
خ kh ق q
د d ك k
د dz ل l
ر r م m
ز z ن n
س s و w
ش sy ﻩ h
ص sh ي y
Keterangan ;
1. Hamzah (`) yang terletak diawal kata mengikuti vokalnya, tanpa diberi tanda
apapun. Jika terletak ditengah atau akhir, maka ditulis dengan tanda (‘)
2. Vokal dan diftong.
a. Vokal atau bunyi (a), (i) dan (u) ditulis dengan ketentuan sebagai berikut :
Harakat Pendek Panjang
Fathah a aa
Kasrah i ii
Dlammah u uu
b. Diftong yang sering dijumpai dalam transliterasi adalah (ai/ay) dan (au/aw)
misalnya bain/bayn ( )ﺑﻴﻦdan qaul/qawl ()ﻗﻮل
c. Syiddah dilambangkan dengan konsonan ganda.
d. Kata sandang al-( alif lam ma’rifah) ditulis dengan huruf kecil, kecuali jika
9
terletak diawal kalimat.
e. Ta’ Marbuthah ( ) ةditraansliterasikan dengan hutuf t, tetapi jika ia terletak
di akhir kalimat, maka ia ditransliterasikan dengan huruf h.
f. Lafdh al-Jalalah ( ) اﷲyang didahului partikel, seperti huruf jar dan huruf
lainnya atau berkedudukan sebagai mudlof ilaihi ditransliterasikan tanpa
huruf hamzah.
Adapun singkatan- singkatan yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah
sebagai berikut ;
10
11
KATA PENGANTAR
dengan limpahan rakhmat-Nya, taufiq serta hidayah-Nya tesis ini dapat selesai sesuai
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi agung Muhammad SAW.,
sebagai rasul terakhir, pembawa risalah ajaran Tuhan, penyelamat umat muslim dari
Penulisan tesis ini dapat diselesaikan bukan dari upaya sendiri, namun sangat
bergantung dari dukungan semua pihak. Oleh karena itu, penulis menghaturkan rasa
terima kasih tak terhingga kepada mereka yang membantu dan mendukung, utamanya
Gunaryo, M.Soc.Sc. atas advis yang melegakan hati saat awal penulisan ini, dari
3. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA, selaku pembimbing, dengan kesabaran dan
pengarahannya, serta dukungan moril, sehingga dalam penulisan tesis ini dapat
4. Dr. H. Abdul Muhaya, MA, dan Drs. H. M. Darori Amin, MA., selaku team
penasehat akademis, yang tiada kusangka memberi advis yang besar nilainya.
12
5. Para dosen Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang, baik dari dalam
maupun dari luar kampus, selaku pembuka wawasan yang luas dalam ilmu
6. Ibu tercinta, yang selalu berdo’a siang dan malam agar penulis selamat dan
7. Istri tersayang, selaku pemacu dan pendorong dalam penyelesaian study ini.
8. Drs. Budi Karim, selaku pembuka wawasan pikiran dan kesegaran berpikir
9. Bapak Drs. H. Masyhuri beserta istri, yang membantu, semangat jiwa, dan
10. Rekan-rekan dari berbagai pihak yang tidak dapat penulis satu persatu yang telah
11. Semua Kyai, tokoh baik formal maupun non-formal, yang mendukung, dan
12. Semuanya, penulis sangat menghaturkan banyak terima kasih, semoga semua
banuan yang di berikan dan di aturkan pada penulis mendapat limpahan pahala
13
Namun penulis berharap, semoga hasil penulisan tesis ini dapat bermanfaat
dan berkah dapat menjadi sumbangan ilmu pada akademisi, masyarakat dan umat
Islam semuanya.
14
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i
HALAMAN DEKLARASI……………………………………………………..
iv
HALAMAN ABSTRAKSI……………………………………………………. v
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………….
vii
HALAMAN MOTTO………………………………………………………….
viii
HALAMAN TRANSLITERASI……………………………………………… ix
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………… 1
A. Latar Belakang…………………………………………………. 1
15
D. Kajian Teoritis……………………………………………...…… 10
E. Telaah Pustaka……………………………………………………12
F. Metode Penelitian……………………………………………….. 14
A. Konsep Tasawwuf……………………………………………… 20
TEMANGGUNG………………………………………………… 59
Temanggung…………………………………………………… 59
Kabupaten Temanggung…………………………………………. 75
16
A. Ajaran Tasawwuf Kyai Rifa’i………………………………….. 78
A. Kesimpulan…………………………………………………… 106
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep dasar agama Islam adalah Iman, Islam dan Ihsan . Kesempurnaan Islam
hanya dapat dibangun dan ditegakkan melalui tiga konsep itu. Ketiga konsep ini
selain sebagai ilmu, sepatutnya jika dalam kehidupan sehari-hari diterapkan pada
Ihsan adalah satu upaya penghayatan mendalam terhadap suatu ibadah. Konsep ihsan
merupakan landasan kemunculan ilmu tasawuf yang dianggap sebagai suatu ilmu
dan sifat batiniah, berciri individual-subyektif. Sasaran (tujuan) tasawuf ialah sampai
kepada Dzat al-Haqq atau Mutlak (Tuhan) dan bersatu dengan Dia, lazim disebut
ma’rifat al-Allah.
hati dan dzikir pada Allah berakhir dengan fana’ di dalam Allah, melintasi maqamat
dan ahwal dalam mujahadah dan riyadhah yang terus menerus. Perilaku tariqat ini
18
sebenarnya telah dilakukan sejak Rasulullah masih hidup, diikuti oleh para sahabat
hanya tampak dalam ibadah, tetapi rumah dan pakaian mereka yang amat sederhana
dan pakaian se adanya. Pada masa modern, ajaran tasawuf memiliki daya tarik dan
melahirkan dinamika kaum muslimin, sehingga lebih relevan untuk diamalkan dan
Qadariyah, dan lainnya, namun gerakan thariqat di Indonesia zaman awal pada
atau sudut- sudut kota, terutama sewaktu jaman penjajahan, diantaranya; gerakan
tariqat Akmaliyah yang dipimpin Kyai Nurhakim (1866 M), dan gerakan Haji
Akhmad Ripangi di Kalisalak (1855 M). Thariqat KH. Rifa’i inilah yang saat ini
sebutan “Islam Tarojumah” atau dikenal dengan istilah; “Umat nglakoni printah-
ajaran Islam pada umumnya, misalnya: dalam penguburan mayat liang lahad harus
diukur menggunakan kompas dengan arah tepat kiblat, shalat jama’ah imamnya harus
sepaham dan tidak sah makmum mengikut jama’at lain yang tidak sealiran, rukun
Islam hanya satu, yakni “syahadat”, kaum wanita haram menemui tamu pria bukan
19
muhrim, menjalankan kehidupan dengan delapan tabi’at sufi, dan suatu hal yang
dan tauhid, kemudian mereka masuk kedalam bidang tasawuf, yang lazimnya tasawuf
adalah sarana taqarrub kepada Allah atau jalan mencapai ma’rifat ila al-Allah,
dirinya, agar mereka dapat merubah diri, sesuai dengan kehendaknya, umpamanya:
atau menyengsarakan kehidupan seseorang melalui ilmu batin mereka. Demikian ini
adalah anggapan dan suatu prasangka masyarakat di luar lingkungan pengikut Islam
Tarajumah. Di daerah ini diakui bahwa seseorang yang mengikuti lembaga Islam
Tarajumah, merupakan sarana menuju ke suatu pengajaran yang keliru dan bertujuan
Hal inilah yang menjadi pemikiran penulis dan berkeinginan untuk memahami
Kemudian setelah mengadakan studi awal, ternyata kelompok ini adalah pengikut
ajaran K.H. Ahmad Rifa’i, kitab ajarannya sejumlah lima puluh dua, isinya terdiri
dari fiqh, tauhid dan tasawuf, umatnya tersebar di kabupaten Temanggung hampir
20
enam dari sejumlah dua-puluh kecamatan. Pada umumnya pengamalan ajaran thariqat
bagi salik, hanya tertumpu pada bentuk amalan menuju ma’rifat ila al-Allah, bahkan
ajaran Kyai Haji Ahmad Rifa’i telah menjadi pegangan hidup dan membudaya dalam
kehidupan masyarakat.
melakukan pertemuan dengan kaum lelaki bukan muhrim sebatas di dalam rumah,
dengan lelaki walaupun bukan muhrim, di dalam bidang tauhid, pengakuan dan
pedoman mereka rukun Islam hanya satu, namun di dalam mengajarkan kepada
tasawuf ?. Diakui oleh mereka, bahwa masalah ini belum dapat menentukan
Pemikiran Kyai Rifai dalam bidang tasawuf pada dasarnya merupakan bagian dari
gagasan untuk mempertahankan hubungan harmonis antara syariat dan hakikat yang
dirumuskan dengan istilah ushul fiqih, dan tasawuf. Pandangan tasawuf-nya terdiri
dari tiga masalah pokok, yaitu; (1) Keseimbangan antara syariat dan hakikat, (2)
Tasawuf bercorak amali dan falsafi, (3) Tariqat. Syari’at berkaitan dengan hal-hal
21
yang bersifat jasmani yakni; tentang tata cara berhubungan dengan Allah, sedangkan
hakikat lebih banyak berhubungan dengan hal-hal yang bersifat ruhani yang
tidak penganut tariqat Qadiriyah, tetapi sebagai penganut tariqat Ahlussunni. Kitab
yang berisi tasawuf diantaranya; Ri’ayah al-Himmah, Abyan al-Hawaij, Husn al-
Mithalab, dan Ahsan al-Miqasad. Menurutnya, “seorang sufi sudah barang tentu
menguasai ilmu fiqih, namun seorang ahli fiqh belum tentu menguasai tasawuf” .
Kyai Rifa’i membagi ilmu menjadi dua hal, ilmu zahir adalah ilmu Fiqh sedangkan
ilmu batin adalah Ushul al-din dan Tasawuf. Seseorang yang belajar tasawuf tidak
melalui tahapan belajar fiqih, dianggap tidak sah ketaatannya, pandangan ini
merupakan bagian dari ciri kecenderungan tasawuf amali sebagai reaksi terhadap
tasawuf yang hanya mementingkan aspek batiniah dan mengabaikan syari’at. Fiqih
dikatakan sebagai ilmu zahir karena berkaitan dengan ibadah secara lahiriah, ke-
terkaitan hubungan antara syari’at dan hakikat secara global memiliki unsur
terhadap orang yang mengabaikan syari’at. Dia menyatakan bahwa, belajar ilmu
tasawuf dan mengamalkannya adalah wajib dan bahkan orang yang mengabaikan
dapat menjadi kafir dari imannya. Al-Ghazali dalam Al-Munqidz min al-Dhalal,
22
tasawuf setelah syari’at. Aspek persamaannya terlihat pada pandangan secara global
Di kalangan murid-murid dan para pengikutnya, kitab yang membicarakan tiga ilmu
secara sekaligus ini, dijadikan sebagai kitab yang mendapat prioritas untuk di
Rifa’iyah hingga sekarang, hal ini terlihat pada penampilan mereka yang
pertimbangan bahwa isi ajaran tasawuf berupa latihan ruhani dengan jalan; (1)
Pengisian diri dengan sifat terpuji (tahalli), (2) Pengosongan sifat tercela (takhalli)
yang kemudian ditindak-lanjuti dengan kedekatan kepada Allah (taqarrub), dan (3)
Pengenalan Allah dengan mata hati (makrifat). Dia menciptakan suatu pedoman
ajaran syariat, aqidah dan tasawuf dalam kitab-kitab Tarajumah, dalam bidang
tasawuf, dimensi utamanya berpedoman/ berfokus pada delapan ajaran, yakni yang
Bab ikilah bab nyatakake tinemune, ilmu tasawuf kang diwajibake ngudi,
ugo wajib dingamalaken sak kuwasane, ingatase mukallaf arep ngaweruhi ngilmune,
setengah sifat kang pinuji dene syaringat, lan sifat kang cinelo ning ati maksiyat,
yoiku wulung perkara iki wilangane, zuhad, qana’ah, sabar, tawakal atine
23
mujahadah ridha syukur ikhlas nejane, khauf mahabah ma’rifat kawengku maknane.
Utawi pertelane setengah sifat cinela, dene syarak kang ana ati dadi ala,
yoiku wulung perkara ikilah pertelane, hubbud dunnya tama’, itba’ul hawa katula.
insyaallah kelawan tulung Allah sarta berkah nabi Muhammad rasul kalenggah.
Umat Rifa’iyah saat ini terus berkembang di lain daerah, umumnya di Temanggung.
tasawuf, melakukan tabiat delapan ini dapat memperteguh diri, atau menuju
Seorang sufi telah mencapai maqam tertentu, biasanya diberi kurnia oleh Allah,
bukan digunakan pada bentuk negatif. Benarkah hasil dari penafsiran dan
pengamalan ajaran tasawuf KH Rifa’i, yakni; tabi’at delapan yang diajarkan bagi
seorang sufi, dapat menuju kearah kesesatan?, Apakah ajaran tersebut bercampur
dengan ajaran lain pada umatnya?, dimanakah letak perbedaan pengamalan ajaran
mereka ? Jika ajaran tasawufnya sesat, mengapa saat ini terus berkembang ?
Sejauhmana ajaran ini diamalkan?. Hal inilah yang diteliti, khususnya yang ada
24
hubungannya dengan bidang tasawuf, dengan judul; “Aliran Rifa’iyah di Kabupaten
pandangan hidup dsb.) misalnya: aliran politik; aliran komunis, aliran falsafah
modern. Disini maksudnya adalah haluan atau ajaran KH. Rifa’i. “Ajaran” ialah:
guruku”, maksud di sini adalah petunjuk dari KH. Rifa’i. Kemudian pengertian
B. Rumusan Masalah
Kabupaten Temanggung?
1. Tujuan Penelitian
Tarojumah terhadap konsep atau pemikiran Kyai H. Ahmad Rifa’i, khusus dalam
25
mengetahui peta pengembangan atau perkembangan umat, faktor-faktor
lingkungan umatnya.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang berupa pengertian tentang ajaran ulama’, utamanya ajaran
tasawuf yang masih asing direalisasikan di daerah yang kondisi sosial, budaya dan
ekonominya heterogen. Oleh karena itu, akan sangat bermanfaat jika di kaji secara
sejauh-mana ajaran tersebut dapat dijangkau dan dilaksanakan oleh umatnya, sebatas
ajaran tasawuf-nya.
D. Kajian Teoritis
pelakunya. Apa yang dilakukan dan mengapa seseorang melakukan berbagai hal,
dipengaruhi oleh latar belakang budaya, yang khusus (Spradley, 1980). Budaya yang
berbeda, melatih orang berbeda pula dalam menangkap makna suatu konsep
26
pikiran dan pandangan manusia (Cohen, 1971). Konsein (hati nurani) selalu berkaitan
laku selektif dan bertujuan (Bigge, 1984). Budaya sangat berperan dalam proses
kognitif karena tanggapan dan pikiran merupakan alat utama, semua tingkah laku
bersumber padanya (Mc. Fee, 1970). Kebudayaan sangat berhubungan erat dengan
perilaku manusia dan kepercayaan (Goetz dan Le Compte, 1984), yang meliputi
Dengan demikian konsepsi ajaran selalu mempengaruhi setiap peristiwa sosial (Van
Maanen, Dabbs & Faulkner, 1982). Tasawuf merupakan aspek aspek ketiga dalam
Islam disamping syari’ah dan aqidah, sebab agama Islam berpokok pada Islam, Iman
dan Ikhsan, baik tasawuf amali atau akhlaqi maupun falsafi sebagai sarana dalam
perjalanan menuju Alloh, dengan mendaki berbagai tingkatan maqam dan hal, , jalan
spiritual dan merupakan dimensi batin atau kehidupan batin, guna mencapai tujuan
derajat yang tinggi, berada sedekat mungkin kepada Allah, mensucikan jiwa,
melepaskan jiwanya dari kungkungan jasadnya, juga melepaskan diri dari noda sifat
dan perbuatan tercela. Yang mana jika seseorang dapat mengembangkan hukum luar
(entitas materi) dan mengembangkan realitas sebelah dalam, jika disatukan disebut
kesejatian, namun yang dapat dibuktikan secara lahir adalah maqam ). Suatu sikap
yang harus diterapkan sufi adalah merealisasikan maqam pada lingkungan kehidupan
27
ajaran yang diterapkan pada suatu organisasi, golongan atau umat tertentu, kondisi
dan menerapkan dalam tingkah laku kehidupannya semakin konsisten dan stabil, dan
sebaliknya semakin kurang paham ajaran, semakin banyak terpengaruh dengan ajaran
lain, dan semakin masa-bodoh dengan ajaran tersebut, walaupun mereka mengakui
E. Telaah Pustaka
Penelitian ajaran Rifa’iyah sudah sering diteliti oleh berbagai pakar ilmu pengetahuan
diantaranya; Abdul Jamil, meneliti tentang sejarah Gerakan Kyai Haji Rifa’i dengan
judul “Perlawanan Kiai Desa”, membahas karya, pemikiran maupun gerakan serta
yang lain dari penulis di atas, berjudul; “Islam Indonesia Abad Sembilan Belas”:
(Studi tentang protes keagamaan K.H. Ahmad Rifa’i Kalisalak), isinya merupakan
tipologi gerakannya, serta perkembangan jemaat Rifa’iyah pasca KH. Rifa’i. Kajian
yang lain, yaitu Dartini berbentuk skripsi, dengan judul “Gerakan Haji Ahmad Rifa’i
di Kalisalak, Batang Abad XIX”, berisi gerakan Rifa’i dan dampak ajaran bagi
28
resepsi perkawinan, dan hukum nikah. Muhamad Adabi Darban, judulnya: “Gerakan
Sosial Keagamaan di pedesaan Jawa Tengah 1850-1982” berupa tesis, isinya; corak
gerakan Rifaiyah, sebagai gerakan sosial keagamaan, gerakan protes KH. Rifa’i dan
19”, isinya, Survei historis tentang sejarah Islam Indonesia pada abad ke 19,
tentang Rukun Islam Satu”, isinya penjelasan pemikiran dan ajaran Kyai Haji Rifa’i
dan menunjukkan sumber rujukan yang diambil sebagai dasar dan pemikiran dari Al-
Qur’an, al-Hadits, dan Ulama’ Salaf dahulu. Nahar Nahrowi, berjudul: “Potensi
Lembaga Keagamaan Seri IV, Gerakan Rifaiyah”, isinya; Survei umum gerakan
Rifa’iyah diwilayah Jawa Tengah, dari beberapa aspek paham keagaman, sejarah,
potensi organisasi, usaha, pembiayaan, sasaran pisik dan hubungan luar. Mat
Solikhin, judulnya: “Kitab Kuning (Syafi’iyah) dalam Fikih Ahmad Rifa’i”; (Suatu
kajian kitab kuning sebagai sumber rujukan kitab Tarajumah Ahmad Rifa’i), isinya;
kitab kuning mulai abad XVII sampai XIX M, pemikiran ulama’ pertengahan abad X
M. sampai XV. Murfi Hartoni, berjudul: “Pelaksanaan Aqad Nikah berbahasa Jawa”,
isinya; tentang nikah memakai bahasa daerah sekitar KH. Rifa’i. Khabib meneliti
29
tentang dasar rukun Islam hanya satu yaitu sahadat, judulnya “ Syahadat sebagai
terfokus pada gerakan, profil, dan protes KH. Rifai terhadap penjajah, sedangkan inti
ajaran terbatas hanya pada bidang fiqh, sebagian tasawuf kemudian penulis ingin
mengetahui implementasi ajaran kyai, karena teori bukanlah suatu kenyataan yang
terjadi di lapangan, yang menurut hemat penulis jauh dari kenyataannya, dan peta
F. Metode Penelitian
Berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian
1. Lokasi Penelitian.
adalah; petani, tokoh non formal, pegawai negeri, tingkat sosial ekonomi bawah dan
menengah, dan sebagian besar menganut golongan Rifa’iyah yang umatnya perkiraan
2. Bentuk Penelitian.
menafsir beragam informasi dan masalah yang telah digali dan dicatat dari hubungan
30
pergaulan dimasyarakat (Bogdan dan Taylor 1975) dan hermeneutik, di mana
mengarah pada penafsiran ekspresi yang penuh makna dengan melakukan interpretasi
yang telah di lakukan pribadi atau kelompok manusia terhadap situasi mereka sendiri
(Smith, 1974), jadi nantinya terjadi dialektik interaktif, serta tidak meninggalkan
budaya agar dapat melihat perilaku pada masyarakat, kemudian strategi yang dipakai
adalah penelitian kualitatif deskriptif dan reflektif agar menghasilkan hasil penuh
nuansa dengan bentuk apa adanya, bukan sekedar jumlah ataupun informasi dengan
bentuk angka. Karakteristiknya memakai natural setting, yang kajiannya adalah pada
perilaku manusia sehari-hari, dalam keadaan yang rotin secara apa-adanya. Kemudian
(diarahkan pada sumber yang memiliki data penting yang berkaitan dengan
bukti yang terkumpul dan saling berkaitan (bottom-up grounded teory), sedangkan
hal yang lain, karena fokus penelitian sudah ditentukan, maka studi kasus yang
3. Sumber data.
Data atau informasi yang paling penting dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini,
sebagian besar digali dari beragam sumber data dan jenis sumber data antara-lain
meliputi:
Informan atau nara-sumber, yang terdiri dari para kyai, tokoh masyarakat baik formal
maupun non formal, dan sebagian besar anggota masyarakat Islam Tarajumah, guna
31
mengetahui anggapan-anggapan negatif dari luar aliran Islam Tarajumah, serta
Dokumentasi yang tersedia di lokasi penelitian, namun sebagai acuan tasawuf hanya
Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan juga jenis sumber data yang
dimanfaatkan, maka tenik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,
adalah:
Wawancara jenis ini bersifat lentur dan terbuka, tidak terstruktur ketat, tidak dalam
suasana formal, dan bisa di lakukan berulang pada informan yang sama. Pertanyaan
yang diajukan bisa semakin terfokus sehingga informasi yang bisa dikumpulkan
semakin rinci dan mendalam. Kelonggaran dan kelenturan cara ini akan mampu
terutama yang berkaitan dengan perasaan, sikap dan pandangan mereka terhadap
b. Observasi langsung. atau observasi berperan pasif dengan cara formal maupun
mengumpulkan data yang bersumber pada dokumen dan arsip pada saat pertemuan
32
Tehnik cuplikan (sampling). Penelitan kualitatif cenderung menggunakan
dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dari sumber (internal sampling) agar
dapat di ambil kesimpulan oleh peneliti suatu pikiran umum yang muncul mengenai
apa yang dipedomani, sedang validitas data mengambil bentuk triangulasi data
sumber, yaitu mengumpulkan data sejenis dari sumber data yang berbeda .
5. Tehnik Analisis.
Tehnik analisis dalam penelitian ini adalah beberapa desa atau lingkungan,
maka yang digunakan adalah analisis antar kasus (cross site analysis) dan proses
pengumpulan data sebagai suatu proses siklus antara pengumpulan data, reduksi data,
G. Sistematika Penulisan
Tesis ini disusun dalam tiga bagian, yaitu bagian pertama, bagian isi dan bagian
terakhir.
kata pengantar, transliterasi, persembahan, motto, daftar isi, dan daftar tabel.
33
Bagian isi memuat lima bab pembahasan: Bab pertama sebagai bab pendahuluan, di
penulisan tesis. Dalam bab ini diuraikan, mengapa kajian mengenai implementasi
tasawuf seorang tokoh KH. Ahmad Rifa’i perlu diteliti dan penting dilakukan.
Bab kedua, dikemukakan uraian mengenai konsep tasawuf secara umum, bibliografi,
karya dan konsep tasawuf Kyai Haji Ahmad Rifa’i yang digunakan sebagai pedoman
umat Rifa’iyah.
umum dan khususnya daerah kecamatan Wonoboyo dan daerah sekitarnya yang
Bab keempat merupakan inti pembahasan dalam penulisan tesis ini, di mana dalam
terjadi di daerah Rifa’iyah, anggapan-anggapan yang benar atau yang keliru dalam
perkembangan ajaran maupun faktor lain yang menjadikan umat Rifaiyah bersikukuh
34
Bab kelima merupakan penutup dari rangkaian penulisan tesis ini. Dalam bab ini
BAB II
A. KONSEP TASAWUF
Agama Islam mempunyai tiga konsepsi yaitu; Iman, Islam dan Ihsan. Ihsan sebagai
asas pokok ketiga dari agama Islam merupakan sumber ajaran tasawuf. Dikatakan
bahwa tasawuf adalah jantung Islam, karena tasawuf merupakan aktualisasi dari
trilogi ajaran Islam yaitu ihsan, di mana dalam setiap keadaan manusia selalu dalam
35
pantauan penglihatan Tuhan.Tasawuf merupakan ungkapan pengalaman keagamaan
pada aspek pemikiran dan perasaan, sehingga dapat dianggap sebagai seni atau cara
penuh. Bangsa Barat menyebut istilah tasawuf dengan Islamic mysticism. Atau
dengan kata lain sufi identik dengan mistik, bahasa Yunani yang merembet ke
bahasa Arab yang akhirnya disebut sufi. Dari segi lughat, asal kata sufi terdapat
berbagai macam pendapat ‘ulama, sebagian mengatakan bahwa kata sufi berasal dari
kata shâuf (bulu), dinisbatkan kepada pakaian lahirnya, di mana berpakaian bulu
merupakan kebiasaan para sufi, karena lebih mendekati kepada kerendahan diri dan
zuhud. Ulama lain mengatakan dari kata shuffah yakni golongan ahl al-Shuffah
yakni golongan orang miskin yang berhati mulia, tidak mementingkan keduniaan, dan
inilah sifat-sifat kaum sufi. Pendapat yang lain menyatakan bahwa tasawuf berasal
dari kata shâfa yang berarti bersih. Dikatakan juga berasal dari kata shâf, shufanah,
bahkan ada yang mengatakan berasal dari kata theosofi bahasa Yunani; yang berarti
ketuhanan, namun penulis cenderung pada pendapat yang mengatakan bahwa kata
tasawuf berasal dari shuf, dinisbatkan dengan orang yang berpakaian bulu domba
disebut sufi, dan perilakunya disebut tasawuf, mereka memilih kain wol yang kasar
sebagai simbul kesederhanaan. Pengamal tasawuf disebut shufi karena hatinya tulus
dan bersih di hadapan Tuhannya. Di dalam bentuk mufrad, kata sufi dikenal dalam
masyarakat Islam pada masa pertengahan abad kedua hijriyah, dan orang yang mula-
36
mula digelari sebagai sufi adalah Abu Hasyim al-Kufi (w. 150 H.) dan Jabir ibn
Hayyan (w. 208 H.), sedangkan kata shufiyyah bentuk jamak, baru dikenal tahun 199
H.
Sufisme dianggap sebagai sesuatu yang rumit, sehingga tidak ada jawaban yang
bersahaja, yang dapat menjawab asal usul ajaran tersebut. Jika ditanyakan ‘Apakah
bibit sufisme memang benar ada didalam Al-Qur’an ? Maka penulis menjawab Ya.
Munculnya sufi adalah saat setelah banyak orang Islam yang gemar berkecimpung
dalam mengejar kemewahan hidup duniawi, pada zaman kehidupan sahabat Nabi,
sebagian para sahabat dan tabi’in memilih jalan hidayah, berpegang teguh kepada
ajaran Al-Qur’an dan Sunah Nabi dalam kehidupannya. Mereka gemar beribadat,
menjauhkan diri dari kemewahan hidup duniawi dan mengasingkan diri dari
hidupnya kepada ibadat, mensucikan diri dari kelezatan duniawi, sehingga mereka
disebut shufiyyah dan mutashâwwifiin, orang yang berusaha menjadi sufi di sebut
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa ilmu tasawuf sebagai suatu ilmu yang lahir
kemudian dalam Islam. Tasawuf merupakan ilmu yang berhubungan erat dengan
batinnya para sufi saat taqarrub dengan Allah, sehingga dapat dikatakan setiap
37
“Ulama mendefinisikan tasawuf sesuai dengan tingkatan maqamnya. setiap
Tasawuf ialah kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung antara orang
muslim dengan Tuhan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah
bagian dari ajaran Islam, karena dia membina akhlaq manusia (sebagaimana Islam
juga diturunkan dalam rangka membina akhlak umat manusia) di atas bumi ini agar
tercapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup lahir dan batin dunia dan akhirat. Oleh
pekerti tinggi, sanggup menderita lapar dan dahaga, bila memperoleh rizki tidak lekat
di dalam hatinya, dan begitu seterusnya, yang pada pokoknya menyandang sifat-
sifat mulia, dan terhindar dari sifat-sifat tercela. Aspek-aspek itulah yang sebenarnya
Apapun akar kata yang merupakan bibit dari tasawuf, sebenarnya arti yang
menjadi inti sikap dan ajaran di dalam mendekatkan diri kepada Allah, Dia hanya
bisa didekati dengan kesucian dan kebersihan diri serta keagungan tingkah laku
hamba-Nya. Sufi mempunyai dua aspek, yakni aspek lahiriyah dan batiniyah. Ahl al-
Suffah dalam menjalani kehidupan tasawuf memakai bulu domba merupakan aspek
lahiriyah, mereka di anggap sebagai orang yang meninggalkan dunia dan hasrat
jasmani; benda dunia ini hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pakaian,
38
sedangkan teori yang melihat sufi sebagai orang yang mendapat keistimewaan
dihadapan Tuhan, lebih menitikberatkan pada aspek batiniyah. Dalam aspek ini
tasawuf bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan,
mereka sadar berada di hadirat Tuhan. Intisari sufisme adalah kesadaran akan adanya
komunikasi dan dialog antara manusia dengan Tuhan dengan cara mengasingkan diri
dan berkontempelasi mengambil bentuk ittihad atau menyatu dengan Tuhan. Tujuan
akhir tasawuf ialah sampai kepada Dzat al-Haq dan bersatu dengan Dia.
Jalan yang harus ditempuh dalam kehidupan tasawuf untuk mencapai ma’rifat dikenal
dengan tarekat, berawal dengan kesucian hati dengan cara dzikir dan berakhir dengan
fana’, dengan menempuh maqamat dan ahwal. Kesucian dan kebeningan hidup
manusia itu, paling tidak meliputi tiga aspek penting yang ada dari dalam diri
Mengenai jumlah maqamat yang harus ditempuh para sufi berbeda-beda, sesuai
dengan pengalaman pribadi yang bersangkutan. Abu Nasr al-Sarraj menyebut tujuh
maqamat, yaitu; taubat, wara’, zuhud, faqir, sabar, tawakal dan ridla. Abu Bakar
sabar, al-fakr, al-tawadlu’, taqwa, tawakkal, ridla, mahabbah, ma’rifat dan ridla.
Pendapat lain mengatakan bahwa kesufian sah bagi seseorang bila telah melampui
empat puluh maqamat dari ikhlas hingga berakhir ke tasawuf sebagai maqam
terakhir. Dalam perjalanannya, seorang sufi sering menemui istilah hal yaitu sikap
39
seperti; khauf, tawadlu’, ikhlas, ins, wajd dan sukr. Kemudian sebagian pendapat
bahwa melalui bentuk fana’ dan ittihad, dan bentuk hulul dan wihdat al-wujud.
Pengamalan dan kehidupan tasawuf telah dilakukan sejak Rasulullah masih hidup,
dengan wujud tahanuts yang dilakukan di Gua Hira’, yang merupakan awal Nabi
SAW mendapat hidayah, membersihkan hati, mensucikan jiwa dari noda penyakit
yang menghinggapi sukma, dan waktu itulah puncak kebesaran, kesempunaan dan
kemuliaan jiwa Nabi, yang membedakan beliau dari kebiasaan hidup manusia biasa,
mimpi hakiki memancar dari sela-sela renungannya, memancar kebenaran yang telah
beliau menjadi tumpuan perhatian masyarakat karena segala sifat terpuji terhimpun
pada dirinya. Bagaikan lautan budi yang tidak pernah kering dari air, kendati
diminum semua makhluk yang memerlukannya. Sikap khauf dan raja’ ditampakkan
olehnya dengan sedu sedan tangisnya, syukur setiap saat bersujud, munajat dan
Khulafa’ Al-Rasyidin, bagai ucapan Abubakar; “Kemuliaan itu merupakan buah dari
taqwa, fana merupakan hasil dari keyakinan dan kemuliaan itu adalah hasil dari
tawadlu”. Demikian juga Umar bin al-Khathab tentang keadilan dan amanahnya,
pidato dihadapan orang hanya pakaian bertambal dua belas, karena tidak mempunyai
40
kain selainnya, bahkan saat ditanyakan kepadanya tentang keterlambatan
mengimami shalat, dia menjawab: “Kain saya sedang dicuci, tiada kain lain yang
Islam, demikian juga Ali bin Abi Thalib juga dikenal dalam ibadahnya dan
kesederhanaannya di mana tidak peduli pakaian robek dan menjahit sendiri, sehingga
jawabnya; ‘Untuk menghusyukkan hati dan menjadi teladan bagi orang yang
dalam rumahnya hanya tergantung sebuah pedang, baju dan sehelai kain yang dia
seorang di antara mereka adalah Huzaifah bin Yaman. Esoterisme yang kuat
memancar dari celah-celah kehidupan mereka dan memberikan daya tarik dalam
keteladanan dan kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya. Begitu juga, Hasan dari
Basrah, dia hidup dengan sederhana dan mengajarkan hidup kerohanian dalam
bentuk teori-teori yang berpusat kepada rasa takut (khauf) dan harapan (raja’).
Adapun tokoh sufi masa klasik diantaranya: Dari masa Huzaifah bin Yaman, Imam
Abu Hanifah, Sofyan Tsauri, Ibrahim bin Adham, Imam Malik bin Anas, Malik bin
Dinar, Rabi’ah al-Adawiyah, Fudhail bin ‘Iyadh, Makruf al-Karkhi, Imam Syafi’i,
41
Imam Ahmad bin Hambal, Al-Harist al- Muhasibi, Zunnun al-Misri, Sarri al-Saqati,
Abu Yazid al-Bisthami, Junaid al-Baghdadi, Ibrahim al-Khawwas, Abul Husain, al-
Nuri, Al-Khallaj, Abu Bakar al-Syibli sampai Abu Thalib al-Makki. Kisah kehidupan
dengan budaya bangsa lain, akibatnya duniawi dan kecenderungan yang materialistis
formalitis dan kering dari penghayatan kerihanian berkembang pesat dalam ajaran-
ajaran syari’ah atau fiqh, dan ajaran-ajaran kerohanian yang sudah membentuk
jalan yang benar, sedang kalangan tasawuf yang mementingkan pengalaman esoteris
pendapat mulai tampak, ukhuwah Islamiyah mulai terganggu dan dinamika Islam
mulai pudar. Usaha memadukan antara dua kubu pemikiran itu telah diusahakan oleh
Harist al-Muhasibi dan Abu Thalib al-Makki, namun yang paling berhasil adalah
Imam Ghazali melalui karya besarnya Ihya’ Ulumiddin. Secara sistematis al-Ghazali
menggabung syari’ah dan tasawuf dalam ilmu yang menghidupkan Islam dalam
dengan berbagai latar belakang aliran yang mendasarinya. Kalangan sufi sendiri yang
42
mengamati perkembangan itu merasakan mulai tumbuhnya kehidupan eksklusif,
kultus individu dan berbagai penyimpangan dari ajaran yang sebenarnya. Ibnu
(bid’ah dan khurafat) dalam tubuh tasawuf dan segera mengembalikannya ke dalam
ajaran al-Qur’an dan Sunah Nabi secara ketat. Usaha ini dilanjutkan oleh pengikut
Pada masa modern, keadaan kaum muslimin pada umumnya terbenam dalam kancah
yang statis, lemah dan tertinggal dari bangsa-bangsa lain, maka Dr. Muhamad Iqbal
ajaran-ajaran tasawuf yang berpusat pada insan kamil. Demikian juga Hamka
mengemukakan perlunya ajaran tasawuf yang bersifat modern hingga memiliki daya
tarik dan melahirkan dinamika kaum muslimin. Dr. Abdul Halim Mahmud
menganggap penting tasawuf dalam penghayatan dan religiositas yang utuh dalam
menghadapi arus teknologi canggih dan globalisasi. Lebih jauh, usaha pembentukan
dan pembinaan diri sufi dilakukan melalui usaha-usaha yang serempak dalam
takhalli, tahalli, dan tajalli. Seorang sufi yang telah menemukan kebenaran, akan
tetap dan selalu bersama kebenaran itu sampai akhir hayatnya, mereka berusaha
untuk mencapai ma’rifatullah dan ibadah yang didirikan adalah karena kelayakan
pengenalan dan penyaksian atas-Nya adalah tujuan akhir satu-satunya bagi sufi.
43
Melihat pentingnya tasawuf, maka tasawuf merupakan wahana yang sangat
representatif untuk dipelajari dan diamalkan, karena mampu menyentuh dua dimensi
yang ada pada setiap diri yaitu nasut dan lahut, sehingga manusia mampu
seimbang.
Ajaran tasawuf dan kehidupan sufi ibarat samudera luas, mengandung ribuan mutiara
amat berharga dan kekayaan yang berlimpah ruah, seperti yang disaksikan, ajaran
tariqat dari Timur Tengah merembes ke Indonesia melalui Aceh terus ke Jawa,
Nurhakim (1866 M.), dan gerakan Haji Akhmad Ripangi di Kalisalak (1855 M.).
KH. Ahmad Rifa’i lahir di desa Tempuran, arah selatan dari Masjid Kendal, pada
tanggal sembilan bulan Muharram tahun 1207 H/ 1786 M, dari ayah seorang
penghulu bernama Muhammad bin Abi Suja’. Ditinggal mati ayahnya saat ia
berumur enam tahun. Anak yatim ini, selama kira-kira enam bulan dalam
44
alat, diantaranya: nahwu, sharaf dan ilmu i’lal, serta politik, tasawuf, tauhid dan
ma’rifat dll. Karena dia anak cerdas maka tak aral lagi bila K. Asy’ari sangat
haji ke Mekah pada tahun 1232 H. Usai ibadah haji dia berguru bersama dua
temannya di Tanah suci kepada: Syeikh Abd. al-Rahman, dan Syeikh Abu Ubaidah,
Syeikh Abd al-‘Aziz, Syeikh Usman dan Syeikh Abd al-Malak. Dari Abdul Aziz
sendiri ia belajar ilmu makrifat atau dikenal oleh ahli Tarajumah dengan ilmu
istiqrab. Selesai belajar di tanah suci, ketiganya bersama-sama pulang ke tanah Jawa.
Saat Ahmad Rifai kembali di Jawa, pulau Jawa saat itu dikuasai Bangsa Belanda dan
kehidupan bangsa Jawa sangat menderita akibat penjajahan, sehingga mulai saat
itulah dia berusaha untuk menentang penjajah agar keluar dari tanah Jawa. Dia
berjuang dengan cara menguatkan aqidah dan jiwa kaumnya dan ketajaman fatwa.
Banyumas. Dia melakukan da’wah mengenai rukun Islam, utamanya masalah ibadah
tersebut didirikan organisasi tradisional Islam, yang sederhana dan cukup efektif,
sesuai dengan zaman dan lingkungannya berbentuk poros iman umat, guru-murid,
45
mengatakan kebenaran dan kepribadian. Semakin banyak penganutnya, timbul
kedengkian diantara ulama’, terjadi adu domba antara kyai Rifa’i dengan pemerintah
saat itu dengan tuduhan makar, tetapi dengan kejujuran fatwanya, dia dibebaskan dari
tuduhan dan justru semakin banyak pengikutnya. Kejadian yang sama berulang
dengan meminta dukungan penguasa di daerahnya dan pada tuduhan kedua inipun dia
dibebaskan. Setelah dua kali mendapat masalah dengan penjajah maka ia pindah ke
Kalisalak, Limpung, Kabupaten Batang. Ibarat emas adalah emas murni, kemana dia
berada orang mencari, demikian juga Akhmad Rifa’i pindah dari keramaian ketempat
sepi, umatnya selalu mengikuti. Di Kalisalak justru didatangi murid dari daerah lain,
seperti; Kyai Ilham, dari Batang, (Kyai ini yang kemudian hari menjadi sumber mata
rantai umat Tarajumah di Kabupaten Temanggung), Kyai Abu Hasan dari Kepil
Wonosobo, dan Muhamad Tuba, dll. Mulai saat itulah Kyai Haji Rifa’i mulai
menciptakan kitab Tarajumah dari bahasa arab kedalam bahasa jawa pegon, dengan
tujuan untuk memudahkan kaum awam dalam pemahaman ajaran aqidah dan hukum
mereka. Oleh karena itu kyai Rifa’i dikenal sebagai seseorang ahli ilmu bayan, ilmu
filsafat dan ahli si’ir. Kitab pertama diciptakan adalah untuk mendalami ibadah,
tauhid dan makrifah, dia meringkas kitab-kitab “ Hiyarat al-mukhtasar” yang berisi
46
Menurut penuturan manaqib Rifa’iyah, Syekh Ahmad Rifa’i mempunyai sifat-sifat;
rendah diri (tawadhu’),“ laisa al-mar’u anaaniyyun”, dia tidak bermegahan (zuhud),
(‘ujub) dan sabar dalam melayani murid maupun umatnya, menghormati kepada
murid, selalu menutupi rasa malu orang lain, senang berkunjung ketempat umatnya,
jika suatu saat tidak hadir di majlis pertemuannya. sesuai dengan ajaran tasawwuf
Dia masyhur dengan ilmu terawangan dan ilmu batin atau ilmu gaib serta ilmu jiwa,
maka bagi orang yang kurang memahami hal ini (yakni ilmu hak) akan selalu
hukum Allah dan Rasulullah agar dipahami dan diamalkan bagi mukallaf yang bodoh
supaya jangan bertentangan paham di antara umat Islam dan bersatu aqidahnya untuk
47
4. Memberantas tindakan yang tidak mendapat ridho dari Allah SWT.(yaitu
untuk mendidik anak anak supaya akhlaqnya bagus dan mulya serta menjaga
Dengan adanya kegiatan, yang makin lama makin kuat dan hebat, maka timbulah
kedengkian para kyai sekitar Kalisalak, sehingga membuat fitnah kepadanya dan
1. KH Rifa’i adalah kyai yang membenarkan dirinya dan menyalahkan kyai lain.
Dari sekian banyak tuduhan yang dianggap keliru oleh kyai adalah tentang jama’ah
bukan kepada dirinya, tetapi tidak sah makmum kepada imam fasiq.
48
Mengenai keorganisasian Rifaiyah perkembangannya agak tersendat-tersendat
Menurut penuturan Abdul Jamil, jumlah kitab karangan KH Rifa’i belum ada
merupakan koleksi dari sejumlah tokoh, pejabat Hindia Belanda diantaranya: Snouck
Hurgronje, Hazeau, DA. Rinkes, dan GWJ. Drewes. Sebagian besar, kitab
Rifa’iyah berbentuk syair, dan sebagian lain berbentuk prosa serta menggunakan
Kitab yang ditulis dalam daftar yang bersumber dari jama’ah Rifa’iyah Paesan,
memuat tentang tasawuf sejumlah enam kitab yakni: Ahsan al-Mitholab, Asn al-
Pemikiran tasawuf KH. Ahmad Rifa’i sebenarnya sangat ringkas dan padat isinya
eperti yang dinyatakan diatas bahwa ajaran yang memuat tentang tasawuf sejumlah
enam kitab yakni: Ahsan al-Mitholab, Asn al-Miqhasad, Jam’ al-Masaail, Abyan al-
Hawaij, Ri’ayah al-Himmah, dan As’ad merupakan realisasi ilmunya yang dijelaskan
49
Utawi ilmu tasawuf kapertelanan,
Artinya:
50
Utawi pertelane setengah sifat,
Artinya:
51
Oleh sarak yang dihati menjadi jelek
Kiai Rifa’i menekankan hubungan erat antara syariat, tarikat, dan hakikat.
Artinya :
52
Tasawufnya menekankan agar menguasai syari’at, dia mencela terhadap sufi yang
Artinya :
53
Itu adalah orang sesat kafir munafiq.
Kiai Rifa’i membagi ilmu menjadi dua hal, yaitu ilmu zahir (fiqih) dan ilmu batin
Artinya:
Kyai Rifa’i menyatakan bahwa belajar ilmu tasawuf dan mengamalkannya adalah
wajib dan bahkan orang yang mengabaikan dapat menjadi kafir dari imannya
sebagaimana dinyatakan;
54
Babun ikulah bab nyataaken tinemune,
Artinya :
Kemudian KH. Ahmad Rifa’i menjelaskan tentang amaliyah tasawuf berupa latihan
ruhani dengan jalan; pertama, mengisi diri sendiri dengan akhlak mahmudah meliputi
delapan hal, yaitu; zuhud, qana’ah, sabar, tawakal, mujahadah, ridha, syukur, dan
ikhlas. Kedua, mengosongkan diri sendiri dari akhlak mamdudah meliputi delapan
hal pula, yaitu; Hubb al- dunya, tamak itba’ul hawa, ujub, riya’, takabbur, hasud, dan
55
1). ZUHUD
ARTINYA:
56
2. Qana’ah
Artinya :
57
Dan kemuliaan sehingga bisa membantu dalam beribadah
KEMAKSIATAN..
3. Sabar
58
Artinya :
sesungguhnya,
(3) Menanggung penderitaan apabila tertimpa suatu musibah dunia dan tidak
mengeluh.
4. Tawakkal
59
Memerangi saking hawane ngajak nasar,
Artinya :
Tawakal secara harfiyah artinya; “pasrah kepada Allah terhadap seluruh pekerjaan”,
sedangkan secara istilah adalah pasrah kepada seluruh apa yang diwajibkan Allah dan
5) Mujahadah
60
Kacukupan tan kanti akeh bala kuncara
Artinya :
memerangi segala bujukan hawa nafsu dan dosa besar serta berlindung kepada Allah
dari kekufuran.
6) Ridha.
61
Yoiku nerimo suka ati kadhohirane,
Artinya:
Ridha menurut arti tarajumah yaitu menerima dengan suka hati lahirnya
Dan menerima hukumnya Allah syari’at yang diwajibkan dengan ikhlas dan taat.
Dan menjauhi dari kejelekan maksiat dan menerima jatuhnya balak dan kesusahan
Dari kehendak Allah dan kepastian, jadi kafir bagi yang benci kepada hukumNya
Ridha arti harfiyah: “menerima dengan suka hati”. Sedangkan menurut istilah
tarajumah diartikan: pertama sikap rela menerima pemberian Allah, kedua sikap rela
menerima ketentuan hukum syariat yang diwajibkan oleh Allah secara ikhlas dan
62
penuh ketaatan serta menghindari kedurhakaan, ikhlas saat menerima musibah dan
sengsara.
7) Syukur.
Artinya:
Syukur diartikan dengan mengetahui segala nikmat Allah berupa nikmat keimanan
dan ketaatan dengan jalan memuji Allah yang telah memberikan sandang pangan,
63
ditindak lanjuti dengan berbakti kepada Allah, dikatakan seseorang tidak syukur
8) Ikhlas.
Artinya :
Berbuat ikhlas, yaitu dalam ketaatan tidak bertujuan pada sesuatu selain mendekatkan
diri kepada Allah, jangan sekali-kali punya pamrih dunia dalam mendekatkan kepada
Allah itu seperti mendapat pujian manusia atau yang sejenisnya, karena dianggap
64
b. Mengosongkan Diri dari Amaliah Tercela
Artinya :
Kyai Rifa’i mencela terhadap memperoleh dan menikmati keduniaan yang dapat
membawa lupa pada akibat dan memberi peluang sebaliknya yakni menyisihkan
dunia dibolehkan asal tidak menjadikan lupa serta bermanfaat untuk kehidupan
akhirat
2) Tamak
65
ARTINYA :
Tamak diartikan hati rakus terhadap dunia sehingga tidak memperhitungkan halal dan
haram. Menghina hukum Allah, dan memuja orang kufur. Manusia diangap bertindak
3. Itba’ al-Hawa’
66
Tan anut ing Qur’an pituduh jujur.
Artinya :
67
Artinya :
menurut istilah: menuruti kejelekan hati dalam melanggar yang diharamkan oleh
hukum syara’ dan kemaksiatan. Seseorang dianggap sesat jika menuruti hawa nafsu
dan kufur bagi manusia yang tidak bersungguh-sungguh meninggalkannya serta tidak
bahwa mereka yang melanggar hukum syarak dan tiada ikhlas menerima hukum
syara’.
4. ‘Ujub
68
Alim kang tobat iku sinikso ing neroko
ARTINYA :
Ujub dalam arti lafdhiyah yaitu “menganggap dirinya punya kelebihan pada batin
dirinya”, sedang makna istilah menganggap dirinya kebal terhadap siksa diakherat
69
namun mengajak orang lain ke sifat durhaka kepada Allah walaupun dianut oleh
khalayak.
5. Riya’
Artinya :
70
Bertujuan karena manusia dunia
dalam ibadah kepada selain Allah, justru mengarahkan ibadah kepada keduniaan.
Riya’ dibagi menjadi dua macam yaitu; riya’ khalis artinya melakukan perbuatan
karena condong kepada manusia dan riya’ syirik melakukan perbuatan condong
6. Takabur
Artinya:
71
Sebab banyak harta dan kepandaian.
Artinya:
7. Hasud
Artinya:
72
Hasud arti terjemah adanya adalah dengki
8. Sum’ah
73
Artinya :
sedang menurut istilah diartikan dengan beribadah ikhlas dan khusuk kepada Allah
Demikian sifat terpuji dan tercela yang merupakan pedoman moral dalam melengkapi
menuju makrifat adalah khauf, mahabbah dan ma’rifat , dengan melalui akhwal
Utawi ilmu tasawuf kapretelanan. Yaiku arep ngaweruhi ing setengan kelakuan,
74
sifat kang pinuji lan sifat kacelanan kang ana ing batin panggonan,
Supaya bener ati marang Allah nejane, Lan ilmu tasawuf kang wus tinutur,
Iku perintah ambeciki ati milahur, Maring Allah kang sineja ati sabenere.
Artinya:
Sifat terpuji dan yang tercela. Yang ada dalam batin tempatnya,
Supaya benar hati kepada Allah tujuannya, dan ilmu tasawuf yang Sudah disebutkan,
yaitu perintah untuk memperbaiki hati, kepada Allah yang dituju hati sebenarnya.
Tasawuf adalah mengetahui sifat terpuji dan tercela sekaligus menjalankan sifat yang
terpuji dan menjauhi sifat tercela, agar hati kita benar-benar menuju kepada Allah.
Kemudian secara ringkas akhlak terpuji dan tercela telah diuraikan diatas yang
75
Utawi pertelane setengah sifat,
Tujuan puncak ma’rifat kepada Allah adalah kondisi khauf, mahabbah dan ma’rifat,
dengan melakukan akhwal dan maqamat diatas melakukan akhlak pinuji dan
76
Iku wajib wedi lan asih anut milahur
Artinya :
Uraian di atas merupakan pikiran Kyai Rifa’i dalam bertasawufnya, sebagai cerminan
77
BAB III
dari daerah-daerah di propinsi Jawa Tengah. Kota daerahnya sejuk karena terletak di
antara garis 110 0 31’ - 110O 46’ 30” Bujur Timur dan garis 7 014’ - 7 032’ 35”
Lintang Selatan, dibatasi sebelah barat dengan Kabupaten Wonosobo, sebelah timur
2. Luas Daerah
Jarak terjauh dari Barat sampai ke ujung Timur : 43,437 km, dan dari Utara ke
bentangan panjang Kepulauan Indonesia dari arah barat ke timur. Karena letak
geografis tersebut, daerah ini termasuk beriklim tropis dengan dua (2) musim yaitu
musim hujan dan musim kemarau yang silih berganti sepanjang tahun. Kondisi
musim yang cukup bersahabat, sehingga sangat potensial sebagai pusat pendidikan,
bisnis dan industri, maupun pertanian maupun peternakan, bahkan pertanian padi
78
Secara administratif Kabupaten Temanggung terdiri dari 20 kecamatan yaitu;
Jumo, Ngadirejo, Candiroto, Tretep, dan Wonoboyo, Bejen. Jarak terjauh dari pusat
kota ke utara adalah Ngalian yang masuk wilayah kecamatan Bejen, ke timur adalah
Pringsurat, sebelah barat desa Kledung berbatasan dengan kabupaten Wonosobo dan
sering berkabut karena ketinggiannya hampir 1300 m dari permukaan laut, sedangkan
Dari dua puluh (20) kecamatan tersebut yang dipilih sebagai lokasi daerah penelitian,
adalah empat (4) kecamatan yaitu; kecamatan Candiroto, Bejen, Tretep dan
Wonoboyo, karena daerah ini merupakan basis Rifa’iyah dan sebagian banyak
kehidupan agma maupun sosial budayanya. Untuk lebih jelasnya dikemukakan tabel
dibawah ini:
Tabel 3.1
No Nama
79
Wilayah Batas Wilayah
Magelang. Wonosobo
Semarang. Dengan demikian sudah sepatutnya jika daerah ini merupakan areal
Luas daerah Kabupaten Temanggung 87,065 km², Sedangkan untuk keempat daerah
kecamatan di atas yaitu daerah Kecamatan Candiroto luasnya 5, 994 km², Kecamatan
Bejen Bejen 6, 884 km², Kecamatan Tretep 3,365 km², dan Kecamatan Wonoboyo
bawah ini :
Tabel 3.2
80
Wilayah Komunitas Pengikut Rifa’iyah di Kabupaten Temanggung
No Nama
Kec. Desa RW RT
Jika dilihat dari tabel di atas luas wilayah terbanyak jumlah wilayah dan terluas
Lokasi Rifa’iyah menempati daerah seluas 20.641 km persegi atau 23,70 persen jika
dibanding dengan luas seluruh wilayah kabupeten Temanggung, atau 20 persen dari
jumlah kecamatan (4 kecamatan), yang terdiri dari 13 desa dari seluruh desa di empat
kecamatan (49 desa) tersebut atau 26,.53 persen yang tersebar di seluruh desa
81
B. Kondisi Sosial Keagamaan Komunitas Pengikut Rifai’iyah Di Kabupaten
Temanggung
tercatat sebesar 676. 912 jiwa dengan laki-laki 333. 803 jiwa dan perempuan 340.
Tabel 3.3
Dari paparan tabel di atas dapat disebutkan bahwa pengikut Rifa’iyah di empat
kecamatan tersebut dapat dikalkulasikan sejumlah 12,92 persen dari jumlah jiwa
daerah Kabupaten Temanggung, atau 87. 501 jiwa. Sedangkan jumlah anggota
Rifa’iyah bila dibanding jumlah desa tersebut adalah 26.53 dari 87.501 jiwa, yaitu
23.214 jiwa, jika dihitung dari perhitungan jumlah kepala keluarga 5 jiwa per RT
82
Di daerah empat (4) kecamatan, yaitu; Candiroto, Bejen, Tretep, dan Wonoboyo bila
Tabel 3.4
No Nama
Wilayah Lulusan
1 Temanggung 5 139 10. 090 49 983 73.379 234. 506 233 930
616.027
26 465
16 049
16 711
20 760
diyakini bahwa pengikut Rifa’iyah sebagian besar adalah lulusan SD, kemudian
83
berlanjut SLTP dan SLTA, lulusan diatasnya masih langka. Hal ini disebabkan
terbanyak adalah lulusan sekolah tingkat rendah. Namun diakhir tahun ini karena
perguruan tinggi didekatkan, maka banyak memberi peluang kepada mereka untuk
sehingga jika melihat daftar di bawah ini, pengikut Rifa’iyah terbanyak bermata
pencaharian petani, kemudian dagang dan jasa. Sedangkan untuk data mata
Tabel 3.5
No Nama
84
1 Temanggung 253 982 18 326 12.925 46 957 6 250 25 414 7 211
371 105
16 713
13 554
pemeluk katolik 0,03% pemeluk Hindu, dan 1,70 % pemeluk Budha. Sedangkan
untuk empat kecamatan yaitu; Candiroto, Bejen, Tretep, dan Wonoboyo mayoritas
Kristen 0,29% pemeluk Katolik 0,03% pemeluk Hindu, dan 0,10% pemeluk Budha.
Tabel 3.6
No Nama
85
1 Temanggung 628 610 18 960 14 547 225 11 570
Dari tabel di atas umat Islam (muslim) merupakan jumlah mayoritas di Kabupaten
Budha.
Begitu juga, jumlah sarana dan prasarana ibadah dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 3.7
No Nama
2 Candiroto 55 64 3 329
3 Bejen 28 39 - -
4 Tretep 83 34 - -
5 Wonoboyo 67 51 4 100
86
Dari tabel di atas dapat disebutkan bahwa konteks pembangunan bidang agama
keagamaan. Indikasi tersebut dapat dilihat, salah satunya pada perbandingan jumlah
sarana ibadah, pemeluk agama dan pondok pesantren. Di samping sebagai tempat
Kyai Ilham termasuk murid pertama Kyai Haji Ahmad Rifa’i di desa Kalisalak,
pedagang keliling di daerah kecamatan Tretep dan sekitarnya, lokasi wilayah utara
Kyai Aghus dan seorang lagi Kyai Basari dengan dasar mengembangkan ajaran
Tak aral lagi tumbuhlah anggota masyarakat yang sepaham ingin mengetahui ajaran
ini lebih mendalam, yang kemudian dianggap sebagai murid pertama dari daerah
Temanggung dengan mengikuti jejak serta mengirim utusan untuk mengkaaji lebih
87
dalam kepusat pemukiman kyai yaitu; Kalisalak. Perkembangan selanjutnya tumbuh
dan tumbuh subur murid-murid baru di daerah sekitar Tretep, bahkan meluas ke
Sekaligus di antara desa-desa yang dijangkau para da’i Rifa’iyah terbentuk semacam
tarikat tradisional sesuai dengan kelompok tarikat gurunya. Pengembangan tarikat ini
(Batok), Kyai Mukhsin (Wonoboyo), dan murid lainnya adalah; Kyai Abdul Razaq,
H Rusdi yaitu mertua H. Ikhsan (Nangsri), Kyai Soleh (Limbagan), Kyai Abdullah
Ahmad (Simbang), Kyai Minwar dari Wonoboyo pindah ke Nangsri, Kyai Ilyas
(Purwosari), Kyai Zuhri dan Daroji (Tegalsari), dan kemudian sambung bersambung
88
di samping kurun di atas masih segar bugar, ikut mengembangkan santri Rifa’iyah
diantaranya: Kyai H. Solihin, Kyai Wahid, K, Sihabuddin, Kyai Muh Hisyam, Kyai
Faishol, Kyai Imbuh, Kyai Yasin, Kyai Sabiqun, Yasman, Surahmad, Aminuddin,
Kyai Khabib dan lain-lainnya. Sampai kini santri dari pengikut Tarojumah
mengkoordinir dan pengikat jaringan dan keutuhan pembinaan kegiatan dan perilaku
Temanggung.
Ketua Bidang
89
5. Humas/ Publikasi : 1. Samhudi 2. Fatkhur- Rozi.
Tabel 3.8
Dadapan 50
Kleseman 130
Joho 80 410
Kebonsari Kebonsari 75
Bantengan 30
Bendan-Ringinsari 80
Wonorejo 125
Pugeran/ Beteng 20
Dengok 15 345
90
Pateken Bongso Kidul 30
Seneng 80 110
Semen Semen 40
Jetak 15 55
Tening Nangsri I 60
Namgsri II 50
Semampir 25
Kemesu 40
Ngrecosari 25 200
Wonocoyo Wonocoyo 50
Sirno 10
Mujil 15
Gopakan 50 125
Pesantren Tegalsari 80
Pesantren 15 95
Simbang Tengah 60
Pomahan 70
Rejosari 15
Bulu 14 259
91
Karanganyar 75
Ngabeyan Ngabeyan 2 27 27
Tabel 3.9
No Nama
Kecamatan Desa RK RT
2 27
92
3 Bejen 6. 884 - 14 387 4 533
1 15
1 160
9 1 874
Dari data yang tersedia di atas dapat diketahui bahwa luas daerah Tarajumah secara
wilayah Kecamatan (Kabupaten), 4,62 % dari seluruh wilayah Desa, dan 12,98 %
Jumlah anggota dan data mata pencaharian, lulus sekolah sampai sekarang belum
93
Keorganisasian Rifaiyah, sampai kini terus berkembang walaupun agak tersendat-
dapat dibagi menjadi 3 periode: periode pertama, Periode awal sekitar tahun 1901.
menimba ilmu ajaran Rifa’i yang bentuk mengkaji ajaran agama melalui kunjungan
pengajian keliling oleh peserta /pengikut keluarga yang dikirimkan oleh keluarga ke
Kalisalak, dan mengirim anak-anak keturunan mereka untuk belajar kitab-kitab yang
diajarkan oleh Kyai. Disamping itu perkembangan kedua ini berkisar didaerah
tetangga dan daerah lokasi pengajian selapanan yang dikunjungi oleh para da’i. Pada
tahap ini belum dirinci tentang keanggotaan Rifa’iyah, sebagian banyak hanya
mengikuti aturan aturan yang diajarkan yang ditulis didalam kitab-kitab Rifa’iyah.
Kemudian yang ditekankan pada awal perkembangan periode ini sekitar masalah
keimanan dan kesempurnaan beribadah, utamanya dalam hal peraturan ibadah shalat.
berpengaruh ajaran tentang rukun iman yang satu yakni syahadat dan selainnya
94
hanyalah merupakan pelaksananan syahadah. Diutamakan pada tahapan ini para
Periode ketiga, atau tahapan ketiga adalah perkembangan ideologi yang ditanamkan
oleh para da’i, dan pemahaman ajaran yang dikembangkan dengan kitab syafi’iyah
yang lain. Perkembangan umat selanjutnya adalah dengan mendaftar dan membentuk
melaui perkawinan antar anggota keluarga Rifa’iyah, sesuai yang dilakukan Kyai
perpindahan penduduk kedaerah lain. Perkembangan terakhir jika dilihat dari daftar
pengajian rutin dari umat Rifai dengan diberi tanda anggota, tetapi sebagian besar
95
96
97
Bab IV
Rifa’iyah, pada tingkat awal dalam mendalami ajaran Rifa’iyah, ditekankan pada
teori penghafalan syair-syair pada kitab Rifa’iyah, utamanya dalam hal pengamalan
Dapat dikatakan disini bahwa sebagian besar dari umat Rifa’iyah mesti hafal dengan
lancar tentang syair-syair yang dialunkan tentang kedelapan sifat terpuji dan tercela.
98
terealisasi dalam bentuk kehidupan dimasyarakat, dengan dukungan penjelasan dari
Jika diteliti lebih lanjut, sebenarnya penerapan tasawuf hanyalah naluri alamiyah
Kenyataan yang dilihat dilapangan, walaupun didaerah pedesaan yang didaerah itu
bermukim umat Rifa’iyah dan bukan tidak banyak perbedaan pengamalannya, sebab
hal ini sudah menjadi perbuatan naluriyah dari dasar kehidupan sosial didaerahnya
1. Faktor keorganisasian
empat kecamatan, berarti setiap daerah mesti terdapat tokoh ataupum pemuka sebagai
dalam kelembagaan ini dapat dikatakan dengan jujur bahwa; Semua anggota yang
telah mengakui dirinya dalam organisasi Rifa’iyah dalam setiap bentuk kegiatan yang
timbul dari kjeputusan maupun ketetapan dari lembaga Rifa’iyah, setiap anggota
99
untuk sarana terwujudnya perkembangan maupun kemajuan organisasi sangat
menyolok dukungan baik dorongan moril maupun spirituil dengan dasar menyadari
2. Faktor ideologi
Ideologi dari inti ajaran Rifa’iyah sangat kuat didalam jiwa mereka , bahkan
dan menjalankan ajaran ssesuai yang tertulis dalam kitab rifa’iyah yang dijalankan
secara rapi dan rotin, utamanya yang bisa diperhatikan realisasi dalam lapangan fiqh
100
Dapat diperhatikan untuk penduduk daerah Rifa’iyah mutlaq, kehidupannya
pedoman hanya berlaku bagi keluarganya, sedang untuk tasorruf keluar tetap
menyesuaikan adat saetempat. Dapat dikatakan bagi anggota Rifa’iyah yang minus
kecamatan Bejen dan desa Ngabeyan kecamatan Candiroto, sehingga aktifitas sosial
besar untuk pasangan keluarga baru yang berasal dari selain Rifa’iyah, sebagian besar
dapat dipastikan semua anggota keluarga mengikuti aturan dan ajaran Rifa’i dalam
perkawinan ini.
101
102
BAB IV
ANALISA
Sebagaimana tersebut dalam pernyataan ulama. Tasawuf itu merupakan usaha akal
manusia untuk memahami realitas, dan dapat merasa senang apabila dapat sampai
Pengetahuan tentang tasawuf yang secara garis besar dibagi menjadi dua macam,
mendalam tentang realitas, menuruti jejak al-Hallaj, Suhrawardi, dan Ibnu Arabi.
Tasawuf ’amali yang menitikberatkan pada usaha dan latihan atau mengutamakan
amaliah dan latihan dalam rangka mencapai kedekatan batin dengan Allah,
akhlak Allah, demikian juga Junaid menekankan tentang pentingnya tasawuf amali,
dan memperlihatkan sikap cukup keras terhadap orang yang mengabaikan syari’at.
kemudian dibebaskan oleh Allah dari amal ibadah. Ia justru berkata bahwa orang-
orang tersebut sebenarnya berada dalam lumuran dosa dan mereka lebih berbahaya
103
daripada pencuri dan pembuat keonaran. Al-Ghazali dalam Al-Munqidz min al-
tasawuf akan dapat diperoleh hasil yang tidak dapat dicapai oleh ilmu lain. Al-
membersihkan hati dari kotoran hawa nafsu dan amarah sehinggga hati menjadi suci
dan bersih. Hakikat tidak akan dapat diperoleh tanpa melalui syariat. Pandangan ini
merupakan ciri kecenderungan tasawuf amali sebagai reaksi terhadap tasawuf yang
hanya mementingkan aspek batiniah dan mengabaikan syari’at. Dia membagi ilmu
menjadi dua hal, yaitu ilmu dzahir dan ilmu batin, yang masuk dalam kategori ilmu
dzahir adalah ilmu fiqh yang bertalian dengan hukum. Sedangkan ilmu batin adalah
ushuluddin dan tasawuf. Fiqh dikatakan sebagai ilmu dzahir karena berkaitan dengan
ibadah secara lahiriah yang merupakan ciri bahwa tasawufnya berbentuk tasawuf
Keterkaitan hubungan antara syari’at dan hakikat secara global memiliki unsur
belajar ilmu tasawuf dan mengamalkannya adalah wajib dan bahkan orang yang
mengabaikan dapat menjadi kafir dari imannya. Bahkan dalam syairnya menjelaskan
104
Penekanan pada aspek amaliah inilah maka tasawuf mereka terkesan menciptakan
al-Ghazali juga menekankan bahwa syari’at yang tidak diperkuat dengan hakikat
akan tertolak, hakikat yang tidak diperkuat dengan syari’at juga akan tertolak.
Syari’at datang dengan taklif kepada makhluk, hakikat muncul dari pengembaraan
kepada yang Haq (Allah). Kedekatan kepada Allah dapat dicapai apabila seseorang
telah melaksanakan amaliah lahiriah berupa syari’at, dan dilanjutkan hakikat berupa
amaliah batiniah. Syariat berisi ketaatan pada agama dalam bentuk melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan, tarikat menghiasi diri dengan sifat wara’ dan
Syariat diumpamakan sebagai perahu, tarikat sebagai laut yang tak bertepi, dan
hakikat diumpamakan mutiara yang ada didasar laut, mencapai hakikat tidak akan
pentingnya aspek syari’at sebelum seseorang memasuki dunia hakikat, yang dapat
ditemukan pada kitab-kitab seperti Fath al-Mu’in dan Syarh al-Hikam yang
Pemikiran tasawuf Kiai Rifa’i pada dasarnya juga merupakan bagian dari gagasan
yang dirumuskan dengan istilah ushul, fiqh, dan Tasawuf, namun gagasan tasawuf
105
Kiai Rifa’i hanya sebatas ajaran pembinaan akhlak melalui takhalli, dan tahalli, dan
dilanjutkan dengan tajalli dalam rangka mencapai taqarrub pada Allah yakni
ma’rifatullah. Ma’rifat dan taqarrub yang dapat dilakukan siapapun tanpa harus
melalui tata-aturan sebagaimana yang lazim terjadi dalam dunia tarikat. Namun
pernyataan Kiai Rifa’i, dalam tarekat mengakui dirinya sebagai penganut tarikat
Ahlussunni (ikilah kitab saking Haji Ahmad Rifa’i bin Muhammad Marhum
Pandangan tasawuf Kiai Rifa’i berisi tiga masalah pokok, yaitu; keseimbangan antara
syariat dan hakikat, tasawuf ‘amali dan falsafi, dan tarikat. Hubungan antara syari’at
dan hakikat banyak dibicarakan Kiai Rifa’i dengan menggunakan istilah ushul, fiqh,
dan tasawuf dalam beberapa kitabnya seperti Ri’ayah al-Himmah, Abyan al-Hawa’ij,
Husn al-Mithalab, dan Asn al-Miqasad. Syari’at berkaitan dengan hal-hal yang
bersifat jasmani, tentang tata cara berhubungan dengan Allah, sedangkan hakikat
lebih banyak berhubungan dengan akhwal ruhani yang menghiasi ibadah fisik. Sesuai
pernyataannya: ‘Seorang sufi sudah barang tentu menguasai ilmu fiqh, namun
seorang ahli fiqh belum tentu menguasai tasawuf.’ Maksudnya adalah seorang yang
telah mendalami ilmu tasawuf berarti dia telah mendalami ilmu fiqh. Dua ilmu ini
harus dipelajari secara urut dimulai dari masalah ushuluddin, kemudian fiqh, dan
106
pada akhirnya tasawuf. Seseorang yang belajar tasawuf tanpa melalui tahapan belajar
Secara rinci pemikiran tasawuf KH. Ahmad Rifa’i yang memuat tentang tasawuf
sejumlah enam kitab yakni: Ahsan al-Mithalab, Asn al-Miqhasad, Jam’ al-Masâil,
Abyan al-Hawaij, Ri’ayah al-Himmah, dan As’ad merupakan realisasi ilmunya yang
dan hakikat ini tertulis di dalam kitabnya yang membicarakan ushul, fiqh, dan
tasawuf secara sekaligus, seperti Ri’ayah al-Himmah, Abyan al-Hawaij, Ahdz al-
Maqasid dan Husn al-Mithalab. Hal ini dimaksudkan agar tiga ilmu tersebut
107
Iku perintah ambeciki ati milahur,
Artinya:
108
Yoiku wulung perkara ikilah peRtelane,
Artinya:
Untuk mencapai kepada kesempurnaan kehidupan dunia dan menuju kepada akhirat
ia juga menekankan tiga jalan jalan yakni hubungan harmonis antara syariat, tarikat
dan hakikat yang dirumuskan dengan istilah ushul, fiqh, dan tasawuf. Kiai Rifa’i pun
109
menekankan hubungan erat antara syariat, tarikat, dan hakikat, kutipan salah satu
Artinya :
Barang siapa bertasawuf tetapi tidak mengamalkan fiqh maka ia adalah zindiq,
Pemikiran tasawuf KH. Ahmad Rifa’i terealisasi berupa latihan ruhani dengan empat
amaliyah yakni; 1. pengisian diri dengan sifat terpuji (tahalli), 2. pengosongan sifat
(taqarrub), dan 4. pengenalan Allah dengan mata hati (makrifat). Amaliah terpuji
meliputi delapan hal, yaitu; zuhud, qana’ah, sabar, tawakal, mujahadah, ridha,
Menurut Rifa’i, zuhud lebih menekankan pada aspek pengendalian hati daripada
aspek perilaku yang harus ditampilkan. Zuhud itu pada hakikatnya adalah
110
walaupun berlimpah ruah di sisinya, tanpa melakukan uzlah, dengan menarik diri dari
Artinya :
Selain menekankan pada aspek batin (hati), namun dalam rangka mencapai kondisi
zuhud ini ia memberikan penjelasan yang berkaitan dengan amaliah konkrit berupa
111
hubungan dengan Allah yang dilandasi dengan melaksanakan kewajiban dan
memerlukan bimbingan agama dan hal ini menjadi tanggung jawab serta kewajiban
bagi ‘ulama’. Penafsiran zuhud dengan yang tidak membelakangi dunia, bukan
kebutuhan primair yang sifatnya mendesak. Seberapa jauh ukuran sesuatu dikatakan
mendesak, dia tidak memberikan penjelasan secara rinci. Ini berarti memiliki unsur
dinamis sejalan dengan tingkat kebudayaan suatu masyarakat. Tentang Qana’ah “hati
yang tenang” maksudnya adalah hati yang tenang memilih ridha Allah, mencari harta
kemaksiatan, juga menyertakan penjelasan yang berisi pujian terhadap kefakiran, hal
ini terlihat sebagai upaya untuk memberikan berita gembira kepada mereka dengan
cara menafsirkan pengertian miskin dengan kemiskinan moral dan bukan kemiskinan
harta benda. Kemiskinan bukan karena ketiadaan harta, melainkan ketiadaan ilmu dan
amal, sekaligus ‘ulama’ dan haji fakir yang tidak menyingkir dari keharaman seperti
pernyataannya;
112
Artinya:
Tetapi orang miskin adalah orang yang tidak punya ilmu dan
Artinya :
Ada sebagian dari orang alim dan haji fakir yang sial,
Pengertian qana’ah dalam tasawuf Kiai Rifa’i, lebih banyak menekankan aspek
pembelajaran hati agar memiliki sifat puas dengan keadaan apa-saja yang
menimpanya. Rela miskin jika memang harus miskin dan bisa menjadi orang kaya
113
yang selamat jika memang diberi kekayaan oleh Allah. Tentang sabar’’menanggung
menanggung penderitaan karena tobat dan berusaha menjauhkan diri dari perbuatan
maksiat, dan ketiga menanggung penderitaan karena tertimpa suatu bencana di dunia
KH. Ahmad Rifa’i mengartikan tawakal sebagai “pasrah kepada Allah terhadap
seluruh pekerjaan”, sedangkan secara istilah adalah pasrah kepada seluruh apa yang
diwajibkan Allah dan menjauhi dari segala yang haram. Tawakal tanpa
menolak kemudharatan.
menjauhi larangan, memerangi ajakan hawa nafsu dan berlindung kepada Allah dari
kafir laknat.
Ridha menurut Rifa’i diartikan: pertama, sikap rela menerima pemberian Allah,
kedua sikap rela menerima ketentuan hukum syariat secara ikhlas dan penuh syukur
diartikan dengan mengetahui segala nikmat Allah berupa nikmat, keimanan, dan
ketaatan dengan jalan: memuji Allah yang telah memberikan sandang pangan,
ditindaklanjuti dengan berbakti kepada Allah, yakni sesuai dengan pemahaman Al-
114
Qusyairi yakni: bersyukur dilakukan dengan lisan, anggota badan dan hati, selaras
ikhlas, yaitu dalam ketaatan tidak bertujuan pada sesuatu selain mendekatkan diri
kepada Allah. janganlah sekali-kali punya pamrih dunia dalam mendekatkan kepada
Allah itu seperti mendapat pujian manusia atau yang sejenisnya. Dan hati-hatilah
115
1) Mencintai Dunia ( hubb al-dunya)
Kyai Rifa’i mencela terhadap memperoleh dan menikmati keduniaan yaang dapat
membawa lupa pada akibat dan memberi peluang kepada pebuatan maksiat dan
Tamak oleh K. Rifa’i diartikan hati rakus terhadap dunia, sehingga tidak
memperhitungkan halal dan haram saja yang berakibat dosa besar, meremehkan
bahwa tamak mengakibatkan seseorang tidak mempunyai sifat malu, walaupun harus
Artinya :
116
Terhadap Qadhi ia menyatakan:
Artinya:
117
Dalam hal ini Rifa’i menekankan tentang seluruh manusia dianggap bertindak tamak
Tentang Itba’ al-Hawa’ secara lafdiyah, adalah menuruti hawa nafsu sedang menurut
istilah yakni: menurut kejelekan hati dalam kemaksiatan dan keburukan hati,
menuruti hawa nafsu mengakibatkan kesesatan, dan kekufuran, demikian juga dapat
pernyataan selanjutnya;
Begitu juga dalam hal munafik ia menerangkan bahwa mereka yang melanggar
Ujub dalam arti lafdhiyah yaitu menganggap dirinya punya kelebihan pada batin
dirinya. Sedang makna istilah menganggap kebal pada dirinya terhadap siksa akhirat
‘alim namun mengajak kesifat durhaka kepada Allah walaupun dianut olek khalayak.
Riya’ diartikan penyimpangan niat dalam ibadah kepada selain Allah, justru
118
riya’ menjadi dua yakni riya’ khalis yang artinya melakukan perbuatan karena
condong kepada manusia dan riya’ syirik yaitu melakukan perbuatan karena manusia
dan Tuhan.
Takabur diartikan dengan merasa dirinya lebih tinggi dari orang lain dalam hal
keduniaan maupun kepandaian, menetapkan pada dirinya kebajikannya, ada sifat baik
Hasud dalam arti lafdhiyah adalah dengki, sedang arti istilahnya mengharapkan
sedang menurut istilah diartikan dengan beribadah ikhlas dan khusuk kepada Allah
namun perbuatan itu dituturkan atau disebut-sebut di hadapan orang, agar dirinya
Demikian sifat terpuji dan tercela yang merupakan pedoman moral dalam melengkapi
119
Kemudian puncak menuju makrifat adalah khauf, mahabbah dan ma’rifat, dengan
melalui akhwal (sikap mental) dan maqamat (sikap hidup), diketahui bahwa
pemikiran tasawuf Rifa’i hanya sederhana. Di sini dapat dilihat bahwa tasawuf bagi
Rifa’i adalah mengetahui sifat terpuji dan tercela sekaligus menjalankan sifat yang
terpuji dan menjauhi sifat tercela, agar hati kita benar-benar menuju kepada Allah.
Kemudian secara ringkas akhlak terpuji dan tercela telah diuraikan di atas yang
Klimaks dan tujuan puncak bagi Rifa’i adalah kondisi khauf, mahabbah dan ma’rifat,
dengan melakukan akhwal dan maqamat di atas melakukan akhlak terpuji dan
Derajat parek iku Ma’rifat ning manah, Cukule makrifah ngedohi panegah,
Kinarepan dipurih parek ing Allah luhur, Iku wajib wedi lan asih anut milahur ,
Maring Allah taat saking haram mungkur, Kuwasane netepi wajib tan mundur.
Artinya:
Derajat dekat itu makrifat dalam hati, munculnya makrifat menjauhi larangan,
bertujuan mendekat Allah luhur, itu wajib takut dan cinta taat memperhatikan kepada
120
Jelas untuk mencapai ma’rifat harus menjauhi segala larangan, taat kepada Allah dan
Mahabbah bagi Rifa’i adalah berbakti kepada Allauh yang mencintai Allah sebenar-
maksiat dan jika berdosa segera bertaubat, disebutkan pula dalam pernyataannya:
Adapun hati cinta kepada Allah ta’ala sesungguhnya, itu iman menjadi rukh
Itulah tanda cinta kepada Allah dalam hati yang sebenar-benarnya, bahkan memberi
jaminan bahwa orang yang cinta kepada Allah dengan benar, itu menjadi sahnya
iman jujur, bermanfaat dan diakhirat kelak mendapat kebahagiaan, apabila imannya
Melihat dalam hatinya sifatnya Tuhan, besar dan indah takut dan cinta dalam hati,
Wajib khauf pada Allah dipacu dari belakang, dan mahabbah menarik tuntunan yang
ada di depan.
Dilihat dalam hal ini Rifa’i juga menguraikan tentang tasawuf falsafi, di mana
121
Kemudian tahap akhir makrifat, Rifa’i menjelaskan bahwa dengan takhalli dan
tahalli, dengan munculnya kondisi khauf dan mahabbah, kemudian pada tahap akhir
pernyataannya:
Allah zat wajib al-wujud benar sempurna, dipandang melalui nur pemberian yang
dicita-citakan,
Yang letakkan dalam relung hati kebatinan, menjadikan hati memiliki kewaspadaan
dalam penglihatan, pada sesuatu ciptaan Allah kenyataan , qudrat iradat ilmu hayat
disifati,
Itulah orang sudah sampai pada Allah makrifat, melihat pada kemurahan Allah
berbuat taat.
Kemudian menyadari tentang segala perbuatan dan tingkah-laku manusia di dunia ini
artinya :
Dan barang siapa sudah mantap kebenaran, di dalam maqam ma’rifat tempatnya,
Itu baik menjadi haram dalam lahiriahnya, sebab sesungguhnya letak perbuatan
tersebut,
122
Mengenai tarikat Rifa’i tidak condong kearah guru yang wajib ditaati secara taklid
buta, namun dapat diungkapkan guru sebagai penunjuk jalan, sedang tarikat sebagai
jalan menuju kearah makrifat semata menuju Allah. Sesuai pernyataannya berikut ini:
Yaitu berhasrat hatinya untuk taat kepada Allah, manfaat hati untuk menolong
ibadah,
akhirat.
berikut:
Artinya:
Atau syari’at dan hakikat lazimnya, saling menetapkan tidak jadi pisah,
Syari’at itu zahir hakikat dalam hati, tarikat itu sudah bercampur tindakan,
Wajib setiap mukallaf menjalankan syari’at, juga tarikat dan hakikat sesuai dengan
kekuatan.
Dinyatakan pula:
Maka syari’at tanpa disertai dengan hakikat, itu menjadi kosong tanpa ada isinya,
Adapun hakikat tanpa syari’at jadinya itu menjadi rusak tidak ada manfaatnya.
123
Kehadiran guru tarekat, dinyatakan Rifa’i sebagai penunjuk jalan semata, seperti
pernyataannya;
Pada setiap orang mukallaf yang bodoh, dan sekalipun orang tersebut, termasuk
Juga wajib mengusahakan guru dengan sungguh jika tidak tahu masih gelap dan
samar.
Artinya : Adapun tatakramanya anak murid jadinya, itu wajib memelihara hormat
Dari hal tersebut di atas, dalam menghormati dan menuruti kepada guru, semata-
mata sebagai penunjuk jalan kearah ma’rifat, dan semata sebagai kehormatan dan
pengamalan akhlak sebagai etika murid terhadap guru, yang sudah lazim berlaku di
mukasyafah dan mencapai maqam tertentu, dan menghasilkan pencerahan batin yang
124
berlainan tingkatan maqamnya, akibatnya mencetuskan bermacam-macam
menjelaskan tentang subyektifitas seorang sufi misalnya, definisi Junaid, sufi adalah
orang yang dekat dengan Allah tanpa perantara, dan sebagian yang lain mengatakan
hasil akhir dari pencerahan batinnya, seperti juga yang diungkapkan Junaid, tentang
tasawuf adalah kematian dan kehidupan hanyalah al-Haq yang menentukan, Bisyr al-
Maky mengatakan orang yang bersih hatinya karena Allah, kemudian definisi ulama’
definisi ulama’ sufi awwalin kemudian diabstraksikan dengan bentuk definisi yang
muamalah dengan indikator perilaku batin (akhlaq), sehingga dapat dikatakan bahwa
Dengan demikian dapat diketahui bahwa kandungan ajaran tasawufnya bertitik tolak
dan Ihsan yang harus dilakukan dalam kehidupan dunia ini secara selaras dan
125
dalam fikih sebagian besar menganut Syafi’iyah, sedangkan dalam lapangan
dalam realisasinya, hal ini untuk menunjukkan bahwa sikap batin sebenarnya hanya
ternyata harus dikaji dari pokok ajaran, dan pemahaman umat dalam mengkaji
maupun perluasan jangkauan dan faktor-faktor yang lain yakni pendukung maupun
pengorganisasian/ kelembagaan;
organisasi Rifa’iyah adalah terdiri dari beberapa unsur partai masa lalu akibatnya
pertemuan rutin selapanan bagi pengurus dan pengiriman anggota mengikuti seminar
126
Kedua, pokok masalah extern, sistem pengorganissian dan kelembagaan dibuat per
anak cabang maupun per-ranting diambil tokoh-tokoh yang potensi dan memahami
ajaran Rifa’iyah sebagai pembina dan perluasan jangkauan penghayatan ajaran Rifa’i,
1. Sistem pendidikan
diutamakan, kemudian secara merata sarana kitab yang dimiliki oleh keluarga
anggota Rifa’iyah adalah 4 (empat) kitab yakni: Ri’ayah al Himmah, Husn al-
Mithalab, Asn al-Miqshad dan Abyan al-Hawaij. Dan kitab lain sebagian besar
dimiliki oleh kyai ? Tokoh Rifa’iyah senior diantaranya kitab Basir al-Islah Syari’ul
Iman Tarihul Miftah Bismililah dan terbanyak dimiliki oleh tokoh hanya 20 (dua
2. Pendidikan anak-anak
khusus, istilahnya disebut sorogan atau bandongan, diupayakan dalam pertemuan ini
mengkaji khusus yang diutamakan adalah hafalan bait syair yang ada di kitab
Tarojumah
3. Pendidikan remaja
Untuk para remaja sebagian besar mengkaji kitab Rifa’iyah ditambah dengan kitab-
kitab kuning, seperti taqrib, subul al-salam dan yang diutamakan adalah pengkajian
127
Ihya’ Ulumuddin terutama bagi yang telah mencari ilmu di pondok pesantren luar. Di
5. Pendidikan Umum
masing dengan mengundang dai senior dari daerah lain se-wilayah kecamatan.
Pertemuan diadakan pengajian putra sendiri dan putri sendiri sesuai dengan saat yang
ditentukan.
adalah perwujudan amalan dari bidang fiqh, diantaranya pertemuan selalu dipisahkan
antara pria dan wanita, pemakaian jilbab wajib bagi wanita, cara mengubur mayit,
pelaksanaan jam’ah, cara menemui tamu antara muhrim dan lain muhrim
pengamatan sehari-hari khusus bagi orang dewasa sudah melembaga dan dilestarikan,
karena pada hakikatnya pengamalan ini tidak dapat dilihat dengan konkrit, namun
dapat dilihat saat menghadapi kematian bagi keluarga kenyataannya, ratapan tangis
sudah tidak ada, kesabaran mengurus mayit walaupun tidak diberi makanan oleh
128
keluarga si mati, kenyataan terkubur dengan baik, justru untuk makan ditempat si
mati adalah tabu, dikatakan dari seorang tokoh mengakibatkan penyakit buduken.
banyak anggota Rifa’yah adalah petani dan usaha dagang), dalam pengolahan hasil di
lingkungannya ( hal ini sifat qana’ah, istiqomah, dan hubb al-dunya, syukur sangat
Tama’, masalah ini dapat terlihat dalam pelaksanaan muamalah. Hal ini, dapat
murahnya harga dan pengambilan hasil laba di warungnya, beda dengan pembuka
usaha yang tidak hafal syair kitab Rifa’i yang berarti ajaran Rifa’i telah melembaga di
hatinya. Demikian juga pedagang lain dan usaha kendaraan (hasil wawancara dengan
129
Namun itu dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan ajaran akhlaq al-
madzmumah masih ada anggota yang tergiur oleh faktor itba’ul hawa’. Walaupun
masih ada sebagian anggota yang kurang pemahamannya mengenahi hal ini. Terbukti
dengan terjadinya peristiwa kawin gratis dan massal sebanyak 17 (tujuh belas)
pasangan di daerah kecamatan Wonoboyo. Hal ini menurut pendapat tokoh Rifaiyah
sebagai berikut: pertama, pengaruh budaya modern di antara pemuda pemudi, kedua,
kekuatan iman yang lemah atau tipis keimanan, kurang taqwa kepada Allah,
Kemudian dalam pelaksanaan faktor ‘ujub, riya’ takabur dan sum’ah, karena hal ini
timbul dalam waktu yang sangat relatif cepat, maka masih sering-sering dilakukan.
Rifa’iyah
Menurut pengamatan peneliti unsur penghalang dan penunjang ajaran Rifa’iyah dapat
diukur dengan indikator pengetahuan dan pemahaman ajaran yang tertulis dalam
kitabnya.
1. Faktor Luar
130
a. Pengaruh budaya
b. Pengaruh politik
Secara garis besar unsur politik dalam lembaga Rifa’iyah khususnya di Temanggung
c. Pengaruh Sosial
d. Kabar Negatif
Issue negatif, bahwa ajaran Rifa’iyah mengajarkan ilmu-ilmu spiritual negatif seperti
manusia dapat berubah bentuk, sihir dan ilmu batin lainnya yang negatif adalah hanya
sebatas kebohongan dan hal ini dilakukan saat penjajahan Belanda dahulu. Akhir-
akhir ini terjadi saat partai di Indonesia masih banyak jumlahnya (perkiraan tahun
enam puluhan), menurut penuturan Kyai Sam Sukur dari keturunan Kyai Beni).
131
2. Faktor Dalam
a. Keorganisasian
kecuali dalam pengembangan di daerah kecamatan baru, karena ajaran kitab ini
walaupun isinya sangat baik, namun masih banyak tantangan di daerah lain.
b. Peneladanan
para kyai dan tokoh senior. Yakni dalam pengamalan anggota sangat percaya dan
yakin dengan pendapat dan aturan-aturan yang diberikan oleh para da’i .
1. Kekuatan Pengaruh
Seperti diuraikan di atas bahwa pengaruh tokoh dan kyai di lingkungan Rifa’iyah
masih menjadi pusat keteladanan, sehingga setiap angota yang telah masuk menjadi
anggota, di luar daerah pun masih selalu diamalkan walaupun lingkungan kurang
sepaham
Diantara anggota Rifa’iyah yang telah memahami dan menghayati isi dari kitabnya,
3. Penanaman ajaran
Penanaman ajaran Rifa’iyah selalu timbul dari dalam anggota keluarga, dan
lingkungannya.
132
Demikian ajaran Rifa’iyah yang terjadi pada pengikutnya, yang sangat
133
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.
1. Ajaran tasawuf KH. Akhmad Rifa’i pada dasarnya merupakan bagian dari
dirumuskan dengan istilah ushul al-fiqih dan tasawuf dengan corak amali dan falsafi
dengan jalan tahalli, takhalli, ditindaklanjuti dengan taqarrub dalam rangka mencapai
makrifat billah.
ajaran Kyai Rifa’i dengan penuh keyakinan dalam melakukan semua bentuk ajaran di
daerah yang lain tetap menyesuaikan dengan adat setempat, kecuali dalam hal fiqih
134
B. Saran- Saran
2. Bagi para anggota Rifa’iyah masih perlu menekankan kepada umatnya untuk
mendalami dan memahami ajaran kitabnya lebih dalam dan hendaknya diselaraskan
dalam tasharruf ajarannya dengan lingkungan dan daerah dengan kelapangan dan
135
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ali, Yunasril, Manusia citra Ilahi, Jakarta: Paramadina, November 1997, Cetakan I.
Atjeh, Aboebakar, H. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf, Solo: CV. Ramadhani,
Nopember 1987, Cetakan III.
Bruinessen, Martin Van, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat Tradisi- tradisi Islam
di Indonesia, Bandung: Mizan, 1995.
Collins, Harper, Essential Sufism, diterjemahkan James Fradiman & Ragip Robert
Trager al-Jerrahi (ed.), Yogyakarta: Pustaka Sufi, April 2003, Cetakan II.
Dahlan, Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, et-al., Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1996.
Daudy, Ahmad, Kuliah Ilmu Tasawuf, Jakarta: Bulan Bintang, Februari 1998,
Cetakan I.
_____________, Allah Dan Manusia Dalam Konsepsi Syeikh Nuruddin Ar- Raniry.
tt.
Dimyathi, Sayyid Abi Bakar al-Ma’ruf bin Sayyid bakar al-Maky bin Sayyid
Muhammad Syatha, al- Kifayat al-Atqiya’,Tp: al-Ma’had al-Islami al-
Salafi, tt.
Djamil, Abdul, Perlawanan Kyai Desa; Pemikiran dan Gerakan Islam K.H. Ahmad
Rifa’i Kalisalak, Yogyakarta: LKIS, Januari 2001, Cetakan I.
Fansuri, Hamzah, Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya, Abdul Hadi W. M., Bandung:
Mizan, Juli 1995, Cetakan I.
136
Ghazali, Munqid min al-Dhalal, disuting oleh ‘Abd. Halim Mahmud, Tp: Dar al-
Kutub al-Hadisah, tt.
Haeri, Syaikh Fadhlalla, The Elements of Sufism, (ed); Ibnu Burdah dan Shohi fullah,
Jenjang-Jenjang Sufisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Juni 2000, Cetakan
I.
Hatta, Muhammad, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tinta Mas, 1983, Cetakan I.
Labib Mz., Rahasia Ilmu Tasawwuf, Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2001.
Lings, Martin, (Abu Bakr Sirajuddin), A Sufi Saint of the Twentieth Century; Syaikh
Ahmad al-Alawi, London; George Allen & Unwin Ltd, edisi kedua, 1971,
(ed); Abdul Hadi W.M., Wali Sufi Abad 20, Bandung: Mizan, Juli 1995,
Cetakan VI.
Najjr, Amir al-, Al ‘Ilmu al-Nafsi al-Shufiyah, Cairo: (Dar al- Ma’arif, ed);
diterjemahkan oleh; Hasan Abrori, Ilmu Jiwa Dalam Tasawwuf, Studi
Komparatif dengan Ilmu Jiwa Kontemporer, Jakarta:Pustaka Azzam, Juli
2001 M, Cetakan II.
137
Nasr, Sayyid Husein, Living Sufism, Abdul Hadi W.M, Tasawuf Dulu Dan Sekarang,
Jakarta: Pustaka Firdaus, Cetakan I, Maret 1985.
Nasution, Harun, Falsafat Dan Mistisisme Dalam Islam, Jakarta; Bulan Bintang,
Agustus 1978, Cetakan II.
Said, Fuad, H.A. Hakikat Tarikat Naqsyabandiah, Jakarta; PT. Al-Husna Zikra, 1999,
Cetakan II.
Shadra, Mulla, Hikal al-Arsyiah, (ed); DR. Dimitri Mahayana M. Eng, Dedi
Djuniardi, Kearifan Puncak, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, Maret 2001,
Cetakan I.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES,
1989.
Syak’ah, Mustota Muhammad al-, Islamu Bi Laa Madzaahib, (ed); Basamalah, AM.
Islam Tidak Bermazhab, Jakarta: Gema Insani Press, Juli 1995 M, Cetakan
II.
Syukur, Amin, H. M., et al., Metodologi Studi Islam, Semarang: Gunung jati, tt.
Tirmidzy, Abi ‘Abdillah Muhammad bin ‘Ali bin al-Hasan al-Hakim al-, Khotimul
Awliya’, Beirut: Al-Katsulikiyah, tt.
138
DAFTAR WAWANCARA
7. Jika pernah atau sering membicarakan soal tasawwuf, apakah sdr. ikut
jema’at tareqat?
139
ridho, syukur, iklas dan tiga tujuan akhir khauf, mahabbah dan ma’rifat dan
delapan perilaku tercela; itba’ul hawa, hubbu al-dunnya, tama’ dan lain-lain,
berkecukupan?
musibah?
12. Bagaimanakah pendapat sdr. jika umat rifa’iyah ini berkurang atau bertambah
pengikutnya?
140
15. Menurut sdr. apakah faktor-faktor keteguhan hati mengikuti ajaran
Rifa’iyah?
16. Apakah keluarga sdr. semua menganut tariqat atau jema’at ini?
17. Apabila terjadi ajaran lain mempengaruhi ajaran Rifa’iyah, apakah sdr.
mengikuti mereka?
19. Menurut saya tasawwuf itu bertujuan taqarrub kepada Allah dan ma’rifat,
20. Mengenahi issue negatif, bahwa anggota jema’at Rifa’iyah, jika telah
21. Bagaimanakah sdr. menjelaskan kesalah-fahaman ini kepada klien, yang sdr.
temui?
22. Menurut pendapat sdr. apakah ada usaha untuk perkembangan jema’at
Reifa’iyah?
24. Saya, belum mengetahui, belum mengerti dan belum memahami ajaran
141
142
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Abdul Djamil, Perlawanan Kyai Desa, Pemikiran dan Gerakan Islam K.H.
3. Dr. Mustota Muhammad asy- Syak’ah, Islamu Bi Laa Madzaahib, (ed); AM.
Basamalah, Islam Tidak Bermazhab, Jakarta, Gema Insani Press, Cetakan II, Juli
1995 M.
143
4. Mulla Shadra, Hikal al-Arsyiah, (ed); DR. Ir. Dimitri Mahayana M. Eng, Ir.
2001.
8. Syeh Abi ‘Abdillah Muhammad bin ‘Ali bin al-Hasan al-Hakim at-Tirmidzy
9. Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, …[et-al.], Jakarta, PT. Ichtiar
10. Prof. DR. H. M. Amin Syukur, M.A. (dkk), Metodologi Studi Islam,
13. Drs Muhammad Zain Yusuf, Akhlak/ Tasawuf, Semarang , Al-Husna, tt.
15. Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya, Abdul Hadi W. M.,
144
16. ‘Ali Abdul al ‘Adzim, Falsafat al-Ma’rifah fi al-Qur’anil al-Karim, Al-
17. Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf, Solo,
18. Syaikh Fadhlalla Haeri, The Elements of Sufism, (ed); Ibnu Burdah dan Shohi
2000.
19. Sayyid Husein Nasr, Living Sufism, Abdul Hadi W.M, Tasawuf Dulu Dan
20. Dr.Ahmad Daudy, M.A., Kuliah Ilmu Tasawuf, Jakarta, Bulan Bintang,
21. Muhammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarta, Tinta Mas, Cetakan I,’83,
22. Martin Lings (Abu Bakr Sirajuddin), A Sufi Saint of the Twentieth Century;
Syaikh Ahmad al-Alawi, George Allen & Unwin Ltd, edisi kedua, London, 1971,
(ed); Abdul Hadi W.M., Wali Sufi Abad 20, Bandung, Mizan, Cetakan VI, Juli
1995.
23. Yunasril ‘Ali, Manusia citra Ilahi, Jakarta,, Paramadina, Cetakan I, November
1997
24. Prof. DR. Harun Nasution, Falsafat Dan Mistisisme Dalam Islam, Jakarta,
25. Prof. Dr. Hamka, Filsafat Ketuhanan, Surabaya, Karunia, Cetakan I, 1985.
145
26. Dr. Ahmad Daudy, M. A, Allah Dan Manusia Dalam Konsepsi Syeikh
27. H.A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiah, Jakarta, PT Al-Husna Zikra,
28. Kitab-kitab karangan K.H Akhmat Rifa’i, kira-kira sejumlah 12 kitab Jawa
Pegon.
29. Ust. Labib Mz. Rahasia Ilmu Tasawwuf, Surabaya, Bintang Usaha Jaya, 2001.
30. H.M. Asjwadie Sjukur Lc. Ilmu Tasawwuf. , Surabaya, Bina Ilmu, tt.
31. Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat Tradisi- tradisi
32. ‘Ali ‘Abdul ’Adzim, Falsafah Ma’rifah fil Qur’anil Karim, 1973.
33. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta
LP3ES, 1989.
36. Harper Collins, Essential Sufism, diterjemahkan James Fradiman & Ragip
Robert Trager al-Jerrahi (Ed.), Yogyakarta, Pustaka Sufi, Cetakan II, April 2003.
146
37. Burhani MS-Hasbi Lawrens, Referensi ilmiyah-politik, Jombang.Kamus
147