Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

CERVICAL INTRAEPITHALIAL NEOPLASIA (CIN) &


MIOMA UTERI

Di Ruang 9
RSUD dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:
HULATUN NABILA SUBHAN
NIM. 1520057

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
MALANG
2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan CERVICAL INTRAEPITHALIAL NEOPLASIA (CIN) &


Mioma Uteri di Ruang 9 RSUD dr. Saiful Anwar Malang yang dilakukan oleh :
Nama : Hulatun Nabila Subhan
NIM : 1520057
Prodi : Profesi Ners
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik profesi Ners
Departemen Keperawatan Maternitas, yang dilaksanakan pada tanggal 16
Desember 2019 – 21 Desember 2019, yang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari : Jumat
Tanggal : 20 Desember 2019

Malang, 20 Desember 2019


Mengetahui :

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(…………………………..) (…………………………..)

Kepala Ruang

(…………………………..)
LAPORAN PENDAHULUAN

CERVICAL INTRAEPITHALIAL NEOPLASIA (CIN)

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi CIN
Cervical Intraepithalial Neoplasia (CIN) merupakan pertumbuhan
abnormal (displasia) sel epitel skuamosa pada permukaan serviks
(kumar et al, 2007). Displasia ditunjukan dengan meningkatnya
mitosis, gambaran histologis sel yang atipik baik ukuran, bentuk,
kondisi nukleus, diferensiasi, dan polaritas. CIN bukanlah keganasan
dan dapat kembali menjadi sel yang normal (ACOG, 2010). Pada
beberapa kasus CIN berubah menjadi kanker serviks jika tidak segra
diterapi. Awalnya sel epitel serviks berubah menjadi sel epitel yang
atipik, kemudian meningkat menjadi sel karsinoma insitu dan berakhir
menjadi sel kanker serviks yang invasif (Agorastos et al, 2005)

2. Anatomi dan Histologi


Organ Genitalia Eksterna
Organ genitalia eksterna terdiri dari labia mayor dan minor,
klitoris, ostium uretra, introitus vagina. Area antara vagina dan anus
adalah perineum, dan kelenjar bartolini adalah dua kelenjar pada
masing-masing sisi introitus vagina.4

Gambar 1:
Organ genitalia eksterna
(Dikutip dari kepustakaan 4)
Organ Genitalia Interna

Gambar 2: Organ genitalia interna


(Dikutip dari kepustakaan 4)
Vagina dan uterus terletak di belakang-bawah os pubis dalam pelvis.
Kantong kemih dan uretra terletak di depan vagina dan uterus, dan
rektum dibelakangnya.

Vagina
Vagina adalah sebuah saluran (tube) fibromuscular elastis dari
introitus sampai ke serviks; dindingnya berbentuk lipatan-lipatan yang
memungkinkan vagina mengembang/melebar saat aktivitas seksual
dan saat melahirkan bayi. Bagian bawah dari serviks (ektoserviks)
menonjol ke ujung dalam dari vagina dan area vagina melingkari
bagian tersebut membentuk forniks anterior, posterior dan lateral
Uterus dan Serviks
Uterus atau rahim adalah organ berdinding tebal, berbentuk buah
pir, organ berlubang dan terbentuk dari otot polos. Uterus disokong
oleh beberapa struktur jaringan ikat yaitu: ligamentum transversal,
ligamentum uterosakral, ligamentum latum, ligamentum kardinale, dan
ligamentum ovarii proprii.1 Rongga uterus dilapisi oleh endometrium
(sebuah epitel berkelenjar yang mengalami perubahan pada siklus
menstruasi). Ukuran uterus normal saat tidak ada kehamilan atau
tumor adalah sekitar 10 cm diukur dari fundus sampai batas bawah
serviks.
Serviks merupakan sebuah area 1/3 bagian bawah dari uterus yang
tebal, merupakan jaringan fibromuskular yang dilapisi oleh dua tipe
epitel. Serviks berukuran panjang sekitar 3 cm dengan diameter sekitar
2,5 cm. Bagian bawah serviks (ektoserviks) berhubungan langsung
dengan vagina dan bisa dilihat melalui spekulkum. Kanalis serviks
menghubungkan ostium uteri eksternum dengan ostium uteri internum
yang terletak ditengah dari serviks.

Gambar 3: Bagian uterus dan Serviks


(Dikutip dari kepustakaan 4)
Epitel Serviks
Permukaan serviks dilapisi oleh dua tipe epitel, yaitu epitel
skuamosa dan epitel kolumnar.
Gambar 4 : epitel serviks
(Dikutip dari kepustakaan 4)
Epitel skuamosa adalah epitel berlapis-lapis yang terus-menerus
membelah. Secara normal, epitel ini menutupi sebagian besar dari
ektoserviks dan vagina, dan pada wanita premenopause tampak
berwarna merah muda dan tidak tembus cahaya (buram). Lapisan
terbawah dari epitel ini disusun oleh sel berbentuk bulat, yang melekat
ke membran basal, yang memisahkan epitel dari stroma fibromuskular
di bawahnya. Pada wanita post menopause, epitel skuamosa memiliki
lapisan yang lebih sedikit, tampak berwarna pink-keputih-putihan, dan
rentan terhadap trauma, yang kadang terlihat seperti bintik-bintik
perdarahan kecil atau peteki.
Epitel kolumnar membentuk kanalis servikal dan meluas keluar ke
bagian porsio dari ektoserviks. Epitel ini terdiri dari lapis tunggal sel
yang tinggi dan menempel diatas membrane basal (basement
membrane). Lapisan ini lebih tipis daripada lapisan epitel
skuamosa pada ektoserviks. Pada saat dilihat dengan speculum
endoservikal, tampak mengkilap berwarna merah. Hubungan antara
epitel skuama dan epitel kolumnar (squamocolumnar junction) tampak
seperti garis yang lebih tinggi (sharp line) diantaranya. Lokasi dari
squamocolumnar junction berbeda-bedapada wanita ini tergantung dari
umur, status hormonal, riwayat trauma, status kehamilan, dan
penggunaan kontrasepsi oral.
Gambar 5 : zona transformasi dari serviks
(Dikutip dari kepustakaan 4)

3. Etiologi
Imflamasi kronis merupakan penyebab utama terjadinya cervical
intraepithelia neoplasia (CIN). Organisme penyebab inflamasi yang
telah dipastikan berhubungan langsung dengan CIN adalah Human
papilloma Virus (HPV). HPV merupakan salah satu organisme
penyebab infeksi saluran reproduksi (ISR). HPV merupakan virus
epitheliotropik yang menginisiasi proliferasi sel di saluran reproduksi,
saluran respirasi, saluran pencernaan, dan kulit. HPV pada saluran
reproduksi dibagi menjadi dua jenis yaitu resiko tinggi kanker dan
resiko rendah kanker. Resiko tinggi kanker terdiri dari HPV tipe 16,
18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59 dan 68. Resiko rendah kanker
terdiri dari HPV tipe 6, 11, 42, 44, 53, 54, 62, 66. (Adenkulen, 2012;
schottenfeld dan Dimmer, 2006; Diaz, 2008). Selain HPV, organisme
ISR yang diprediksi mampu menyebabkan terjadinya CIN adalah
bakteri (Gardnarella vaginalis, bacterioides spp), candida albicans,
Trichomonas Vaginalis, Clamidia trachomatis, dan Neisseria
gonorhoe. ISR menyebabkan adanya inflamasi pada sel epitel serviks
yang berakhir dengan apoptosis dan degenarasi sel epitel serviks.
Masing-masing organisme mempunyai mekanisme khusus dalam
menginfeksi sel epitel serviks. Mekanisme secara umum adalah ISR
mengakibatkan adanya produksi sitokin imunosupresif dan protein
penyebab mutasi DNA sel epitel serviks sehingga terjadi reaksi seluler
seperti hiperkromasi, pernuklear halo, kelainan sitoplasma dan
deskuamasi sel epitel serviks (Janjic et al, 2011; Fichrorova et al,
2009; Singh et al 2009; Moriarty et al, 2009). Tetapi hubungan
langsung antara ISR dengan CIN Masih kontroversial karena beberapa
penelitian membuktikan tidak adanya hubungan antara keduanya
(Kaur et al, 2008; Fischer dan Ali, 2011).

4. KLASIFIKASI NEOPLASIA INTRAEPITELIAL SERVIKS


Tabel berikut menunjukkan klasifikasi neoplasia intraepitelial serviks:

Ket : CIN/NIS: cervical intraepithelial neoplasia/neoplasia


intraepitelial servikalis; LSIL: low-grade squamous intraepithelial
lesion; HSIL: high-grade squamous intraepithelial lesion; ASC-US:
atypical squamous cells of undetermined significance; ASC-H:
atypical squamous cells: cannot exclude a high-grade squamous
epithelial lesion.

Keterangan:
1. Negatif (Kelas I): hasil apusan negatif tanpa adanya sel abnormal atau
tidak dapat terlihat. Hasil apusan bersih dan tidak terdapat sel
inflamasi dan tidak memiliki bukti keganasan (kanker).
2. Atipikal (Kelas II): Hal ini lebih lanjut dibagi menjadi dua istilah: sel
Atypical squamous cells, cannot exclude high grade lesions (ASC-H)
dan atypical squamous cells of uncertain significance (ASC-US).
Kriteria sitologi untuk diagnosis ASCUS termasuk pembesaran
nukleus ukuran 2,5-3 kali lipat darisel intermediate dengan sedikit
peningkatan rasio nukleus / sitoplasma,terdapat variasi ringan dalam
ukuran nukleus dan kontur, dan sedikit hyperkromasia
dengankromatin.
Kriteria sitology untuk ASC-H yaitu sel skuamosadengan inti
membesar dan kurang sitoplasma dengan kontur nuklir tidak teratur.
Mungkin ada bukti regenerasi sel-sel pada serviks atau perubahan sel
yang berhubungan dengan infeksi atau trauma persalinan. Tergantung
pada deskripsi lain ahli patologi mungkin diperlukan pengobatan untuk
infeksi, pengecekan ulang pap smear, tes DNA, observasi, atau tes
diagnostik dengan kolposkopi.12,13
3. Low-grade squamous intraepithelial lesion(Kelas III, displasia
ringan): Klasifikasi ini untuk sel-sel abnormal, yang dapat dianggap
sebagai displasia ringan atau dengan ringan potensial "premaligna".
Displasia adalah perubahan prakanker, dan temuan ini membutuhkan
evaluasi lebih lanjut. Jika dibiarkan saja, perubahan ini mungkin
kembali ke normal, mungkin tetap sama, atau bisa berkembang
menjadi keganasan selama periode tahunan. Interval untuk
pengembangan keganasan dari displasia adalah dari 3 sampai selama
10 tahun. Kolposkopi, menggunakan mikroskop untuk melihat serviks,
mungkin akan direkomendasikan. Biopsi juga dapat dilakukan. Jika
hanya perubahan ringan yang dikonfirmasi, biasanya tidak ada
perawatan yang diperlukan. Dalam beberapa kasus lesi besar atau
perubahan terus-menerus, pengobatan akan direkomendasikan.
4. High-grade squamous intraepithelial lesion (Kelas III, IV):
Klasifikasi ini merupakan indikasi dari perubahan tingkat tinggi
prakanker. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kolposkopi.
Pengobatan dengan pembekuan atau eksisi biasanya diperlukan.12
Kanker (Kelas V): Klasifikasi ini menunjukkan probabilitas tinggi
kanker dan diperlukan evaluasi lengkap untuk menentukan sejauh
mana lesi kanker. Sebuah rencana perawatan untuk hasil terbaik dapat
ditentukan.

5. Manifestasi klinis
Genjala klinis yang biasanya dialami pasien adalah vagina berbau
amis terutama setelah senggama, cairan vagina tidak terlalu banyak
dan kental seperti susu, homogen, putih keabu-abuan, melekat pada
dinding vagina, tidak ada tanda inflamasi, Ph Vagina > 7,4 (Hasteh,
2012; PHAC, 2006;Nguyen Dan Smith, 2011).

6. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang dapat dialami oleh klien dengan
carsinoma uteri adalah terjadinya metastase sel-sel ganas ke dinding
vagina, ligamentum kardinale, rongga endometrium serta ke organ-
organ yang lain/ke tempat yang jauh, perdarahan, gagal ginjal (CRF :
cronic renal failure) akibat infiltasi tumor ke ureter sebelum
memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total.

7. Patofisiologi dan pathway


Kondisi serviks dipengaruhi oleh usia, hormon, dan paritas.
Perubahan sel atau metaplasia sel serviks dibagi menjadi tiga fase
sesuai usia, yaitu fase pertama: saat lahir hingga sebelum pubertas,
fase kedua: saat pubertas sampai kehamilan pertama, dan fase ketiga:
kehamilan kedua atau selanjutnya sampai menapouse (Adenkule, 2012
ASC, 2012)
Pada fase pertama bagian endoserviks terdiri dari sel epitel
kolumner dan bagian ektoserviks terdiri dari sel epitel
skuamosa.memasuki fase kedua yaitu pubertas terjadi peningkatan
jumlah hormon pada wanita. Sel epitel bagian endoserviks meluas
sampai bagian ektoserviks. Sel epitel kolumner menggantikan sel
epitel skuamosa pada bagian ekstoserviks untuk menjaga keasaman
vagina saat memasuki usia menopause, proses metaplasiasel sel epitel
skuamosa merubah sel epitel kolumner di ekstoserviks dan bagian
endoserviks menjadi sel skuamosa. Metaplasia fisiologis terjadi saat
sel epitel dewasa menjadi sel epitel tipe lain dalam keadaan dewasa
juga. Adanya proses patologis seperti infeksi HPV dapat merubah sel
epitel dewasa menjadi sel epitel tipe lain yang tidak dewasa imatur.
Metaplasia yang imatur menjadi pencetus terjadinya kanker. Sehinga
pada zona transformasi merupakan area paling sering terjadi kanker
(CDC, 2012)

8. Penatalaksanaan (medis dan keperawatan)


1. Diagnosis
Pap smear dilakukan untuk pemeriksaan penyaring guna
mendeteksi perubahan-perubahan neoplastik. Hasil apusan yang
abnormal dilanjutkan dengan biopsi untuk memperoleh jaringan
guna pemeriksaan sitologik. Kerena serviks biasanya tampak
normal maka dipakai alat bantu kolposkopi guna mengarahkan
tindakan biopsi pada daerah yang abnormal untuk mengambil
sampel. Biopsi jarum pada derah yang mengalami kelainan atau
biopsi kerucut pada seluruh sambungan skuamokolumnar juga
dilakukan.
2. Penanganan
Stadium dini dari CIN dapat dilakukan pengangkatan
seluruhnya dengan biopsi kerucut, atau dibersihkan dengan laser,
kauter atau dengan bedah beku, tindakan lanjut yang teratur dan
sering dilakukan untuk memantau kekambuhan lesi perlu
dilakukan setelah penanganan dengan cara-cara ini.
Pada tingkat klinis (KIS) tidak dibenarkan dilakukan
elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah krio (cryosurgery)
atau dengan sinar lase, kecuali bila yang menangani adalah ahli
dalam kolposkopi dan penderitanya masih muda dan belum
mempunyai anak.
3. Kemoterapi
Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat
sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi
sel-sel kanker.
Laporan Pendahuluan Mioma Uteri

A. Pengertian
Mioma uteri adalah tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri
jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi
dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa
infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan malpresentasi
(Aspiani, 2017).

B. Etiologi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1. Umur Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif
dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri
jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal) Konsentrasi estrogen pada
jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium
normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan
penderita mioma uteri.
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang(red
meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri,
namunsayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus.
Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau
2 (2) kali

Faktor terbentuknya tomor:

1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel -
sel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika
yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan
kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap kanker payudara,
tidak serta merta semua anak gandisnya akan mengalami hal yang
sama, karena sel yang mengalami kesalahan genetik harus mengalami
kerusakan terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara
internal, tidak dapat dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah.
Menurut WHO, 10% – 15% kanker, disebabkan oleh faktor internal
dan 85%, disebabkan oleh faktor eksternal (Apiani, 2017).
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari
polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti
pengawet dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah
makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,
misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya
dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar
kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang
dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa
yang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal
atau korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan
pada sel.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada
mioma, disamping faktor predisposisi genetik.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi
estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat
menopouse dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita
dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah
estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah).
Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada
miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara,
yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa,
yaituHPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa
pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama kehamilan mungkin
merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.

C. Gejala Mioma Uteri


Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada
20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak
mengeluh apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan
gejala klasik dari mioma uteri. Dar ipenelitian multisenter yang dilakukan
pada 114 penderita ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering
adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma
mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang.
Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung
kemih, ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan
keluhan disuri (14%), keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai
penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi
sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus spontan dapat
terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana
menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau
tertahannya uterus di dalam panggul (Goodwin, 2009).
1. Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di
perut bagian bawah.
2. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan
menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak
ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan
peningkatan luas permukaan endometrium atau kerana meningkatnya
insidens disfungsi ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang
disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi perubahan struktur vena
pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya
venule ectasia. Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin
dan parakrin dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua
jaringan ini dan aliran darah langsung dari miometrium ke
endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang
merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan
yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan
perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial.
Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau
vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga
menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.
3. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini
timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang
disertai dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran
mioma submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe.
Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang
bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek dan
muntah-muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat
disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus
uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah (Pradhan,
2006).
4. Pressure Effects ( Efek Tekenan )
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada
organ-organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang
takbiasa dan sulit untuk dihubungkan langsung dengan mioma.
Penekanan pada kandung kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila uretra
tertekan bisa menimbulkan retensio urinae. Bila berlarut-larut
dapatmenyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak
begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat
defekasi.
5. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%wanita dengan mioma
uteri mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila
sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba,
sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus
karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena
adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan
implasntasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat
perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena
kompresi massa tumor (Stoval, 2001). Apabila penyebab lain
infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab
infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi (Strewart, 2001).

D. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium
dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak
menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor
didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya
banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri
maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada
dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan
dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan
keluhan miksi (Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih,
padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan
gambarankumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi
umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari
benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada
ukuran uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara
yang lain terletak tepat di bawah endometrium (submukosa) atau tepat
dibawah serosa (subserosa). Terakhir membentuk tangkai, bahkan
kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari mana tumor tersebut
mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus
untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar
memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan
perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat
kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).

E. Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
Pengaruh mioma terhadap kehamilan
a. Infertilitas.
b. Abortus.
c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
d. Inersia uteri.
e. Gangguan jalan persalinan.
f. Perdarahan post partum.
g. Retensi plasenta.
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
a. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometriium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga
dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua
pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik
USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak
dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
2. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola
gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga
bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk
tak teratur.
3. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
5. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
6. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi
hati, ureum, kreatinin darah.
7. Tes kehamilan.
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN CIN & MIOMA UTERI

1. Pengkajian
Demografi
 Umur
Terjadi pada usia 45-50 tahun tetapi dapat juga terjadi pada usia 18
tahun.
 Lingkungan
Sosial ekonomi rendah dan personal higine kurang.
 Kebiasaan
Seseorang yang sering ganti-ganti pasangan.

Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang sebelumnya mengalami kanker.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengeluh nyeri, perdarahan yang berlebihan dan apakah
mengeluarkan cairan putih dari vagina ( keputihan ).
 Riwayat Penyakit Dahulu.
Wanita dengan kehamilan dini, pemberian estrogen, atau steroid
lainnya dapat menimbulkan berkembangnya masalah fungsional
genital pada keturunannya.
Pola kesehatan Fungsional

 Pola Persepsi
Personal hygine yang kurang pada daerah genitalia.
 Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, BB menurun.
 Pola Aktivitas dan Latihan
Klien mengalami kelelahan.
 Pola Istirahat dan Tidur
Ada gangguan tidur.
 Persepsi diri dan Konsep diri
Harga diri rendah.

 Pola reproduksi dan Seksual


Nyeri dan perdarahan saat koitus.
Pemeriksaan Fisik

 Rambut
 Conjungtiva
Anemis
 Wajah.
Pucat
 Abdomen
Distensi abdomen
 Vagina
Keputihan berbau, warna merah, perdarahan merah tua, berbau dan
kental
 Serviks
Ada nodul
Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium
HB menurun, Leukosit meningkat, Trombosit meningkat
 Patologi Anatomi
Untuk memeriksa keganasan
 Pemeriksaan Diagnostik
Pap smear, kalposkopi, biopsy kerucut, MRI atau CT-Scan abdomen
ataupun pelvis.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi mengenai
prosedure pengobatan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dngan
sumber informasi
4. Hambatan interaksi social berhubungan dengan isolasi terauptik

3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan NOC NIC
1. Ansietas Setelah dilakukan o Gunakan
berhubungan asuhan keperawatan … pendekatan yang
dengan kurang jam klien dapat menenangkan
informasi mengenai mengontrol cemas degan o Nyatakan dengan
prosedur Kriteria Hasil : jelas harapan
pengobatan terhadap pelaku
 Klien mampu pasien
mengidentifikasi o Jelaskan semua
dan prosedur dan apa
mengungkapkan yang dirasakan
gejala cemas selama prosedur
 Mengidentifikasi, o Temani pasien
mengungkapkan untuk memberikan
dan menunjukkan keamanan dan
tehnik untuk mengurangi takut
mengontol cemas o Berikan informasi
 Vital sign dalam faktual mengenai
batas normal diagnosis, tindakan
 Postur tubuh, prognosis
ekspresi wajah, o Dorong keluarga
bahasa tubuh dan untuk menemani
tingkat aktivitas
menunjukkan anak
berkurangnya o Lakukan back /
kecemasan neck rub
o Dengarkan dengan
penuh perhatian
o Identifikasi tingkat
kecemasan
o Bantu pasien
mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
o Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
o Instruksikan pasien
menggunakan
teknik relaksasi

Nyeri akut Setelah dilakukan askep  Lakukan pengkajian

2. berhubungan …. jam pasien dapat nyeri secara


dengan agen cidera mengontrol nyeri komprehensif
biologis dengan termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
 Mampu mengontrol
 Observasi reaksi
nyeri (tahu penyebab
nonverbal dari
nyeri, mampu
ketidaknyamanan
menggunakan tehnik
 Gunakan teknik
nonfarmakologi untuk
komunikasi terapeutik
mengurangi nyeri,
untuk mengetahui
mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa pengalaman nyeri
nyeri berkurang pasien
dengan menggunakan  Kaji kultur yang
manajemen nyeri mempengaruhi respon
 Mampu mengenali nyeri
nyeri (skala,  Evaluasi pengalaman
intensitas, frekuensi nyeri masa lampau
dan tanda nyeri)  Evaluasi bersama
 Menyatakan rasa pasien dan tim
nyaman setelah nyeri kesehatan lain tentang
berkurang ketidakefektifan
 Tanda vital dalam kontrol nyeri masa
rentang normal lampau
 Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
 Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

3 Defisiensi Setelah dilakukan  jelaskan


pengetahuan
asuhan keperawatan patofisiologi dari
berhubungan
dengan tidak … jam pengetahuan penyakit
familiar dngan
pasien bertambah  gambarkan tanda
sumber informasi
dengan kriterian hasil dan gejala yang
: biasa muncul pada
 pasien dan keluarga penyakit
menyatakan  gambarkan proses
pemahaman tentang penyakit dengan
penyakit, kondisi, cara yang tepat
prognosis dan  diskusikan
program perubahan gaya
pengobatan hidup yang
 pasien dan keluarga mungkin diperlukan
mampu untuk mencegah
melaksanakan komplikasi
prosedur yang  diskusikan pilihan
dijelaskan secara terapi atau
benar penanganan
 pasien dan keluarga
mampu
menjekaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat
4 Hambatan Setelah dilakukan askep  Identifiksi
interaksi social …. jam pasien tidak perubahan perilaku
berhubungan
dengan isolasi mengalami hambatan tertentu
terauptik berinteraksi dengan
 Berikan umpan
kriteria hasil :
balik positif jika

 Menggunakan klie berinteraksi

aktivitas yang dengan orang lain


menenangkan,  Anjurkan bersikap
menarik, dan jujur dan apa
meyenangkan untuk adanya dalam
meningkatkan berinteraksi dengan
kesejahteraan orang lain
 Memahami dampak
 Minta dan harapkan
dari perilaku diri pada
adanya komunikasi
intrraksi social
verbal
 Lingkungan yang
supportif yang
bercirikkan hubungan
dan tujuan anggota
keluarga.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,
dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang
DAFTAR PUSTAKA

Nurwijaya, Hartati. (2010). Cegah dan Deteksi Kanker Serviks. Yogyakarta: Alex
Media Komputerindo.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
S., Imam Rasjidi. (2010). Epidemiologi Kanker pada Wanita. Jakarta: Sagubg
Seto.
Geri Morgan, C. H. (2009). Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktikum Jilid
2. Jakarta: ECG.
Mulyani, D. (2010). Stop Kanker Panduan Deteksi Dini dan pengobatan
Menyeluruh Berbagai Jenis Kanker. Jakarta: Mizan Publika.

Apriyani, Yosi. 2003. Analisa Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Mioma Uteri di RSUD dr. Adhyatma Semarang. Jurnal Kebidanan. Vol. 2
No. 5

Aspiani, Y, R. (2007). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Aimee, et al. (2007). Association of Intrauterine and Early-Life Exposures with


Diagnosis of Uterine Leimyomata by 35 Years of Age in the Sister Study.
Environmental Health Perpectives. Volume 118. No 3 pages 375-

Bararah, T., Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan; panduan Lengkap


menjadi Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Copaescu, C. (2007). Laparoscopic Hysterectomy. Chirurgia (Bucur). Volume


102. No. 2. Romanian

Manuaba. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Manuaba. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta:


EGC

NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017edisi


(Budi Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC
Nugroho, T. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Yokyakarta: Nuha Medika

Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC

RSUP. Dr. M. Djamil.(2016). Laporan Catatan Rekam Medik (RM): Mioma Uteri

Setiati, Eni. (2009). Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yokyakarta:


Andi

Prawirohardjo, Sarwono. (2010).Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Wise, L, et al. (2009). A Prospective Study of Dairy Intake and Risk of Uterine
Leimoyomata. American Journal of Epidemiologi. Vol.171. No. 2. Page 221
.

Anda mungkin juga menyukai