LP Cin Myoma Uteri Nabila Fix
LP Cin Myoma Uteri Nabila Fix
Di Ruang 9
RSUD dr. Saiful Anwar Malang
Oleh:
HULATUN NABILA SUBHAN
NIM. 1520057
(…………………………..) (…………………………..)
Kepala Ruang
(…………………………..)
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi CIN
Cervical Intraepithalial Neoplasia (CIN) merupakan pertumbuhan
abnormal (displasia) sel epitel skuamosa pada permukaan serviks
(kumar et al, 2007). Displasia ditunjukan dengan meningkatnya
mitosis, gambaran histologis sel yang atipik baik ukuran, bentuk,
kondisi nukleus, diferensiasi, dan polaritas. CIN bukanlah keganasan
dan dapat kembali menjadi sel yang normal (ACOG, 2010). Pada
beberapa kasus CIN berubah menjadi kanker serviks jika tidak segra
diterapi. Awalnya sel epitel serviks berubah menjadi sel epitel yang
atipik, kemudian meningkat menjadi sel karsinoma insitu dan berakhir
menjadi sel kanker serviks yang invasif (Agorastos et al, 2005)
Gambar 1:
Organ genitalia eksterna
(Dikutip dari kepustakaan 4)
Organ Genitalia Interna
Vagina
Vagina adalah sebuah saluran (tube) fibromuscular elastis dari
introitus sampai ke serviks; dindingnya berbentuk lipatan-lipatan yang
memungkinkan vagina mengembang/melebar saat aktivitas seksual
dan saat melahirkan bayi. Bagian bawah dari serviks (ektoserviks)
menonjol ke ujung dalam dari vagina dan area vagina melingkari
bagian tersebut membentuk forniks anterior, posterior dan lateral
Uterus dan Serviks
Uterus atau rahim adalah organ berdinding tebal, berbentuk buah
pir, organ berlubang dan terbentuk dari otot polos. Uterus disokong
oleh beberapa struktur jaringan ikat yaitu: ligamentum transversal,
ligamentum uterosakral, ligamentum latum, ligamentum kardinale, dan
ligamentum ovarii proprii.1 Rongga uterus dilapisi oleh endometrium
(sebuah epitel berkelenjar yang mengalami perubahan pada siklus
menstruasi). Ukuran uterus normal saat tidak ada kehamilan atau
tumor adalah sekitar 10 cm diukur dari fundus sampai batas bawah
serviks.
Serviks merupakan sebuah area 1/3 bagian bawah dari uterus yang
tebal, merupakan jaringan fibromuskular yang dilapisi oleh dua tipe
epitel. Serviks berukuran panjang sekitar 3 cm dengan diameter sekitar
2,5 cm. Bagian bawah serviks (ektoserviks) berhubungan langsung
dengan vagina dan bisa dilihat melalui spekulkum. Kanalis serviks
menghubungkan ostium uteri eksternum dengan ostium uteri internum
yang terletak ditengah dari serviks.
3. Etiologi
Imflamasi kronis merupakan penyebab utama terjadinya cervical
intraepithelia neoplasia (CIN). Organisme penyebab inflamasi yang
telah dipastikan berhubungan langsung dengan CIN adalah Human
papilloma Virus (HPV). HPV merupakan salah satu organisme
penyebab infeksi saluran reproduksi (ISR). HPV merupakan virus
epitheliotropik yang menginisiasi proliferasi sel di saluran reproduksi,
saluran respirasi, saluran pencernaan, dan kulit. HPV pada saluran
reproduksi dibagi menjadi dua jenis yaitu resiko tinggi kanker dan
resiko rendah kanker. Resiko tinggi kanker terdiri dari HPV tipe 16,
18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59 dan 68. Resiko rendah kanker
terdiri dari HPV tipe 6, 11, 42, 44, 53, 54, 62, 66. (Adenkulen, 2012;
schottenfeld dan Dimmer, 2006; Diaz, 2008). Selain HPV, organisme
ISR yang diprediksi mampu menyebabkan terjadinya CIN adalah
bakteri (Gardnarella vaginalis, bacterioides spp), candida albicans,
Trichomonas Vaginalis, Clamidia trachomatis, dan Neisseria
gonorhoe. ISR menyebabkan adanya inflamasi pada sel epitel serviks
yang berakhir dengan apoptosis dan degenarasi sel epitel serviks.
Masing-masing organisme mempunyai mekanisme khusus dalam
menginfeksi sel epitel serviks. Mekanisme secara umum adalah ISR
mengakibatkan adanya produksi sitokin imunosupresif dan protein
penyebab mutasi DNA sel epitel serviks sehingga terjadi reaksi seluler
seperti hiperkromasi, pernuklear halo, kelainan sitoplasma dan
deskuamasi sel epitel serviks (Janjic et al, 2011; Fichrorova et al,
2009; Singh et al 2009; Moriarty et al, 2009). Tetapi hubungan
langsung antara ISR dengan CIN Masih kontroversial karena beberapa
penelitian membuktikan tidak adanya hubungan antara keduanya
(Kaur et al, 2008; Fischer dan Ali, 2011).
Keterangan:
1. Negatif (Kelas I): hasil apusan negatif tanpa adanya sel abnormal atau
tidak dapat terlihat. Hasil apusan bersih dan tidak terdapat sel
inflamasi dan tidak memiliki bukti keganasan (kanker).
2. Atipikal (Kelas II): Hal ini lebih lanjut dibagi menjadi dua istilah: sel
Atypical squamous cells, cannot exclude high grade lesions (ASC-H)
dan atypical squamous cells of uncertain significance (ASC-US).
Kriteria sitologi untuk diagnosis ASCUS termasuk pembesaran
nukleus ukuran 2,5-3 kali lipat darisel intermediate dengan sedikit
peningkatan rasio nukleus / sitoplasma,terdapat variasi ringan dalam
ukuran nukleus dan kontur, dan sedikit hyperkromasia
dengankromatin.
Kriteria sitology untuk ASC-H yaitu sel skuamosadengan inti
membesar dan kurang sitoplasma dengan kontur nuklir tidak teratur.
Mungkin ada bukti regenerasi sel-sel pada serviks atau perubahan sel
yang berhubungan dengan infeksi atau trauma persalinan. Tergantung
pada deskripsi lain ahli patologi mungkin diperlukan pengobatan untuk
infeksi, pengecekan ulang pap smear, tes DNA, observasi, atau tes
diagnostik dengan kolposkopi.12,13
3. Low-grade squamous intraepithelial lesion(Kelas III, displasia
ringan): Klasifikasi ini untuk sel-sel abnormal, yang dapat dianggap
sebagai displasia ringan atau dengan ringan potensial "premaligna".
Displasia adalah perubahan prakanker, dan temuan ini membutuhkan
evaluasi lebih lanjut. Jika dibiarkan saja, perubahan ini mungkin
kembali ke normal, mungkin tetap sama, atau bisa berkembang
menjadi keganasan selama periode tahunan. Interval untuk
pengembangan keganasan dari displasia adalah dari 3 sampai selama
10 tahun. Kolposkopi, menggunakan mikroskop untuk melihat serviks,
mungkin akan direkomendasikan. Biopsi juga dapat dilakukan. Jika
hanya perubahan ringan yang dikonfirmasi, biasanya tidak ada
perawatan yang diperlukan. Dalam beberapa kasus lesi besar atau
perubahan terus-menerus, pengobatan akan direkomendasikan.
4. High-grade squamous intraepithelial lesion (Kelas III, IV):
Klasifikasi ini merupakan indikasi dari perubahan tingkat tinggi
prakanker. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kolposkopi.
Pengobatan dengan pembekuan atau eksisi biasanya diperlukan.12
Kanker (Kelas V): Klasifikasi ini menunjukkan probabilitas tinggi
kanker dan diperlukan evaluasi lengkap untuk menentukan sejauh
mana lesi kanker. Sebuah rencana perawatan untuk hasil terbaik dapat
ditentukan.
5. Manifestasi klinis
Genjala klinis yang biasanya dialami pasien adalah vagina berbau
amis terutama setelah senggama, cairan vagina tidak terlalu banyak
dan kental seperti susu, homogen, putih keabu-abuan, melekat pada
dinding vagina, tidak ada tanda inflamasi, Ph Vagina > 7,4 (Hasteh,
2012; PHAC, 2006;Nguyen Dan Smith, 2011).
6. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang dapat dialami oleh klien dengan
carsinoma uteri adalah terjadinya metastase sel-sel ganas ke dinding
vagina, ligamentum kardinale, rongga endometrium serta ke organ-
organ yang lain/ke tempat yang jauh, perdarahan, gagal ginjal (CRF :
cronic renal failure) akibat infiltasi tumor ke ureter sebelum
memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total.
A. Pengertian
Mioma uteri adalah tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri
jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi
dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa
infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan malpresentasi
(Aspiani, 2017).
B. Etiologi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1. Umur Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif
dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri
jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal) Konsentrasi estrogen pada
jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium
normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan
penderita mioma uteri.
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang(red
meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri,
namunsayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus.
Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau
2 (2) kali
1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel -
sel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika
yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan
kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap kanker payudara,
tidak serta merta semua anak gandisnya akan mengalami hal yang
sama, karena sel yang mengalami kesalahan genetik harus mengalami
kerusakan terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara
internal, tidak dapat dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah.
Menurut WHO, 10% – 15% kanker, disebabkan oleh faktor internal
dan 85%, disebabkan oleh faktor eksternal (Apiani, 2017).
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari
polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti
pengawet dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah
makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,
misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya
dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar
kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang
dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa
yang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal
atau korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan
pada sel.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada
mioma, disamping faktor predisposisi genetik.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi
estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat
menopouse dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita
dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah
estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah).
Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada
miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara,
yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa,
yaituHPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa
pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama kehamilan mungkin
merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.
D. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium
dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak
menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor
didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya
banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri
maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada
dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan
dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan
keluhan miksi (Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih,
padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan
gambarankumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi
umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari
benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada
ukuran uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara
yang lain terletak tepat di bawah endometrium (submukosa) atau tepat
dibawah serosa (subserosa). Terakhir membentuk tangkai, bahkan
kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari mana tumor tersebut
mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus
untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar
memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan
perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat
kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).
E. Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
Pengaruh mioma terhadap kehamilan
a. Infertilitas.
b. Abortus.
c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
d. Inersia uteri.
e. Gangguan jalan persalinan.
f. Perdarahan post partum.
g. Retensi plasenta.
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
a. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometriium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga
dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua
pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik
USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak
dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
2. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola
gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga
bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk
tak teratur.
3. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
5. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
6. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi
hati, ureum, kreatinin darah.
7. Tes kehamilan.
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Demografi
Umur
Terjadi pada usia 45-50 tahun tetapi dapat juga terjadi pada usia 18
tahun.
Lingkungan
Sosial ekonomi rendah dan personal higine kurang.
Kebiasaan
Seseorang yang sering ganti-ganti pasangan.
Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang sebelumnya mengalami kanker.
Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengeluh nyeri, perdarahan yang berlebihan dan apakah
mengeluarkan cairan putih dari vagina ( keputihan ).
Riwayat Penyakit Dahulu.
Wanita dengan kehamilan dini, pemberian estrogen, atau steroid
lainnya dapat menimbulkan berkembangnya masalah fungsional
genital pada keturunannya.
Pola kesehatan Fungsional
Pola Persepsi
Personal hygine yang kurang pada daerah genitalia.
Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, BB menurun.
Pola Aktivitas dan Latihan
Klien mengalami kelelahan.
Pola Istirahat dan Tidur
Ada gangguan tidur.
Persepsi diri dan Konsep diri
Harga diri rendah.
Rambut
Conjungtiva
Anemis
Wajah.
Pucat
Abdomen
Distensi abdomen
Vagina
Keputihan berbau, warna merah, perdarahan merah tua, berbau dan
kental
Serviks
Ada nodul
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
HB menurun, Leukosit meningkat, Trombosit meningkat
Patologi Anatomi
Untuk memeriksa keganasan
Pemeriksaan Diagnostik
Pap smear, kalposkopi, biopsy kerucut, MRI atau CT-Scan abdomen
ataupun pelvis.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi mengenai
prosedure pengobatan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dngan
sumber informasi
4. Hambatan interaksi social berhubungan dengan isolasi terauptik
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan NOC NIC
1. Ansietas Setelah dilakukan o Gunakan
berhubungan asuhan keperawatan … pendekatan yang
dengan kurang jam klien dapat menenangkan
informasi mengenai mengontrol cemas degan o Nyatakan dengan
prosedur Kriteria Hasil : jelas harapan
pengobatan terhadap pelaku
Klien mampu pasien
mengidentifikasi o Jelaskan semua
dan prosedur dan apa
mengungkapkan yang dirasakan
gejala cemas selama prosedur
Mengidentifikasi, o Temani pasien
mengungkapkan untuk memberikan
dan menunjukkan keamanan dan
tehnik untuk mengurangi takut
mengontol cemas o Berikan informasi
Vital sign dalam faktual mengenai
batas normal diagnosis, tindakan
Postur tubuh, prognosis
ekspresi wajah, o Dorong keluarga
bahasa tubuh dan untuk menemani
tingkat aktivitas
menunjukkan anak
berkurangnya o Lakukan back /
kecemasan neck rub
o Dengarkan dengan
penuh perhatian
o Identifikasi tingkat
kecemasan
o Bantu pasien
mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
o Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
o Instruksikan pasien
menggunakan
teknik relaksasi
Nurwijaya, Hartati. (2010). Cegah dan Deteksi Kanker Serviks. Yogyakarta: Alex
Media Komputerindo.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
S., Imam Rasjidi. (2010). Epidemiologi Kanker pada Wanita. Jakarta: Sagubg
Seto.
Geri Morgan, C. H. (2009). Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktikum Jilid
2. Jakarta: ECG.
Mulyani, D. (2010). Stop Kanker Panduan Deteksi Dini dan pengobatan
Menyeluruh Berbagai Jenis Kanker. Jakarta: Mizan Publika.
RSUP. Dr. M. Djamil.(2016). Laporan Catatan Rekam Medik (RM): Mioma Uteri
Wise, L, et al. (2009). A Prospective Study of Dairy Intake and Risk of Uterine
Leimoyomata. American Journal of Epidemiologi. Vol.171. No. 2. Page 221
.