Sejarah Awal Kemerdekaan Indonesia 1945
Sejarah Awal Kemerdekaan Indonesia 1945
uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd
fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx
cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
MAKALAH POLITIK LUAR NEGERI
RI
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
SEJARAH AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA
1945-1949
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg 10/3/2012
hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
Rizal Ramadhan Herman, M. Rifqi Naufaldhia, Raden Putra Hardani
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbn
mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert
yuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas
I. Awal-awal Kemerdekaan Indonesia 3
II. Perundingan Linggarjati 4
III. Agresi Militer Belanda I 5
IV. Perjanjian Renville 8
V. Agresi Militer Belanda II 9
VI. Perjanjian Roem-Roijen 12
VII. Konferensi Meja Bundar 13
VIII. Sejarah Berdirinya Kementrian Luar Negeri RI 14
IX. Tugas dan Fungsi Kementrian Luar Negeri 15
2
I. Awal-awal Kemerdekaan Indonesia
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk
membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan
"Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui
radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang,
Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung
berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil
Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari
sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini
mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik
Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk
wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan
usaha kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini
agar Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan
untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat.
Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota
kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai
ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949, setelah 4 tahun peperangan dan
negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah
Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
3
II. Perundingan Linggarjati
4
III. Agresi Militer Belanda I
Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum agar supaya RI
menarik mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI
menolak permintaan Belanda ini.
Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah
perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara,
dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana terdapat
perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan
khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini
berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C.
Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari
Pembantaian Westerling|pembantaian di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi
5
lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera
Barat.
Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di
badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang
Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya
Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto|Agustinus Adisutjipto,
Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda Udara I
Adisumarmo Wiryokusumo.
6
Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947
Pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan
Keamanan untuk menghentikan pertempuran.
7
IV. Perjanjian Renville
8
V. Agresi Militer Belanda II
Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal
19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa
Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap
semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap
Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II
telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai
"Aksi Polisional".
Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di
Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600
orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan
beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di
Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.
9
Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai
serangannya, Panglima Besar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang
dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.
Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis
pemerintahan sipil akan dibentuk di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden
membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara,
Menteri Kemakmuran yang sedang berada di Bukittinggi. Presiden dan Wakil
Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa
ia diangkat sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah
Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini kemudian dikenal dengan Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa
Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, juga dibuat surat
untuk Duta Besar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N.
Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang berada di New
Delhi.
Empat Menteri yang ada di Jawa namun sedang berada di luar Yogyakarta
sehingga tidak ikut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman,
10
Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan
Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum
mengetahui mengenai Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang memutuskan
pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk
Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat dilaksanakan, agar
dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile Government of
Republic Indonesia di New Delhi, India.
11
VI. Perjanjian Roem-Roijen
Perjanjian Roem-Roijen adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan
Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani
pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua
pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud
pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai
kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada
tahun yang sama. Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Bung
Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari
Yogyakarta untuk mempertegas sikap Sri Sultan HB IX terhadap Pemerintahan
Republik Indonesia di Yogyakarta, dimana Sultan Hamengku Buwono IX
mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie”
12
VII. Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah
Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23
Agustus hingga 2 November 1949.
13
VIII. Sejarah Berdirinya Kementrian Luar Negeri RI
Pada tahun 1945 sampai tahun 1950, Kementerian Luar Negeri merupakan tahun
awal kemerdekaan Indonesia merupakan masa yang menentukan dalam
perjuangan dalam penegakan kemerdekaan yang merupakan bagian sejarah yang
menentukan karakter atau watak politik luar negeri Indonesia.
Kemudian dilanjutkan pada tahun 1960 hingga tahun 1988 berhasil melakukan
intergrasi Irian Barat ke dalam pangkuan ibu pertiwi, Indonesia mendapatkan
pengakuan sebagai negara kepulauan dalam memperjuangkan hukum laut dalam
United Nation Convention on Law of the Sea (UNCLOS), meningkatkan
Kerjasama ASEAN, mencari Pengakuan internasional thd Timtim akan tetapi
berakhir dengan referendum, Ketua Gerakan Non Blok untuk memperjuangkan
kepentingan negara-negara berkembang, Ketua APEC dan Group of
15,keanggotaan Indonesia dalam Peace Building Commission (PBC) dan
meningkatkan kerjasama pembangunan ekonomi dengan negara The Group of
Twenty (G-20).
Mr. Ahmad Subardjo yang ditunjuk sebagai Menlu pertama membuka kantor
Kemenlu di rumahnya sendiri di Jl Cikini Raya No. 80-82 Jakarta. Pada saat itu
beliau dibantu beberapa staf seperti Herawati Diah, Paramita Abdulrachman, Mr.
Sudjono, Suyoso Hadiasmoro dan Hadi Thayeb. Dari Cikini Raya, kantor
Kemenlu pindah ke gedung eks Departemen Pendidikan dan Kebudayaan jaman
Belanda dan Jepang di Jl. Cilacap No. 4, untuk kemudian pindah lagi ke Jl.
Pegangsaaan Timur No. 36. Setelah itu barulah Kemenlu berkantor secara tetap di
jalan Pejambon No. 6 dan Jl. Sisingamangaraja.
14
IX. Tugas dan Fungsi Kementrian Luar Negeri
a. Tugas Kementrian Luar Negeri di Awal Kemerdekaan
Mengusahakan simpati dan dukungan masyarakat internasional,
menggalang solidaritas teman-teman disegala bidang dan dengan
berbagai macam upaya memperoleh dukungan dan pengakuan atas
kemerdekaan Indonesia
Melakukan perundingan dan membuat persetujuan :
Persetujuan Linggarjati – pengakuan atas RI meliputi Jawa dan
Madura
1948 Perjanjian Renville – pengakuan atas RI meliputi Jawa
dan Sumatera
1949 Perjanjian KMB – Indonesia dalam bentuk negara Federal
> 1950 Diplomasi Indonesia berhasil mengembalikan keutuhan
wilayah RI dengan membatalkan Perjanjian Konferensi Meja
Bundar (KMB)
Masa 5 tahun pertama kemerdekaan Indonesia merupakan masa
yang menentukan dalam perjuangan penegakan kemerdekaan
yang merupakan bagian sejarah yang menentukan Karakter
atau Watak politik luar negeri Indonesia.
Semangat Diplomasi Perjuangan yang memungkinkan
Indonesia pada akhirnya meraih dukungan luas masyarakat
internasional di PBB pada tahun 1950
15
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Perundingan_Linggarjati
http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Renville
http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Roem_Royen
http://www.kemlu.go.id/Pages/History.aspx?l=id
http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/08/19/66-tahun-kementerian-luar-negeri-ri/
16