Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETIC FOOT

A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi Penyakit
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam
tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
juga gangguan metabolisme lemak dan protein. (Askandar, 2000).
Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah yang
merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu penyakit pada
penderita diabetes bagian kaki. (Misnadiarly, 2015). Salah satu komplikasi yang sangat
ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya
kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun
berkurang.(Thoha, Wibowo.EW)
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati
atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh
infeksi. (Askandar, 2014).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai. (Askandar, 2000).

2. Etiologi
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati,
baik neuropati akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi inilah yang
menyebabkan terjadinya infeksi lebih mudah merebak dan menjadi infeksi yang luas.
1
Berikut adalah etiologi bakteri yang sering ditemukan pada diabetic foot-ulcer. (Sarwono
Waspadji,2006)
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah
kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien
tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya.
Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir,
tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras.
Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan
menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan
perawatan akan sampai ke tulang yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis).
Upaya yang dilakukan untuk mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan
amputasi (pemotongan tulang).
Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel
pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering
terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari
tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.
Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan
hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari serabut
saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus
ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena
kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri
anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik
mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi
melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka
sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih
‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD)

2
diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol
baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah
persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh
melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat
darurat). (Wibowo, EW, 1997).
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita diabetes
sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain :
 Luka kecelakaan
 Trauma sepatu
 Stress berulang
 Trauma panas
 Iatrogenik
 Oklusi vaskular
 Kondisi kulit atau kuku

3. Patofisiologi
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Diabetes
seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah.
Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan
penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang
buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah
oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, akibatnya, perfusi
jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian
dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang
memerlukan tindakan amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan
faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai
dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga
terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan
penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran

3
pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik,
pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah
terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan
untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat
berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari
akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya
dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes
lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih ‘memakan’
dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%.
Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama
bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik
mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi
melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka
sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.

4
5
4. Tanda dan Gejala
a. Sering kesemutan/gringgingan (asimptomatis)
b. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil)
c. Nyeri saat istirahat
d. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus)
e. Adanya kalus di telapak kaki
f. Kulit kaki kering dan pecah-pecah

5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
1. Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis.
2. Pemeriksaan glukosa darah.
3. Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menginfeksi luka
segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
4. Tes lain yang dapat dilakukan adalah: sensasi pada getaran, merasakan sentuhan
ringan, kepekaan terhadap suhu.

6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Levin(1988), penatalaksanaan ulkus kaki diabetic memerlukan pengobatan yang
agresif dalam jangka pendek, hal tersebut mencakup:
a. Debridement local radikal pada jaringan sehat.
b. Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas antibiotic,
contohnya :
 Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon (ciprofloxacin, ofloxacin),
sulfonamides.
 Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-lactams cefloxitin.
 Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M. ulcerans yang paling
umum digunakan adalah quinolon G.
Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetic adalah insulin,
neurotropik, kompres luka, obat anti trombosit, neuromin, dan oksoferin solution.

6
c. Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.
d. Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris

Adapun usaha pengelolaan kaki diabetik guna menyelamatkan dari amputasi secara
umum:
1. Memperbaiki kelainan vaskular yanga ada.
2. Memperbaiki sirkulasi.
3. Pengamatan kaki teratur.
4. Pengelolaan pada masalah yang timbul(pengobatan vaskularisasi, infeksi, dan
pengendalian gula darah).
5. Sepatu khusus.
6. Kerjasama tim yang baik
7. Penyuluhan pasien.

Berikut ini akan dipaparkan tentang cara penanggulangan dan pencegahan kaki
diabetik :
 Diagnosis klinis dan laboratorium yang lebih teliti.
 Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi, obat vaskular, obat penurun gula
darah maupun menghilangkan keluhan/gejala penyulit Diabetes.
 Pemberian penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang penatalaksanaan kaki
diabetik di rumah.
 Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, lecet dan luka.
 Bersihkan kaki setiap hari terutama di celah jari kaki.
 Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
 Memotong kuku secara berhati-hati dan jangan terlalu dalam.
 Jangan berjalan tanpa alas kaki.
 Hindari trauma berulang.
 Memakai sepatu yang nyaman bagi kaki.
 Periksalah bagian dalam sepatu dari benda-benda asing sebelum dipakai.

7
 Olahraga teratur dan menjaga berat badan ideal
 Jangan merendam kaki dalam jangka waktu yang lama.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya
luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.

8
b. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum:
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda – tanda vital.
- Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
- Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
- Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
- Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
- Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
- Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
- Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah
dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

9
- Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi.

c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan
dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada
urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah
sebagai berikut :
1. Nyeri akut
2. Resiko ketidakefektipan perpusi jaringan perifer
3. Hambatan mobilitas fisik
4. Resiko infeksi berkelanjutan
5. Ansietas
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC
1 1. Nyeri akut Nyeri Akut  NOC :  Lakukan
 Pain level pengkajian nyeri
DS:  Pain control secara
Laporan secara verbal  Comfort level komprehensif,
DO: Setelah dilakukan termasuk lokasi,
- Posisi untuk menahan nyeri tindakan keperawatan karakteristik,
- Gangguan tidur selama…….. pasien tidak durasi, frekuensi,

10
- Terfokus pada diri sendiri mengalami nyeri, kualitas dan faktor
- Respon autonom (seperti dengan kriteria hasil : presipitasi
diaphoresis, perubahan  Mampu mengontrol  Observasi reaksi
tekanan darah, perubahan nyeri, (mampu nonverbal dari
nafas, nadi dan dilatasi pupil) menggunakan teknik ketidaknyamanan
- Perubahan autonomic dalam nonfarmakologi  Bantu pasien dan
tonus otot (mungkin dalam untuk mengurangi keluarga untuk
rentang dari lemah ke kaku) nyeri, mencari mencari dan
- Tingkahlaku agresif (contoh : bantuan) menemukan
gelisah, merintih, menangis,  Melaporkan bahwa dukungan
waspada, iritabel, napas nyeri berkurang  Kontrol
panjang/berkeluh kesah) dengan lingkungan yang
- Perubahan nafsu makan dan menggunakan dapat
minum manajemen nyeri mempengaruhi
 Mampu mengenali nyeri seperti suhu
Faktor yang berhubungan : nyeri (skala nyeri, ruangan,
 Agens cedera biologis (mis, intensitas, frekuensi pencahayaan dan
infeksi, iskemia, neoplasma) dan tanda nyeri) kebisingan
 Agens cereda fisik (mis, abses,  Menyatakan rasa  Kurangi faktor
amputasi, luka bakar, nyaman setelah nyeri presipitasi nyeri
terpotong, mengangkat berat, berkurang  Kaji tipe dan
prosedur bedah, trauma,  Tanda vital dalam sumber nyeri
olahraga berlebihan) rentang normal untuk
 Agens cedera kimiawi (mis.,  Tidak mengalami menentukan
luka bakar, kapsaisin, metilen gangguan tidur intervensi
klorida, agens mustard)  Ajarkan tentang
Batasan Karakteristik : teknik non
 Bukti nyeri farmakologi: tarik
dengan napas dalam,
menggunakan relaksasi,
standar daftar distraksi, kompres
periksa nyeri hangat/dingin
untuk pasien yang  Berikan analgetik
tidak dapat untuk mengurangi
mengungkapkann nyeri
ya (mis., neonatal  Tingkatkan
infant pain scale, istirahat
pain assessment  Berikan informasi
checklist for tentang nyeri
senior with seperti penyebab
limited ability to nyeri, berapa lama
communicate) nyeri akan
 Diaforesis berkurang dan
 Dilatasi pupil antisipasi

11
 Ekspresi wajah ketidaknyamanan
nyeri (mis., mata dari prosedur
kurang bercahaya,  Monitor vital sign
tampak kacau, sebelum dan
gerakan mata sesudah
berpencar atau pemberian
tetap pada satu analgesik pertama
fokus, meringis) kali
 Fokus menyempit
(mis., persepsi
waktu, proses
berpikir, interaksi
dengan orang lain
dan lingkungan)
 Keluhan tentang
intensitas
menggunakan
standar skala
nyeri (mis., skala
Wong-Baker
FACES, skala
analog visual,
skala penilaian
numerik)
 Laporan tentang
perilaku nyeri/
perubahan
aktivitas (mis.,
anggota keluarga,
pemberian
asuhan)
 Mengekspresikan
perilaku (gelisa,
merengek,
menangis,
waspada)
 Perilaku distraksi
 Perubahan posisi
untuk
menghindari nyeri
 Perubahan selera
makan
 Putus asa
 Sikap melindungi

12
area nyeri
 Sikap tubuh
melindungi
 Perubahan pada
parameter
fisiologi (mis.,
tekanan darah,
frekuensi jantung,
frekuensi
pernapasan,
saturasi oksigen,
dan end-tidal
karbondioksida
[CO₂])

2 Perfusi jaringan perifer Kriteria 1. Suhu kulit ujung kaki  Perawatan


Hasil : dan tangan sirkulasi :
dipertahankan pada 3 Insufisiensi arteri
(deviasi sedang dari dan vena
1. Inspeksi apakah
kisaran normal)
ada kerusakan
ditingkatkan ke 5 (tidak
jaringan.
ada deviasi dari kisaran
2. Inspeksi kulit
normal).
apakah terdapat
2. Kekuatan denyut nadi
luka tekan.
karotis (kanan)
3. Lakukan
dipertahankan pada
pembalutan yang
3(deviasi sedang dari
tepat sesuai
kisaran normal)
dengan tipe dan
ditingkatkan ke 5 (tidak
ukuran luka.
ada deviasi dari kisaran  Manajemen
normal Sensasi Perifer
4. Monitor
kemampuan
untuk
BAK dan BAB
3 Hambatan mobilitas fisik NOC : NIC :

13
Faktor yang berhubungan :  Joint movement Exercise therapy :
 Agens farmaseutikal active ambulation
 Ansietas  Mobility level  Monitoring
 Disuse  Self care : ADLs vital sign
 Fisik tidak bugar  Transfer sebelum/sesu
 Gangguan fungsi kognitif performance dah latihan
 Gangguan metabolisme Setelah dilakukan dan lihat
 Gangguan muskuloskeletal tindakan keperawatan respon pasien
 Gangguan neuromuscular selama……. Gangguan saat latihan
 Gangguan mobilitas fisik teratasi  Konsultasikan
sensoriperseptual dengan kriteria hasil: dengan terapi
 Gaya hidup kurang gerak  Klien fisik tentang
 Indeks massa tubuh di atas meningkatkan rencana
persentil ke-75 sesuai usia aktifitas fisik ambulasi
 Intoleransi aktivitas  Mengerti sesuai dengan
 Kaku sendi tujuan dari kebutuhan
 Keengganan memulai peningkatan  Ajarkan
pergerakan mobilitas pasien atau
tenaga
Batasan Karakteristik : kesehatan lain
 Dyspnea setelah tentang teknik
beraktivitas ambulasi
 Gangguan sikap  Kaji
berjalan kemampuan
 Gerakan lambat pasien dalam
 Gerakan spatik mobilisasi
 Gerakan tidak  latih pasien
terkoordinasi dalam
 Instabilitas postur pemenuhan
 Kesulitan  kolaborasi
membolak-balik dengan ahli
posisi gizi untuk
 Keterbatasan menentukan
rentang gerak jumlah kalori
 Ketidaknyamanan dan nutrisi
 Melakukan yang
aktivitas lain dibutuhkan
sebagai pengganti pasien
pergerakan (mis.  anjurkan
Meningkatkan psien untuk
perhatian pada meningkatkan
aktivitas orang intake Fe
lain,  anjurkan
mengendalikan pasien untuk

14
perilaku, fokus meningkatkan
pada aktivitas protein dan
sebelum sakit) vitamin C
 Penurunan
kemampuan
melakukan
melakukan
keterampilan
halus
 Penurunan
kemampuan
melakukan
keterampilan
kasar
 Penurunan waktu
reaksi
 Tremor akibat
gerak

4. Resiko infeksi berkelanjutan NOC : NIC :


 Immune status  Pertahankan
Faktor-faktor risiko:  Knowledge : infection teknik aseptik
- Prosedur infasif control  Batasi
- Kerusakan jaringan dan  Risk control pengunjung bila
peningkatan paparan lingkungan Setelah dilakukan perlu
- Malnutrisi tindakan  Cuci tangan
keperawatan setiap sebelum
- Peningkatan paparan lingkungan
selama……. Pasien dan sesudah
patogen
tidak mengalami tindakan
- Imunosupresi
infeksi dengan keperawatan
- Tidak adekuat pertahanan
kriteria hasil:  Tingkatkan
sekunder (penurunan Hb,
 Klien bebas dari intake nurisi
leukopenia, penekanan respon
tanda dan gejala  Berikan terapi
inflamasi)
infeksi antibiotik
- Penyakit kronik
Menunjukkan  Monitor tanda
- Pertahanan primer tidak adekuat
kemampuan untuk dan gejala infeksi
(kerusakan kulit, trauma
mencegah timbulnya sistemik dan
jaringan, gangguan peristaltik}
infeksi lokal
- Kurang pengetahuan
 Jumlah leukosit  Inspeksi kulit dan
- Gangguan integritas kulit
dalam batas membran
- Merokok
normal mukosa terhadap
- Leukopenia
 Menunjukkan kemerahan,
- Penurunan haemoglobin
perilaku hidup panas, drainase
- Supresi respons inflamasi

15
- Vaksinasi tidak adekuat sehat  Edukasi pasien
 Status imun, dan keluarga
gastrointestinal, tanda dan gejala
genitourinaria infeksi
dalam batas Tingkatkan in NIC :
normal Anxiety reduction
(penurunan
kecemasan)
 gunakan
pendekatan
yang
menenangkan
 nyatakan
dengan jelas
harapan
terhadap
pelaku pasien
 temani pasien
untuk
memberikan
keamanan
dan
mengurangi
takut
 libatkan
keluarga
untuk
mendampingi
pasien
 dengarkan
dengan penuh
perhatian
 identifikasi
tingkat
kecemasan
 bantu pasien
mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
 dorong pasien
untuk
mengungkap
kan perasaan,

16
ketakutan,
persepsi
 kolaborasi
pemberian
obat anti
cemas

 take cairan

5 Ansietas Faktor yang berhubungan NOC :


:  Kontrol
 Ancaman kematian kecemasan
 Ancaman pada status terkini  Koping
 Hereditas  Setelah dilakukan
 Hubungan interpersonal asuhan
 Kebutuhan yang tidak selama……..
dipenuhi kecemasan klien
 Konflik nilai teratasi dengan
 Konflik tentang tujuan kriteria hasil:
hidup  Klien mampu
 Krisis maturasi mengidentifikas
 Krisis situasi i dan
 Pajanan pada toksin mengungkapka
 Penularan interpersonal n gejala cemas
 Perubahan besar (mis.,status  Mengidentifikas
ekonomi, lingkungan, status i,
kesehatan, fungsi peran, mengungkapka
status peran) n dan
 Riwayat keluarga tentang menunjukan
ansietas teknik untuk
 Stressor mengontrol
cemas
 Vital sign dalam
batas normal
 Postur tubuh,
ekspresi wajah,
bahasa tubuh
dan tingkat
aktifitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

17
Batasan karakteristik:
perilaku
 Agitasi
 Gelisah
 Gerakan ekstra
 Insomnia
 Kontak mata yang
buruk
 Melihat sepintas
 Mengekspresikan
kekhawatiran
karena perubahan
dalam peristiwa
hidup
 Penurunan
produktivitas
 Perilaku mengintai
 Tampak waspada
afektif
 Berfokus pada
sendiri
 Distres
 Gelisah
 Gugup
 Kesedihan yang
mendalam
 Ketakutan
 Menggemerutukka
n gigi
 Perasaan tidak
adekuat
 Putus asa
 Ragu
 Sangat khawatir

 fisiologi
 Gemetar
 Peningkatan
keringat
 Peningkatan
ketegangan
 Suara bergetar
 Tremor

18
 Tremor tangan
 Wajah tegang
 kognitif
 Bloking pikiran
 Cenderung
menyalahkan
orang lain
 Gangguan
konsentrasi
 Gangguan
perhatian
 Konfusi
 Lupa, melamun
 Menyadari gejala
fisiologi
 Penurunan
kemampuan untuk
belajar
 Penurunan
kemampuan untuk
memecahkan
masalah
 Penurunan lapang
persepsi
 Preokupasi

4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan
yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.

19
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

20
DAFTAR PUSTAKA

https://ifafan.wordpress.com/2010/05/27/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-diabetes-melitus/ diakses tanggal 23 juni 2015

http://askepterkini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan_9175.html
diakses tanggal 23 juni 2015

https://www.scribd.com/doc/81241720/diabetes-melitus-dengan-komplikasi-diabetic-
foot#download diakses tanggal 23 juni 2015

21

Anda mungkin juga menyukai