Anda di halaman 1dari 19

TUGAS PENDAHULUAN

MT3103 PRAKTIKUM PEMROSESAN MATERIAL

Modul B
PROSES PENGUATAN LOGAM (METAL HARDENING)

Oleh:
Larasati Irischa Ramadhani
13717015

Anggota:
Kelompok 13
Muhammad Dafa Firmansyah 13716009
Raihana Khadijah 13717012
Larasati Irischa Ramadhani 13717015
Akbar Wisesa Wiranata 13717030
Jhonsen Taharuddin 13717033

Tanggal Praktikum 18 Oktober 2019


Tanggal Pengumpulan Laporan 23 Oktober 2019
Asisten (NIM) Jayadi Jaya

LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Sebagai sarjana teknik material, kita akan sering diminta untuk


mendesain material logam yang memiliki kekuatan tinggi. Suatu hal yang
penting untuk memahami hubungan antara pergerakan dislokasi dengan sifat
mekanik logam karena kekerasan dan kekuatan berhubungan dengan
kemudahan terjadinya deformasi plastis. Dengan mengurangi kemudahan
dislokasi, maka kekuatan material dapat ditingkatkan. Oleh karena itu pada
praktikum ini, praktikan akan dikenalkan dengan tiga jenis proses penguatan
yang umumnya dilakukan yaitu pengerasan martensitik, pengerasan
presipitat, dan rekristalisasi.

2.2 Tujuan Praktikum


1. Menentukan nilai kekerasan baja sebelum dan sesudah proses quenching
2. Menentukan nilai kekerasan tembaga sebelum dan sesudah proses
penguatan presipitat
3. Menentukan nilai kekerasan aluminium sebelum dan sesudah proses
rekristalisasi
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Deformasi elastis dan plastis pada logam


Deformasi elastis merupakan deformasi dimana tegangan dan
regangan proporsional. Defromasi elastis bersifat nonpermanent. Hal ini
menunjukkan bahwa meskipun logam diberikan beban, logam akan kembali
kebentuk semula.

Gambar 2.1 Deformasi elastis linear

Kemiringan dari grafik diatas disebut sebagai modulus elastisitas.


Modulus elastisitas merupakan hasil plotting tegangan dan regangan.
Modulus elastisitas menunjukkan kekakuan atau ketahanan material
terhadap deformasi elastis. Semakin besar nilai modulus elastsistas maka
semakin kaku material tersebut. Modulus elastisistas merupakan parameter
desain yang sangat penting. Namun, ada beberapa material yang modulus
elastisitasnya tidak linear seperti gray cast iron, beton, dan polimer.
Gambar 2.1 Deformasi elastis non-linear

Modulus elastisistas untuk material keramik mirip dengan logam


sedangkan untuk polimer modulus elastisitasnya lebih rendah. Hal ini terjadi
karena perbedaan ikatan atom antara ketika material tersebut. Untuk
sebagian besar material logam, deformasi elastis hanya sampai regangan
sebesar 0,005. Jika sudah melewati regangan sebesar 0,005, maka tegangan
tidak akan proporsional dengan regangan lagi. Besarnya modulus elastisitas
akan menurun seiring naiknya temperatur.

Gambar 2.3 Nilai modulus elastisitas terhadap temepratur


Selain deformasi elastis dikenal juga deformasi plastis. Deformasi
plastis bersifat permanen, tidak dapat dikemablikan ke bentuk semula, erta
tegangan dan regangan tidak proporsional. Dalam skala atomik, deformasi
plastis sesuai dengan putusnya ikatan atom satu dengan atom tetangga dan
membentuk ikatan baru dengan atom tetangga lainnya. Mekanisme
deformasi plastis berbeda antara material yang kristalin dengan material
yang amorf. Untuk material kristalin padat, deformasi plastis didapat dengan
cara slip yang melibatkan pergerakan dislokasi. Sedangkan untuk material
non-kristalin padat (seperti cairan), deformasi plastis ada karena mekanisme
aliran kental.
Dislokasi merupaka cacat linear kristalin yang dpapat mempengaruhi
kekuatan metarial. Ada dua jenis dislokasi, yaitu edge dislocation dan screw
dislocation. Edge dislocation adalah distorsi kisi lokal yang ada disepanjang
ujung setengah bidang. Screw dislocation adalah dislokasi yang merupakan
hasil dari distorsi geser yang melewati pusat spiral.

Gambar 2.4 Mekanisme disloaksi


Gambar 2.5 Mekanisme disloaksi (a) edge dislocattion, (b) screw
dislocation

Dalam deformasi plstis, harus diketahui tingkat tegangannya untuk


menentukan deformasi plastis dimulai darimana atau disebut juga dengan
fenomena yielding [1].

(a) (b)
Gambar 2.6 Deformasi plastis pada logam [1]

2.2 Perlakuan panas

Perlakuan panas adalah salah satu proses yang bertujuan untuk


mengubah struktur dan sifat logam dengan cara dipanaskan pada temperatur
dan waktu tertentu lalu didinginkan. Ada beberapa jenis perlakuan panas,
yaitu :

a. Annealing
Annealing adalah proses pemanasan logam lalu didinginan didalam
tungku untuk melunakkan logam. Annealing bertujuan untuk
melunakkan dan meningkatkan keuletan logam, menurunkan internal
stress, dan manghaluskan butir.
b. Normalizing
Normalizing adalah proses pemanasan logam lalu didinginkan oleh
udara. Normalizing bertujuan untuk memperbaiki struktur butir dan
mengurangi segregasi dalam casting atau forging.
c. Quenching
Quenching adalah proses penguatan baja dengan memanaskan baja
diatas temperatur austenit lalu didinginkan dengan cepat sehingga
terbentuk fasa martensit.
d. Tempering
Tempering adalah proses memanaskan kembali baja yang sudah
dikeraskan ke temperatur dibawah temperatur eutektoid lalu
didinginkan. Tempering ini bertujuan untuk mengurangi kekerasan dan
menghilangkan internal stress sehingga keuletan meningkat.
e. Spherodizing
Spherodizing menyebabkan fasa sementit pada baja akan menjadi
spheroid kecil yang dikelilingi oleh ferit. Spherodizing bertujuan untuk
meningkatkan keuletan dan sifat machining baja karbon tinggi.

2.3 Mekanisme penguatan


Mekanisme penguatan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu
dengan penguatan martensitik, penguatan presipitat dan rekristalisasi.
2.3.1 Penguatan Martensitik
Penguatan martensitik merupaka proses penguatan pada baja
dengan mengubah fasa baja tersebut menjadi martensit. Secara ideal,
baja mendingin dengan laju yang lambat sehingga didapatkan fasa -fasa
seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.7 Diagram fasa Fe-𝐹𝑒3 𝐶 [1]

Akan tetapi, dalam beberapa kasus baja tidak didinginkan


dengan lambat. Salah satu alasannya adalah untuk mendapatkan fasa
tertentu seperti martensit atau bainit. Ketika hal itu terjadi, maka
diagram fasa pada gambar 2.7 tidak berlaku lagi karena diagram fasa
diatas tidak emnunjukkan keterkatian terhadap temperatur. Ini adalah
kelemahan duagram fasa diatas. Oleh karena itu, untuk kasus seperti
diatas digunakan diagram Time Temperature Transtition (TTT) dan
Continuos Cooling Transtition (CCT). Untuk diagram TTT dan CCT
setiap jenis baja maka diagramnya akan berbeda [1].
Gambar 2.8 Diagram TTT baja hipoeutektoid [2]
Gambar 2.9 Diagram TTT baja eutektoid [2]

Gambar 2.10 Diagram TTT baja hipereutektoid [2]


Gambar 2.11 Diagram TTT baja eutektoid [1]

Fasa maertensit merupakan fasa non-equilibrium yang terbentuk


ketika baja berfasa austenit didinginkan dengan laju yang tinggi
sehingga atom tidak memiliki waktu untuk berdifusi. Dari fasa austenit
ke fasa martensit tidak ada perubahan fasa melainkan perubahan
struktur kristal yatiu dari BCC (Body Center Cubic) ke BCT (Body
Center Tetregonal). Hal ini dapat terjadi karena adanya pergerekan
atom yang bersama-sam atau sring disebut sebagai shear.
Gambar 2.12 Struktur kristal BCT pada martensit

Struktur kristal BCT ada martensit memanjang sepanjang salah


satu dimensinya. Pada BCT, atom karbon merupakan pengotor intertisi
dalam martensit sehingga jika martensit dipanaskan pada suhu dimana
laju difusinya cukup, struktur ini mampu berubah dengan cepat
menjadi struktur lainnya. Karena untuk memperoleh martensit tidak
perlu berdifusi maka martensut terbentuk secara instan. Pengintian dan
pertumbuhan butir martensit terjadi dalam laju yang tinggi. Oleh
karena itu, transformasi martensit tidak bergantung pada waktu
melainkan bergantung pada laju pendinginan.

Gambar 2.13 Struktur mikro martensit


Martensit bersifat sangat keras dan sangat kuat akan tetatpi juga
bersifat getas. Kekerasan martensit bergantung pada kandungan
karbon. Semakin tinggi kandungan karbon maka baja akan semakin
keras. Kekerasan dan kekuatan dari martensit tidak terlalu berkaitan
dengan struktur mikro. Akan tetapi berkaitan dengan kefektihan atom
karbon intertisial dalam menghambat gerak dislokasi dan sedikitnya
ruangan untuk terjadi pergerakan dislokasi. Austenit sedikit lebih padat
daripada martensit sehingga selama setelah pendinginan dari austenit
ke martensit akan ada peningkatan volume. Oleh karena itu, apabila
baja yang berukuran besar didinginkan dengan cepat akan
menyebabkan munculnya internal stress yang akan memunculkan
retak.

Tempering

Proses tempering pada baja merupakan proses memanaskan baja


ke temepratur dibawah temeperatur eutektoid selama waktu tertentu.
Ada beberapa jenis temering, yaitu :
a. Tempering tahap I
Tempering ini dilakukan pada temepratur 80℃ - 200℃.
Proses tempering ini akan menghasilkan martensit temper dan 𝜀-
karbida. Martensit temepr yang dihasilkan memiliki kekuatan dan
kekerasan yang sedikit turun akan tetapi keuletannya meningkat.
Akan tetapi, pada tempering tahap I pada baja karbon tinggi
biasanya akan menghasilkan austenit sisa atau bisa juga disebut
temper embrittlement. Hal ini yang akan menyebabkan retak.
Untuk mengatasi temper embrittlement tersebut, daat dilakukan
dengan double temper atau baja di-tempering dalam waktu yang
lebih lama.
b. Tempering tahap II
Tempering ini dilakukan pada temeratur 200℃ - 400℃.
Pada temepring ini, martensit akan berubah menjadi perlit denga
bentuk sementit lamelar.
c. Temepring tahap III
Tempering ini dilakukan diatas temepratur 400℃. Pada
temepring ini, martensit akan berubah menjadi perlit denga bentuk
sementit globular serta kekerasannya akan menurun signifikan.

2.3.2 Penguatan Presipitat


Penguatan presipitat merupakan proses penguatan dan
pengerasan logam dengan menambahkan fasa baru yang disebut
presipitat. Penguatan presipitat biasanya untuk high-strength
aluminium alloys. Contoh paduan yang dikeraskan dengan penguatan
presipitat adalah Al-Cu, Cu-Be, Cu-Tin, dan Mg-Al [1]. Pada Al-Cu,
tembaga berdifusi ke tempat pengintian dan bergabung dengan
aluminium [3]. Proses penguatan presipitasi mirip dengan penguatan
martensit akan tetapi fenomena yang muncul akan berbeda [1].
Aluminium merupakan salah satu jenis logam yangs sering
digunakan karena murah. Selain aluminium ada juga paduan
aluminium. Ada berbagai jenis paduan aluminium, yaitu:
 Age-hardening alloys : Al-Cu, Al-Cu-Mg, Al-Mg-Si, Al-Zn-Mg,
Al-Zn—Mg-Cu
 Casting alloys : Al-Si, Al-Si-Cu
 Work-hardening alloys : Al-Mg, Al-Mn [2]

Setiap logam bisa direkayasa sifat-sifatnya, termasuk


aluminium dan paduannya. Sifat-sifat itu bisa kekuatannya, ketahanan
terhadap korosi, ketahanan, terhdapa impak, kekerasan, dan masih
banyak lagi. Berikut jenis-jenis penguatan pada paduan aluminium :
Pada penguatan presipitasi terdapat beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh material, yaitu :
1. Ada dua hal yang harus ditampil dalam diagram fasa sistem
paduan untuk penguatan presipitat, yaitu :
a. Kelarutan maksimum yang cukup besar dari satu komponen
yang lain
b. Batas kelarutan yang dengan cepat mengurangi konsentrasi
komponen utama dalam penurunan temperatur.

Berikut adalah diagram yang memenuhi kedua syarat diatas :

Gambar 2.14 Diagram fasa untuk penguatan presipitat

Kelarutan maksimum sesuai dengan komposisi pada titik


M. Batas-batas kelarutan antara bidang dan fase berkurang dari
konsentrasi maksimum ke kandungan B yang sangat rendah
dalam dalam A pada titik N. Selanjutnya komposisi suatu paduan
presipitation-hardenable harus kurang dari kelarutan maksimum.

2. Ada syarat tambahan dalam penguatan presipitasi, yaitu :


a. Solution Heat Treating
b. Precipitation Heat Treating

Gambar 2.15 Proses prenguatan presipitat (a) Supersaturated 𝛼 solid


solution, (b) Transisi presipitat fasa 𝜃", (c) Kesimbangan fasa 𝜃 dalam
fasa matriks 𝛼

Gambar 2.16 Diagram termal penguatan presipitat

Karena proses presipitasi merupakan bagian dari waktu dan


temperatur makanya disebut juga aging. Perbaikan sifat dalam aging
disebut juga age hardening. Aging terbagi menjadi dua, yaitu natural
aging dan artificial aging. Natural aging adalah proses padua
aluminium menjadi kuat dan keras selama waktu tertentu di temperatur
kamar. Sedangkan artifical aging adalah proses padua aluminium
menjadi kuat dan keras selama waktu tertentu diatas temperatur kamar.
Selain itu, dikenal juga overaging, yaitu penurunan kekuatan dan
kekerasan karena pemanasan yang terlalu lama.

2.3.3 Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah proses pembentukan butir baru yang sama-
sama dan bebas regangan butir yang dilakukan direntang waktu
tertentu untuk menggantikan butir yang lama. Temepratur rekristalisasi
ini dalah 0,3 temperatur leleh sampai 0,5 temepratur leleh dari suatu
logam. Temepratur rekristalisasi adalah temperatur untuk
merekristalisasi logam secara menyelutuh. Rekristalisasi akan
menyebabkan penurunan densitas dislokasi, kekuatan, dan
meningkatkan keuletan logam. Derajat kristalisasi bergantung pada
pengerjaan dingin sebelumnya. Lebih banyak pengerjaaan dingin yang
dilakukan maka samakin rendah temepartur rekristalisasinya.
Rekristalisasi merupaka fungsi waktu karena melibatkan difusi.
Pada cold working, material akan memiliki struktur pipih-pipih
panjang. Cold working akan menyebabkan peningkatnya kekuatan dan
kekerasan, penurunan keuletan, dan adanya anisotrop [3]. Efek
temepratur, waktu dan deformasi plastis oleh pengerjaan dingin adalah
sebagai berikut :
 Untuk jumlah deformasi konstan oleh pengerjaan dingin, waktu
untuk rekristalisasi menurun seiring dengan meningkatnya
temperatur.
 Semakin lebih pengerjaan dingin yang dilakukan maka
temperatur rekrstaslisasi semakin rendah
 Semakin tinggi dan banyak deformasi maka semakin kecil ukuran
butir yang muncul selama rekristalisasi. Hal ini biasanya
dimanfaatkan untuk mengubah butir kasar menjadi butir halus
dan untuk memperbaiki sifat-sifat.
 Beberapa anisotropi karena orientasi yang disukai biasanya
bertahan setelah rekristalisasi.

Grain boundary Strengthening


Grain boundary Strengthening (Jelaskan prinsip penguatannya)
Batas butir memiliki energi yang tinggi sehingga batas butir
merupakan tempat yang disukai untuk solid state reaction (difusi,
transforrmasi fasa, dan reaksi presipitasi). Ukuran butir mempengaruhi
sifat mekanik material. Hal ini dirumuskan dalam persamaan Hall-
Petch.
𝜎0 = 𝜎𝑖 + 𝐾𝐷 −0,5
Sehingga penguatan jenis ini dapat dilakukan dengan menghaluskan
permukaan. Karena semakin halus butir maka sifat mekanik material
akan meningkat [1].

Thermomechanical Treatment
Thermochanical Treatment adalah proses pembentukan baja ke
bentuk yang diinginkan dengan mengontrol rentang temperatur dan
waktu untuk menghindari pembentukan produk tansformasi non
martensitik. Lalu baja didinginkan dengan laju yang beragam untuk
mendapatkan mikrostruktur yang diinginkan [3].
DAFTAR PUSTAKA

[1] W. D. Callister, Materials Science and Engineering an Introduction, USA: John


Wiley & Sons, 2010.

[2] R. Abbaschian, Physical Metallurgy Principles, USA: Nelson Edication Ltd,


2009.

[3] S. Klapakjian, Manufacturing Engineering and Technology, Singapore: Prentice


Hall, 2006.

Anda mungkin juga menyukai