Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUBUNGAN FOKAL INFEKSI DENGAN SINUSITIS

Disusun Oleh:
Adilla Shafryantyo Purnomo
G991905002

Periode: 10 Februari – 23 Februari 2020

Pembimbing:
drg. Vita Nirmala Ardanari, Sp. Pros., Sp.KG

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir, kontroversi dari teori fokal infeksi (awalnya dimulai awal
1900-an) telah menerima kebangkitan dukungan, seperti infeksi oral telah dikaitkan dengan
beberapa kondisi sistemik (Goymerac dan Woollard, 2004). Patogenesis fokal infeksi telah
dikaitkan dengan patologi pulpa gigi dan infeksi periapikal. Bahkan, patogen periodontal dan
produk mereka, serta mediator inflamasi yang dihasilkan dalam jaringan periodontal, mungkin
memasuki aliran darah, menyebabkan efek sistemik dan / atau memberikan kontribusi terhadap
penyakit sistemik (Pizzo et al, 2010)
Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob. Organisme ini
merupakan flora normla dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus
membran, dorsum lidah, saliva dan mukosa mulut. Penyakit gigi merupakan jenis penyakit
diurutan pertama yang dikeluhkan masyarakat. Berdasarkan hasil survey dinas kesehatan tahun
2001, penyakit gigi dikeluhkan 60 persen penduduk Indonesia. Selain itu tanpa disadari keluhan
penyakit gigi juga berdampak pada merosotnya produktivitas penderita, kebanyakan berhenti
beraktivitas antara 2.5 hari sampai 5 hari. Lubang pada gigi merupakan tempat jutaan bakteri. Jika
bakteri masuk ke dalam pembuluh darah bisa menyebar ke organ tubuh lainnya dan menimbulkan
infeksi , seperti masalah pada sistem pernapasan, otak hingga organ jantung (Grossman, 2010).
Fokal infeksi merupakan pusat atau suatu daerah di dalam tubuh, dimana kuman atau
basil kuman tersebut dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh dan dapat menyebabkan
penyakit sumber infeksi dari salah satu organ tubuh berasal dari gigi, salah satu penjalaran kuman
dari pusat infeksi sampai ke organ tubuh tersebut, dibawa melalui aliran darah/limfe atau dapat
pula terkontaminasi. Organisme tersebut dapat menyebar ke daerah sibus (termasuk sinus daerah
kranial), saraf pusat dan perifer, sistem kardiovaskuler, mediastinum, paru-paru, dan mata.
Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung melalui beberapa cara,
ayitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen), transmisi melalui aliran limfatik (limfogen),
perluasan infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus gastrointestinal dan pernapasan
akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif (Sigurdsson, 2003).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. INFEKSI FOKAL
1. DEFINISI

Fokal infeksi adalah proses penyebaran dari kuman atau toksin (produk kuman
yang toksik) dari fokus infeksi ke tempat lain yang jauh letaknya dari infeksi dan di tempat
ini mampu mengakibatkan kerusakan jaringan atau menjadikan infeksi baru atau kelainan
baru (Rejeki et al, 2013).
Fokus infeksi secara historis dapat muncul dari amandel, kelenjar gondok, sinus,
dan rongga mulut. Fokus oral secara tradisional dianggap berasal dari pyorrhea alveolaris
(periodontitis), abses, selulitis alveolar, gigi pulpa, periodontitis apikal, sepsis oral umum
dan gigi yang dirawat secara endodontik dengan viridans group streptococci (VGS) yang
menjadi penyebab utama mikroba metastatik (Pallasch dan Wahl, 2003).

2. EPIDEMIOLOGI
Fokal infeksi terjadi pada 100% pasien setelah pencabutan gigi, 55% setelah
pembedahan molar ketiga, 20% setelah perawatan endodontik, dan 55% setelah
tonsilektomi bilateral. Anaerob diisolasi lebih sering daripada bakteri anaerob fakultatif.
Studi lain yang melibatkan 735 anak-anak yang menjalani perawatan untuk kerusakan gigi
yang ekstensif menemukan bahwa 9% dari anak-anak memiliki bakteri yang terdeteksi
sebelum memulai perawatan gigi. Selain itu, berbagai prosedur kebersihan dan konservatif,
termasuk menyikat gigi, meningkatkan prevalensi bakteri dari 17% - 40% (Li, 2000).

3. ETIOLOGI
Rongga mulut dapat bertindak sebagai tempat asal penyebaran organisme patogen
ke tempat-tempat tubuh yang jauh, terutama pada tubuh dengan penurunan sistem imun
seperti pasien yang menderita keganasan, diabetes, atau artritis reumatoid atau memiliki
kortikosteroid atau perawatan imunosupresif lainnya. Sejumlah studi epidemiologis
menunjukkan bahwa infeksi oral, terutama periodontitis marginal dan apikal, dapat
menjadi faktor risiko penyakit sistemik. Infeksi ini sebagian besar anaerob, dengan batang
gram negatif menjadi isolat yang paling umum. Kedekatan anatomi mikroflora ini dengan
aliran darah dapat memfasilitasi bakteremia dan penyebaran sistemik produk bakteri,
komponen, dan imunokompleks.
Terjadinya infeksi tergantung pada dua faktor. Salah satunya adalah kualitas dan
kuantitas mikroba patogen (jenis dan jumlah bakteri dalam lesi dan toksisitas bakteri
patogen), dan yang lainnya adalah resistensi dan fungsi kekebalan tubuh. Fungsi kekebalan
tubuh berkurang pada pasien dengan penyakit sistemik, yang mengarah ke serangan akut
dari fokus oral. Infeksi fokal oral ringan menghambat pengobatan penyakit sistemik, tetapi
infeksi serius menginduksi penyakit sistemik. Dengan demikian, fungsi kekebalan tubuh
dapat memengaruhi kehidupan dan kesehatan pasien (Liu, 2018)

4. JALUR (PATHWAY) INFEKSI FOKAL DENGAN PENYAKIT NON ORAL


SEKUNDER
Tiga mekanisme yang berkaitan antara infeksi fokal dengan efek sistemik sekunder
adalah metastasis infeksi pada rongga mulut sebagai hasil bakteremia sementara,
metastasis cedera sebagai hasil toksin mikrobial mulut yang beredar, dan metastasis
inflamasi sebagai hasil cedera imunologi yang diinduksi oleh mikroorganisme rongga
mulut
1) Metastasis Infeksi
Infeksi rongga mulut dan prosedur dental dapat menyebabkan terjadinya
bakteremia sementara. Mikroorganisme yang mendapatkan jalan masuk ke dalam
darah dan beredar di seluruh tubuh biasanya akan dieliminasi oleh sistem
retikuloendotelial dalam hitungan menit (bakteremia sementara) dan sebagai
penyebab utama tidak adanya gejala klinis selain sedikit meningkatnya suhu tubuh.
Namun, jika mikroorganisme yang beredar menemukan kondisi yang tepat,
mikroorganisme tersebut dapat berkoloni di tempat tertentu dan, setelah beberapa
saat kemudian akan mulai bermultiplikasi.
2) Metastasis Cedera/Injury
Beberapa bakteri gram positif dan gram negatif memiliki kemampuan untuk
menghasilkan eksotoksin, termasuk di dalamnya adalah enzim sitolitik dan toksin
dimerik dengan subunit A dan B. Eksotoksin memiliki tindakan farmakologikal
tertentu dan dianggap sebagai racun yang paling kuat dan mematikan. Sebaliknya,
endotoksin adalah bagian dari membran luar yang dilepaskan setelah sel mati.
Endotoksin dibentuk oleh lipopolisakarida (LPS) yang, ketika dilepaskan dalam
inang, memberikan sejumlah besar manifestasi patologis. LPS terus-menerus
dilepaskan dari bakteri batang gram negatif di jaringan periodontal pada saat
perkembangannya dalam tubuh.
3) Metastasis Peradangan/Inflamasi
Antigen terlarut dapat memasuki aliran darah, bereaksi dengan antibodi spesifik
yang beredar, dan membentuk kompleks makromolekular. Imunokompleks ini
dapat menghasilkan berbagai macam reaksi peradangan akut dan kronis pada
tempat deposisinya.

5. PATOFISIOLOGI
Penyebab utama infeksi pada gusi serta jaringan pendukung gigi lainnya adalah
mikroorganisme yang berkumpul di permukaan gigi (plak bakteri). Plak bakteri yang telah
lama melekat pada gigi dan jaringan gusi dapat mengalami kalsifikasi (mengeras sehingga
menjadi kalkulus (karang gigi) yang tertutup lapisan lunak bakteri.

Sumber infeksi dalam rongga mulut.

a. Periodontium jaringan yang mengikat gigi di dalam tulang alveolus pada serabut
periodonsium mengalami rusak, gigi akan goyang dan kuman-kuman lebih mudah
mencapai ujung gigi dan masuk ke dlaam pembuluh darah. Kerusakan pada periodonsium
menyebabkan peradangan pada gusi hingga memproduksi pus.
b. Periapikal, bagian ujung akar gigi yang merupakan penyebab paling sering terjadi infeksi
fokal. Pulpa gigi yang mengalami nekrosis akibat karies profunda memberikan jalan masuk
bakteri ke dalam jaringan periapikal. Selanjutnya infeksi akan menyebar ke daerah minimal
resisten.
c. Pulpa gigi. Berasal dari sisa kuman-kuman gusi, sisa fragmen gigi yang tertinggal, karies,
lubang setelah pencabutan dan bekas tempat akar gigi.
Mikroorganisme yang berasal dari dental pupl dapat tersebar ke gigi lain yang
berdekatan atau daerah periapikal melalui ekstensi atau melalui pembuluh darah, trama,
iritasi dan peradangan marupakn kontributor utama penyebaran infeksi di pulpa gigi
(Osten, 2010).
Mekanisme dan penyabaran infeksi gigi.

Fokal infeksi disebabkan oleh infeksi kronis di suatu tempat (gigi) toxin, bakteri
sisa dari kotoran maupun mikroba penginfeksi dari gigi menyebar ke tempat lain di tubuh
seperti ginjal, jantung, mata kulit. Lalu menembus langsung ke dalam pembuluh darah.
Melalui lesi yang ditimbulkan oleh trauma mekanik, misalnya pada tindakan pencabutan
gigi, penyebarannya percontinuiatum ke daerah-daerah sekitarnya dan sistemik sebagai
fokus infeksi. Jaringan target fokal infeksi adalah kepala dan leher, mata, sequel,
intracranial sistem respiratori, sistem cardiovaskular, jalur gastrointestinal, fertilisasi,
kehamilan dan berat lahir.

Stimulus inflamasi menginduksi ekspresi molekul adhesi seluler seperti molekul


adhesi sel vaskular-1 (VCAM-1) dan molekul adhesi intraseluler-1 (ICAM-1) pada sel
endotel. Peningkatan ekspresi VCAM-1 dan ICAM-1. lebih banyak leukosit ke tempat
peradangan. Infiltrasi leukosit dan produksi sitokin menyebabkan stres oksidatif dan
peradangan, yang mengakibatkan disfungsi endotel, yang mempengaruhi keseimbangan
sintesis antara vasodilator dan vasokonstriktor. Ketidakseimbangan tersebut mendukung
vasokonstriksi dan remodeling vaskular yang merugikan, akibatnya menyebabkan
peningkatan tekanan darah (Leong et al., 2014).

B. SINUSITIS
A. DEFINISI

Sinusitis didefinisikan sebagai kondisi inflamasi yang melibatkan sinus


maxillaris, frontalis, sphenoidalis, dan ethmoidalis, yaitu empat struktur sinus yang
mengelilingi cavum nasi (Rubin et al, 2008). Sinusitis terkadang disebut juga
sebagai rhinosinusitis karena memiliki gejala yang tumpang tindih dan sulit
dibedakan dengan rhinitis. Selain itu, sinusitis juga biasa terjadi bersamaan dengan
rhinitis (Dykewicz, 2009). Akan tetapi, definisi ini dapat menimbulkan
kesalahpahaman yang membuat dokter meresepkan antibiotik pada penderita
rhinitis (DeCastro et al, 2014).

B. EPIDEMIOLOGI
Sinusitis merupakan salah satu diagnosis paling umum pada dokter layanan
primer dan merupakan penyebab peresepan antibiotik nomor lima paling sering.
Sinusitis terjadi kurang lebih pada 1 dari 7 orang setiap tahunnya. Angka kejadian
sinusitis dapat diasosiasikan dengan ISPA nonspesifik. Sebanyak 0.5-2% pasien flu
mengalami komplikasi infeksi bakteri seperti sinusitis (Rubin et al, 2008). Pada
orang dewasa, sinusitis akut biasa terjadi di sinus maxillaris dan sinus ethmoidalis
anterior. Pada anak-anak, sinusitis diasosiasikan dengan otitis media dan biasanya
melibatkan sinus ethmoidalis posterior dan sinus sphenoidalis (Dykewicz, 2009).
C. KLASIFIKASI
Sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya
berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu. Dikategorikan sebagai sinusitis
subakut bila gejalanya berlangsung 4 sampai 8 minggu sedangkan kategori kronis
bila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan (Rosenfeld, 2016).
Jika dilihat dari gejalanya,dikategorikan sebagai sinusitis subakut apabila
tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversible
yaitu sudah berubah menjadi jaringan granulasi atau polipoid (Rosenfeld, 2016).
Sinusitis kronis adalah suatu inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal
yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12
minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2
kriteria minor(Dykewicz dan Hamilos, 2010).
Sinus paranasal adalah rongga berisi udara yang berkembang dari tulang
wajah tengkorak. Sinus ini diberi nama sesuai dengan nama tulang dimana sinus
berasal. Terdapat 4 pasang sinus yaitu sinus maxilla, sinus ethmoid, sinus sphenoid,
dan sinus frontal. (Simuntis et al, 2014)
D. ETIOLOGI
Infeksi virus, bakteri atau jamur dari traktus respiratori atas lokasi lintasan
udara pada hidung, faring, sinus-sinus dan tenggorokan terbasuk infeksi virus yang
menyebabkan common cold, dapat berperan penting menjadi sinusitis. Jika infeksi
seperti cold inflames dan membrane mukosa hidung bengkak. Pembengkakan
membrane dapat menyebabkan obtruksi sinus sehingga cairan mukosa tidak dapat
keluar. Karena saluran pembuang tertutup, sehingga tercipta lingkungan yang mana
bakteri dan virus terperangkap pada sinus dan berkembang biak.

E. GEJALA
Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri
kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa aspirin.
Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak,
misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang
tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen
dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif
seringkali ada. Selama berlangsungnya sinusitis maksilaris akut, pemeriksaan fisik
akan mengungkapkan adanya pus dalam hidung, biasanya dari meatus media, pus
atau sekret mukopurulen dalam dalam nasofaring.
Gejala dan tanda sinusitis maksilaris kronis kongesti hidung, sakit
tenggorokan (dari postnasal), pada sekitar mata pipi atau dahi sakit lunak dan
bengkak, sakit kepala, demam, penciuman berkurang, batuk, sakit gigi, susah
bernafas, mudah lelah. Hal ini di keluhkan lebih dari 1 minggu.

C. HUBUNGAN INFEKSI FOKAL DENGAN SINUSITIS


Sinusitis odontogenik sering terjadi sebagai akibat dari trauma iatrogenik pada
mucoperiosteum atau membran Schneiderian dari sinus maksilaris(Zirk et al., 2017).
Penyebab tersering adalah penyakit periodontal dan penyakit penyakit. Inflamasi pada
membran Schneiderian menyebabkan inflamasi pada mukosa dan gangguan fungsi
mukosiliar pada sinus maksilaris. Gangguan fungsi mukosiliar menyebabkan perubahan
transportasi lendir, gangguan pertahanan mukosa, penyumbatan sinus ostia, infeksi bakteri
serta terjadi peradangan. Penyebab utama sinusitis odontogenik lainnya yaitu trauma
tulang maksila, kista odontogenik, neoplasma atau proses inflamasi lainnya. Pada sebuah
penelitian menunjukan gigi rahang atas sering menyebabkan sinusitis maksilaris terutama
pada gigi molar pertama. (Zirk et al., 2017).
Infeksi odontogenik adalah infeksi aerob-anaerob polimikroba, dengan jumlah
anaerob melebihi jumlah aerob. Isolat yang paling umum termasuk streptokokus anaerob
dan basil gram negatif, dan Enterobacteriaceae. Perawatan bedah dan gigi dari kondisi
patologis odontogenik yang dikombinasikan dengan terapi medis diindikasikan. Saat ada,
benda asing odontogenik harus diangkat dengan operasi. Manajemen bedah komunikasi
oroantral diindikasikan untuk mengurangi kemungkinan menyebabkan penyakit sinus
kronis. Penatalaksanaan sinusitis odontogenik mencakup antimikroba 3 - 4 minggu yang
efektif melawan patogen flora oral (Brook, 2006).


BAB III
SIMPULAN

Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam jangka waktu cukup lama
(kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil dari tubuh, yang kemudian dapat menyebabkan
suatu infeksi atau kumpulan gejala klinis pada bagian tubuh yang lain. Contohnya, tetanus yang
disebabkan oleh suatu pelepasan dari eksotoksin yang berasal dari infeksi lokal. Teori tentang
fokal infeksi sangat erat hubungannya dengan bagian gigi, dimana akan mempengaruhi fungsi
sistemik seseorang seperti sistem sirkulasi, skeletal dan sistem saraf. Hal ini disebabkan oleh
penyebaran mikroorganisme atau toksin yang dapat berasal dari gigi, akar gigi, atau gusi yang
terinfeksi.
Sinusitis odontogenik adalah hal yang penting dan proses perjalanan penyakit yang sering
tidak diidentifikasi oleh ahli radiologi. Proses penyakit ini sering berhubungan dengan
pengobatan rinosinusitis karena bakteri anaerob. Sehingga seharusnya pasien dengan
rinosinositis harus dicurigai akibat odontogenik. Pengobatan multidisiplin untuk odontogenik
sinusitis sangat penting untuk keberhasilan penyakit.
BAB IV
SARAN

Screening adaanya fokal infeksi perlu dilakukan seorang dokter pada pasien dengan
penyakit sistemik termasuk salah sautnya pasien dengan sinusitis. Hal ini disebabkan karena
antara fokal infeksi dan sinusitis memiliki hubungan yang saling mempengaruhi baik sebagai
faktor predisposisi maupun eksaserbasi.
Disamping itu, perlunya melakukan perawatan gigi secara berkala. Cara pencegahan
terbentuknya karang gigi dengan rajin dan teliti membersihkan gigi secara baik dan benar.
Penggosokan pada lidah selama 30 detik juga terbukti mengurangi jumlah bakteri di dalam
mulut. Hal ini diharapkan dapat menekan terjadi oral infeksi dalam tubuh yang dapat
mempengaruhi penyakit sistemik pada pasien atau bahkan orang yang sehat sekalipun
DAFTAR PUSTAKA

Brook, I. (2006). Sinusitis of odontogenic origin. Otolaryngology—Head and Neck Surgery,


135(3), 349-355.

DeCastro A, Mims L, Hueston WJ. Rhinosinusitis. Prim Care Clin Office Pract. 2014;41:47-61.
doi:10.1016/j.pop.2013.10.006

Dykewicz, M. S. and Hamilos, D. L. (2010) ‘Rhinitis and sinusitis’, Journal of Allergy and
Clinical Immunology. doi: 10.1016/j.jaci.2009.12.989.

Goymerac B dan Woollard G. Focal infection: a new perspective on an old theory. Gen Dent. Jul-
Aug;52(4):357-61; quiz 362, 365-6. 2004.

Leong, X. F. et al. (2014) ‘Association between hypertension and periodontitis: Possible


mechanisms’, The Scientific World Journal, 2014. doi: 10.1155/2014/768237.

Liu, B. (2018) ‘Treatment of systemic diseases and oral focal infection’, 6(4), pp. 118–123. doi:
10.2478/ii-2018-0002.

M., Z. et al. (2017) ‘Odontogenic sinusitis maxillaris: A retrospective study of 121 cases with
surgical intervention’, Journal of Cranio-Maxillofacial Surgery. doi:
10.1016/j.jcms.2017.01.023 LK -

Meltzer, E. O. and Hamilos, D. L. (2011) ‘Rhinosinusitis diagnosis and management for the
clinician: A synopsis of recent consensus guidelines’, Mayo Clinic Proceedings. doi:
10.4065/mcp.2010.0392.

Morcom, S. et al. (2016) ‘Sinusitis’, Australian Family Physician.

Pallasch, T. J. and Wahl, M. J. (2003) ‘Focal infection: new age or ancient history?’, Endodontic
Topics, 4(1), pp. 32–45. doi: 10.1034/j.1601-1546.2003.00002.x.

Pizzo G et al. Dentistry and internal medicine: from the focal infection theory to the periodontal
medicine concept. European Journal of Internal Medicine Volume 21, Issue 6 , Pages 496-
502, December 2010.
Rosenfeld, R. M. (2007) ‘Clinical practice guideline on adult sinusitis’, Otolaryngology - Head
and Neck Surgery. doi: 10.1016/j.otohns.2007.07.021.

Rosenfeld, R. M. (2016) ‘Acute sinusitis in adults’, New England Journal of Medicine. doi:
10.1056/NEJMcp1601749.

Simuntis, R., Kubilius, R. and Vaitkus, S. (2014) ‘Odontogenic maxillary sinusitis: a review’,
Stomatologija / issued by public institution ‘Odontologijos studija’ ... [et al.].

Rejeki S., Willianti E., dan Theodora. Buku Ajar Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 2013

Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. Pharyngitis, Sinusitis, Otitis, and Other Upper Respiratory
Tract Infections. In: Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition. Fauci AS,
Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al. New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc.; 2008.

Anda mungkin juga menyukai