Anda di halaman 1dari 6

ToniLaki-laki 38 Tahun dengan Pterigium Temporalis Grade 3 OS

Laki-laki 38 Tahun dengan Pterigium Temporalis Grade 3 OS

Toni Alie Ngena Pinem


Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Pterigium adalah kelainan pada konjungtiva bulbi, pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan
invasif yang ditandai dengan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi benda asing dan mungkin menimbulkan
astigmatisme atau obstruksi aksis visual yang akan memberikan keluhan gangguan penglihatan. Etiologi pasti pterigium
masih belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor resiko pterigium antara lain adalah paparan ultraviolet, mikro trauma
kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus. Laki-laki, 38 tahun, datang dengan keluhan mata merah sejak 10 tahun yang
lalu. Keluhan disertai mata berair dan perih ketika terkena angin dan seperti ada yang mengganjal. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum baik, compos mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit, pernafasan 22 x/menit.
Pada status oftalmologis oculi dextra didapatkan visus 6/6, konjungtiva bulbi hiperemi (-) tampak selaput berwarna putih
kemerahan berbentuk segitiga dari temporal dan apex melewati limbus dan tepi pupil. Pasien didiagnosis sebagai pterigium
stadium III oculi sinistra, dengan penatalaksanaan non-medikamentosa dilakukan edukasi agar lindungi mata dari sinar
matahari, debu, dan udara kering, dan dilakukan tindakan operatif. Prognosis pasien ini secara umum baik.

Kata kunci: oculi sinistra, Ptregium

A 38 Years Old Man with Pterygium Temporalis Grade 3 Os


Abstract
Pterygium is a disorder of the conjunctiva bulbi, conjunctival fibrovascular growth which is degenerative and invasive that
marked by eye complaints irritating, itchy, red, foreign body sensation and may cause astigmatism or obstruction of the
visual axis that will provide visual disturbance complaint. The etiology of pterygium is still not known certainty. Some risk
factors for pterygium include ultraviolet exposure, chronic micro trauma to the eye, microbial or viral infection. Male, 38
years old, came with red eyes since 10 years ago. The complain accompanied with watery eyes, sore when exposed to wind
and uncomfort sensation in the eye. On physical examination found a good general condition, compos mentis, blood
pressure 120/70 mm Hg, pulse 88 x/min, breathing 22 x/min. At the ophthalmological status oculi sinistra 6/6 on vision,
conjunctival hyperemia bulbi (-) appear reddish white membrane of the temporal and triangular apex passing the limbus
and the edge of the pupil. Patients diagnosed as pterygium temporalis grade III oculi sinistra, the management of non-
medical education is education in order to protect the eyes from sunlight, dust, dry air, and operative action. The prognosis
of these patients is generally good.

Keywords: oculi sinistra, pterygium

Korespondensi: Toni Alie Ngena Pinem, S.Ked, e-mail tonipinem@yahoo.com

Pendahuluan
Pterigium merupakan suatu Di daerah tropis seperti Indonesia,
pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang dengan paparan sinar matahari tinggi, risiko
bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan timbulnya pterigium 44 kali lebih tinggi
ini biasanya terletak pada celah kelopak dibandingkan daerah non-tropis dengan
bagian nasal ataupun temporal konjungtiva prevalensi untuk orang dewasa > 40 tahun
yang meluas ke daerah kornea. Diduga adalah 16,8 %; laki-laki 16,1 % dan perempuan
penyebab pterigium adalah exposure atau 17,6 %. Hasil survei morbiditas oleh
sorotan berlebihan dari sinar matahari yang Departemen Kesehatan Republik Indonesia
diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA pada tahun 1993-1996 angka kejadian
ataupun UVB, berperan penting dalam hal ini. pterigium sebesar 13,9 % dan menempati
Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor- urutan kedua penyakit mata di Indonesia.2
faktor lain seperti zat alergen, kimia, dan Pterigium masih menjadi
pengiritasi lainnya. Secara geografis, pterigium permasalahan yang sulit karena tingginya
paling banyak ditemukan di negara beriklim frekuensi pterigium rekuren. Recurrence rate
tropis. Karena Indonesia beriklim tropis, pascaoperasi pterigium di Indonesia adalah
penduduknya memiliki risiko tinggi mengalami 35–52 %. Dari hasil penelitian di RS Cipto
pterigium.1,2,3 Mangunkusumo didapatkan bahwa recurrence

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|165


ToniLaki-laki 38 Tahun dengan Pterigium Temporalis Grade 3 OS

rate pada pasien berusia kurang dari 40 tahun normal. Tes sondase serta pemeriksaan
adalah 65 % dan pada pasien berusia lebih penunjang berupa pemeriksaan patologi
dari 40 tahun adalah 12,5 %. Selain itu, anatomi tidak dilakukan.
pterigium menimbulkan masalah kosmetik Diagnosis kerja pada pasien adalah
dan berpotensi mengganggu penglihatan pterigium lateralis stadium 3 okuli sinistra.
bahkan berpotensi menjadi penyebab Penatalaksanaan non-medikamentosa
kebutaan pada stadium lanjut. Penegakan lindungi mata dari sinar matahari, debu, dan
diagnosis dini pterigium diperlukan agar udara kering, Medikamentosa tetes mata
gangguan penglihatan tidak semakin campuran antiobiotik dan antiinflamasi 6 kali
memburuk dan dapat dilakukan pencegahan sehari selama 5-7 hari dan Operatif yaitu
terhadap komplikasi.2,3 autograf konjungtiva. Prognosis pasien ini
secara umum baik.
Kasus
Pria usia 38 tahun, datang ke poli Pembahasan
mata RSAM dengan keluhan mata merah. Pterigium adalah kelainan pada
Mata merah telah dirasakan 3 minggu konjungtiva bulbi berupa pertumbuhan
sebelum masuk RS. Sebelumnya pasien fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
mengatakan mata pasien timbul selaput pada degeneratif dan invasif. Pterigium berbentuk
mata kanan dan kiri pada 10 tahun yang Lama segitiga dengan puncak di bagian sentral atau
kelamaan selaput makin melebar dan sampai di daerah kornea. Gejala yang timbul adalah
ke tengah mata. Tiga minggu SMRS keluhan mata merah, gatal, panas, perih dan mata
bertambah, os mengeluh penglihatan mata kabur pada satu mata atau kedua mata,
kiri kabur, perih (+), berair (+), silau saat timbulnya bentukan daging yang menjalar ke
melihat (+). Os mengatakan matanya tidak kornea.
pernah luka atau tergores, os keseharian Pada kasus ini pasien laki-laki usia 38
selalu menggunakan motor dan sering tahun, dari anamnesis didapatkan gejala
terpapar debu dan cahaya matahari ditambah subjektif berupa mata perih dan nyeri hal ini
lokasi rumah di dekat pantai sehingga selalu dapat terjadi karena iritasi pada permukaan
terkena angin dan mata os semakin perih. Lalu mata akibat terpapar oleh benda asing dari
os datang ke poliklinik mata RSUD H. Abdul lingkungan seperti asap, debu, atau angin
Moeloek dan disarankan untuk operasi. kencang. Pada anamnesis diketahui bahwa
Pasien datang dengan kesadaran pasien sering terpapar debu dan sinar
kompos mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, matahari karena sering menggunakan sepeda
laju nadi 88 x/menit, pernafasan 22 x/menit, motor saat bepergian. Hal ini sesuai dengan
suhu afebris. Pada pemeriksaan fisik salah satu faktor resiko dari pterigium. Etiologi
ditemukan pada status generalis tidak pasti pterigium masih belum diketahui secara
didapatkan kelainan. Pada status oftalmologis pasti. Beberapa faktor resiko pterigium antara
oculi sinistra didapatkan visus 6/6, palpebra lain adalah paparan ultraviolet, mikro trauma
superior: tidak edem, tidak ada spasme, kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus.
palpebra inferior: tidak edem, tidak ada Selain itu beberapa kondisi kekurangan fungsi
spasme, gerak bola mata baik ke segala arah, lakrimal baik secara kuantitas maupun
bulbus oculi ortoforia, eksoftalmus (-) kualitas, konjungtivitis kronis dan defisiensi
endoftalmus (-), konjungtiva bulbi hiperemi (-) vitamin A, fenomena iritatif akibat
tampak selaput berwarna putih kemerahan pengeringan dan lingkungan dengan banyak
berbentuk segitiga dari temporal dan apex angin,penuh sinar matahari, berdebu dan
melewati limbus dan tepi pupil, konjungtiva berpasir. Dan berdasarkan penelitian
fornix hiperemi (-), konjungtiva palpebra menunjukkan riwayat keluarga dengan
hiperemi (-), sikatrik (-), sklera siliar injeksi (-), pterigium, kemungkinan diturunkan autosom
kornea jernih infiltrat (-) ulkus (-), kamera oculi dominan.
anterior kedalaman cukup, bening, iris kripta Mata kabur dapat disebabkan oleh
(+) berwarna coklat, pupil bulat, regular, kelainan yang timbul mulai dari bagian mata
sentral, ± 3 mm, refleks cahaya (+), lensa anterior, mata posterior, dan jaras visual
jernih, tensio oculi dalam batas normal, sistem neurologik. Jadi, harus dipertimbangkan
kanalis lakrimalis diperiksa secara digital terjadinya pengeruhan atau gangguan pada

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|166


ToniLaki-laki 38 Tahun dengan Pterigium Temporalis Grade 3 OS

media, perdarahan dalam vitreus, gangguan melewati pupil sehingga mengganggu


fungsi retina, nervus optikus atau jaras visual penglihatan
intrakranial atau pembentukan fibrovaskular.
Pada pasien tidak ada ditemukan lensa yang
keruh, TIO yg tinggi, perdarahan. Pada pasien
hanya ditemukan adanya pembentukan
fibrovaskular. Disini dapat dilihat bahwa
pasien ini mengalami pterigium dimana
penyakit ini bisa membuat penglihatan kabur
apabila pertumbuhan fibrovaskularnya sudah
mencapai kornea (zona optik).
Perasaan yang mengganjal bisa
diakibatkan adanya peradangan di palpebra, Gambar 1. Stadium pterigium.15
adneksa,ataupun segmen anterior. Pada
pasien tidak ditemukan adanya edema pada Pemeriksaan yang dapat dilakukan
palpebra dan adneksa, ataupun peradangan untuk memastikan diagnosis adalah dengan
pada konjungtiva. Tidak ditemukan adanya pemeriksaan patologi anatomi. Pemeriksaan
secret yang berlebih. Pada pasien ditemukan ini dilakukan untuk melihat sel pada jaringan
adanya penebalan konjungtiva bulbi hingga yang diambil setelah dilakukan operasi.
kornea dimana hal ini dapat mengakibatkan Pemeriksaan tersebut dapat menghasilkan
ada rasa ganjalan pada mata saat berkedip. dan menjelaskan apakah sel tersebut ganas
Pertumbuhan jaringan pada atau tidak, sehingga diagnosis dapat lebih jelas
konjungtiva bulbi bisa diakibatkan oleh suatu apakah ke arah keganasan atau bukan.
penyakit akibat pinguekula, pseudopterigium, Diagnosis pterigium dapat ditegakkan
dan pterigium. Pinguekula dapat disingkirkan dengan anamnesis lengkap dan pemeriksaan
karena pinguekula tidak bisa tumbuh hingga fisik. Pada kasus ini, anamnesis dan gambaran
kornea, sedangkan pada pasien ditemukan klinis yang ditemukan jelas mengarah pada
pertumbuhan jaringan hingga kornea. tanda-tanda pterigium. Selain itu diduga pula
Sedangkan pseudopterigium terjadi akibat penyebab paparan matahari dan debu sebagai
adanya tukak kornea. Pterigium merupakan pemicu timbul nya rasa mengganjal di mata,
diagnosis yang tepat pada pasien ini karena tidak ada riwayat terkena bagan kimia
Tampak penebalan pada konjungtiva bulbi ataupun trauma. Pada inspeksi mata
dari arah temporal yang berbentuk segitiga didapatkan bahwa pada konjungtiva bulbi
dengan bagian puncak pterigium hampir dextra bagian nasal tampak selaput berwarna
melewati pinggi r pupil. Tampakan klinis putih kemerahan berbentuk segitiga dari nasal
ini merupakan gambaran khas dari Pterigium, dan apex melewati limbus dan tepi pupil,
yang pertumbuhannya biasanya dari arah namun pada kasus ini tidak dilakukan tes
nasal (paling sering) dan dari arah temporal sondase, dimana tes ini dapat menentukan
dengan apex atau puncaknya tumbuh ke arah apakah sebelumnya terdapat erosi pada
sentral (ke arah kornea). kornea atau tidak untuk membedakan antara
Pasien didiagnosa sebagai pterigium pterigium dan pseudopterigium. Jadi diagnosis
stadium 3. Karena pada pemeriksaan fisik ditegakkan berdasarkan temuan klinis yang
didapatkan selaput berwarna putih mengarah ke pterigium grade 3 dapat
kemerahan berbentuk segitiga dari nasal dan ditegakkan sebagai diagnosis pada kasus.
apex melewati limbus dan tepi pupil. Derajat Diagnosis banding yang mungkin adalah
pterigium berdasarkan perkembangannya pseudopterigium, karsinoma sel skuamosa,
adalah derajat I jika hanya terbatas pada pinguekula dan memilki gejala yang sama
limbus kornea, derajat II jika sudah melewati dengan pterigium. Pinguekula terlihat
limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm berbentuk kecil, meninggi, kekuningan
melewati kornea, derajat III jika telah melebihi berbatasan dengan limbus pada konjungtiva
derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil bulbi, lebih sering terjadi pada iklim sedang
mata dalam keadaan cahaya (pupil dalam dan iklim tropis, angka kejadian pada laki-laki
keadaan normal sekitar 3-4 mm), dan derajat dan perempuan sama, dan paparan dari sinar
IV jika pertumbuhan pterigium sudah

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|167


ToniLaki-laki 38 Tahun dengan Pterigium Temporalis Grade 3 OS

matahari bukan faktor resiko penyebab pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok
pinguekula. Sedangkan pada pseudopterigium konjungtiva yang diambil dari konjugntiva
terbentuk jaringan parut fibrovaskular yang bagian superior untuk menurunkan angka
timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea, kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan
penyebabnya adalah akibat inflamasi pterigium yaitu memberikan hasil yang baik
permukaan okular sebelumnya seperti secara kosmetik, mengupayakan komplikasi
trauma, trauma kimia, trauma bedah atau seminimal mungkin, angka kekambuhan yang
ulkus perifer kornea, dan konjungtivitis rendah. Pada pasien ini tidak diberikan
sikatrikal. 11,17,12,4 mitomycin C karena penggunaan Mitomycin C
Penatalaksanaan pada pasien ini (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium
dinilai sudah tepat, dimana terapi yang rekuren, mengingat komplikasi dari
medikamentosa di tujukan untuk mengurangi pemakaian MMC juga cukup berat.23,12,4,7
gejala yang muncul, sehingga diberikan obat Faktor risiko yang mempengaruhi
antiinflamasi dan antibiotik jika diperlukan. antara lain usia (banyak ditemui pada usia
Pada pterigium yang ringan tidak perlu dewasa), pekerjaan (pertumbuhan pterigium
diobati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang berhubungan dengan paparan yang sering
mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan dengan sinar UV), tempat tinggal (gambaran
obat tetes mata kombinasi antibiotik dan yang paling mencolok dari pterigium adalah
steroid 6 kali sehari selama 5-7 hari. distribusi geografisnya), jenis kelamin (tidak
Diperhatikan juga bahwa penggunaan terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan
kortikosteroid tidak dibenarkan pada perempuan), herediter (pterigium dipengaruhi
penderita dengan tekanan intraokular tinggi faktor herediter yang diturunkan secara
atau mengalami kelainan pada kornea.20,13,4,7 autosomal dominan), dan infeksi (Human
Teknik pembedahan pterigium dapat Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai
dilkukakan dengan beberapa cara yaitu Bare faktor penyebab pterigium). Faktor risiko
sclera berupa tidak adanya jahitan dan benang lainnya antara lain kelembaban yang rendah
absorabable yang digunakan untuk dan mikrotrauma karena partikel-partikel
melekatkan konjungtiva ke supervisial sclera tertentu seperti asap rokok, pasir merupakan
didepan insersi tendon rectus, Simple closure salah satu faktor risiko terjadinya
13,14,15
berupa tepi konjungtiva yang bebas dijahit pterigium.
bersama (efektif jika hanya defek konjungtiva Komplikasi yang muncul baik sebelum
sangat kecil), Sliding flap berupa suatu insisi dilakukan insisi adalah merah, iritasi, dapat
berbentuk L dibuat di sekitar luka kemudian menyebabkan diplopia. Sedangkan jika sudah
flap konjungtiva digeser untuk menutup dilakukan insisi adalah dapat terjadi infeksi,
defek, Rotational flap berupa insisi berbentuk diplopia, scar cornea, perforasi bola mata, dan
U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah komplikasi yang terbanyak adalah rekurensi
konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya, pterigium post operasi.26,7,12
Conjungtiva graft berupa suatu free graft Prognosis dari pasien adalah quo ad
biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi vitam: Bonam, quo ad fungsionam: dubia ad
sesuai dengan besar luka dan kemudian bonam, dan quo ad sanationam: bonam.
dipidahkan dan dijahit, Amnion membran Sedangkan secara keseluruhan prognosis pada
transplantasi yaitu mengurangi frekuensi pasien baik. Didukung oleh kepustakaan yang
rekuren dan mengurangi fibrosis, Lamellar mengatakan bahwa kebanyakan kasus
keratoplasty berupa terapi baru dengan kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi
menggunakan gabungan angiostatik dan operasi dan sitotastik tetes mata atau beta
steroid. Teknik yang dapat digunakan adalah radiasi.7
teknik bare sclera karena pada teknik operasi
ini tidak perlu dilakukan pejahitan meskipun Simpulan
tingkat rekuren masih sekitar 40-50 %.24,25,13,16 Pasien pria usia 38 tahun didiagnosis
Pada pasien ini dilakukan tindakan sebagai pterigium temporalis stadium 3 okuli
bedah yaitu autograf konjungtiva berupa sinistra dan diberi tatalaksana lindungi mata
avulsi pterigium yang dinilai paling baik untuk dari sinar matahari, debu, dan udara kering
pasien usia dewasa muda. Setelah avulsi dan terapi yang paling tepat untuk pasien
pterigium maka bagian konjungtiva bekas adalah dilakukannya tindakan operatif.

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|168


ToniLaki-laki 38 Tahun dengan Pterigium Temporalis Grade 3 OS

Daftar Pustaka Erlangga Medical Science.; 2006. hlm.


1. Bruce J, Chris C, Anthony B. Lecture 66-7.
Notes Oftalmologi. Edisi ke-9. Jakarta: 14. Amadi A, dkk. Common Ocular
Erlangga; 2006. Problems in Aba metropolis of Albia
2. Hartono. Buku Saku Ringkasan Anatomi State, Eastern Nigeria. Federal Medical
dan Fisiologi Mata. Yogyakarta: FK Center Owerri [Internet]. 2009; 6(1):32-
UGM; 2007. 35.
3. Chanda DW, dkk. Effctiveness of 15. Saerang, Josefien. Vascular Endothelial
subconjunctival mitomycin-C compared Growth Factor Air Mata Sebagai Faktor
with subconjunctival tiamcinolon Resiko Tumbuh Ulang Pterigium.
acetonide on the recurrence of Journal Indonesian medical Association.
progresive primary pterigium which 2013; 7(4):139-143.
underwent Mc Reynolds method. 16. Ang KPL, Chua LLJ, Dan HTD. 2Current
Berkala Ilmu Kedokteran. 2007; Concepts and Techniques in Pterigium
39(4):186-19. Treatment. Curr Opin Ophthalmol.
4. Ilyas S, Mailangkay HBB, Taim HS, 2006.
Simarwata R, Widodo MPS, editors. 17. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A
Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Systematic Approach; Edisi ke-6.
Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Philadelphia: Butterworth Heinemann
Jakarta: Sagung Seto; 2010. Elsevier; 2006. hlm. 242-244.
5. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. 18. American Academy of Opthalmology.
Conjunctiva. Dalam: Riordan-Eva P, External Disease and Cornea Section 11.
WhitcherJP, editors. Vaughan San Fransisco: MD Association; 2006.
&Asburry’s General Opthalmology. Edisi 19. American Academy of Ophtalmology.
ke-17. USA: McGraw. Basic and Clinical Science Course section
6. Voughan, Asbury. Oftalmologi Umum. 8 External Disease and Cornea. 2007-
Edisi 17. Jakarta: EGC; 2010. 2008. hlm. 344, 405.
7. Komaratih E, Nurwasis. Pedoman 20. Skuta, Gregory LC, Louis BW, Jayne S.
Diagnosis dan Terapi. Bagian Ilmu Clinical Approach to Depositions and
Penyakit Mata. Edisi ke-III. Surabaya: Degenerations of the Conjungtiva,
Penerbit Airlangga; 2006. Cornea, and Sclera. Dalam: External
8. Gazzard G, Saw SM, Farook M, Koh D, Disease and Cornea. San Fransisco:
Widjaja D, Chia SE, dkk. Pterigium in American Academy of Ophtalmology;
indonesia: prevalence, severity and risk 2008. hlm. 8-13, 366.
factors. Br J Ophthalmol. 2005; 86:1341- 21. Tasman W, Jaeger EA. Pathology of
6. Conjungtiva. Dalam: Duane’s
9. Ardalan A, Ravi S, David L. Management Ophtalmology. New York: Lippincott
of Pterigium: Opthalmic Pearls. 2010. William and Wilkins; 2007.
10. Tan THD, dkk. Pterigium clinical 22. Dzunic B, Jovanovic P, Veselinovic D,
Ophtalmology- An Asian Perspective, Petrovic AS, Stefanofic I, Kovacevic I.
Chapter 3.2. Singapore: Saunders Analysis Of Pathohistological
Elsevier. 2005. hlm. 207-214. characteristiics Of Pterigium. Bosnian
11. Chui J, Coroneo TM, Tat LT, Crouch R, Journal Of Basic Medical Science. 2010;
Wakefield D, Girolamo ND. Ophtalmic 10(4):308-13.
Pterigium A Stem Cell Disorder With 23. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan
Premlignant Features. The American Mata. Yogyakarta: Bagian Ilmi Penyakit
Journal Of Pathology. 2011; 178(2):817- Mata FK UGM.
27. 24. D Gondhowiardjo T, Simanjuntak WS G.
12. Ikatan Dokter Indonesia. Buku Panduan Ptrygium: Panduan Manajemen Klinis
Praktis Klinis Bagi Dokter Pelayanan Perdami. Jakarta: CV Ondo; 2006. hlm.
Primer. Edisi ke-1. Jakarta: IDI; 2013. 56-58.
13. James B, Chris C, Anthony B. 25. Khurana AK. Community Ophtalmology
Konjungtiva, Kornea, Sklera. Dalam: in comprehensive Ophtalmologu. Edisi
Oftalmologi. Edisi ke-9. Jakarta:

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|169


ToniLaki-laki 38 Tahun dengan Pterigium Temporalis Grade 3 OS

ke-4. New Delhi: New Age International Principles of anatomy and Physiology.
Limitid publisher; 2007. hlm. 443-57. Edisi ke-12. New York: Jhon Wiley &
26. Tortora GJ, Derrickson BH. The Special Sons Inc; 2009. hlm. 605-11.
Sense. Dalam: Tortora, Gerard J.

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|170

Anda mungkin juga menyukai