Abstrak
Pterigium adalah kelainan pada konjungtiva bulbi, pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan
invasif yang ditandai dengan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi benda asing dan mungkin menimbulkan
astigmatisme atau obstruksi aksis visual yang akan memberikan keluhan gangguan penglihatan. Etiologi pasti pterigium
masih belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor resiko pterigium antara lain adalah paparan ultraviolet, mikro trauma
kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus. Laki-laki, 38 tahun, datang dengan keluhan mata merah sejak 10 tahun yang
lalu. Keluhan disertai mata berair dan perih ketika terkena angin dan seperti ada yang mengganjal. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum baik, compos mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit, pernafasan 22 x/menit.
Pada status oftalmologis oculi dextra didapatkan visus 6/6, konjungtiva bulbi hiperemi (-) tampak selaput berwarna putih
kemerahan berbentuk segitiga dari temporal dan apex melewati limbus dan tepi pupil. Pasien didiagnosis sebagai pterigium
stadium III oculi sinistra, dengan penatalaksanaan non-medikamentosa dilakukan edukasi agar lindungi mata dari sinar
matahari, debu, dan udara kering, dan dilakukan tindakan operatif. Prognosis pasien ini secara umum baik.
Pendahuluan
Pterigium merupakan suatu Di daerah tropis seperti Indonesia,
pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang dengan paparan sinar matahari tinggi, risiko
bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan timbulnya pterigium 44 kali lebih tinggi
ini biasanya terletak pada celah kelopak dibandingkan daerah non-tropis dengan
bagian nasal ataupun temporal konjungtiva prevalensi untuk orang dewasa > 40 tahun
yang meluas ke daerah kornea. Diduga adalah 16,8 %; laki-laki 16,1 % dan perempuan
penyebab pterigium adalah exposure atau 17,6 %. Hasil survei morbiditas oleh
sorotan berlebihan dari sinar matahari yang Departemen Kesehatan Republik Indonesia
diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA pada tahun 1993-1996 angka kejadian
ataupun UVB, berperan penting dalam hal ini. pterigium sebesar 13,9 % dan menempati
Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor- urutan kedua penyakit mata di Indonesia.2
faktor lain seperti zat alergen, kimia, dan Pterigium masih menjadi
pengiritasi lainnya. Secara geografis, pterigium permasalahan yang sulit karena tingginya
paling banyak ditemukan di negara beriklim frekuensi pterigium rekuren. Recurrence rate
tropis. Karena Indonesia beriklim tropis, pascaoperasi pterigium di Indonesia adalah
penduduknya memiliki risiko tinggi mengalami 35–52 %. Dari hasil penelitian di RS Cipto
pterigium.1,2,3 Mangunkusumo didapatkan bahwa recurrence
rate pada pasien berusia kurang dari 40 tahun normal. Tes sondase serta pemeriksaan
adalah 65 % dan pada pasien berusia lebih penunjang berupa pemeriksaan patologi
dari 40 tahun adalah 12,5 %. Selain itu, anatomi tidak dilakukan.
pterigium menimbulkan masalah kosmetik Diagnosis kerja pada pasien adalah
dan berpotensi mengganggu penglihatan pterigium lateralis stadium 3 okuli sinistra.
bahkan berpotensi menjadi penyebab Penatalaksanaan non-medikamentosa
kebutaan pada stadium lanjut. Penegakan lindungi mata dari sinar matahari, debu, dan
diagnosis dini pterigium diperlukan agar udara kering, Medikamentosa tetes mata
gangguan penglihatan tidak semakin campuran antiobiotik dan antiinflamasi 6 kali
memburuk dan dapat dilakukan pencegahan sehari selama 5-7 hari dan Operatif yaitu
terhadap komplikasi.2,3 autograf konjungtiva. Prognosis pasien ini
secara umum baik.
Kasus
Pria usia 38 tahun, datang ke poli Pembahasan
mata RSAM dengan keluhan mata merah. Pterigium adalah kelainan pada
Mata merah telah dirasakan 3 minggu konjungtiva bulbi berupa pertumbuhan
sebelum masuk RS. Sebelumnya pasien fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
mengatakan mata pasien timbul selaput pada degeneratif dan invasif. Pterigium berbentuk
mata kanan dan kiri pada 10 tahun yang Lama segitiga dengan puncak di bagian sentral atau
kelamaan selaput makin melebar dan sampai di daerah kornea. Gejala yang timbul adalah
ke tengah mata. Tiga minggu SMRS keluhan mata merah, gatal, panas, perih dan mata
bertambah, os mengeluh penglihatan mata kabur pada satu mata atau kedua mata,
kiri kabur, perih (+), berair (+), silau saat timbulnya bentukan daging yang menjalar ke
melihat (+). Os mengatakan matanya tidak kornea.
pernah luka atau tergores, os keseharian Pada kasus ini pasien laki-laki usia 38
selalu menggunakan motor dan sering tahun, dari anamnesis didapatkan gejala
terpapar debu dan cahaya matahari ditambah subjektif berupa mata perih dan nyeri hal ini
lokasi rumah di dekat pantai sehingga selalu dapat terjadi karena iritasi pada permukaan
terkena angin dan mata os semakin perih. Lalu mata akibat terpapar oleh benda asing dari
os datang ke poliklinik mata RSUD H. Abdul lingkungan seperti asap, debu, atau angin
Moeloek dan disarankan untuk operasi. kencang. Pada anamnesis diketahui bahwa
Pasien datang dengan kesadaran pasien sering terpapar debu dan sinar
kompos mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, matahari karena sering menggunakan sepeda
laju nadi 88 x/menit, pernafasan 22 x/menit, motor saat bepergian. Hal ini sesuai dengan
suhu afebris. Pada pemeriksaan fisik salah satu faktor resiko dari pterigium. Etiologi
ditemukan pada status generalis tidak pasti pterigium masih belum diketahui secara
didapatkan kelainan. Pada status oftalmologis pasti. Beberapa faktor resiko pterigium antara
oculi sinistra didapatkan visus 6/6, palpebra lain adalah paparan ultraviolet, mikro trauma
superior: tidak edem, tidak ada spasme, kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus.
palpebra inferior: tidak edem, tidak ada Selain itu beberapa kondisi kekurangan fungsi
spasme, gerak bola mata baik ke segala arah, lakrimal baik secara kuantitas maupun
bulbus oculi ortoforia, eksoftalmus (-) kualitas, konjungtivitis kronis dan defisiensi
endoftalmus (-), konjungtiva bulbi hiperemi (-) vitamin A, fenomena iritatif akibat
tampak selaput berwarna putih kemerahan pengeringan dan lingkungan dengan banyak
berbentuk segitiga dari temporal dan apex angin,penuh sinar matahari, berdebu dan
melewati limbus dan tepi pupil, konjungtiva berpasir. Dan berdasarkan penelitian
fornix hiperemi (-), konjungtiva palpebra menunjukkan riwayat keluarga dengan
hiperemi (-), sikatrik (-), sklera siliar injeksi (-), pterigium, kemungkinan diturunkan autosom
kornea jernih infiltrat (-) ulkus (-), kamera oculi dominan.
anterior kedalaman cukup, bening, iris kripta Mata kabur dapat disebabkan oleh
(+) berwarna coklat, pupil bulat, regular, kelainan yang timbul mulai dari bagian mata
sentral, ± 3 mm, refleks cahaya (+), lensa anterior, mata posterior, dan jaras visual
jernih, tensio oculi dalam batas normal, sistem neurologik. Jadi, harus dipertimbangkan
kanalis lakrimalis diperiksa secara digital terjadinya pengeruhan atau gangguan pada
matahari bukan faktor resiko penyebab pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok
pinguekula. Sedangkan pada pseudopterigium konjungtiva yang diambil dari konjugntiva
terbentuk jaringan parut fibrovaskular yang bagian superior untuk menurunkan angka
timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea, kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan
penyebabnya adalah akibat inflamasi pterigium yaitu memberikan hasil yang baik
permukaan okular sebelumnya seperti secara kosmetik, mengupayakan komplikasi
trauma, trauma kimia, trauma bedah atau seminimal mungkin, angka kekambuhan yang
ulkus perifer kornea, dan konjungtivitis rendah. Pada pasien ini tidak diberikan
sikatrikal. 11,17,12,4 mitomycin C karena penggunaan Mitomycin C
Penatalaksanaan pada pasien ini (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium
dinilai sudah tepat, dimana terapi yang rekuren, mengingat komplikasi dari
medikamentosa di tujukan untuk mengurangi pemakaian MMC juga cukup berat.23,12,4,7
gejala yang muncul, sehingga diberikan obat Faktor risiko yang mempengaruhi
antiinflamasi dan antibiotik jika diperlukan. antara lain usia (banyak ditemui pada usia
Pada pterigium yang ringan tidak perlu dewasa), pekerjaan (pertumbuhan pterigium
diobati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang berhubungan dengan paparan yang sering
mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan dengan sinar UV), tempat tinggal (gambaran
obat tetes mata kombinasi antibiotik dan yang paling mencolok dari pterigium adalah
steroid 6 kali sehari selama 5-7 hari. distribusi geografisnya), jenis kelamin (tidak
Diperhatikan juga bahwa penggunaan terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan
kortikosteroid tidak dibenarkan pada perempuan), herediter (pterigium dipengaruhi
penderita dengan tekanan intraokular tinggi faktor herediter yang diturunkan secara
atau mengalami kelainan pada kornea.20,13,4,7 autosomal dominan), dan infeksi (Human
Teknik pembedahan pterigium dapat Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai
dilkukakan dengan beberapa cara yaitu Bare faktor penyebab pterigium). Faktor risiko
sclera berupa tidak adanya jahitan dan benang lainnya antara lain kelembaban yang rendah
absorabable yang digunakan untuk dan mikrotrauma karena partikel-partikel
melekatkan konjungtiva ke supervisial sclera tertentu seperti asap rokok, pasir merupakan
didepan insersi tendon rectus, Simple closure salah satu faktor risiko terjadinya
13,14,15
berupa tepi konjungtiva yang bebas dijahit pterigium.
bersama (efektif jika hanya defek konjungtiva Komplikasi yang muncul baik sebelum
sangat kecil), Sliding flap berupa suatu insisi dilakukan insisi adalah merah, iritasi, dapat
berbentuk L dibuat di sekitar luka kemudian menyebabkan diplopia. Sedangkan jika sudah
flap konjungtiva digeser untuk menutup dilakukan insisi adalah dapat terjadi infeksi,
defek, Rotational flap berupa insisi berbentuk diplopia, scar cornea, perforasi bola mata, dan
U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah komplikasi yang terbanyak adalah rekurensi
konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya, pterigium post operasi.26,7,12
Conjungtiva graft berupa suatu free graft Prognosis dari pasien adalah quo ad
biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi vitam: Bonam, quo ad fungsionam: dubia ad
sesuai dengan besar luka dan kemudian bonam, dan quo ad sanationam: bonam.
dipidahkan dan dijahit, Amnion membran Sedangkan secara keseluruhan prognosis pada
transplantasi yaitu mengurangi frekuensi pasien baik. Didukung oleh kepustakaan yang
rekuren dan mengurangi fibrosis, Lamellar mengatakan bahwa kebanyakan kasus
keratoplasty berupa terapi baru dengan kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi
menggunakan gabungan angiostatik dan operasi dan sitotastik tetes mata atau beta
steroid. Teknik yang dapat digunakan adalah radiasi.7
teknik bare sclera karena pada teknik operasi
ini tidak perlu dilakukan pejahitan meskipun Simpulan
tingkat rekuren masih sekitar 40-50 %.24,25,13,16 Pasien pria usia 38 tahun didiagnosis
Pada pasien ini dilakukan tindakan sebagai pterigium temporalis stadium 3 okuli
bedah yaitu autograf konjungtiva berupa sinistra dan diberi tatalaksana lindungi mata
avulsi pterigium yang dinilai paling baik untuk dari sinar matahari, debu, dan udara kering
pasien usia dewasa muda. Setelah avulsi dan terapi yang paling tepat untuk pasien
pterigium maka bagian konjungtiva bekas adalah dilakukannya tindakan operatif.
ke-4. New Delhi: New Age International Principles of anatomy and Physiology.
Limitid publisher; 2007. hlm. 443-57. Edisi ke-12. New York: Jhon Wiley &
26. Tortora GJ, Derrickson BH. The Special Sons Inc; 2009. hlm. 605-11.
Sense. Dalam: Tortora, Gerard J.