Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan
lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak
hanya keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering
mengakibatkan kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang
relatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera, stres yang berulang, kelemahan tulang
yang abnormal atau disebut juga fraktur patologis (Solomon et al., 2010).
Penyebab fraktur patologis adalah kerusakan tulang yang disebakan karena
proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat menyebabkan fraktur. Selain
fraktur patologis fraktur juga bisa disebakan karena cedera traumatik yang
biasanya banyak diseabakan oleh kecelakaan lalu lintas. Badan kesehatan WHO
mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 1,3 juta orang mengalami patah tulang
atau fraktur akibat kecelakaan lalu lintas (Depkes RI, 2011).
Fraktur dapat ditangani dengan penatalaksanaan medis yaitu rekognisi,
retensi (immobilisasi), rehabilitasi, dan reduksi. Reduksi adalah usaha dan
tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Reduksi fraktur dapat dilakukan
dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan
sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya
akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Manifestasi klinis dari reduksi
tersebut dapat menyebabkan nyeri pasca pembedahan (Muttaqin, 2008).
Nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan. Nyeri yang dirasakan oleh pasien merupakan efek
samping yang timbul setelah menjalani suatu operasi. Nyeri mulai terasa seiring
dengan berkurangnya pengaruh anestesi. Nyeri karena pembedahan akan
mengganggu aktivitas sehari-hari, istirahat, dan kenyamanan sehingga nyeri
harus mendapat penatalaksanaan yang tepat (Prasetyo, 2010).

1
Penatalaksanaan nyeri pada pasien post ORIF dapat dilakukan melalui
terapi farmakologis maupun terapi non farmakologis. Terapi farmakologis yaitu
pemberian obat-obatan analgesik dan penenang. Sedangkan terapi non
farmakologis dapat dilakukan dengan cara hipnoterapi, kompres dingin,
relaksasi nafas dalam serta terapi musik klasik. Penatalaksanaan nyeri post
operasi secara non farmakologi bukan sebagai pengganti utama terapi analgesik
yang telah diberikan, namun sebagai terapi pelengkap untuk mengurangi nyeri
pasca operasi. Kombinasi penatalaksanaan secara farmakologis dan non
farmakologis merupakan cara terbaik untuk mengontrol nyeri post operasi
(Smeltzer & Bare, 2013).
Menurut Andarmoyo (2013) relaksasi nafas dalam adalah suatu tindakan
untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat
meningkatkan toleransi. Selain relaksasi nafas dalam, terapi musik juga dapat
menjadi salah satu pilihan untuk menurunkan nyeri. Terapi musik adalah suatu
proses menggabungkan antara aspek penyembuhan musik itu sendiri dengan
kondisi dan situasi seperti fisik, emosi, spiritual, mental, kognitif dan kebutuhan
sosial seseorang (Natalina, 2013).
Kompres dingin dapat meredakan nyeri dikarenakan kompres dingin dapat
mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan edema
yang diperkirakan menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat
kecepatan hantaransaraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin mengaplikasikan jurnal
“Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam dan Terapi Musik Klasik, terapi kompres
dingin terhadap Tingkat Intensitas Nyeri Pada Ny.M dengan Post Operasi ORIF
Di Ruang Sulaiman 5 RS Roemani Muhammadiyah Semarang”.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran aplikasi jurnal “Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam
dan Terapi Musik Klasik, terapi kompres dingin terhadap Tingkat Intensitas
Nyeri Pada Ny.M dengan Post Operasi ORIF Di Ruang Sulaiman 5 RS
Roemani Muhammadiyah Semarang”.

2
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep dasar dari Fraktur
b. Mengaplikasi jurnal mengenai “Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam dan
Terapi Musik Klasik, terapi kompres dingin terhadap Tingkat Intensitas
Nyeri Pada Ny.M dengan Post Operasi ORIF Di Ruang Sulaiman 5 RS
Roemani Muhammadiyah Semarang”.
c. Menganalisis hasil aplikasi jurnal mengenai “Pengaruh Relaksasi Nafas
Dalam dan Terapi Musik Klasik, terapi kompres dingin terhadap Tingkat
Intensitas Nyeri Pada Ny.M dengan Post Operasi ORIF Di Ruang
Sulaiman 5 RS Roemani Muhammadiyah Semarang”.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan
lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak
hanya keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering
mengakibatkan kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang
relatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan
tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera, stres yang berulang, kelemahan
tulang yang abnormal atau disebut juga fraktur patologis (Solomon et al.,
2010).
B. Etiologi
Etiologi fraktur menurut Sachdeva (2000) dalam Kristiyanasari (2012)
dibedakan menjadi :
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah seacara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, seperti :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali atau progresif.

4
b. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D.
d. Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran.
C. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP (cardiac output) menurun
maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi
plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang
dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan
lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi karena terkontaminasi dengan udara luar.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh (Price, 2006).

5
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan
Bare, 2010).
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan semua jenis fraktur memiliki prinsip penanganan yang sama
dengan metode yang berbeda-beda.
1. Penatalaksanaan medis
Menurut Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada
waktu menangani fraktur yaitu: rekognisi, reduksi, retensi, dan
rehabilitasi.
a. Rekognisi (Pengenalan)

6
Riwayat kecelakaan,derajat keparahan,harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur
tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang
nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
b. Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak
asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan
dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur
dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan.Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin
sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
c. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimal.Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan
teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan
untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan
diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan
memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang
pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut
dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternalbars.
Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada
tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus
dan pelvis.

7
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan,
harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk
mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Mananjemen Nyeri
Penanganan keperawatan pada pasien fraktur khusus nya masalah
nyeri dapat dilakukan salah satunya yaitu dengan melakukan
hipnoterapi, menurut penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2011)
menggambarkan bahwa penggunaan hipnoterapi dapat digunakan
pada pasien fraktur sebagai salah satu cara dalam menurunkan skala
nyeri pada pasien fraktur. Bukan hanya itu saja, pasien fraktur yang
telah dilakukan tindakan pembedahan harus diperhatikan skala nyeri
yang dirasakan pada pasien. Cara yang dapat digunakan pada pasien
post operasi yaitu dengan menggunakan kompres dingin, hal tersebut
di sampaikan oleh Anugerah (2017) dalam penelitiannya mengenai
pengaruh kompres dingin terhadap nyeri post operasi ORIF pada
pasien fraktur, yang didapatkan hasil bahwa penggunaan kompres
dingin baik digunakan sebagai salah satu cara dalam menurunkan
ntyeri pada pasien fraktur post operasi.
b. Mobilisasi
Mobilisasi pada pasien post operasi sangat penting dilakukan sebagai
salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
edema, kesemutan, kekakuan sendi, nyeri dan pucat pada anggota
gerak yang di operasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu
melakukan ROM excercise dini yang berfungsi untuk meningkatkan
rentang gerak sendi pada pasien post opeasi fraktur, hal tersebut telah
dibuktikan oleh enelitian yang dilakukan Putri (2015) yang
menyatakan bahwa latihan ROM dini dapat meningkatkan derajat
gerak sendi p-ada pasien post operasi.

8
F. Pengkajian Fokus
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur menurut
Muttaqin (2008) meliputi:
1. Demografi
a. Umur
Biasanya terjadi pada usila (fraktur patologik), anak-anak hiperaktif.
b. Jenis Kelamin
Pada wanita insiden lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis karena
penurunan kalsium setelah menopause, sedang pada laki-laki rentang
karena mobilitas tinggi, anak hiperaktif.
c. Pekerjaan
Sering terjadi pada seseorang dengan pekerjaan yang membutuhkan
keseimbangan dan masalah gerakan (tukang, sopir, pembalap).
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Nyeri terus menerus dan menambah berat sampai fragmen tulang
bengkak.
b. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
kruris, pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke
dukun patah tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan
yang lainya. Adanya trauma lutut berindikasi pada fraktur tibia
proksimal. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe
konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan
menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan
lalu lintas darat.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu
seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga

9
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di
kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta
penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
d. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris
adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
3. Pola Kesehatan Fungsional
a. Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
2) Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
3) Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang
cedera,pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.
4) Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
1) Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
2) Kebas/ kesemutan (parestesia)
3) Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit) Spasme otot, terlihat kelemahan/hilang
fungsi.
4) Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
d. Nyeri / kenyamanan
1) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada nyeri
akibat kerusakan syaraf .

10
2) Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
e. Keamanan
1) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
2) Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-
tiba).
f. Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak
mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan
terhadap dirinya yang salah.
h. Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur.
i. Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi
dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel nyeri dan
keterbatasan gerak yang di alami klien.
4. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam.
a. Gambaran Umum
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
a) Kesadaran penderita:

11
Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi
sempurna
Apatis : terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan
pemeriksaan penglihatan , pendengaran dan perabaan normal
Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan
terus menerus
Koma: tidak ada respon terhadap rangsangan Somnolen:
dapat dibangunkan bila dirangsang dapat disuruh dan
menjawab pertanyaan, bila rangsangan berhenti penderita
tidur lagi.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut, spasme otot, dan
hilang rasa.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
d) Neurosensori, seperti kesemutan, kelemahan, dan
deformitas.
e) Sirkulasi, seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas), hipotensi (respon terhadap kehilangan
darah), penurunan nadi pada bagian distal yang cidera,
capilary refil melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan
masa hematoma pada sisi cedera.
2) Keadaan Lokal
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai berikut
:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut:
i. Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
ii. Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.

12
iii. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal
yang tidak biasa (abnormal)
iv. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
v. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang
perlu dicatat adalah:
i. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembaban kulit. Capillary refill time Normal (3 –5)
detik.
ii. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi
atau edema terutama disekitar persendian
iii. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan
(1/3 proksimal, tengah, atau distal)
iv. Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi,
benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada
tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler.
Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu di
deskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan
terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya. Kekuatan otot : otot tidak dapat
berkontraksi(1), kontraksi sedikit dan ada tekanan waktu
jatuh (2), mampu menahan gravitasi tapi dengan
sentuhan jatuh(3), kekuatan otot kurang (4), kekuatan
otot utuh (5).
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat

13
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat,
dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doengoes (2000) dalam Wijaya & Putri (2013) pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada pasien fraktur yaitu :
a. X-ray : untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
b. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
d. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat,
menurun pada perdarahan : peningkatan leukosit sebagai respon
terhadap peradangan.
e. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens
ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
tranfusi atau cedera hati.

14
G. Pathways Keperawatan

Interna

ORIF

H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress,
ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh

15
terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit
buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak nyamanan,
kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan
kekuatan / tahanan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan factor (kolaboratif): traksi atau
gibs pada ekstrimitas.
6. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan
dengan intake yang tidak adekuat.
7. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
I. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat kontraksi/ immobilisasi,
stress, ansietas.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu
beradaptasi dengan nyeri yang di alami.
b. Kriteria hasil : nyeri berkurang atau hilang, klien tampak tenang.
1) Intervensi :
a) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga
kooperatif.
b) Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.
Rasional: tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukan
skala nyeri.
c) Jelaskan pada klien penyebab nyeri.
Rasional: memberikan penjelasan akan menambah
pengetahuan klien tentang nyeri.

16
d) Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas
dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)
Rasional: Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,
meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin
berlangsung lama.
e) Observasi tanda- tanda vital
Rasional: untuk mengetahui perkembangan klien .
f) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgetik.
Rasional: merupakan tindakan dependent perawat, dimana
analgetik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh
terdapat luka atau ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit
buruk, terdapat jaringan nekrotik.
a. Tujuan : setelah di lakukan tindakan pemenuhan masalah kerusakan
kulit dapat teratasi, penyembuhan luka sesuai waktu.
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, kemerahan,
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda- tanda vital dalam batas
normal atau dapat di toleransi.
1) Intervensi :
Kaji kulit dan identitas pada tahap perkembangan luka. Rasional:
mengetahui sejauhmana perkembangan luka mempermudah dalam
melakukan tindakan yang tepat.
a) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan
luka.
Rasional: mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan
mempermudah intervensi.
b) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional: suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi
sebagai adanya proses peradangan.

17
c) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptic. Balut luka
dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional: tehnik aseptik membantu mempercepat
penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
d) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan,
misalnya debridement.
Rasional: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak
menyebar luas pada area kulit normal lainya.
e) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari
tergantung kondisi parah/ tidaknya luka, agar tidak terjadi
infeksi.
f) Kolaborasi pemberian anti biotic sesuai indikasi.
Rasional: anti biotik berguna untuk mematikan
mikroorganisme pathogen pada daerah yang beresiko terjadi
infeksi.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidak nyamanan,
kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/ tahanan.
a. Tujuan : pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal
b. Kriteria hasil : klien mampu melakukan pergerakan dan perpindahan,
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi dengan
karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat bantu
2 = memerlukan bantuan dari orang lain
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
1) Intervensi
a) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan
akan peralatan.

18
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan
intervensi.
b) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan
aktifitas apakah karena ketidakmampuan atau ketidakmauan.
c) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan
pasif.
Rasional : meningkatkan rentang gerak sendi
e) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional: sebagai suatu sumber untuk mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan
mobilitas pasien.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi
tertekan, prosedur infasif dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
a. Tujuan : infeksi tidak terjadi/ terkontrol
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, luka bersih
tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal
atau dapat ditoleransi.
1) Intervensi :
a) Pantau tanda-tanda vital
Rasional: mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama
bila suhu tubuh meningkat.
b) Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik.
Rasional: mengendalikan penyebaran mikroorganisme
pathogen.
c) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infuse,
kateter, drainase luka, dll.
Rasional: untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.

19
d) Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan
darah, seperti Hb dan leukosit.
Rasional: penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit
dari normal bias terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
e) Kolaborasi untuk pemberian antibiotic.
Rasional: antibiotic mencegah perkembangan
mikroorganisme pathogen.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan faktor (kolaboratif): traksi atau
gibs pada ekstrimitas
a. Tujuan : tidak terjadi defisit perawatan diri
b. Kriteria hasil :tidak ada bau badan, tidak bau mulut, mukosa mulut
lembab, kulit utuh
1) Intervensi :
a) Berikan bantuan pada AKS sesuai kebutuhan, ijinkan pasien
untuk merawat diri sesuai dengan kemampuannya.
Rasional: AKS adalah fungsi-fungsi dimana orang normal
melakukan tiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Merawat untuk kebutuhan dasar orang lain membantu
mempertahanka harga diri.
b) Setelah reduksi, tempatkan kantung plastik di atas
ekstrimitas untuk mempertahankan gibs/ belat/ fiksasi
eksternal tetap kering pada saat mandi. Rujuk pada bagian
terapi fisik sesuai pesanan untuk instruksi berjalan dengan
kruk untuk ambulasi dan dapat menggunakannya secara
tepat.
Rasional: kantong plastik melindungi alat-alat dari
kelembaban yang berlebih yang dapat menimbulkan infeksi
dan dapat menyebabkan lunaknya gibs, hal ini menyiapkan
pasien untuk mendorong dirinya sendiri setelah dia pulang.
Ahli terapi fisik adalah sepesialis latihan yang membantu
pasien dalam rehabilitasi mobilitas.

20
6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan
dengan intake yang tidak adekuat.
a. Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh
b. Kriteria hasil: tanda-tanda mal nutrisi tidak ada
1) Intervensi:
a) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Rasional: untuk mengetahui tingkat status nutrisi pasien
b) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan
selama waktu makan
Rasional: untuk meningkatkan nafsu makan.
c) Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering Rasional:
untuk mengurangi rasa mual.
d) Kaji factor yang dapat merubah masukan nutrisi seperti
anoreksi dan mual
Rasional: menyediakan informasi mengenai factor lain yang
dapat di ubah atau di hilangkan untuk meningkatkan
masukan diet.
e) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti mual
Rasional: mengurangi rasa mual pada pasien.
7. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
a. Tujuan: memperbaiki konsep diri
b. Kriteria hasil: pasien tidak minder dan malu dengan keadaan sekarang
Intervensi:
1) Kaji respon dan reaksi pasien serta keluarga terhadap penyakit
dan penangananya.
Rasional: Mengetahui bagaimana tanggapan pasien dan keluarga
terhadap penyakitnya sekarang.
2) Kaji hubungan pasien dengan anggota keluarganya
Rasional: Mengetahui adanya masalah dalam keluarga.
3) Kaji pola koping pasien dan keluarga pasien

21
Rasional: Mengetahui cara penyelesaian masalah dalam keluarga.
4) Diskusikan peran memberi dan menerima kasih sayang,
kehangatan dan kemesraan.

22
BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Fokus
Ny. M dirawat di ruang Sulaiman 5 dengan post ORIF hari ke 1, keluhan
utama pasien mengatakan “nyeri pada bagian luka operasi”, saat dilakukan
pengkajian di dapatkan terdapat luka post ORIF karena fraktur di bagian 1/3
radius distal sinistra, wajah pasien tampak menyeringai, pasien mengatakan
masih takut untuk bergerak karena ada luka, activity dailiy living pasien
dibantu keluarga dan perawat, skala aktivitas 2. Pengkajian nyeri didapatkan :
P : Nyeri post operasi, bertambah saat bergerak, nyeri berkurang jika tidak
bergerak.
Q : Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk
R : Lokasi di lengan kiri
S : Skala 6
T : Nyeri tiba-tiba
Tanda-tanda vital didapatkan : RR: 21 x/mnt, Suhu: 36,7°C, TD: 135/80
mmHg, Nadi: 98 x/mnt. Pasien terpasasang infus RL 20 tpm. Hasil
Laboratorium pada tanggal 13 Januari 2020 yaitu :
Laboratorium Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 12,6 g/dL 13.2-17.3
Hematokrit 37,7 % 40-52
Jumlah Eritrosit 4,96 juta/mm3 4.4-5,9
Jumlah Lekosit (H) 6900 /mm3 3.800-10.600
Jumlah Trombosit 150.000-
289.000 /mm3
440.000

Radiologi:
Post ORIF kedudukan fraktur pada 1/3 distal os radius sinistra baik.

23
Analisa Data
Tanggal Data Fokus Problem Etiologi
12 Ds : Pasien mengatakan Nyeri Akut Agen Cedera
Januari “nyeri pada luka” Fisik
2020 Pengkajian nyeri
didapatkan:
P : Nyeri post operasi,
bertambah saat bergerak,
nyeri berkurang jika tidak
bergerak.
Q : Nyeri terasa seperti
tertusuk-tusuk.
R : Lokasi di lengan
bawah tangan kiri
S : Skala 6.
T : Nyeri mucul tiba-tiba.

Do : Wajah pasien
tampak menyeringai,
terdapat luka post operasi,
TD :135/80 mmHg, HR :
98 x/mnt.

12 Ds : Pasien mengatakan Gangguan Kerusakan


Januari “Masih takut untuk mobilitas fisik integritas
2020 bergerak, aktivitas struktur tulang
diibantu keluarga”
Pasien mengatakan nyeri
bertambah jika bergerak.

24
Do : Pasien bedrest, fisik
lemah, gerakan terbatas,
aktivitas dibantu keluarga
dan perawat, skala
aktivitas 2 (memerlukan
bantuan orang lain),
terdapat luka post operasi.
12 Ds : Pasien mengatakan Resiko Infeksi Efek prosedur
januari “luka terasa seperti invasif
2020 ditusuk-tusuk”

Do : Terdapat luka post


ORIF, luka tidak terdapat
tanda-tanda infeksi,
jumlah Leukosit
6900/mm3, suhu 36,70C.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cedera Fisik (D.0077).
2. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Kerusakan Integritas
Struktur Tulang (D.0054).
3. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Efek Prosedur Invasif (D.0142).

25
C. Pathways Keperawatan Kasus

Kecelakaan
Trauma eksternal lebih dari kekuatan tulang
Tulang tidak mampu menahan trauma
Fraktur

Fiksasi Interna Pergeseran fragmen tulang Trauma Jaringan


ORIF LukaTerbuka

Trauma Jaringan Penurunan pertahanan tubuh

Nyeri Akut Jalan masuk organisme

Kekuatan otot dan kemampuan

Gerak kurang Resiko Infeksi

Gangguan Mobilitas Fisik

D. Fokus Intervensi
No SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri Akut Tingkat nyeri Manajemen Nyeri

Penyebab : Ekspetasi : Observasi :


a. Agen pencedera Menurun a. Identifikasi
fisiologis lokasi,
b. Agen pencedera Kriterua hasil : karakteristik,
kimiawi a. Keluhan nyeri durasi,
c. Agen pencedera fisik menurun (5) frekuensi,
b. Meringis kualitas,
Gejala dan tanda mayor menurun (5) intensitas nyeri
Subjektif:

26
a. Mengeluh nyeri c. Kesulitan b. Identifikasi
Objektif : tidur menurun skala nyeri
a. Tampak meringis (5) c. Identifikasi
b. Bersikap protektif d. Frekuensi nadi nyeri non verbal
c. Gelisah membaik (5) d. Identifikasi
d. Frekuensi nadi faktor yang
meningkat memperberat
e. Sulit tidur dan
memperingan
Gejala dan tanda minor nyeri
Subjektif e. Identifikasi
(-) pengetahuan dan
Objektif : keyakinan
a. Tekanan darah tentang nyeri
meningkat Terapeutik :
b. pola nafas berubah a. Berikan teknik
c. nafsu makan berubah nonfarmakologis
d. poroses berpikir untuk
terganggu mengurangi rasa
e. menarik diri nyeri
f. berfokus pada diri b. Kontrol
sendiri lingkungan yang
g. diaforesis memperberat
rasa nyeri
c. Fasilitasi
istirahat dan
tidur
d. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan

27
strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
a. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
d. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
Kolaborasi :
a. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

Gangguan Mobilitas Fisik Mobilitas Fisik Dukungan Ambulasi

Penyebab Ekspetasi : Observasi :


a. Kerusakan integritas Meningkat a. Identifikasi
struktur tulang adanya nyeri
b. Perubahan Kriteria hasil : atau keluhan
metabolisme fisik lainnya
c. Ketidakbugaran fisik

28
d. Penurunan kendali a. Pergerakan b. Identifikasi
otot ekstermitas toleransi fisik
e. Penurunan massa meningkat (5) melakukan
otot b. Kekuatan otot ambulasi
f. Penurunan kekuatan meningkat (5) c. Monitor
otot c. Rentang gerak frekuensi
g. Keterlambatan (ROM) (5) jantung dan
perkembangan tekanan darah
h. Kekakuan sendi sebelum
i. Kontraktur memulai
j. Malnutrisi ambulasi
k. Gangguan d. Monitor kondisi
muskuloskeletal umum selama
l. Gangguan melakukan
neoromuskular ambulasi
m. Indeks massa tubuh Terapeutik :
diatas presentil ke-75 a. Fasilitasi
n. Efek agen aktivitas
farmakologis ambulasi dengan
o. Program pembatasan alat bantu
gerak b. Fasilitasi
p. Nyeri melakukan
q. Kurang terpapar mobilisasi fisik,
informasi tentang jika perlu
aktivitas fisik c. Libatkan
r. Kecemasan keluarga untuk
s. Gangguan kognitif membantu
t. Keengananan pasien dalam
melakukan meningkatkan
pergerakan ambulasi
Edukasi :

29
u. Gangguan sensori a. Jelaskan tujuan
persepsi dan prosedur
ambulasi
Gejala dan tanda mayor b. Anjurkan
Subjektif : melakukan
a. Mengeluh sulit ambulasi dini
menggerakkan c. Anjurkan
ekstermitas ambulasi
Objektif : sederhana yang
a. Kekuatan otot harus dilakukan
menurun
b. Rentang gerak
(ROM)

Gejala dan tanda minor


Subjektif :
a. Nyeri saat bergerak
b. Enggan melakukan
pergerakan
c. Merasa cemas saat
bergerak
Objektif :
a. Sendi kaku
b. Gerakan tidak
terkoordinasi
c. Gerakan terbatas
d. Fisik lemah

3 Risiko infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan infeksi

30
Faktor resiko : Ekspetasi : Observasi :
a. Penyakit kronis Menurun a. Monitor tanda
b. Efek prosedur dan gejala
invasif Kriteria Hasil : infeksi lokal dan
c. Malnutrisi a. Demam sistemik
d. Peningkatan paparan menurun (5) Terapeutik :
organisme patogen b. Kemerahan a. Batasi jumlah
lingkungan menurun (5) pengunjung
e. Ketidakadekuatan c. Kadar sel b. Cuci tangan
pertahanan tubuh darah putih sebelum dan
primer membaik (5) sesudah kontak
f. Ketidakadekuatan dengan klien
pertahanan tubuh dan lingkungan
sekunder klien
c. Pertahankan
teknik aspetik
pada klien
beriksiko tinggi
Edukasi :
a. Jelaskan tanda
dan gejala
infeksi
b. Ajarkan
mencuci tangan
dengan benar
c. Anjurkan untuk
meningkatkan
asupan nutrisi
Kolaborasi :
a. Kolaborasi
pemberian

31
imunisasi, jika
perlu

E. Implentasi
Tanggal/jam No Implementasi Respon pasien TTD
Dx
12 januari 1 Mengobservasi KU Subyektif: A
2020 (Kondisi Umum), TTV Pasien mengatakan nyeri pada
A
(Tanda-Tanda Vital) tungkai kakinya yang sebelah kanan
08.00 WIB
pasien dan mengkaji setelah dioperasi, skala nyeri 6
M
tingkat nyeri pasien
Minggu
Obyektif:
dengan PQRST

1. P: Nyeri jika untuk bergerak


2. Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk
3. R: nyeri pada luka post op
4. S : Skala nyeri 6
5. T : Nyeri terus menerus berhenti
jika posisi nyaman dan tidak
bergerak
6. Hasil rontgen: tampak gambaran
fraktur pada 1/3 distal radius
sinistra dengan post orif
08.30 WIB 7.
1 Mengajarkan nafas dalam,
8. Subyektif:
mempertahankan
imobilisasi pada tangan Pasien mengatakan bisa melakukan
kiri dan mengatur posisi nafas dalam jika nyeri timbul.

32
tidur terlentang dengan Obyektif:
tangan diganjal bantal
1. Pasien tampak memperagakan nafas
dalam dengan benar.
2. Pasien tampak posisi terlentang,
tangan kiri khususnya diganjal
dengan bantal.
3. Pasien tampak rileks.

Subyektif:
Mengubah posisi pasien
09.45 WIB 3 Pasien mengatakan bersedia untuk
dengan sering ke kanan
ubah posisi.
dan ke kiri.

Obyektif:

Pasien tampak mengubah posisi


tidurnya dengan miring kiri, kanan,
setengah duduk.

Melatih pasien untuk Subyektif:


menggerakkan jari tangan
Pasien mengatakan takut untuk
12.00 WIB 2 kiri, menggerakkan telapak
bergerak.
tangan kiri secara aktif dan
melatih pasien untuk
Obyektif:
mengangkat tangan kiri
secara aktif. 1. Pasien tampak dibantu perawat
dalam bergerak ROM aktif dan
pasif.

33
2. Tampak jari-jari kanan pasien
digerakkan dengan hati-hati.

Subyektif:

Pasien mengatakan kadang nyeri


14.00 WIB 1, Mengobservasi TTV dan
timbul lagi jika untuk bergerak.
KU pasien.
Obyektif:

TD : 135/ 85 mmHg

S : 36,6 o C

N : 84 x/ menit

RR : 21 x/ menit
13 januari 3, Memantau tanda-tanda Subyektif:Pasien mengatakan nyeri A
2020 infeksi yaitu rubor, kalor, pada luka post operasi belum
A
dolor, tumor, fungsiolesa, berkurang, skala nyeri 6.
07.45 WIB
mengobservasi keadaan
M
Obyektif:
luka terhadap
Senin
pembentukan bulla,
1. Balutan post operasi hari dua
krepitasi dan bau drainase
kering, tidak tambas.
yang tidak enak dan
2. Tampak bengkak pada jari-jari
mengkaji serta mencatat
tangan kiri
ukuran, warna, kedalaman
3. Tidak ada bulla, krepitasi dan
luka, lalu memperhatikan
drainase.
jaringan nekrotik dan
4. S: 362 O C
kondisi di sekitar luka.
5. Kekuatan otot

5 2

34
5 5

Berkolaborasi dengan ahli


gizi untuk pemberian diit
10.00 WIB 3 Subyektif:
RKTP dan menganjurkan
pasien untuk banyak Pasien mengatakan telah
makan yang tinggi protein, menghabiskan 2/3 dari porsi yang
contoh (putih telur, ikan disediakan oleh RS.
kutuk) dan menghindari/
Obyektif:
membatasi jumlah kalori
(contoh: nasi).
Pasien tampak mengangguk,
tampak mendengarkan dan
menuruti perintah perawat.

Subyektif:

Pasien mengatakan kondisinya


10.30 WIB 1,3, Mengobservasi KU pasien baik.
dan TTVnya.
Obyektif:

1. TD : 135/ 80 mmHg
2. RR : 20 x/ menit
3. N : 80 x/ menit
4. S : 362 oC
5.

Subyektif:

35
12.00 WIB 1, Mengkaji nyeri. Pasien mengatakan nyeri pada luka
post operasi sudah berkurang.

Obyektif:

1. P : masih sedikit nyeri jika


digunakan untuk bergerak
2. Q : nyeri seperti tertusuk-
tusuk sedikit berkurang
3. R : nyeri pada luka post op
4. S : skala nyeri 5
5. T : nyeri ± 10 menit kemudian
berhenti jika posisi nyaman dan
nyeri timbul lagi jika untuk
bergerak.
6. Pasien tampak sedikit santai dan
rileks.

Subyektif:

Berkolaborasi dengan ahli Pasien mengatakan sudah tidak


fisioterapi dalam melatih takut untuk bergerak.
12.30 WIB
bergerak jari, telapak
tangan kiri secara pasif Obyektif:
2
(ekstensi dan fleksi) dan
Pasien tampak dibantu oleh perawat
melatih tangan kiri untuk
dalam ROM aktif dan pasif.
mengangkat secara aktif
(fleksi dan ekstensi).
14 januari .Melatih pasien untuk Subyektif: Juritha
2020 menggerakkan jari tangan
3 Pasien mengatakan sudah tidak A
kiri, menggerakkan telapak
08.00 WIB takut untuk bergerak.
tangan kanan secara pasif

36
Selasa dan melatih pasien untuk Obyektif: A
mengangkat tangan kiri
09.30 WIB 1. Pasien tampak menggerakkan jari M
secara aktif.
tangan kiri
Mengobservasi KU pasien
12.00 WIB
1. KU: baik

12.30 WIB
Subyektif:
Mengingatkan pasien
13.00 WIB 2
Pasien mengatakan akan rajin
untuk minum obat
minum obat

Obyektif:

Pasien mendengarkan dan


melaksanakan perintah perawat.

Subyektif:

Mengkaji tingkat nyeri Pasien mengatakan tangannya


1, pasien dengan PQRST. sebelah kiri nyeri tetapi sudah
sedikit berkurang, skala: 4

Obyektif:

1. P : nyeri jika untuk bergerak


2. Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk
3. R : nyeri pada tangan kiri
4. S : skala nyeri 4
5. T: nyeri kadang-kadang saja jika
digunakan untuk bergerak

Subyektif:

37
Mengatur posisi yang Pasien mengatakan nyaman dengan
nyaman dan aman pada posisi tidur seperti ini.
1,3,
pasien dengan posisi
Obyektif:
elevasi tangan kiri.

Pasien tampak tertidur pulas.

F. Evaluasi
Tanggal/Jam No. Dx Evaluasi formatif TTD
minggu 1 S : Pasien mengatakan nyeri pada tangan kiriya, masih terasa A
jika untuk bergerak tapi berkurang dengan nafas dalam, skala
12 januari A
nyeri:6
2020
O:
M
P : Nyeri jika untuk bergerak
14.00 WIB

Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk

R : Nyeri pada luka post operasi hari pertama pada tangan kiri

S : Skala nyeri 6

T : Nyeri terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan dan


tidak bergerak.

Pasien tampak menahan sakit, ekspresi wajah tegang

A : Masalah nyeri akut belum teratasi

P : Lanjutkan intevensi:

1. Kaji tingkat nyeri.

1. Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien


2. Atur posisi aman dan nyaman

38
1. Imobilisasikan bagian yang sakit
2. Lakukan program terapi dari dokter

S : Pasien mengatakan masih takut jika untuk bergerak, pasien


2
mengatakan nyeri jika untuk bergerak.

O : Pasien tampak bedrest, posisi pasien tidur terlentang


dengan tangan kiri pasien diatas bantal, pasien tampak takut
dan kesakitan jika untuk bergerak, aktivitas kebutuhan pasien
sehari-hari dibantu keluarga dan pasien tampak lemah.

Kekuatan otot

5 2

5 5

A : Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi

P : Lanjutkan intevensi:

1. Pertahankan tirah baring

1. Kolaborasi dengan Fisioterapi

S : Pasien mengatakan balutan luka diganti per pagi

O : Balutan tampak tidak merembes, pasien tidak terpasang


drain, tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada bengkak,
3 TD : 110/ 70 mmHg,N : 84 x/ menit, S : 366 oC, RR : 22 x/
menit

A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian

39
P : Lanjutkan intervensi:

1. Pantau KU & monitor TTV

1. Lakukan perawatan luka


2. Anjurkan banyak makan tinggi protein, vitamin C dan D

Kolaborasi pemberian antibiotic


Senin 1 S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi hari kedua A
sudah berkurang.
13 januari A
O:
2020
P : masih sedikit nyeri jika untuk bergerak
M
14.00 WIB
Q : nyeri seperti ngilu sedikit berkurang

R : nyeri pada tangan kiri

S : skala nyeri 5

T: nyeri ± 10 menit kemudian berhenti jika posisi nyaman dan


nyeri timbul jika untuk bergerak.

Pasien tampak sedikit santai dan rileks, TD: 135/ 80 mmHg,


N: 80 x/ menit, S: 363 oC, RR: 20 x/ menit

A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi:

1. Kaji tingkat nyeri.


2. Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien
3. Atur posisi aman dan nyaman
4. Imobilisasikan bagian yang sakit

40
5. Lakukan program terapi dari dokter

S : Pasien mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak dan


sudah latihan bergerak di tempat tidur.

O : Pasien tampak mencoba latihan di tempat tidur dengan


2
bergerak dan duduk di tempat tidur.

Pasien tampak tenang, pasien tampak menahan nyeri jika


bergerak/ tidak berhati-hati.

Kekuatan otot

5 2

5 5

A : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi:

1. Pertahankan tirah baring


2. Kolaborasi dengan Fisioterapi

S : Pasien mengatakan balutan luka sudah diganti tadi pagi

O : Balutan luka post ORIF tidak tambas, kering, tidak


berbau, balutan sudah dimedikasi, post operasi hari kedua,
tidak ada bengkak pada area operasi hanya bengkak pada jari
3 tangan dan telapak tangan sebelah kiri TD : 130/ 80 mmHg,
N: 80x/ menit, S : 363 oC, RR : 20 x/ menit

A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian

41
P : Pertahankan intervensi:

1. Ubah posisi dengan sering


2. Lakukan perawatan pada area kulit yang di operasi.
3. Kaji adanya jaringan nekrotik.
4. Lanjutkan pemberian obat topikal (sofratulle).
5. Pemberian diit RKTP.

42
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas Klien
Nama : Ny. M
No. Rm : 193596
Tempat / Tanggal Lahir : Semarang, 13 Mei 1966
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Palebon, Semarang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Tanggal Pengkajian : 11 Januari 2020 jam 14.30
Tanggal Masuk RS : 10 Januari 2020 Jam 18.48
Diagnosa Medis : Fraktur post Orif

B. Data Fokus Pasien


Ny. M dirawat di ruang Sulaiman 5 dengan post ORIF hari ke 1, keluhan
utama pasien mengatakan “nyeri pada bagian luka operasi”, saat dilakukan
pengkajian di dapatkan terdapat luka post ORIF karena fraktur di bagian 1/3
radius distal sinistra, wajah pasien tampak menyeringai. Pengkajian nyeri
didapatkan :
P : Nyeri post operasi, bertambah saat bergerak, nyeri berkurang jika tidak
bergerak.
Q : Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk
R : Lokasi di lengan atas tangan kiri
S : Skala 6
T : Nyeri tiba-tiba
Tanda-tanda vital didapatkan : RR: 21 x/mnt, Suhu: 36,7°C, TD: 135/80
mmHg, Nadi: 98 x/menit.

43
C. Diagnosa Keperawatan yang Berhubungan dengan Jurnal Evidence
Based Nursing Riset yang Diaplikasikan
Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cedera Fisik.

D. Evidence Based Nursing Practice yang Diterapkan pada Pasien


Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Dan Terapi Musik Klasik, terapi
kompres dingin Terhadap Tingkat Intensitas Nyeri Pada Ny.M Dengan Post
ORIF Di Ruang Sulaiman 5 RS Roemani Muhammadiyah Semarang.

E. Analisa Sintesa Justifikasi / Alasan Penerapan Evidence Based Nursing


Practice

Luka post operasi

Pelepasan mediator
nyeri

Persepsi nyeri

Nyeri Akut

Tindakan keperawatan :
Latihan relaksasi nafas
dalam dan terapi musik
klasik, terapi kompres
dingin

F. Landasan Teori Terkait Penerapan Evidence Based Nursing Practice


Penatalaksanaan nyeri pada pasien post ORIF dapat dilakukan melalui
terapi farmakologis maupun terapi non farmakologis. Terapi farmakologis
yaitu pemberian obat-obatan analgesik dan penenang. Sedangkan terapi non

44
farmakologis dapat dilakukan dengan cara hipnoterapi, kompres dingin,
relaksasi nafas dalam serta terapi musik klasik. Penatalaksanaan nyeri post
operasi secara non farmakologi bukan sebagai pengganti utama terapi
analgesik yang telah diberikan, namun sebagai terapi pelengkap untuk
mengurangi nyeri pasca operasi. Kombinasi penatalaksanaan secara
farmakologis dan non farmakologis merupakan cara terbaik untuk mengontrol
nyeri post operasi (Smeltzer & Bare, 2013).
Salah dua penatalaksanaan nyeri post operasi secara non farmakologi yaitu
relaksasi nafas dalam dan terapi musik klasik, terapi kompres dingin. Menurut
Andarmoyo (2013) relaksasi nafas dalam adalah suatu tindakan untuk
membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat
meningkatkan toleransi. Selain relaksasi nafas dalam, terapi musik juga dapat
menjadi salah satu pilihan untuk menurunkan nyeri. Terapi musik adalah suatu
proses menggabungkan antara aspek penyembuhan musik itu sendiri dengan
kondisi dan situasi seperti fisik, emosi, spiritual, mental, kognitif dan kebutuhan
sosial seseorang (Natalina, 2013).
Kompres dingin dapat meredakan nyeri dikarenakan kompres dingin dapat
mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan edema
yang diperkirakan menimbulkan tehnik analgetik dengan dengan memperlambat
kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih
sedikit.

45
BAB V
PEMBAHASAN

A. Justifikasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan Evidence Based Nursing


Practice
Teknik relaksasi nafas dalam dan terapi musik klasik, terapi kompres dingin
merupakan intervensi mandiri perawat dan sangat bermanfaat. Teknik relaksasi
nafas dalam dan terapi musik klasik, kompres dingin bisa menjadi kombinasi
intervensi farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri pasien yang tidak
menimbulkan efek samping dan tidak mengganggu pengobatan farmakologis
yang sedang dijalankan pasien. Relaksasi nafas dalam dan terapi musik klasik,
kompres dingin dipilih karena teknik non farmakologi yang menggabungkan
teknik relaksasi nafas dalam dan mendengarkan musik klasik yang
menimbulkan rasa nyaman dan rileks sehingga nyeri akan berkurang.
Responden menjadi rileks dan tenang saat melakukan relaksasi nafas dalam,
diawali mengambil oksigen di udara melalui hidung, oksigen masuk kedalam
tubuh sehingga aliran darah menjadi lancar, dengan dikombinasikan terapi
musik klasik pasien akan akan menjadi lebih rileks dan tenang. Pemberian
relaksasi nafas dalam merupakan salah satu keadaan yang mampu merangsang
tubuh untuk mengeluarkan opioid endogen sehingga terbentuk sistem
penekanan nyeri yang akhirnya akan menyebabkan penurunan nyeri dan
mendengarkan musik kala keadaan akut dapat memberikan hasil yang sangat
efektif dalam upaya mengurangi nyeri. Mekanisme penurunan nyeri dengan
pemberian kompres dingin berdasarkan atas teori gate control. Teori ini
menjelaskan mekanisme transmisi nyeri. Inilah yang menyebabkan intensitas
nyeri yang dirasakan pasien post ORIF berkurang setelah dilakukan teknik
relaksasi nafas dalam dan terapi musik klasik, kompres dingin.

B. Mekanisme Penerapan Evidence Based Nursing Practice


Mekanisme penerapan teknik relaksasi imajinasi terbimbing yaitu:
1. Pre Test

46
Melakukan observasi skala nyeri pasien dengan skala nyeri numerik.
2. Post Test
a. Melakukan terapi relaksasi nafas dalam dan terapi musik klasik,
kompres dingin kepada responden selama 10-15 menit.
b. Melakukan observasi skala nyeri setelah diberikan terapi relaksasi
nafas dalam dan terapi musik klasik, kompres dingin.

C. Hasil yang Dicapai


Relaksasi
nafas dalam Skala nyeri pre relaksasi Skala nyeri post relaksasi
dan terapi nafas dalam dan terapi nafas dalam dan terapi
musik klasik, musik klasik, kompres musik klasik, kompres
kompres dingin dingin
dingin

Hari 1 Skala 6 Skala 5

Hari 2 Skala 4 Skala 3

Hari 3 Skala 3 Skala 2

Berdasarkan hasil dari aplikasi penerapan relaksasi nafas dalm dan terapi
musik klasik terhadap intensitas nyeri pada Ny.M dengan post ORIF di Ruang
Sulaiman 5 RS Roemani Muhammadiyah Semarang, didapatkan hasil bahwa
latihan relaksasi nafas dalam dan terapi musik klasik berpengaruh terhadap
penurunan intensitas nyeri pada Ny.M dengan post ORIF.

D. Kelebihan dan Hambatan yang Ditemui Selama Aplikasi Evidence Based


Nursing Practice
1. Kelebihan

47
Kelebihan dari latihan relaksasi nafas dalam dan terapi musik klasik,
kompres dingin tidak memerlukan peralatan yang banyak dan mudah
dalam mengaplikasikan secara mandiri, tanpa harus memerlukan bantuan
dari orang lain.
2. Hambatan
Selama mengaplikasikan EBN, perawat tidak menemukan hambatan
selama melaksanakan aplikasi EBN.

48
BAB VI
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil aplikasi EBN mengenai latihan relaksasi nafas dalam
dan terapi musik klasik, kompres dingin terhadap intensitas nyeri pada Ny.M
dengan post ORIF di Ruang Sulaiman 5 RS Roemani Muhammadiyah
Semarang dapat disimpulkan bahwa, penggunaan latihan relaksasi nafas dalam
dan terapi musik klasik, kompres dingin sangat membantu klien dalam
mengurangi intensitas nyeri pada pasien. Latihan relaksasi nafas dalam dan
terapi musik klasik juga sangat mudah diaplikasikan karena tidak memerlukan
banyak peralatan dan bantuan orang lain, sehingga dapat diaplikasikan secara
mandiri.

B. Saran
Diharapkan perawat dapat mengapliasikan latihan relaksasi nafas dalam dan
terapi musik klasik yang berguna dalam tindakan keperawatan mandiri non
farmakologi sebagai salah satu cara menurunkan intensitas nyeri pada pasien
post operasi.

49

Anda mungkin juga menyukai