Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
JUDUL PENELITIAN
Menyelesaikan Soal Cerita Pada Pokok Bahasan Faktor Dan Kelipatan Bilangan Melalui
B. BIDANG KAJIAN
C. PENDAHULUAN
teknologi merupakan salah satu tujuan yang sangat diinginkan oleh bangsa Indonesia.
Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah dan masyarakat pendidikan telah melakukan
berbagai upaya pada berbagai jenjang persekolahan sesuai dengan kurikulum yang
diberlakukan secara nasional yang memuat berbagai mata pelajaran termasuk matematika.
hal ini telah mendorong berbagai kalangan pendidikan untuk melakukan berbagai upaya,
baik peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, perubahan kurikulum, pelatihan guru-
guru dan tenaga dosen LPTK, peningkatan kualitas guru, dan pelaksanaan perlombaan
seperti Olimpiade Sains Nasional untuk menyeleksi putra-putri terbaik bangsa dalam ajang
menyeleksi bidang sains dan matematika pada skala nasional dan internasional. Semua
upaya tersebut merupakan bukti nyata kesungguhan berbagai kalangan untuk mengangkat
derajat bangsa melalui pendidikan. Walau demikian, harus disadari bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang besar sehingga tantangan dan hambatan yang dihadapi
untuk mewujudkan cita-cita tersebut juga tidak sedikit. Hal ini dirasakan oleh keseluruhan
1
komponen pendidikan khususnya guru matematika yang menjadi tulang punggung
SDN 1 Ponelo Kepulauan yang berlokasi di Desa Ponelo, Kec. Ponelo Kepulauan,
Gorontalo Utara merupakan salah satu SD yang guru-gurunya juga mengalami hal yang
sama sebagimana diuraikan di atas. Namun setelah dilakukan berbagai upaya perbaikan
demi meningkatkan hasil belajar matematika siswa khususnya minat dan motivasi belajar
telah nampak berbagai perubahan secara klasikal baik hasil belajar maupun minat dan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Harmisah, S.Pd (2015), pada
pembelajaran matematika di kelas V SDN 1 Ponelo Kepulauan yang berakhir pada akhir
September 2015 terlihat bahwa minat, motivasi, dan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal matematika sudah cukup baik. Hal ini terbukti dari banyaknya
siswa yang memperoleh nilai di atas 6,5 lebih dari 80%. Namun demikian, dari hasil
diskusi dengan guru yang dilibatkan dalam penelitian tersebut diperoleh kenyataan bahwa
jika dilihat dari komposisi soal yang diteskan, secara umum siswa belum mampu
menyelesaikan soal cerita. Para siswa masih mengalami kesulitan untuk menyelesaikan
soal-soal matematika bentuk cerita. Dari hasil pengamatan terhadap lembar jawaban siswa
terlihat bahwa ada beberapa penyebab hal ini bisa memungkinkan terjadi, yaitu:
kemampuan siswa dalam memaknai bahasa soal masih kurang, siswa belum dapat
menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, serta kemampuan siswa dalam
Dari laporan hasil observasi yang dilakukan disimpulkan bahwa guru telah melaksanakan
2
sesuai dengan skenario yang dirancang. Namun demikian, pada pemberian tugas latihan di
kelas dan di rumah kepada siswa, guru masih kurang memperhatikan aspek soal cerita
sebagai salah satu bentuk soal latihan di rumah. Guru masih terfokus pada soal-soal
latihan yang ada di buku. Hal ini kurang memberi ruang kepada siswa untuk
Berdasarkan alasan di atas, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk lebih
soal berbentuk cerita. Hal ini dapat diwujudkan karena guru telah dapat melaksanakan
guru dan siswa telah memiliki pengalaman dan kemampuan untuk melaksanakan
sesuai dengan kemampuan berpikir siswa serta berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-
hari. Keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari ini akan mengarahkan siswa pada
pengertian bahwa matematika bukan hanya ilmu simbolik belaka tetapi dapat
matematika yang bermakna kepada siswa dan tidak memisahkan belajar matematika
3
yang merupakan salah satu Prasyarat untuk mengajukan Tesis bagi peneliti yang sekaligus
merupakan Mahasiswa Strata 2 (S2) Universitas Negeri Gorontalo yang diberi judul:
Menyelesaikan Soal Matematika Berbentuk Cerita pada Pokok Bahasan Faktor dan
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
menyelesaikan soal matematika berbentuk cerita pada pokok bahasan faktor dan
2. Pemecahan Masalah
1. Mengadakan tes untuk mengetahui kemampuan awal matematika siswa. Hasil tes ini
kemudian menjadi dasar bagi peneliti untuk membagi siswa ke dalam kelompok-
pertukaran pendapat dan interaksi antar guru dengan siswa dan antar siswa, saling
2. Memberikan angket untuk diisi oleh siswa sehingga dapat diketahui tanggapan siswa
4
mengenai pelaksanaan pembelajaran matematika.
secara umum meliputi komponen: tujuan, materi, kegiatan belajar mengajar di kelas,
dan evaluasi.
siswa masuk pada sistem formal, terlebih dahulu siswa dibawa ke situasi
informal).
dipelajari.
dengan memberikan pekerjaan rumah untuk mengerjakan soal beserta alasannya dan
mengajukan soal kepada siswa untuk dikerjakan beserta alasannya. Pada akhir setiap
siklus tindakan dilakukan evaluasi untuk mengetahui kemajuan hasil belajar yang
5
telah dicapai siswa. Hasil dari evaluasi pada akhir setiap siklus akan direfleksi untuk
8. Tindakan pada setiap siklus dikatakan berhasil bila telah minimal 80% siswa
E. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
soal matematika berbentuk cerita pada pokok bahasan faktor dan kelipatan bilangan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bererti seperti berikut:
1. Bagi guru: dengan penelitian ini, (1) guru dapat memperbaiki dan meningkatkan
diajarkan guru dapat dikuasai siswa, (2) guru akan terbiasa untuk melakukan
yang baru guna meningkatkan prestasi belajar siswanya, dan (3) guru dapat
meningkatkan kemampuan meneliti dan menyusun laporan dalam bentuk karya ilmiah
yang baku, sehingga dapat meningkatkan rasa ingin tahu, yang lebih kuat dan
2. Bagi siswa: hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi untuk meningkatkan
6
3. Bagi sekolah: hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi positif pada sekolah
6. KAJIAN PUSTAKA
Proses belajar mengajar merupakan sebuah proses interaksi yang menghimpun sejumlah
nilai (norma) yang merupakan substansi, sebagai medium antara guru dan siswa dalam
Dalam proses belajar mengajar terdapat dua kegiatan yakni kegiatan guru dan kegiatan
siswa. Guru mengajar dengan gayanya sendiri dan siswa juga belajar dengan gayanya
sendiri. Sebagai guru, tugasnya tidak hanya mengajar tetapi juga belajar memahami
suasana psikologis siswanya dan kondisi kelas. Dalam mengajar, guru harus memahami
gaya-gaya belajar siswanya sehingga kerelavansian antara gaya-gaya mengajar guru dan
siswa akan memudahkan guru menciptakan interaksi edukatif dan kondusif. Hal ini sejalan
dengan pendapat Ametembun (1985) bahwa suatu interaksi yang harmonis terjadi bila
Dalam proses edukatif guru harus berusaha agar siswanya aktif dan kreatif secara optimal.
Guru tidak harus terlena dengan menerapkan gaya konvensional. Karena gaya mengajar
seperti ini tidak sesuai dengan konsepsi pendidikan modern. Pendidikan modern
menghendaki siswa lebih aktif dalam kegiatan interaktif edukatif. Guru bertindak sebagai
Banyak kegiatan yang harus dilakukan gurudalam proses belajar mengajar seperti
7
memahami prinsip-prinsip proses belajar mengajar, menyiapkan bahan dan sumber belajar,
memilih metode yang tepat, menyiapkan alat bantu pengajaran, memilih pendekatan, dan
mengadakan evaluasi. Semua kegiatan yang dilakukan guru harus didekati dengan
pendekatan sistem, sebab pengajaran adalah suatu sistem yang melibatkan sejumlah
kompenen pengajaaran dan semua komponen tersebut saling berkaitan dan saling
Sehubungan dengan diberlakukannya kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013, maka salah
adalah sebagaimana tertuang dalam peta kompetensi mata pelaaran matematika di kelas VI
SD, yaitu (1) menjelaskan gagasan atau pernyataan matematika (termasuk peran definisi),
(2) memecahkan dan menafsirkan masalah soal cerita, dan (3) menghargai matematika
sebagai suatu yang berguna dan bermanfaat dalam kehidupan. Berdasarkan uraian tersebut
maka soal cerita merupakan soal yang seharusnya mendapat porsi cukup besar dalam
penggunaan masalah kontekstual dalam bentuk soal cerita sehingga siswa memiliki
melalui soal-soal berbentuk cerita (verbal). Menurut Abidia 1989:10), soal cerita adalah
soal yang disajian dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang diungkapkan dapat merupakan
masalah kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya. Boot masalah yang diungkapkan
8
akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita tersebut. Makin besar bibot masalah yang
menurut Haji (1994:13), soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa
dalam bidang matematika dapat berbentuk cerita dan soal bukan cerita/soal hitungan.
Dilanjutkannya, soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan
dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa. Soal cerita yang dmaksudkan dalam
penelitian ini adalah soal matematika yang berbentuk cerita yang terkait dengan berbagai
pokok bahasan yang diajarkan pada mata pelajaran matematika di kelas VI SD.
Untuk dapat menyelesaikan soal cerita, siswa harus menguasai hal-hal yang dipelajari
sebelumnya, misalnya pemahaman tentang sartuan ukuran luas, satuan ukuran panjang dan
lebar, satuan berat, satuan isi, nilai tukar mata uang, satuan waktu, dan sebagainya. Di
samping itu, siswa juga harus menguasai materi prasyarat, seperti rumus, teorema, dan
aturan/ hukum yang berlaku dalam matematika. Pemahaman terhadap hal-hal tersebut
akan membantu siswa memahami maksud yang terkandung dalam soal-soal cerita
tersebut.
Di samping hal-hal di atas, seorang siswa yang diperhadapkan dengan soal cerita harus
cerita matematika. Haji (1994:12) mengungkapkan bahwa untuk menyelesaikan soal cerita
dengan benar diperlukan kemamuan awal, yaitu kemamuan untuk: (1) menentukan hal
yang diketahui dalam soal; (2) menentukan hal yang ditanyakan; (3) membuat model
permasalahan semua. Hal ini sejalan dengan langkah-langkah penyelesaian soal cerita
sebagaimana dituangkan dalam Pedoman Umum Matematika Sekolah Dasar (1983), yaitu:
9
(1) membaca soal dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada dalam
soal; (2) menuliskan kalimat matematika; (3) menyelesaikan kalimat matematika; dan (4)
Dari kedua pendapat di atas terlihat bahwa hal yang paling utama dalam menyeesaikan
suatu soal cerita adaah pemahaman terhadap suatu masalah sehingga dapat dipilah antara
yang diketahui dengan yang ditanyakan. Untuk melakukan hal ini, Hudoyo dan
Surawidjaja (1997:195) memberikan petunjuk: (1) baca dan bacalah ulang masalah
tersebut; pahami kata demi kata, kalimat demi kalimat; (2) identifikasikan apa yan
diketahui dari masalah tersebut; (3) identifikasikan apa yang hendak dicari; (4) abaikan
hal-hal yang tidak relevan dengan permasalahan; (5) jangan menambahkan hal-hal yang
tidak ada sehingga masalahnya menjadi berbeda dengan masalah yang dihadapi.
menyelesaikan soal matematika umumnya dan terutama soal cerita dapat ditempuh
langkah-langkah: (1) membaca soal dengan cermat untuk menangkap makna tiap kalimat;
(2) memisahkan dan mengungkapkan apa yang diketahui dalam soal, apa yang
diminta/ditanyakan dalam soal, operasi pengerjaan apa yang diperlukan; (3) membuat
model matematika dari soal; (4) menyelesaikan model menurut aturan-aturan matematika
sehingga mendapatkan jawaban dari model tersebut; dan (5) mengembalikan jawaban soal
menyelesaikan soal bentuk cerita yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1)
menentukan hal yang diketahui dalam soal; (2) menentukan hal yang ditanyakan dalam
10
kalimat matematika), dan (5) menuliskan jawaban akhir sesuai dengan permintaa soal.
Belanda yang dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education (RME). Pendekatan
pembelajaran ini merupakan reaksi terhadap pembelajaran matematika modern (new math)
PMRI pada dasarnya merupakan pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami
pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa yang lalu. Seperti halnya
pandangan baru tentang proses belajar mengajar, dalam PMRI juga diperlukan upaya
mengaktifkan siswa. Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan cara (1) mengoptimalkan
seluruh sense peserta didik. Salah satu kemungkinannya adalah dengan memberi
pada siswa dan lingkungan serta bahan ajar yang disusun sedemikian rupa sehingga siswa
lebih aktif mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya sendiri. Peran guru lebih banyak
sebagai motivator terjadinya proses pembelajaran, bukan sebagai pengajar atau penyampai
ilmu. Ini berarti materi matematika yang disajikan kepada siswa harus berupa suatu
Marpaung dalam Hartadji dan Ma’nar (2001) menyatakan bahwa RME atau PMRI
11
bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru berperan sebagai
fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa berbagi ide-idenya, artinya mereka
membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang
PMRI sejalan dengan teori psikologi kognitif dan pembelajaran matematika. Menurut
pandangan psikologi kognitif, yang bermakna itu lebih mudah dipahami siswa daripada
yang tidak bermakna. Bermakna disini dimaksudkan, bahwa informasi baru mempunyai
kaitan dengan informasi yang sudah tersimpan dalam memori. Memori kita menyimpan
pengalaman-pengalaman yang memiliki arti bagi kita, yang kontekstual, yang realistik.
konsep dan gagasan-gagasan matematika bermula dari dunia nyata. Dunia nyata tidak
berarti konkrit secara fisik dan kasat mata, namun juga termasuk yang dapat dibayangkan
oleh pikiran anak. Jadi dengan demikian PMRI menggunakan situasi dunia nyata atau
menggunakan konteks yang nyata sebagai titik awal belajar, (2) menggunakan model
sebagai jembatan antara real dan abstrak, (3) belajar dalam suasana demokratis dan
interaktif, dan (4) menghargai jawaban informal siswa sebelum mereka mencapai bentuk
formal matematika.
Dalam pelaksanaannya, PMRI menganut lima prinsip utama, yaitu: (1) penggunaan
konteks, sebagai sumber belajar dalam menemukan kembali ide matematika dan secara
bersamaan menerapkan ide tersebut; (2) menggunakan model produksi dan konstruksi
12
siswa; (3) menolak proses yang mekanistik, saling terlepas dan tak bermakna, prosedur
rutin, dan sering bekerja individual; (4) siswa bukan penerima informasi, tetapi subyek
aktif dalam menemukan kembali; dan (5) menggunakan berbagai teori belajar yang
Beberapa keuntungan dalam PMRI antara lain: (1) Melalui penyajian yang kontekstual,
pemahaman konsep siswa meningkat dan bermakna, mendorong siswa melek matematika,
dan memahami keterkaitan matematika dengan dunia sekitarnya; (2) siswa terlibat
langsung dalam proses doing math sehingga mereka tidak takut belajar matematika; (3)
dan mempelajari bidang studi lainnya; (4) memberi peluang pengembangan potensi dan
kemampuan berfikir alternatif; (5) kesempatan cara penyelesaian yang berbeda; (6)
melalui belajar kelompok berlangsung pertukaran pendapat dan interaksi antar guru
dengan siswa dan antar siswa, saling menghormati pendapat yang berbeda, dan
menumbuhkan konsep diri siswa; dan (7) melalui matematisasi vertikal, siswa dapat
Dengan melhat keuntungan dalam PMRI di atas mengarahkan kita pada suatu kesimpulan
akan terbiasa memahami suatu persoalan dengan suatu sudut pandang yang bervariasi
sehingga permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan berbagai cara. Potensi siswa
akan berkembang baik minat dan motivasinya dalam belajar matematika karena
13
Oleh karena pentingnya pendekatan ini digunakan dalam pembelajaran matematika, maka
(PMRI) adalah:
Guru memberikan siswa masalah kontekstual Siswa secara sendiri atau kelompok
strategi-strategi informal.
efektif.
siswa dikonfrontasikan.
formal.
14
Guru memberikan tugas di rumah, yaitu Siswa mengerjakan tugas rumah dan
matematika formal.
(I Gusti Putu Suharta, 2001)
Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Harmisah, S.Pd (2015) menyimpulkan bahwa
belajar matematika siswa kelas V SDN 1 Ponelo Kepulauan Kab. Gorontalo Utara dapat
ditingkatkan. Dari hasil penelitiannya juga tergambar adanya peningkatan minat dan
motivasi belajar siswa setelah siswa di ajar dengan pendekatan PMRI. Berdasarkan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) diperoleh hasil bahwa pada tahap
awal penelitian ditemukan banyak kendala seperti siswa mengalami kesulitan untuk
kepada guru, tidak aktif dan kreatif, sangat lemah dalam penalaran dan penguasaan
konsep-konsep yang sudah dipelajari, hanya tertarik pada hasi akhir dan mengabaikan
proses untuk menemukan jawaban. Setelah dilakukan beberapa usaha diperoleh bebarapa
perubahan positif pada siswa. Usaha dimaksud adalah: mengadakan diskusi sebelum siswa
memecahkan contextual problem, membuat catatan-catatan pada buku latihan siswa, dan
tidak memberi nilai maksimal kepada siswa yang tidak memberi alasan untuk jawabannya.
Beberapa perubahan positif yang didapat adalah siswa menjadi lebih aktif dan kreatif,
kemampuan siswa dalam memahami soal cerita semakin baik, beberapa siswa
15
menunjukkan kemajuan yang baik dalam penalaran, dan hasil postes lebih baik daripada
5. Keranga Berpikir
dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajara.
memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Dengan kata lain
Kebermaknaan yang timbul sebagai akibat pembelajaran PMRI akan memberi peluang
kemampuan siswa dalam memecahkan setiap soal matematika bahkan dalam aplikasinya
aplikasinya dalam bidang lain ini tertuang dalam bentuk-bentuk soal cerita atau masalah
kontekstual. Soal yang disusun dalam bentuk kalimat verbal tersebut memungkinkan siswa
16
menggunakan daya imajinasi dan kreativitasnya serta ide dan nalarnya untuk
manfaat matematika dalam kehidupannya sehari-hari, maka tentu kemampan nalar, ide dan
siswa dalam pembelajaran akan meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil yang diperoleh
siswa berupa perubahan kemampuan matematika siswa sebagai akibat dari proses interaksi
siswa dengan lingkungannya ini disebut hasil belajar matematika siswa. Artinya, semakin
6. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori, hasil enelitian yang relevan, dan kerangka berpikir di atas,
menyelesaikan soal matematika berbentuk cerita pada pokok bahasan faktor dan
1. Setting Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas VI SDN 1 Ponelo Kepulauan Kab. Gorontalo
17
Utara sebagai tempat Peneliti Mengajar, dengan jumlah siswa sebanyak 24 orang yang
terdiri dari 12 orang siswa pria dan 12 orang siswa wanita. Pelaksanaan penelitian
Untuk menjawab permasalahan di atas, ada beberapa faktor yang ingin diselidiki, yaitu:
1. Faktor siswa: yaitu dengan melihat apakah tingkat kemampuan siswa pada pokok
bahasan bilangan cacah dan bilangan pecahan berada dalam kategori rendah, sedang
atau tinggi ?
2. Faktor guru: yaitu dengan memperhatikan bagaimana persiapan materi dan kesesuaian
digunakan apakah sudah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, demikian pula
kemampuan siswa serta dengan tujuan yang akan dicapai sesuai dengan pendekatan
18
Pelaksanaan penelitian ini direncanakan dalam dua siklus tindakan. Tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti apa yang telah didesain
dalam faktor yang diselidiki. Bila target ketuntasan belajar klasikal, yaitu minimal 80 %
siswa tidak mencapai nilai paling rendah 6,5, maka dilaksanakan siklus tambahan. Adapun
skema alur tindakan yang direncanakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1
berikut.
4. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu melaksanakan tes awal berupa tes diagnostik
19
observasi. Observasi awal dilakukan untuk dapat mengetahui ketetapan tindakan yang
akan diberikan dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
cerita.
Dari hasil evaluasi dan observasi awal, maka dalam refleksi ditetapkan tindakan yang
Dengan berpatokan pada refleksi awal tersebut, maka dilaksanakanlah penelitian tindakan
a. Perencanaan
4. Membuat alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu siswa
b. Pelaksanaan tindakan
Tindakan yang telah dirancang dilaksanakan oleh satu orang guru matematika kelas VI
pendekatan matematika realistik sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat.
20
c. Observasi
Observasi dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Proses
observasi dilakukan oleh dua orang dari tim peneliti untuk mengamati guru dalam kelas
aktifitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan dampak yang ditimbulkan
d. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir siklus pelaksanaan tindakan. Evaluasi tersebut
ditujukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya peningkatan hasil belajar matematika
siswa pada pokok bahasan yang diajarkan. Alat evaluasi yang digunakan adalah tes hasil
belajar yang disusun peneliti. Bilamana secara klasikal minimal 80 % siswa telah
mencapai nilai paling rendah 6,5, maka tindakan dianggap telah berhasil dilaksanakan.
e. Refleksi
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi dianalisis. Kelemahan-kelemahan
atau kekurangan-kekurangan yang terjadi pada setiap siklus akan diperbaiki pada siklus
berikutnya.
1. Sumber data: personil penelitian yang terdiri dari siswa dan guru.
2. Jenis data: data kuantitatif yang diperoleh dari tes hasil belajar dan data kualitatif yang
21
1. Data situasi pelaksanaan pendekatan matematika realistik diambil dengan
3. Data refleksi diri serta perubahan-perubahan yang terjadi dalam kelas, diambil
4. Data tentang hasil belajar matematika siswa diambil dengan menggunakan tes
hasil belajar.
6. Indikator Kerja
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan pelaksanaannya dalam tiga siklus tindakan.
Namun demikian, bila pada hasil evaluasi suatu siklus paling sedikit 80 % siswa telah
mendapatkan nilai paling rendah 6,5, maka siklus selanjutnya tidak dilaksanakan karena
I. JADWAL PENELITIAN
Kegiatan B U LA N
4 5 6 7 8 9 10 11
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Perencanaan
a. Observasi lokasi penelitian
b. Wawancara dengan guru
c. Diskusi hasil obersvasi
dan
Wawancara dengan guru
2. Persiapan
22
a. Membuat skenario
pembelajaran, lembar
observasi, dan kuesioner
b. Membuat alat bantu
c. Membuat alat evaluasi
d. Membuat jurnal
3. Pelaksanaan Siklus I
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan tindakan
c. Obsevasi/evaluasi
d. Refleksi diri
4. Pelaksanaan Siklus II
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan tindakan
c. Obsevasi/evaluasi
d. Refleksi diri
5. Pelaksanaan Monitoring
6. Pelaporan
d. Pembuatan laporan
e. Penggandaan laporan
f. Pengiriman laporan akhir
23
L. DAFTAR PUSTAKA
Abadi, Mini Jaya. 2001. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Abidin, Zainal. 1989. Studi tentang Prestasi Siswa Kelas VI SDN di Kodya Banda Aceh
dalam Menyelesaikan Soal Hitungan dan Soal Cerita. Tesis, PPs IKIP Malang.
Ametembun, N.A. 2000. Beberapa Model Pembelajaran dan Strategi Mengajar dalam
Anonim. 1999. Penelitian Tindakan Kelas; Bahan Pelatihan Dosen LPTK dan Guru
Malang.
Basuki Wibawa. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Dirjen Pendidikan Dasar dan
Budiarto, Mega Teguh, dkk. 2004. Matematika Buku 1 Dirjen Depdiknas, Jakarta.
Budiarto, Mega Teguh, dkk. 2004. Matematika Buku 3. Dirjen Depdiknas, Jakarta.
24
De Lange, J. 1987. Mathematics, Insight and Meaning. OW & Co, Utrecht.
----------. 1995. Assesment: no chance without problems, In Romberg, TA. (Ed). Reform in
Dimyati dan Mudjiono. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, Jakarta.
Djamamarah, S.B. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Rineka Cipta,
Jakarta.
Utrecht.
Haji, Saleh, 1994. Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita di Kelas
25