Anda di halaman 1dari 25

A.

JUDUL PENELITIAN

“Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas VI SDN 1 Ponelo Kepulauan Dalam

Menyelesaikan Soal Cerita Pada Pokok Bahasan Faktor Dan Kelipatan Bilangan Melalui

Pendekatan Matematika Realistik “

B. BIDANG KAJIAN

Desain dan Strategi Pembelajaran di Kelas

C. PENDAHULUAN

Peningkatan penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi merupakan salah satu tujuan yang sangat diinginkan oleh bangsa Indonesia.

Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah dan masyarakat pendidikan telah melakukan

berbagai upaya pada berbagai jenjang persekolahan sesuai dengan kurikulum yang

diberlakukan secara nasional yang memuat berbagai mata pelajaran termasuk matematika.

Tidak sedikit sumbangan matematika untuk mengembangkan kemampuan manusia dalam

memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesadaran terhadap

hal ini telah mendorong berbagai kalangan pendidikan untuk melakukan berbagai upaya,

baik peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, perubahan kurikulum, pelatihan guru-

guru dan tenaga dosen LPTK, peningkatan kualitas guru, dan pelaksanaan perlombaan

seperti Olimpiade Sains Nasional untuk menyeleksi putra-putri terbaik bangsa dalam ajang

menyeleksi bidang sains dan matematika pada skala nasional dan internasional. Semua

upaya tersebut merupakan bukti nyata kesungguhan berbagai kalangan untuk mengangkat

derajat bangsa melalui pendidikan. Walau demikian, harus disadari bahwa bangsa

Indonesia adalah bangsa yang besar sehingga tantangan dan hambatan yang dihadapi

untuk mewujudkan cita-cita tersebut juga tidak sedikit. Hal ini dirasakan oleh keseluruhan

1
komponen pendidikan khususnya guru matematika yang menjadi tulang punggung

pelaksana pendidikan matematika di sekolah-sekolah.

SDN 1 Ponelo Kepulauan yang berlokasi di Desa Ponelo, Kec. Ponelo Kepulauan,

Gorontalo Utara merupakan salah satu SD yang guru-gurunya juga mengalami hal yang

sama sebagimana diuraikan di atas. Namun setelah dilakukan berbagai upaya perbaikan

demi meningkatkan hasil belajar matematika siswa khususnya minat dan motivasi belajar

telah nampak berbagai perubahan secara klasikal baik hasil belajar maupun minat dan

motivasi belajar siswa.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Harmisah, S.Pd (2015), pada

pembelajaran matematika di kelas V SDN 1 Ponelo Kepulauan yang berakhir pada akhir

September 2015 terlihat bahwa minat, motivasi, dan kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal-soal matematika sudah cukup baik. Hal ini terbukti dari banyaknya

siswa yang memperoleh nilai di atas 6,5 lebih dari 80%. Namun demikian, dari hasil

diskusi dengan guru yang dilibatkan dalam penelitian tersebut diperoleh kenyataan bahwa

jika dilihat dari komposisi soal yang diteskan, secara umum siswa belum mampu

menyelesaikan soal cerita. Para siswa masih mengalami kesulitan untuk menyelesaikan

soal-soal matematika bentuk cerita. Dari hasil pengamatan terhadap lembar jawaban siswa

terlihat bahwa ada beberapa penyebab hal ini bisa memungkinkan terjadi, yaitu:

kemampuan siswa dalam memaknai bahasa soal masih kurang, siswa belum dapat

menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, serta kemampuan siswa dalam

menentukan model matematika yang digunakan dalam penyelesaian soal.

Dari laporan hasil observasi yang dilakukan disimpulkan bahwa guru telah melaksanakan

pembelajaran dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PPMRII)

2
sesuai dengan skenario yang dirancang. Namun demikian, pada pemberian tugas latihan di

kelas dan di rumah kepada siswa, guru masih kurang memperhatikan aspek soal cerita

sebagai salah satu bentuk soal latihan di rumah. Guru masih terfokus pada soal-soal

latihan yang ada di buku. Hal ini kurang memberi ruang kepada siswa untuk

mengembangkan idenya dalam melatih kemampuannya memecahkan masalah yang ada

pada soal matematika berbentuk cerita.

Berdasarkan alasan di atas, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk lebih

meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika khususnya

soal berbentuk cerita. Hal ini dapat diwujudkan karena guru telah dapat melaksanakan

pembelajaran matematika dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Artinya,

guru dan siswa telah memiliki pengalaman dan kemampuan untuk melaksanakan

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ini dalam pembelajaran matematika.

Pendekatan Matematika Realistik digunakan karena pendekatan ini adalah suatu

pendekatan pembelajaran yang mengarahkan siswa pada pembelajaran secara bermakna,

sesuai dengan kemampuan berpikir siswa serta berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-

hari. Keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari ini akan mengarahkan siswa pada

pengertian bahwa matematika bukan hanya ilmu simbolik belaka tetapi dapat

dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu dan mempermudah pekerjaan

manusia dalam menyelesaikan permasalahan hidupnya. Pemberian pembelajaran

matematika yang bermakna kepada siswa dan tidak memisahkan belajar matematika

dengan pengalaman siswa sehari-hari, siswa akan dapat mengaplikasikan matematika

dalam kehidupan sehari-hari dan tidak cepat lupa.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka dipandang perlu dilaksanakannya penelitian ini

3
yang merupakan salah satu Prasyarat untuk mengajukan Tesis bagi peneliti yang sekaligus

merupakan Mahasiswa Strata 2 (S2) Universitas Negeri Gorontalo yang diberi judul:

“Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas VI SDN 1 Ponelo Kepulauan dalam

Menyelesaikan Soal Matematika Berbentuk Cerita pada Pokok Bahasan Faktor dan

Kelipatan Bilangan Melalui Pendekatan Matematika Realistik”.

D. PERUMUSAN DAN PEMECAHAN MASALAH

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut: “apakah kemampuan siswa kelas VI SDN 1 Ponelo Kepulauan dalam

menyelesaikan soal matematika berbentuk cerita pada pokok bahasan faktor dan

kelipatan bilangan dapat ditingkatkan melalui pendekatan matematika realistik?”

2. Pemecahan Masalah

Untuk memecahkan permasalahan di atas, dilakukan tindakan-tindakan sesuai dengan

kaidah penelitian tindakan kelas, yaitu:

1. Mengadakan tes untuk mengetahui kemampuan awal matematika siswa. Hasil tes ini

kemudian menjadi dasar bagi peneliti untuk membagi siswa ke dalam kelompok-

kelompok yang masing-masing beranggotakan 4-5 orang untuk merangsang

pertukaran pendapat dan interaksi antar guru dengan siswa dan antar siswa, saling

menghormati pendapat yang berbeda, dan menumbuhkan konsep diri siswa.

Pembagian anggota kelompok didasarkan pada tingkat kemampuan, jenis kelamin,

status sosial dan etnis.

2. Memberikan angket untuk diisi oleh siswa sehingga dapat diketahui tanggapan siswa

4
mengenai pelaksanaan pembelajaran matematika.

3. Menyusun perangkat pembelajaran yang mengacu pada karakteristik PMRI yajng

secara umum meliputi komponen: tujuan, materi, kegiatan belajar mengajar di kelas,

dan evaluasi.

4. Melaksanakan skenario pembelajaran yang mengacu pada pendekatan PMRI untuk

tiap-tiap siklus tindakan (direncanakan dua siklus), evaluasi dan refleksi.

5. Tindakan di dalam kelas disesuaikan dengan sintaks implementasi PMRI dalam

kegiatan belajar mengajar di kelas, yaitu:

1. Melaksanakan skenario pembelajaran melalui penyajian masalah yang

kontekstual untuk menghubungkan matematika denga dunia sekitar (sebelum

siswa masuk pada sistem formal, terlebih dahulu siswa dibawa ke situasi

informal).

2. Mengusahakan keterlibatan siswa dengan bantuan guru untuk menemukan

kembali dan mengkonstruksi konsep sendiri sesuai materi matematika yang

dipelajari.

3. Mengaplikasikan konsep yang telah ditemukan ke dalam masalah sehari-hari

atau dalam bidang lain.

7. Evaluasi dilaksanakan selama dan setelah proses pembelajaran. Evaluasi selama

proses pembelajaran dilakukan melalui observasi bagaimana siswa

mengkomunikasikan matematika. Sedangkan setelah pembelajaran dapat dilakukan

dengan memberikan pekerjaan rumah untuk mengerjakan soal beserta alasannya dan

mengajukan soal kepada siswa untuk dikerjakan beserta alasannya. Pada akhir setiap

siklus tindakan dilakukan evaluasi untuk mengetahui kemajuan hasil belajar yang

5
telah dicapai siswa. Hasil dari evaluasi pada akhir setiap siklus akan direfleksi untuk

memperbaiki pelaksanaan tindakan.

8. Tindakan pada setiap siklus dikatakan berhasil bila telah minimal 80% siswa

mencapai nilai paling rendah 6,5.

E. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk

meningkatkan kemampuan siswa kelas VI SDN 1 Ponelo Kepulauan dalam menyelesaikan

soal matematika berbentuk cerita pada pokok bahasan faktor dan kelipatan bilangan

melalui pendekatan matematika realistik.

6. MANFAAT HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bererti seperti berikut:

1. Bagi guru: dengan penelitian ini, (1) guru dapat memperbaiki dan meningkatkan

kualitas pendekatan pembelajaran di kelas, shingga konsep-konsep matematika yang

diajarkan guru dapat dikuasai siswa, (2) guru akan terbiasa untuk melakukan

penelitian tindakan kelas dengan merancang pendekatan-pendekatan pembelajaran

yang baru guna meningkatkan prestasi belajar siswanya, dan (3) guru dapat

meningkatkan kemampuan meneliti dan menyusun laporan dalam bentuk karya ilmiah

yang baku, sehingga dapat meningkatkan rasa ingin tahu, yang lebih kuat dan

mendorong terciptanya disposisi matematika (mathematical disposition)

2. Bagi siswa: hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi untuk meningkatkan

minat, motivasi, dan kemampuannya dalam memahami konsep-konsep matematika

sehingga prestasi belajarnya dapat meningkat.

6
3. Bagi sekolah: hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi positif pada sekolah

dalam rangka perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran.

6. KAJIAN PUSTAKA

1. Proses Belajar Mengajar

Proses belajar mengajar merupakan sebuah proses interaksi yang menghimpun sejumlah

nilai (norma) yang merupakan substansi, sebagai medium antara guru dan siswa dalam

rangka mencapai tujuan.

Dalam proses belajar mengajar terdapat dua kegiatan yakni kegiatan guru dan kegiatan

siswa. Guru mengajar dengan gayanya sendiri dan siswa juga belajar dengan gayanya

sendiri. Sebagai guru, tugasnya tidak hanya mengajar tetapi juga belajar memahami

suasana psikologis siswanya dan kondisi kelas. Dalam mengajar, guru harus memahami

gaya-gaya belajar siswanya sehingga kerelavansian antara gaya-gaya mengajar guru dan

siswa akan memudahkan guru menciptakan interaksi edukatif dan kondusif. Hal ini sejalan

dengan pendapat Ametembun (1985) bahwa suatu interaksi yang harmonis terjadi bila

dalam prosesnya tercipta keselarasan, keseimbangan, keserasian antara kedua komponen

yaitu guru dan siswa.

Dalam proses edukatif guru harus berusaha agar siswanya aktif dan kreatif secara optimal.

Guru tidak harus terlena dengan menerapkan gaya konvensional. Karena gaya mengajar

seperti ini tidak sesuai dengan konsepsi pendidikan modern. Pendidikan modern

menghendaki siswa lebih aktif dalam kegiatan interaktif edukatif. Guru bertindak sebagai

fasilitator dan pembimbing sedangkan siswa aktif dalam belajar.

Banyak kegiatan yang harus dilakukan gurudalam proses belajar mengajar seperti

7
memahami prinsip-prinsip proses belajar mengajar, menyiapkan bahan dan sumber belajar,

memilih metode yang tepat, menyiapkan alat bantu pengajaran, memilih pendekatan, dan

mengadakan evaluasi. Semua kegiatan yang dilakukan guru harus didekati dengan

pendekatan sistem, sebab pengajaran adalah suatu sistem yang melibatkan sejumlah

kompenen pengajaaran dan semua komponen tersebut saling berkaitan dan saling

menunjang dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran.

Sehubungan dengan diberlakukannya kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013, maka salah

satu pendekatan pembelajaran matematika yang digunakan adalah pendekatan matematika

realistik Indonesia (PMRI). Kemahiran matematia yang diharapkan dapat diwujudkan

adalah sebagaimana tertuang dalam peta kompetensi mata pelaaran matematika di kelas VI

SD, yaitu (1) menjelaskan gagasan atau pernyataan matematika (termasuk peran definisi),

(2) memecahkan dan menafsirkan masalah soal cerita, dan (3) menghargai matematika

sebagai suatu yang berguna dan bermanfaat dalam kehidupan. Berdasarkan uraian tersebut

maka soal cerita merupakan soal yang seharusnya mendapat porsi cukup besar dalam

setiap pembelajaran yang dilaksanakan. Artinya, pembelajaran seharusnya dimulai dengan

penggunaan masalah kontekstual dalam bentuk soal cerita sehingga siswa memiliki

kepekaan dalam memahami suatu persoalan dan bagaimana memecahkannya sehingga

bermanfaat dalam kehidupannya.

2. Soal Cerita Matematika dan Langkah-lankah Menyelesaikannya

Permasalahan matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata biasanya dituangkan

melalui soal-soal berbentuk cerita (verbal). Menurut Abidia 1989:10), soal cerita adalah

soal yang disajian dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang diungkapkan dapat merupakan

masalah kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya. Boot masalah yang diungkapkan

8
akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita tersebut. Makin besar bibot masalah yang

diungkapkan, memungkinkan semakin panjang cerita yang disajikan. Sementara itu,

menurut Haji (1994:13), soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa

dalam bidang matematika dapat berbentuk cerita dan soal bukan cerita/soal hitungan.

Dilanjutkannya, soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan

dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa. Soal cerita yang dmaksudkan dalam

penelitian ini adalah soal matematika yang berbentuk cerita yang terkait dengan berbagai

pokok bahasan yang diajarkan pada mata pelajaran matematika di kelas VI SD.

Untuk dapat menyelesaikan soal cerita, siswa harus menguasai hal-hal yang dipelajari

sebelumnya, misalnya pemahaman tentang sartuan ukuran luas, satuan ukuran panjang dan

lebar, satuan berat, satuan isi, nilai tukar mata uang, satuan waktu, dan sebagainya. Di

samping itu, siswa juga harus menguasai materi prasyarat, seperti rumus, teorema, dan

aturan/ hukum yang berlaku dalam matematika. Pemahaman terhadap hal-hal tersebut

akan membantu siswa memahami maksud yang terkandung dalam soal-soal cerita

tersebut.

Di samping hal-hal di atas, seorang siswa yang diperhadapkan dengan soal cerita harus

memahami langkah-langkah sistematik untuk menyelesaikan suatu masalah atau soal

cerita matematika. Haji (1994:12) mengungkapkan bahwa untuk menyelesaikan soal cerita

dengan benar diperlukan kemamuan awal, yaitu kemamuan untuk: (1) menentukan hal

yang diketahui dalam soal; (2) menentukan hal yang ditanyakan; (3) membuat model

matematika; (4) melakukan perhitungan; dan (5) menginterpretasikan jawaban model ke

permasalahan semua. Hal ini sejalan dengan langkah-langkah penyelesaian soal cerita

sebagaimana dituangkan dalam Pedoman Umum Matematika Sekolah Dasar (1983), yaitu:

9
(1) membaca soal dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada dalam

soal; (2) menuliskan kalimat matematika; (3) menyelesaikan kalimat matematika; dan (4)

menggunakanan penyelesaian untuk menjawab pertanyan.

Dari kedua pendapat di atas terlihat bahwa hal yang paling utama dalam menyeesaikan

suatu soal cerita adaah pemahaman terhadap suatu masalah sehingga dapat dipilah antara

yang diketahui dengan yang ditanyakan. Untuk melakukan hal ini, Hudoyo dan

Surawidjaja (1997:195) memberikan petunjuk: (1) baca dan bacalah ulang masalah

tersebut; pahami kata demi kata, kalimat demi kalimat; (2) identifikasikan apa yan

diketahui dari masalah tersebut; (3) identifikasikan apa yang hendak dicari; (4) abaikan

hal-hal yang tidak relevan dengan permasalahan; (5) jangan menambahkan hal-hal yang

tidak ada sehingga masalahnya menjadi berbeda dengan masalah yang dihadapi.

Pendapat-pendapat di atas sejalan dengan pendapat Soedjadi (192), bahwa untuk

menyelesaikan soal matematika umumnya dan terutama soal cerita dapat ditempuh

langkah-langkah: (1) membaca soal dengan cermat untuk menangkap makna tiap kalimat;

(2) memisahkan dan mengungkapkan apa yang diketahui dalam soal, apa yang

diminta/ditanyakan dalam soal, operasi pengerjaan apa yang diperlukan; (3) membuat

model matematika dari soal; (4) menyelesaikan model menurut aturan-aturan matematika

sehingga mendapatkan jawaban dari model tersebut; dan (5) mengembalikan jawaban soal

kepada jawaban asal.

Mencermati beberapa pendapat di atas, maka langkah-langkah yang diperlukan untuk

menyelesaikan soal bentuk cerita yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1)

menentukan hal yang diketahui dalam soal; (2) menentukan hal yang ditanyakan dalam

soal; (3) membuat model/kalimat matematika; (4) melakuka perhitungan (menyelesaikan

10
kalimat matematika), dan (5) menuliskan jawaban akhir sesuai dengan permintaa soal.

3. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Istilah matematika realistik semula muncul dalam pembelajaran matematika di negeri

Belanda yang dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education (RME). Pendekatan

pembelajaran ini merupakan reaksi terhadap pembelajaran matematika modern (new math)

di Amerika dan pembelajaran matematika di Belanda sebelumnya yang dipandang sebagai

“mechanistic mathematics education”.

PMRI pada dasarnya merupakan pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami

siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga dapat mencapai

pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa yang lalu. Seperti halnya

pandangan baru tentang proses belajar mengajar, dalam PMRI juga diperlukan upaya

mengaktifkan siswa. Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan cara (1) mengoptimalkan

keikutsertaan unsur-unsur proses belajar mengajar dan (2) mengoptimalkan keikutsertaan

seluruh sense peserta didik. Salah satu kemungkinannya adalah dengan memberi

kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan atau mengkonstruksi sendiri

pengetahuan yang akan dikuasainya.

Dalam pandangan PMRI, pembelajaran matematika lebih memusatkan kegiatan belajar

pada siswa dan lingkungan serta bahan ajar yang disusun sedemikian rupa sehingga siswa

lebih aktif mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya sendiri. Peran guru lebih banyak

sebagai motivator terjadinya proses pembelajaran, bukan sebagai pengajar atau penyampai

ilmu. Ini berarti materi matematika yang disajikan kepada siswa harus berupa suatu

“proses” bukan sebagai barang “jadi”.

Marpaung dalam Hartadji dan Ma’nar (2001) menyatakan bahwa RME atau PMRI

11
bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru berperan sebagai

fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa berbagi ide-idenya, artinya mereka

bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain. Guru membantu mereka

membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang

ide mana yang lebih baik buat mereka.

PMRI sejalan dengan teori psikologi kognitif dan pembelajaran matematika. Menurut

pandangan psikologi kognitif, yang bermakna itu lebih mudah dipahami siswa daripada

yang tidak bermakna. Bermakna disini dimaksudkan, bahwa informasi baru mempunyai

kaitan dengan informasi yang sudah tersimpan dalam memori. Memori kita menyimpan

pengalaman-pengalaman yang memiliki arti bagi kita, yang kontekstual, yang realistik.

PMRI memberikan kemudahan bagi guru matematika dalam pengembangan konsep-

konsep dan gagasan-gagasan matematika bermula dari dunia nyata. Dunia nyata tidak

berarti konkrit secara fisik dan kasat mata, namun juga termasuk yang dapat dibayangkan

oleh pikiran anak. Jadi dengan demikian PMRI menggunakan situasi dunia nyata atau

suatu konteks nyata sebagai titik tolak belajar matematika.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, PMRI mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1)

menggunakan konteks yang nyata sebagai titik awal belajar, (2) menggunakan model

sebagai jembatan antara real dan abstrak, (3) belajar dalam suasana demokratis dan

interaktif, dan (4) menghargai jawaban informal siswa sebelum mereka mencapai bentuk

formal matematika.

Dalam pelaksanaannya, PMRI menganut lima prinsip utama, yaitu: (1) penggunaan

konteks, sebagai sumber belajar dalam menemukan kembali ide matematika dan secara

bersamaan menerapkan ide tersebut; (2) menggunakan model produksi dan konstruksi

12
siswa; (3) menolak proses yang mekanistik, saling terlepas dan tak bermakna, prosedur

rutin, dan sering bekerja individual; (4) siswa bukan penerima informasi, tetapi subyek

aktif dalam menemukan kembali; dan (5) menggunakan berbagai teori belajar yang

relevan dan saling terkait.

Beberapa keuntungan dalam PMRI antara lain: (1) Melalui penyajian yang kontekstual,

pemahaman konsep siswa meningkat dan bermakna, mendorong siswa melek matematika,

dan memahami keterkaitan matematika dengan dunia sekitarnya; (2) siswa terlibat

langsung dalam proses doing math sehingga mereka tidak takut belajar matematika; (3)

siswa dapat memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari

dan mempelajari bidang studi lainnya; (4) memberi peluang pengembangan potensi dan

kemampuan berfikir alternatif; (5) kesempatan cara penyelesaian yang berbeda; (6)

melalui belajar kelompok berlangsung pertukaran pendapat dan interaksi antar guru

dengan siswa dan antar siswa, saling menghormati pendapat yang berbeda, dan

menumbuhkan konsep diri siswa; dan (7) melalui matematisasi vertikal, siswa dapat

mengikuti perkembangan matematika sebagai suatu disiplin.

Dengan melhat keuntungan dalam PMRI di atas mengarahkan kita pada suatu kesimpulan

bahwa dengan menggunakan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika siswa

akan terbiasa memahami suatu persoalan dengan suatu sudut pandang yang bervariasi

sehingga permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan berbagai cara. Potensi siswa

akan berkembang baik minat dan motivasinya dalam belajar matematika karena

pembelajaran yang dimulai dengan konteks mengarahkan siswa pada pentingnya

matematika dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dipahamkan tentang kegunaan

matematika dalam kehidupan sehari-hari.

13
Oleh karena pentingnya pendekatan ini digunakan dalam pembelajaran matematika, maka

seharusnyalah setiap guru memperhatikan bagaimana sintak pelaksanaan pendekatan

PMRI dalam pembelajaran matematika. Adapun sintaks implementasi matematika realistik

(PMRI) adalah:

Tabel 1 Sintaks Implementasi Matematia Realistik (PMRI)

Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Guru memberikan siswa masalah kontekstual Siswa secara sendiri atau kelompok

kecil mengerjakan masalah dengan

strategi-strategi informal.

Guru merespon secara positif jawaban siswa.

Siswa diberikan kesempatan untuk

memikirkan strategi siswa yang paling

efektif.

Guru mengarahkan siswa pada beberapa Siswa secara sendiri-sendiri atau

masalah kontekstual dan selanjutnya meminta berkelompok menyelesaikan masalah

siswa mengerjakan masalah dengan tersebut.

menggunakan pengalaman mereka

Guru mengelilingi siswa sambil memberikan Beberapa siswa mengerjakan di papan

bantuan seperlunya. tulis. Melalui diskusi kelas, jawaban

siswa dikonfrontasikan.

Guru mengenalkan istilah konsep Siswa merumuskan bentuk matematika

formal.

14
Guru memberikan tugas di rumah, yaitu Siswa mengerjakan tugas rumah dan

mengerjakan soal atau membuat masalah menyerahkannya kepada guru

cerita beserta jawabanya yang sesuai dengan

matematika formal.
(I Gusti Putu Suharta, 2001)

4. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Harmisah, S.Pd (2015) menyimpulkan bahwa

melalui penggunaan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), hasil

belajar matematika siswa kelas V SDN 1 Ponelo Kepulauan Kab. Gorontalo Utara dapat

ditingkatkan. Dari hasil penelitiannya juga tergambar adanya peningkatan minat dan

motivasi belajar siswa setelah siswa di ajar dengan pendekatan PMRI. Berdasarkan

pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) diperoleh hasil bahwa pada tahap

awal penelitian ditemukan banyak kendala seperti siswa mengalami kesulitan untuk

memahami contextual problem, tidak terbiasa bekerja berkelompok, sangat tergantung

kepada guru, tidak aktif dan kreatif, sangat lemah dalam penalaran dan penguasaan

konsep-konsep yang sudah dipelajari, hanya tertarik pada hasi akhir dan mengabaikan

proses untuk menemukan jawaban. Setelah dilakukan beberapa usaha diperoleh bebarapa

perubahan positif pada siswa. Usaha dimaksud adalah: mengadakan diskusi sebelum siswa

memecahkan contextual problem, membuat catatan-catatan pada buku latihan siswa, dan

tidak memberi nilai maksimal kepada siswa yang tidak memberi alasan untuk jawabannya.

Beberapa perubahan positif yang didapat adalah siswa menjadi lebih aktif dan kreatif,

kemampuan siswa dalam memahami soal cerita semakin baik, beberapa siswa

15
menunjukkan kemajuan yang baik dalam penalaran, dan hasil postes lebih baik daripada

hasil pretes pada semua kelompok siswa yang diteliti.

5. Keranga Berpikir

Pendekatan Pendidika Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan suatu

pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematika sekolah yang dilaksanakan

dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajara.

Melalui matematisasi horizontal-vertikal siswa diharapkan dapat menemukan dan

merekonstruksi konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.

Seanjutnya, siswa diberi kesempatan menerapkan konsep-kosep matematika untuk

memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Dengan kata lain

pembelajaran PMRI mengarahkan siswa pada belajar dengan bermakna.

Kebermaknaan yang timbul sebagai akibat pembelajaran PMRI akan memberi peluang

kepada siswa mengembangkan potensi dan kemampuan berpikir alternatif,

mengembangkan cara penyelesaian berbeda terhadap suatu permasalahan, memanfaatkan

pengetahuan dan pengalaman sehari-hari serta saling hormat menghormati dan

menumbuhkan konsep diri yang kesemuanya itu mengarah kepada peningkatan

kemampuan siswa dalam memecahkan setiap soal matematika bahkan dalam aplikasinya

dengan kehidupan sehari-hari atau bidang lainnya.

Soal-soal matematika yang digunakan sebagai gambaran kehidupan sehari-hari atau

aplikasinya dalam bidang lain ini tertuang dalam bentuk-bentuk soal cerita atau masalah

kontekstual. Soal yang disusun dalam bentuk kalimat verbal tersebut memungkinkan siswa

16
menggunakan daya imajinasi dan kreativitasnya serta ide dan nalarnya untuk

mengemukkakan berbagai alternatif pemecahan soal-soal tersebut. Jika siswa dibina

dengan membiasakannya menyelesaikan soal-soal seperti ini, di mana siswa merasakan

manfaat matematika dalam kehidupannya sehari-hari, maka tentu kemampan nalar, ide dan

kreativitasnya dalam pembelajaran akan meningkat. Meningkatnya aktifitas dan kreativitas

siswa dalam pembelajaran akan meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil yang diperoleh

siswa berupa perubahan kemampuan matematika siswa sebagai akibat dari proses interaksi

siswa dengan lingkungannya ini disebut hasil belajar matematika siswa. Artinya, semakin

baik pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran matematika

realistik akan semakin meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

6. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori, hasil enelitian yang relevan, dan kerangka berpikir di atas,

dirumuskan hipotesis tindakan dalam penelitian ini sebagai berikut: “Dengan

menggunakan pendekatan matematika realistik dalam proses belajar mengajar

matematika, maka kemampuan siswa kelas VI SDN 1 Ponelo Kepulauan dalam

menyelesaikan soal matematika berbentuk cerita pada pokok bahasan faktor dan

kelipatan bilangan dapat ditingkatkan”.

H. RENCANA DAN PROSEDUR PENELITIAN

1. Setting Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas VI SDN 1 Ponelo Kepulauan Kab. Gorontalo

17
Utara sebagai tempat Peneliti Mengajar, dengan jumlah siswa sebanyak 24 orang yang

terdiri dari 12 orang siswa pria dan 12 orang siswa wanita. Pelaksanaan penelitian

direncanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017 selama 3 bulan.

2. Faktor yang Diselidiki

Untuk menjawab permasalahan di atas, ada beberapa faktor yang ingin diselidiki, yaitu:

1. Faktor siswa: yaitu dengan melihat apakah tingkat kemampuan siswa pada pokok

bahasan bilangan cacah dan bilangan pecahan berada dalam kategori rendah, sedang

atau tinggi ?

2. Faktor guru: yaitu dengan memperhatikan bagaimana persiapan materi dan kesesuaian

pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran di kelas.

3. Faktor sumber pelajaran: yaitu dengan memperhatikan sumber pelajaran yang

digunakan apakah sudah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, demikian pula

latihan-latihan yang diberikan, apakah sudah berjenjang sesuai dengan tingkat

kemampuan siswa serta dengan tujuan yang akan dicapai sesuai dengan pendekatan

matematika realistik yang digunakan.

3. Rencana Penelitian Tindakan Kelas

18
Pelaksanaan penelitian ini direncanakan dalam dua siklus tindakan. Tiap siklus

dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti apa yang telah didesain

dalam faktor yang diselidiki. Bila target ketuntasan belajar klasikal, yaitu minimal 80 %

siswa tidak mencapai nilai paling rendah 6,5, maka dilaksanakan siklus tambahan. Adapun

skema alur tindakan yang direncanakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1

berikut.

Gambar 1 Alur dalam penelitian tindakan kelas (PTK)

4. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu melaksanakan tes awal berupa tes diagnostik

untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberikan tindakan di samping

19
observasi. Observasi awal dilakukan untuk dapat mengetahui ketetapan tindakan yang

akan diberikan dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal

cerita.

Dari hasil evaluasi dan observasi awal, maka dalam refleksi ditetapkan tindakan yang

digunakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa, yaitu melalui

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik.

Dengan berpatokan pada refleksi awal tersebut, maka dilaksanakanlah penelitian tindakan

kelas ini dengan prosedur sebagai berikut.

a. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini meliputi:

1. Membuat skenario pelaksanaan tindakan.

2. Membuat lembar observasi: untuk melihat bagaimana suasana belajar

mengajar di kelas ketika pendekatan matematika realistik dilaksanakan.

3. Membuat kuesioner: untuk mengumpulkan data tentang tanggapan siswa

mengenai pelaksanaan pendekatan matematika realistik dalam pembelajaran.

4. Membuat alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu siswa

memahami konsep-konsep matematika dengan baik.

5. Mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi matematika telah

dikuasai oleh siswa.

b. Pelaksanaan tindakan

Tindakan yang telah dirancang dilaksanakan oleh satu orang guru matematika kelas VI

SDN 1 Ponelo Kepulauan . Pembelajaran yang dilakukan guru dengan menggunakan

pendekatan matematika realistik sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat.

20
c. Observasi

Observasi dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Proses

observasi dilakukan oleh dua orang dari tim peneliti untuk mengamati guru dalam kelas

selama melaksanakan tindakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan matematika realistik. Pengamatan juga dilakukan terhadap prilaku dan

aktifitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan dampak yang ditimbulkan

dari prilaku guru terhadap siswa selama proses pembelajaran.

d. Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir siklus pelaksanaan tindakan. Evaluasi tersebut

ditujukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya peningkatan hasil belajar matematika

siswa pada pokok bahasan yang diajarkan. Alat evaluasi yang digunakan adalah tes hasil

belajar yang disusun peneliti. Bilamana secara klasikal minimal 80 % siswa telah

mencapai nilai paling rendah 6,5, maka tindakan dianggap telah berhasil dilaksanakan.

e. Refleksi

Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi dianalisis. Kelemahan-kelemahan

atau kekurangan-kekurangan yang terjadi pada setiap siklus akan diperbaiki pada siklus

berikutnya.

5. Data dan Cara Pengambilannya

1. Sumber data: personil penelitian yang terdiri dari siswa dan guru.

2. Jenis data: data kuantitatif yang diperoleh dari tes hasil belajar dan data kualitatif yang

diperoleh melalui lembar observasi, kuesioner, dan jurnal.

3. Cara pengambilan data:

21
1. Data situasi pelaksanaan pendekatan matematika realistik diambil dengan

menggunakan lembar observasi.

2. Data tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pendekatan matematika realistik

diambil dengan menggunakan kuesioner.

3. Data refleksi diri serta perubahan-perubahan yang terjadi dalam kelas, diambil

dengan menggunakan jurnal.

4. Data tentang hasil belajar matematika siswa diambil dengan menggunakan tes

hasil belajar.

6. Indikator Kerja

Penelitian tindakan kelas ini direncanakan pelaksanaannya dalam tiga siklus tindakan.

Namun demikian, bila pada hasil evaluasi suatu siklus paling sedikit 80 % siswa telah

mendapatkan nilai paling rendah 6,5, maka siklus selanjutnya tidak dilaksanakan karena

indikator keberhasilan telah tercapai.

I. JADWAL PENELITIAN

Kegiatan B U LA N
4 5 6 7 8 9 10 11
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Perencanaan
a. Observasi lokasi penelitian
b. Wawancara dengan guru
c. Diskusi hasil obersvasi
dan
Wawancara dengan guru
2. Persiapan

22
a. Membuat skenario
pembelajaran, lembar
observasi, dan kuesioner
b. Membuat alat bantu
c. Membuat alat evaluasi
d. Membuat jurnal
3. Pelaksanaan Siklus I
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan tindakan
c. Obsevasi/evaluasi
d. Refleksi diri
4. Pelaksanaan Siklus II
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan tindakan
c. Obsevasi/evaluasi
d. Refleksi diri
5. Pelaksanaan Monitoring
6. Pelaporan
d. Pembuatan laporan
e. Penggandaan laporan
f. Pengiriman laporan akhir

23
L. DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Mini Jaya. 2001. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program

Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004. Bab VII Pembangunan

Pendidikan. Mini Jaya Abadi, Jakarta.

Abidin, Zainal. 1989. Studi tentang Prestasi Siswa Kelas VI SDN di Kodya Banda Aceh

dalam Menyelesaikan Soal Hitungan dan Soal Cerita. Tesis, PPs IKIP Malang.

Ametembun, N.A. 1985. Kerelevansian Gaya-Gaya Mengajar dan Belajar (Suatu

Tinjauan Analitik). FIP-IKIP Bandung, Bandung.

Ametembun, N.A. 2000. Beberapa Model Pembelajaran dan Strategi Mengajar dalam

Pembelajaran Matematika. Depdiknas, Jakarta.

Anonim. 1999. Penelitian Tindakan Kelas; Bahan Pelatihan Dosen LPTK dan Guru

Sekolah Menengah. TIM Pelatih Proyek PGSM, Jakarta.

Anonim, 2000, Beberapa Model Pembelajaran dan Strategi Mengajar dalam

Pembelajaran Matematika, Depdiknas, Jakarta.

Anonim, 2002, Model-Model Pembelajaran, Depdiknas, Jakarta.

As’ari, A.R. 2000. Pembelajaran Matematika yang Demokratis. Universitas Negeri

Malang.

Basuki Wibawa. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Dirjen Pendidikan Dasar dan

Menengah, Direktorat Tenaga Kependidikan, Jakarta.

Budiarto, Mega Teguh, dkk. 2004. Matematika Buku 1 Dirjen Depdiknas, Jakarta.

Budiarto, Mega Teguh, dkk. 2004. Matematika Buku 3. Dirjen Depdiknas, Jakarta.

24
De Lange, J. 1987. Mathematics, Insight and Meaning. OW & Co, Utrecht.

----------. 1995. Assesment: no chance without problems, In Romberg, TA. (Ed). Reform in

school mathematics and authentic assessment. Suny Press, New York.

Depdikbud. 1982/1983. Diagnostik Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remedial. Ditjen-

Dikti Depdikbud, Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, Jakarta.

Djamamarah, S.B. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Rineka Cipta,

Jakarta.

Fauzan, Ahmad. 2001. Pengembangan dan Implementasi Prototype I dan II Perangkat

Pembelajaran Geometri untu Siswa Kelas 4 SD Menggunakan Pendekatan RME, makalah

disampaikan pada Seminar Nasional Realistic Mathematics Education (RME) di

Universitas Negeri Surabaya (UNESA), 24 Pebruari 2001.

Freudenthal, H. 1973. Mathematics as an Educational Task. Reidel Publishing, Dordrecht

-----------. 1994. Revisiting Mathematics Education. Reidel Publishing, Dordrecht

Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistic Mathematic Education. Freudenthal Institute,

Utrecht.

Haji, Saleh, 1994. Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita di Kelas

VI SDN Percobaan Surabaya. Tesis, PPS IKIP Malang.

25

Anda mungkin juga menyukai