Anda di halaman 1dari 14

i

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ..................................................................................... i


Kata Pengantar ............................................................................................. ii
Daftar Isi....................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN ........................................................................... 2
BAB III : PENUTUP ...................................................................................
Daftar Pustaka ..............................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit menular dapat didefinisikan sebagai sebuah penyakit yang dapat ditularkan
(berpindah dari orang satu ke orang yang lain, baik secara langsung maupun
perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agent atau penyebab
penyakit yang hidup dan dapat berpindah serta menyerang host atau inang
(penderita). Salah satu cara transmisi penyakit adalah melalu udara.
Udara yang kita hirup tidak hanya mengandung oksigen dan nitrogen saja, saat ini
udara sudah mengalami pencemaran yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan
pada manusia antara lain zat pb, Co, SO2, dan NO2 yang merupakan sisa dari
pembuangan kendaraan bermotor. Selain zat-zat tersebut diatas, udara juga dapat
mengandung virus dna bakteri yang menyebabkan adanya penyakit bawaan udara
(air borne diseases)
Udara sangat mutlak diperlukan oleh setiap orang namun adanya udara yang
terkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit untuk dideteksi. Mikroba patogen
dalam udara masuk ke saluran nafas pejamu dalam bentuk droplet nuclei yang
dikeluarkan oleh penderita saat batuk atau bersin bicara atau bernafas melalui mulut
atau hidung. Sedangkan debu merupakan partikel yang dapat terbang bersama
partikel lantai/tanah. Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi dalam
ruangan yang tertutup seperti di dalam gedung, ruangan/bangsal/kamar perawatan
atau pada laboratorium klinik.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyakit dengan Transmisi Udara/Droplet


1. Campak/Rubella
Rubella adalah suatu infeksi yang utama menyerang anak-anak dan dewasa yang
khasdengan adanya rasti demam dan lymphadenopaly. infeksi pada anak dan dewasa
sebagian besar berjalan sub klinis. Jika rubella terjadi pada kehamilan ibu hamil bisa
menyebabkan infeksi pada janin dan resiko terjadinya kelainan kongenital
(Congenital Rubella Syndrome, CRS).
a. Agent
Virus Campak / Virus Rubella adalah adalah virus RNA beruntai tunggal, dari
keluarga Paramyxovirus, dari genus Morbillivirus.
b. Gejala dan Tanda
Gejala serta tanda-tanda timbulnya penyakit campak adalah :
1) Panas badan > 38°C selama 3 hari atau lebih, disertai salah satu atau gejala:
batuk, pilek, mata merah atau mata berair
2) Khas (Pathognomonis) ditemukan Koplik’s spot atau bercak putik keabuan
dengan dasar merah dipipi bagian ddalam (mucosa bucal)
3) Bercak kemerahan atau rash yang dimulai dari belakang telinga tubuh
berbentuk makulo papular selama 3 hari atau lebih, beberapa hari (4-7 hari)
ke seluruh tubuh, kemudian bercak merah menjadi kehitam-hitaman disertai
kulit bersisik.
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan ruam kulit yang khas. Pemeriksaan
lain yang mungkin perlu dilakukan:
1) pemeriksaan darah, pemeriksaan darah tepi
2) pemeriksaan Ig M anti campak
d. Perjalanan Penyakit
1) Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka
padadasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen
penyakit(stage of suseptibility). Walaupun demikian pada tahap ini
sebenarnya telahterjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit.

2
Tetapi interaksi ini masihterjadi di luar tubuh,dalam arti bibit penyakit masih
ada di luar tubuh pejamudimana para kuman mengembangkan potensi
infektifitas, siap menyerangpenjamu. Pada tahap ini belum ada tanda-tanda
sakit sampai sejauh daya tahantubuh penjamu masih kuat. Namun begitu
penjamunva ‘lengah’ ataupun memang bibit penyakit menjadi lebih ganas
ditambah dengan kondisilingkungan yang kurang menguntungkan pejamu,
maka keadaan segera dapatberubah. Penyakit akan melanjutkan
perjalanannya memasuki fase berikutnya,tahap patogenesis.
2) Tahap Patogenesis/Subklinis/Pra gejala
Masa inkubasi dari penyakit campak adalah 10-12 hari. Pada tahap ini
individu masih belum merasakan bahwa dirinya sakit (Widoyono,2011)
3) Tahap Klinis/Penyakit Dini
Mulai timbul gejala dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa
(Tuti R dan Alan,2002)
a) Panas badan
Panas dapat meningkat pada hari ke-5 atau ke-6, yaitu pada satu puncak
timbulnya erupsi. Kadang-kadang temperatur dapat bifasik dengan
peningkatan awal yang cepat dalam 24-48 jam pertama diikuti dengan
periode normal selama satu hari dan selanjutnya terjadi peningkatan yang
cepat sampai 39°-40,6°C saat erupsi rash mencapai puncaknya.
b) Nyeri tenggorokan dan nyeri otot
c) Hidung meler (Coryza)
Tidak dapat dibedakan dari common cold. Batuk dan bersin diikuti
dengan hidung tersumbat dan sekret yang mukoporulen dan menjadi
profus pada saat erupsi mencapai puncaknya serta menghilang bersama
dengan menghilangnya panas (Rampengan,2008)
d) Batuk (Cough)
Disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa saluran pernapasan. Intensitas
atuk meningkat dan mecapai puncaknya pada saat erupsi. Namun, batuk
dapat bertahan lebih lama dan menghilang secara bertahap dalam waktu
5-10 hari.
e) Bercak Koplik
Merupakan bercak-bercak kecil yang irreguler sebesar ujung jarum pasir
yang berwarna merah terang dan pada bagian tengahnya berwarna putih

3
kelau. Gambaran ini merupakan salah satu tanda patogenik morbili.
Beberapa jam sebelum timbulnya rash sudah dapat ditemukan adanya
bercak koplik dan menghilang dalam 24 jam hari kedua setelah timbulnya
rash.
f) Rash
Timbul setelah 3-4 hari panas. Rash mulai sebagai eritema
makulopapuler, mulai timbul dari belakang telinga pada batas rambut,
kemudia menyebar ke daerah pipi, leher, seluruh wajah dan dada serta
biasanya dalam 24 jam sudah menyebar sampai ke lengan atas dan
selanjutnya ke seluruh tubuh mencapai kaki pada hari ketiga. Pada saat
rash sudah sampai kaki, rash yang timbul duluan mulai berangsur-angsur
menghilang.
g) Mata merah
Pada periode awal stadium prodormal dapat ditemukan transverse
marginal line injection pada palpebra inferior. Gambaran ini sering
dikaburkan dengan adanya inflamasi konjungtiva yang luas dengan
disertai dengan adanya edema palpebra. Keadaan ini dapat disertai
dengan adanya peningkatan lakrimasi dan fotophobia. Konjungtivitis
akan menghilang setelah demam turun (Rampengan, 2008)
4) Tahap Lanjut
Munculnya ruam-ruam kulit yang berwarna merah bata dari mulai kecil-kecil
dan jarang kemudian menjadi banyak dan menyatu seperti pulau-pulau.
Ruam umumnya muncul pertama dari daerah wajah dan tengkuk, dan segera
menjalar menuju dada, punggung, perut serta terakhir kaki-tangan. Pada saat
ruam ini muncul, panas si anak mencapai puncaknya (bisa mencapai 40°C),
ingus semakin banyak, hidung mampat, tenggorokan semakin sakit dan
batuk-batuk kering dan juga disertai mata merah.
Komplikasi dapat terjadi disebabkan oleh adanya penurunan daya tahan
tubuh secara umum sehingga mudah terjadi infeksi tumpangan. Hal yang
tidak diinginkan adalah terjadinya komplikasi karena dapat mengakibatkan
kematian pada balita, keadaan inilah yang menyebabkan mudahnya terjadi
komplikasi sekunder seperti (Rampengan,2008) :
a) Pneumonia
b) Gastroenteritis

4
c) Ensefalitis
d) Otitis media
e) Mastoiditis
f) Laringotrakheobronkitis
g) Cervical adentitis
h) Purpura tuerkulosis
i) Ulkus kornea
j) Apendisitis
5) Tahap Akhir
Berakhirnya perjalanan penyakit campak dapat berada dalam lima pilihan
keadaan yaitu :
a) Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi
pulih, sehat kembali.
b) Sembuh dengan cacar, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah
tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas
gangguan yang permanen berupa bercak-bercak kecoklatan yang disebut
hyperpigmentation
c) Karies, dimana tumbuh penderita pulih kembali, namun penyakit masih
tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit.
d) Penyakit tetap berlangsung secara kronik, karena berbagai komplikasi
yang ditimbulkan
e) Berakhir dengan kematian.

e. Epidemiologi
Rubella paling sering terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi dan
biasanya menyerang kelompok usia sekolah, pada orang dewasa 80 – 90 telah
imun. Epidemi besar terjadisetiap 6 – 9 th. Penularan biasanya lewat kontak
eratmisalnya lewat sekolah / tempat kerja.
f. Tipe Penyebaran
Manusia adalah satu-satunya sumber penyebaran adalah dengan kontak langsung
dari orang ke orang melalui cairan pernafasan/percikan ludah penderita. Tidak
ada karier
g. Pencegahan Campak (Rubella)
1) Pencegahan Primordial

5
Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor
predisposisi/resiko terhadap penyakit Campak. Sasaran dari pencegahan
primordial adalah anak-anak yang masih sehat dan belum memiliki resiko
yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit
Campak. Edukasi kepada orang tua anak sangat penting peranannya dalam
upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti
penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan, konselling nutrisi dan penataan
rumah yang baik.
2) Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk
kelompok beresiko, yakni anak yang belum terkena Campak, tetapi
berpotensi untuk terkena penyakit Campak. Pada pencegahan primer ini
harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya Campak
dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
a) Penyuluhan
Edukasi Campak adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan
mengenai Campak. Disamping kepada penderita Campak, edukasi juga
diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko
tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan. Berbagai materi
yang perlu diberikan kepada pasien Campak adalah definisi penyakit
Campak, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya Campak dan
upaya-upaya menekan Campak, pengelolaan Campak secara umum,
pencegahan dan pengenalan komplikasi Campak.
b) Imunisasi
Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak dilakukan
dengan vaksinasi Campak secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur
9 – 15 bulan. Vaksin yang digunakan adalah Schwarz vaccine yaitu
vaksin hidup yang dioleh menjadi lemah. Vaksin ini diberikan secara
subkutan sebanyak 0,5 ml. vaksin campak tidak boleh diberikan pada
wanita hamil, anak dengan TBC yang tidak diobati, penderita leukemia.
c) Vaksin Campak dapat diberikan sebagai vaksin monovalen atau polivalen
yaitu vaksin measles-mumps-rubella (MMR). vaksin monovalen
diberikan pada bayi usia 9 bulan, sedangkan vaksin polivalen diberikan
pada anak usia 15 bulan. Penting diperhatikan penyimpanan dan

6
transportasi vaksin harus pada temperature antara 2ºC - 8ºC atau ± 4ºC,
vaksin tersebut harus dihindarkan dari sinar matahari. Mudah rusak oleh
zat pengawet atau bahan kimia dan setelah dibuka hanya tahan 4 jam.
3) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang
ditujukan untuk pendeteksian dini Campak serta penanganan segera dan
efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk
mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita
yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit.
Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan
untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Edukasi dan
pengelolaan Campak memegang peran penting untuk meningkatkan
kepatuhan pasien berobat.
Pengobatan dengan antibiotic, Tidak ada pengobatan khusus untuk campak.
Anak sebaiknya menjalani istirahat. Untuk menurunkan demam, diberikan
asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik.
Maka dari itu harus berjaga-jaga.
4) Pencegahan tersier
Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan
dokter mapupun antara dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya.
Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien
untuk mengendalikan penyakit Campak. Dalam penyuluhan ini yang perlu
disuluhkan mengenai :
a) Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik
b) Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
c) Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan
keadaan hidup dengan komplikasi kronik.
d) Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait
juga sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para
ahli sesama disiplin ilmu.

2. Whooping cough (Batuk rejan)


a. Agent

7
Penyebabnya adalah Bordetella pertusis. B. pertussis ini merupakan satu-satunya
penyebab pertusis endemis dan penyebab biasa pertusis sporadis, terutama
karena manusia merupaka satu-satunya host untuk spesies ini
b. Gejala
1) Pertusis biasanya mulai seperti pilek saja, dengan hidung beringus, rasa lelah
dan adakalanya demam parah.
2) Kemudian batuk terjadi, biasanya sebagai serangan batuk, diikuti dengan
tarikan napas besar (atau “whoop”). Adakalanya penderita muntah setelah
batuk.
3) Pertusis mungkin serius sekali di kalangan anak kecil. Mereka mungkin
menjadi biru atau berhenti bernapas ketika serangan batuk dan mungkin perlu
ke rumah sakit.
4) Anak yang lebih besar dan orang dewasa mungkin menderita penyakit yang
kurang serius, dengan serangan batuk yang berlanjut selama berminggu-
minggu tanpa memperhatikan perawatan.
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan atas anamnesa , pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboraturium. Pada anamnesis penting ditanyakan adakah serangan
yang khas yaitu batuk mula mula timbul pada malam hari tidak mereda malahan
meningkat menjadi siang dan malam dan terdapat kontak dengan penderita
pertusis, batuk bersifat paroksimal dengan bunyi whoop yang jelas,
bagaimanakah riwayat imunisasinya. Pada pemeriksaan fisik tergantung dari
stadium saat pasien diperiksa. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis( 20.000-50000/ul) pada akhir stadium kataralis dan permulaan
stadium spasmodic. Pada pemeriksaan secret nasofaring didapatkan Bordetella
pertusis. Dan pemeriksaan lain adalah foto thorak apakah terdapat infiltrate
perihiler, atelektasis atau emfisema. Diagnosis dapat dibuat dengan
memperhatikan batuk yang khas bila penderita datang pada stadium spasmodic,
sedang pada stadium kataralis sukar dibuat diagnosis karena menyerupai
common cold.
d. Epidemiologi
Pertussis adalah satu dari penyakit-penyakit yang paling menular, dapat
menimbulkan “attack rate” 80-100% pada penduduk yang rentan. Pertusis
terutama mewabah di negara-negara berkembang dan maju, seperti Italian,

8
daerah-daerah tertentu di Jerman dimana cakupan vaksin rendah atau Nova
Scatia dimana digunakan vaksin yang kurang poten. Pertusis adalah endemik,
dengan ditumpangin siklus endemik setiap 3-4 tahun sesudah akumulasi
kelompok rentan yang cukup besar. Penyebaran terjadi melalui kontak langsung
atau melalui droplet yang ditularkan selama batuk.
e. Tipikal Penyebaran
Penyakit endemis yang sering menyerang anak-anak (khususnya usia dini)
tersebar di seluruh dunia, tidak tergantung etnis, cuaca ataupun lokasi geografis.
Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-
percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu
tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari kuman-kuman penyakit
tersebut.
f. Pencegahan
Pencegahan primordial : tujuan menghindari terbentuknya pola hidup sosial
ekonomi dan kultural yang diketahui mempunyai kontribusi untuk meningkatkan
risiko penyakit. Memerlukan adanya peraturan yang ketat dari pemerintah
1) Menjaga agar rumah tidak lembab dan pengap sehingga menimbulkan
penyakit ini.
2) Mencuci tangan anak setelah anak bermain di tanah atau dengan benda-benda
lain yang dapat menularkan bakteri batuk rejan.
Pencegahan primer : upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit
belum mulai dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit. Dengan cara
mengendalikan penyebab penyakit dan faktor risikonya, memutus mata rantai
infeksii.
1) Health promotion:
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat terutama orang tua bayi, meliputi
pendidikan bahayanya penyakit batuk rejan ini serta keuntungan imunisasi
pertama pada nak berusia <2bulan
2) Spesific protection:
Imunisasi DPT, bersama difteri dan tetanus. Imunisai dilakukan pada usia
2,4, 6, dan 18 bulan dan 4-6 tahun.
Pencegahan sekunder : upaya pencegahan yang dilakukan saat proses
penyakit telah berlangsung namun belum timbul gejala. Tujuan agar penyakit
tidak berlanjut dengan deteksi dini dan pemberian pengobatan yang tepat.

9
Diagnosis dini , apabila ditemukan penderita batuk rejan, maka harus diisolasi
karena penyakit ini dapat menular melalui udara.
Pencegahan tersier : pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah
lenjut. Tujuan untuk mencegah cacat dan mengembalikan penderita ke status
sehat.
Dissability limitation, rehabilitation: anak yang baru sembuh dari batuk rejan
tidak boleh kembali bersekolah sampai 3 minggu setelah dimulai batuk dengan
dahak

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan adanya udara yang terkontaminasi oleh mikroba patogen, tidak menutup
kemungkinan mikroba patogen dalam udara masuk ke saluran nafas pejamu dalam
bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk atau bersin, bicara atau
bernafas, melalui mulut atau hidung. Sedangkan debu merupakan partikel yang dapat
terbang bersama partikel lantai/tanah. Penularan melalui udara ini umumnya mudah
terjadi di dalam ruangan yang tertutup seperti di dalam gedung, ruangan, kamar
perawatan, atau pada laboratorium klinik.

B. Saran
Selalu berusaha mengurangi kontak dengan para penderita penyakit menular. Selalu
menjaga standar hidup yang baik, caranya bisa dengan mengkonsumsi makanan yang
bernilai gizi tinggi, menjaga lingkungan selalu sehat baik itu di rumah maupun di tempat
kerja, dan menjaga kebugaran tubuh dengan cara menyempatkan dan meluangkan waktu
untuk berolah raga.

11
Daftar Pustaka

1. Chandra, Budiman dr, 1996. Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Departeman Kesehatan RI. 2003. Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta: Kemenkes RI.
3. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan
Pemberantasannya. Surabaya: Erlangga.
4. Webber, Roger. (2005). Communicable Disease Epidemiology and Control. London,
UK. CABI Publishing.
5. J. Hawker et al. (2005). Communicable Disease Control Handbook Second Edition.
London, UK. Blackwell Publishing.
6. http://posyandu.org/pertusis-batuk-rejan.html (diakses 25 April 2016)
7. https://id.scribd.com/doc/116207201/Riwayat-Alamiah-Penyakit-Campak(diakses
25 April 2016)

12

Anda mungkin juga menyukai