A. MASALAH UTAMA
Ganguan persepsi sensori : halusinasi
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu. (Prabowo, 2014).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalamai
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada. (Damaiyanti, 2012)
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
b. Faktor Presipitasi
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tunjukkan sikap jujur dan menunjukkan sikap empati serta menerima apa
adanya
Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan nono
verbal)
Bantu pasien memiih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya
Pantau pelaksanaan tindakan yang telah dipiih dan dilatih, jika berhasi beri
pujian
F. DAFTAR PUSTAKA
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Iyus, Y. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT refika Aditama.
Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:
Refika Aditama.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
A. MASALAH UTAMA
Isolasi sosial : menarik diri
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya
(Damaiyanti, 2008)
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000).
2. Penyebab
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang
lain.
2) Faktor social budaya Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga,
seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
3) Faktor biologis Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang
menyebabkan terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang
jelas mempengaruhi adalah otak .
b. Faktor presipitasi
1) Stresor sosial budaya Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian
karena ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
2) Stresor psikologi Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan
menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain
(Damaiyanti, 2012)
3. Rentang respon
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa
manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka
harus membina hubungan interpersonal yang positif.
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi
gangguan dalam hubungan sosial.
2) Faktor biologis Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif
3) Faktor sosial budaya Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan
berhubungan. Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak
produktif seperti lansia, orang cacat, dan penderita penyakit kronis.
4) Faktor komunikasi dalam keluarga Pada komunikasi dalam keluarga dapat
mengantarkan seseorang dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya
menginformasikan hal-hal yang negative dan mendorong anak mengembangkan
harga diri rendah.
b. Stressor presipitasi
1) Stressor sosial budaya Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara
faktor lain dan faktor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di
rumah sakit.
2) Stressor psikologis Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan tingkat tinggi
(Prabowo, 2014)
5. Tanda dan gejala
a. Gejala subjektif
Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan pelan
b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat diterima
secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
C. POHON MASALAH
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diskusikan pada pasien tentang perilaku menarik diri, tanda serta penyebab
yang muncul
3) TUK 3 : Pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
Kaji pengetahuan pasien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
dengan orang lain serta kerugiannya bila tidak berhubungan dengan orang lain
Beri motivasi dan libatkan pasien dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama pasien dalam mengisi
waktu luang
Memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah
dibuat
Diskusikan dengan pasien tentang kerugian dan keuntungan tidak minum, serta
karakteristik obat yang diminum (nama, dosis, frekuensi, efek samping minum
obat)
Bantu dalam menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat,
dosis, cara, waktu)
Anjurkan pasien minta sendiri obatnya kepada perawat agar pasien dapat
merasakan manfaatnya
F. DAFTAR PUSTAKA
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama.
Sundeen, S. &. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH
A. MASALAH UTAMA
Harga Diri Rendah
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan
diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu
mencapai keinginan sesuai ideal diri (Yosep, 2009).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri atau
kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan (Towsend, 2008).
2. Penyebab
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang
tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orangtua,
tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial. (Stuart & Sundeen,
2006)
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan
bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan atau produktivitas yang
menurun. Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi
secara emosional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang muncul secara
tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,kecelakaan,perkosaan atau dipenjara, termasuk
dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena
penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien sebelum sakit atau
sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawa
(Yosep, 2009).
3. Jenis
a. Situasional Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,
kecelakaan,dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada pasien yang
dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privasi yang kurang diperhatikan.
Pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan, harapan
akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/penyakit,
perlakuan petugas yang tidak menghargai (Makhripah D & Iskandar, 2012).
b. Kronik Yaitu perasaan negativ terhadap diri telah berlangsung lama,yaitu
sebelum sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berfikir yang negativ. Kejadian sakit
dan dirawat akan menambah persepsi negativ terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada pasien
gangguan fisik yang kronis atau pada pasien gangguan jiwa. (Makhripah D &
Iskandar, 2012)
4. Rentang Respon
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Harga diri rendah berhubungan dengan koping keluarga tidak efektif
E. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a. Tujuan Umum : Pasien memiliki konsep diri yang positif
b. Tujuan Khusus
1) TUK 1 : Pasian dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
Perkenalkan diri dengan sopan
Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai pasien
Jelaskan tujuan pertemuan
Jujur dan menepati janji
Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
2) TUK 2 : Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Diskusikan kemampuan aspek positif , keluarga dan lingkungan yang dimiliki
pasien
Bersama pasien membuat daftar tentang : Aspek positif pasien, keluarga, dan
lingkungan, kemampuan yang dimiliki pasien
Utamakan memberi pujian yang realistik dan hindarkan penilaian negative
3) TUK 3 : Pasien dapat menilai kemampuan yang dimiiki untuk digunakan
Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat dilaksanakan dan
digunakan selama sakit
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya
4) TUK 4 : Pasien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Rencanakan bersama pasien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi pasien
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh pasien lakukan
5) TUK 5 : Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat
Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
Pantau kegiatan yang dilaksanakan pasien
Beri pujian atas keberhasilan pasien
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah pasien pulang
6) TUK 6 : Pasien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat pasien dengan
harga diri rendah
Bantu keluarga memberikan dukungan selama pasien dirawat
Bantu keluaga menyiapkan lingkungan rumah
7) TUK 7 : Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat
obat
Diskusikan akibat berhentinya tanpa konsultasi
Bantu pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
F. DAFTAR PUSTAKA
Herdman. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Iskandar, M. D. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Prabowo, E. (2014). Konsep&Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA.
Yogyakarta : Nuhamedika.
Townsend. (2008). Nursing Diagnosis in Psuchiatric Nursing a Pocket Guide for
Care Plan Construction. jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
A. MASALAH UTAMA
Resiko Perilaku Kekerasan
B. PROSES TERJADINNYA MASALAH
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang
berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan
lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015).
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Teori Biologis
Neurologic Faktor Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,
neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi
atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat
agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
bermusuhan dan respon agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012).
Genetic Faktor Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif.
Cycardian Rhytm Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut
penelitian pada jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan menjelang
berakhirnya kerja ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi orang untuk
lebih mudah bersikap agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012).
Faktor Biokimia Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak
contohnya epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan
dalam penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh.
Brain Area Disorder Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal,
siindrom otak, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi
ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan
(Mukripah Damaiyanti, 2012).
2) Teori Psikogis
Teori Psikoanalisa Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh
riwayat tumbuh kembang seseorang.
Imitation, modelling and information processing theory Menurut teori ini
perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang mentolelir
kekerasan.
Learning Theory Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu
terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah
(Mukripah Damaiyanti, 2012).
3. Rentang respon
Halusinasi
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
E. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a. Tujuan Umum : Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai denga tanggung
jawab
b. Tujuan Khusus
1) TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Beri salam dan panggil nama kien
Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
Jelaskan maksud hubungan interaksi
Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
Beri rasa aman dan sikap empati
Lakukan kontak singkat tapi sering
2) TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya
Bantu klien mengungkap perasaannya
3) TUK III : Kien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami saat marah/jengkel
Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien
Simpulkan bersama klien tanda-tanda klien saat jengkel/marah yang dialami
4) TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilakuk kekerasan yang biasa dilakukan
Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien
Bantu klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya
selesai
5) TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Bicarakan akibat kerugian dari cara yang dilakukan klien
Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang dilakukan oleh klien
Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat
6) TUK VI : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan secara konstruktif
Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari car baru
Beri pujian jika klien menemukan cara yang sehat
Diskusikan dengan klien mengenai cara lain
7) TUK VII : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
Bantu klien memilih cara yang tepat untuk klien
Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih
Bantu klien menstimulasi cara tersebut
Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara
tersebut
Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipilihnya jika ia sedang
kesal/jengkel
8) TUK VIII : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan
Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah
dilakukan keluarga terhadap klien selam ini
Jelaskan peran serta keluarga dalam perawatan klien
Jelaskan cara merawat klien
Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat kien
Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi
9) TUK IX : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program
pengobatan)
Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien
Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa izin
dokter
F. DAFTAR PUSTAKA
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka
Aditama.
Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam
Merawat Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender
Jakarta Timur, 29-37.
Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans
Info Media.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. MASALAH UTAMA
Defisit perawatan diri
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya,kesehatan dan kesejateraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperatawan dirinya jika tidak dapat melakukan keperawatan diri
(Depkes, 2000)
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan
gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri menurun (Damaiyanti, 2012).
2. Penyebab
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah:
a. Faktor predisposisi
1) Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu
2) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan
realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
4) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam
perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
1) Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu
tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7) Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya
3. Jenis
Menurut (Damaiyanti, 2012) jenis perawatan diri terdiri dari :
a. Defisit perawatan diri : mandi Hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan mandi/beraktivitas perawatan diri sendiri
b. Defisit perawatan diri : berpakaian Hambatan kemampuan untuk melakukan
ata menyelesaikan aktivitas berpakaian dan berhias untuk diri sendiri.
c. Defisit perawatan diri : makan Hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas sendiri
d. Defisit perawatan diri : eliminasi Hambatn kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas eliminasi sendiri.
4. Rentang respon
5. Proses terjadinya masalah
a. Factor predisposisi
1) Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu
2) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan
realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
4) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam
perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
1) Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu
tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7) Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya
6. Tanda dan gejala
a. Mandi/hygine Klien mengalami ketidakmapuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi,
mendapatkan perlengkapan mandi, mengerikan tubuh, serta masuk dan keluar
kamar mandi
b. Berpakaian Klien mempunyai kelemahan dalam meletakan atau mengambil
potongan pakian, menangalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian
c. Makan Klien mempunyai ketidak mampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapat makanan, membuka container,
memanipulasi makanan dalam mulut,mengambil makanandari wadah lalu
memasukan ke mulut, melengkapi makanan,mencerna makanan menurut cara
yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup
makanan dengan aman
d. Eliminasi Klien memiliki kebatasan atau krtidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian
toileting, membersihkan diri setelah BAK/BAB dengan tepat, dan menyiram toilet
atau kamar kecil.
7. Akibat
a. Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena
tidak tidak terpeliharanya kebersihan perorangandengan baik, gangguan fisik yang
seering terjadi adalah: gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku
b. Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygine
adalah gangguan kebutuhan aman nyaman , kebutuhan cinta mencintai, kebutuhan
harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial (Damaiyanti, 2012)
8. Mekanisme koping
a. Mekanisme koping adaptif Mekanisme koping yang mendukung fungsi
integrasi pertumbuhan belajar dan mencapai tujuan. Kategori ini adalah klien bisa
memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
b. Mekanisme koping maladaptif Mekanisme koping yang menghambat fungsi
integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri (Damaiyanti, 2012)
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a. Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri.
b. Tujuan Khusus
1) TUK 1 : Pasien bisa membina hubungan saling percaya dengan perawat
Sapa pasiendengan ramah, baik verbal maupun non verbal
Perkenalkan diri dengan sopan
Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang di sukai pasien
Jelaskan tujuan pertemuan
Jujur dan menepati janji
Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
2) TUK 2 : Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
3) TUK 3 : Pasien mampu melakukan berhias/ berdandan secara baik
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi : berpakaian, menyisir rambut, bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi : berpakaian, menyisir rambut,
berhias
4) TUK 4 : Pasien mampu melakukan makan dengan baik
Menjelaskan cara mempersiapkan makan
Menjelaskan cara makan yang tertib
Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
5) TUK 5 : Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
D. DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti. (2012). Asuhan keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Depkes, R. (2000). Keperawatan Jiwa : Teori dan Tindakan keperawatan Jiwa.
Jakarta: Depkes RI.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN WAHAM
A. MASALAH UTAMA
Gangguan proses pikir : waham
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klienyang tidak
sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh
orang lain.
Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan individu memprosesstimulus internal
dan eksternal secara akurat. Gangguannya adalah berupawaham yaitu keyakinan
individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikandengan realitas. Keyakinan individu
tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual dan latar belakang budayanya, serta
tidak dapat diubah dengan alasan yang logis. Selain itu keyakinan tersebut diucapkan
berulang kali (Kusumawati, 2010).
2. Penyebab
Gangguan orientasi realitas menyebar dalam lima kategori utamafungsi otak Menurut
Kusumawati, (2010) yaitu :
a. Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan menilaidan
menilik terganggu.
b. Gangguan fungsi emosi, motorik, dan sosial mengakibatkan
kemampuanberespons terganggu, tampak dari perilaku nonverbal (ekspresi
dangerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial).
c. Gangguan realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia.
d. Gejala primer skizofrenia (bluer) : 4a + 2a yaitu gangguan asosiasi,
efek,ambivalen, autistik, serta gangguan atensi dan aktivitas. Gejala sekunder:
halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat.
3. Jenis
Waham dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, menurut Direja (2011) yaitu :
a. Waham kebesaran Keyakinan secara berlebihan bahawa dirinya memiliki
kekuatan khusus atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Waham agama Keyakinan terhadap suatuagama secara berlebihan, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
c. Waham curiga Keyakinan seseorang atau sekelompok orang yang mau
merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapai tidak sesuai
dengan kenyataan.
d. Waham somatik Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau sebagian tubuhnya
terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
e. Waham nihlistik Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
4. Rentang respon
Halusinasi
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan proses pikir : waham berhubungan dengan halusinasi
E. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a. Tujuan Umum : Klien dapat berkomunikasi dengan baik dan terarah.
b. Tujuan Khusus
1) TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
Perkenalkan diri dengan sopan
Tanyakan nama lengkap dan nama yang disukai klien.
Jelaskan tujuan pertemuan
Jujur dan menepati janji
Tunjukkan rasa empati dan menerima klien dengan apa adanya.
2) TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasikan kemampuan yang dimiliki.
Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis
Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat
ini.
Tanyakan apa yang bisa dilakukan (kaitkan dengan aktivitas sehari-hari dan
perawatan diri) kemudian anjurkan untuk melakukan saat ini.
Jika klien selalu bicara tentang wahamnya dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada.
Perawat perlu memperhatikan bahwa klien sangat penting.
3) TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak dimiliki.
Observasi kebutuhan klien sehari-hari
Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi selama dirumah maupun di
RS.
Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan timbulnya waham
Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan
waktu dan tenaga.
Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya
4) TUK 4 : Klien dapat berhubungan dengan realitas.
Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (realitas diri, realitas orang lain,
waktu dan tempat).
Sertakan klien dalam terapi
aktivitas kelompok : orientasi realitas.
Berikan pujian tiap kegiatan positif yang dilakukan oleh klien.
5) TUK 5 : Klien dapat dukungan dari keluarga.
Diskusikan dengan keluarga tentang : gejala waham cara merawat, lingkungan
keluarga, follow up dan obat.
Anjurkan keluarga
melaksanakan dengan bantuan perawat.
6) TUK 6 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat, dosis, dan efek samping
obat dan akibat penghentian.
Diskusikan perasaan klien setelah minum obat.
Berikan obat dengan prinsip lima benar dan observasi setelah minum obat.
F. DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati, F. Hartono. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Direja, Ade Herman. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
A. MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
2. Penyebab
a. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
b. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
c. Interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
d. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
e. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
3. Faktor yang mempengaruhi
a. Faktor Predisposisi
1) Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya
resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
3) Lingkungan psikososial Seseorang yang baru mengalami kehilangan,
perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4) Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
5) Faktor biokimia Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif
diri.
b. Faktor Presipitasi
1) Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
2) Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress
3) Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
4) Cara untuk mengakhiri keputusan.
4. Patopsikologi
Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
a. Ancaman bunuh diri Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambevalensi
seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang
sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
b. Upaya bunuh diri Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan
oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
c. Bunuh diri Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau
terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung
ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada
waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami
depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya (Stuart &
Sundeen, 2006).
5. Rentang respon
D. DIANOSA KEPERAWATAN
Resiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah
E. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a. Tujuan umum: Klien dapat berhubungan dengan lain secara optimal untuk
mengungkapkan sesuatu yang dia rasakan pada orang yang dipercaya.
b. Tujuan khusus
1) TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Sapa klien dengan ramah secara verbal dan non verbal.
Perkenalkan diri dengan sopan.
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
Jelaskan tujuan pertemuan.
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
2) TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
Utamakan memberi pujian yang realistik.
3) TUK 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Diskusikan penggunaannya.kemampuan yang masih dapat digunakan.
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
F. DAFTAR PUSTAKA
Captain, C. (2008). Assesing suicide risk, nursing made incredibly easy, vol.6. USA.
Sundeen, S. &. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.