Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Diabetes Melitus

1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah suatu masalah serius dengan angka

kejadian yang meningkat tajam. Diabetes dapat menyerang hampir

segolongan masyarakat di seluruh dunia. Jumlah penderita diabetes

akan terus bertambah dari tahun ke tahun dikarenakan pola hidup yang

cenderung jarang bergerak dan pola makan yang buruk.(Damayanti,

2016).

Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul karena

adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi

insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi

insulin.(Suryono, 2018). Diabetes Melitus adalah suatu keadaan ketika

tubuh tidak mampu menghasilkan atau menggunakan insulin (hormon

yang membawa glukosa darah ke dalam sel dan menyimpannya

sebagai glikogen). (Aini & Aridiana, 2016).

Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia klonik disertai

berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang

menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan

pembuluh darah. Diabetes Melitus adalah penyakit yang terjadi akibat

gangguan pada pankreas yang tidak dapat menghasilkan insulin sesuai


dengan kebutuhan tubuh dan ketidakmampuan dalam memecah

insulin. Penyakit Diabetes Melitus juga menjadi faktor komplikasi dari

beberapa penyakit lain. (Maghfuri, 2016)

2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut maghfuri 2016, klasifikasi diabetes dibagi menjadi empat

jenis, antar lain:

a. Tipe 1 Insulin-Dependen Diabetes Melitus (IDDM)

Adalah penyakit hiperglikemia akibat kekurangan insulin

absolut, pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti.

IDDM disebabkan oleh destruksi autoimun karena infeksi,

biasanya virus dan atau respon autoimun secara genetik pada orang

yang terkena.

Faktor-faktor risiko Diabetes Melitus tipe 1, ialah:

1) Faktor genetik

2) Faktor imunologi

3) Faktor lingkungan: virus/toksin

4) Penurunan sel beta: proses radang, keganasan pankreas,

pembedahan

5) Kehamilan

6) Infeksi lain yang tidak berhubungan langsung

b. Tipe II Non-Insulin Dependen Diabetes Melitus (NIDDM)

Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi

insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin


untuk merangkum pengambilan glukosa oleh gangguan perifer dan

untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak

mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya.

Faktor-faktor risiko Diabetes Melitus tipe II:

1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia 65

tahun)

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

4) Gaya hidup

c. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

Merupakan diabetes yang terjadi pada saat kehamilan,

dimana intoleransi glukosa yang mulai muncul atau menular

diketahui selama keadaan hamil. Oleh karena terjadi peningkatan

sekresi berbagai hormon disertai pengaruh metabolik terhadap

glukosa, maka kehamilan merupakan keadaan peningkatan

metabolik tubuh dan hal ini berdampak kurang baik bagi janin.

d. Diabetes Melitus tipe lain

Beberapa Diabetes Melitus seperti defek genetik fungsi sel

beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,

karena obat/zat kimia, infeksi, penyebab imunologi yang jarang,

dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan Diabetes

Melitus.(Maghfuri, 2016).
3. Patofisiologi Diabetes Melitus

Pengelolaan bahan makanan di mulai di mulut kemudian ke

lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu

makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat

menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi

asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian

masuk kedalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk

dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai bahan bakar.

Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus

masuk dulu ke dalam sel sehingga dapat diolah. Di dalam sel, zat

makanan terutama glukosa diubah menjadi energi. Proses ini disebut

metabolisme. Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan

penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk

selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah

hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.

Dalam keadaan normal artinya kadar insulin cukup dan sensitif,

insulin ini ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan

sel otot, kemudian membuka pintu masuk sel hingga glukosa dapat

masuk ke sel untuk kemudian dibakar menjadi energi/tenaga.

Akibatnya kadar glukosa dalam batas normal. Pada diabetes dimana

didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kualitas

insulinnya tidak baik (resistensi insulin), meskipun insulin ada dan


reseptor juga ada, tapi karena ada kelainan di dalam sel itu sendiri

pintu masuk sel tidak dapat terbuka tetap menutup, sehingga glukosa

tidak dapat masuk ke dalam sel untuk dijadikan energi

(dimetabolisme). Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel, sehingga

kadar glukosa dalam darah meningakat. (Soegondo,2018)

4. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus

Menurut Tandra (2017), tanda dan gejala yang muncul pada pasien

Diabetes Melitus antara lain, ialah:

a. Banyak kencing atau poliuria

Pada keadaan hiperglikemia ginjal tidak mampu menyerap

kembali glukosa yang berlebihan didalam darah. Sehingga glukosa

ini akan menarik air keluar dari jaringan. Hal ini menyebabkan

penderita banyak kencing dan juga akan merasakan dehidrasi atau

kekurangan cairan.

b. Meningkatnya rasa haus atau polifagia

Dalam mengatasi dehidrasi akibat pengeluaran urin yang

berlebih akan merangsang pusat haus yang menyebabkan rasa haus

meningkat sehingga banyak minum.

c. Meningkatnya rasa lapar atau polidipsi

Meningkatkan proses katabolisme, dimana terjadi

pemecahan glikogen untuk dijadikan energi sehingga cadangan

energi berkurang, keadaan ini menstimulus pusat lapar.


d. Penurunan berat badan

Penurunan berat badan ini sebagai akibat dari dehidrasi,

banyak minum, dan banyak makan. Pada awalnya berat badan

memang meningkat, namun lama-kelamaan otot tidak memperoleh

glokosa untuk tumbuh dan sebagai sumber energi. Akibatnya,

jaringan otot dan lemak harus dipecah untuk memenuhi kebutuhan

energi. Keadaan ini semakin diperburuk oleh adanya risiko

komplikasi yang akan terjadi.

e. Kelemahan atau keletihan

Keluhan pasien diabetes seperti rasa capek atau lelah terjadi

karena pada pasien diabetes glukosa bukan lagi sumber energi

karena glukosa menumpuk dalam peredaran darah dan tidak dapat

diangkut ke dalam sel untuk menjadi energi.

f. Penglihatan kabur

Gula darah yang tinggi akan menarik cairan dari dalam

lensa mata sehingga lensa mata menipis. Mata akan mengalami

kesulitan untuk fokus dan penglihatan jadi kabur. Jika bisa

mengontrol gula darah dengan baik, penglihatan bisa membaik

karena lensa kembali normal. Hal ini juga menyebabkan ukuran

kacamata pada penderita diabetes sering berubah-ubah karena

kadar glukosa yang tidak terkontrol kadang naik ataupun turun.


g. Luka yang sulit sembuh

Penyebab luka yang sulit sembuh adalah:

1) infeksi yang hebat, kuman, atau jamur yang mudah tumbuh

pada kondisi hiperglikemia,

2) kerusakan dinding pembuluh darah, aliran darah yang tidak

lancar pada kapiler (pembuluh darah kecil) yang menghambat

penyembuhan luka, dan

3) kerusakan saraf dan luka yang tidak terasa sehingga

menyebabkan penderita diabetes tidak menaruh perhatian dan

membiarkannya membusuk.

h. Rasa kesemutan

Kerusakan saraf yang disebabkan oleh glukosa darah yang

tinggi merusak dinding pembuluh darah dan akan mengganggu

nutrisi pada saraf. Karena yang rusak adalah saraf sensoris,

keluhan yang paling sering muncul adalah rasa kesemutan atau

tidak berasa, terutama pada tangan dan kaki. Selanjutnya bisa

timbul rasa nyeri pada anggota tubuh, betis, kaki, dan lengan,

bahkan kadang terasa seperti terbakar.

i. Gusi memerah dan membengkak

Kemampuan rongga mulut menjadi lemah untuk melawan

infeksi, sehingga gusi membengkak dan memerah, muncul infeksi,

dan gigi tampak tidak rata dan mudah tanggal.


j. Kulit terasa kering dan gatal

Kulit terasa kering, sering gatal, dan infeksi. Keluhan ini

biasanya jadi penyebab pasien memeriksakan diri ke dokter kulit,

lalu baru ditemukan adanya diabetes.

k. Mudah terkena infeksi

Leukosit yang biasanya untuk melawan infeksi tidak dapat

berfungsi dengan baik jika kadar glukosa darah tinggi.

l. Gatal pada kemaluan

Infeksi jamur juga “menyukai” suasana gula tinggi. Vagina

mudah terkena infeksi jamur, mengeluarkan cairan kental putih

kekuningan, serta timbul rasa gatal.

5. Komplikasi Diabetes Melitus

Menurut Tandra, 2017, menyatakan berbagai komplikasi yang

dapat berkembang pada diabetes, antara lain ;

a. Komplikasi diabetes akut

Komplikasi yang akut tejadi secara mendadak, gejala dan

keluhan terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut

umumnya timbul akibat hipoglikemia atau hiperglikemia.

1) Hipoglikemia

Kadar gula darah yang terlalu rendah sampai dibawah 60

mg/dl disebut hipoglikemia. Hipoglikemia dapat terjadi pada

penderita diabetes yang diobati dengan suntikan insulin


ataupun minum obat tablet anti diabetes, tetapi tidak makan dan

olahraganya melebihi batasnya.

2) Ketoasidosis diabetik

Keadaan gawat darurat akibat hiperglikemia dimana

terbentuk banyak asam dalam darah. Hal ini terjadi karena sel

otot tidak mampu lagi membentuk energi sehingga dalam

keadaan darurat ini, tubuh akan memecah lemak dan

terbentuklah asam yang bersifat racun dalam peredaran darah

yang disebut keton.

b. Komplikasi diabetes kronis

1) Kerusakan saraf (Neuropati)

Dalam jangka waktu yang panjang, gula darah yang

tinggi akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh

darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga

terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik

(diabetic neuropathy). Akibatnya, saraf tidak bisa mengirim

atau menghantar pesan-pesan ransangan impulssaraf, salah

kirim atau terlambat. Keluhan yang timbul bisa bervariasi,

mungkin nyeri pada tangan dan kaki, atau gangguan

pencernaan, bermasalah dengan kontrol buang air besaratai

kecil, dan sebagainya.


a) Neuropati perifer

Kerusakan ini mengenai saraf perifer atau saraf tepi,

yang biasanya berada di anggota gerak bawah, yaitu

kaki dan tungkai bawah. Gejalanya seperti kesemutan,

rasa tebal, rasa lemah, nyeri yang hebat terutama pada

malam hari, atau mungkin gangguan napas dan

gangguan cerna.

b) Neuropati otonom

Saraf yang rusak adalah saraf otonom, yang

berfungsi untuk mengatur bagian tubuh yang tidak

disadari, seperti denyut jantung, saluran cerna, kandung

kemih, alat kelamin dan kelenjar keringat. Saraf ini

berhubungan langsung dengan sumsum tulang

belakang.

2) Kerusakan ginjal (Nefropathy)

Bila terjadi nefropati, racun tidak dapat dikeluarkan

oleh ginjal, sedangkan protein yang seharusnya

dipertahankan ginjal bocor keluar. Karena kapiler begitu

banyak, kerusakan kecil sering tidak menimbulkan keluhan

dan dalam pemeriksaan fungsinya di darah, sehingga ginjal

seringkali masih tampak normal. Kerusakan saringan ginjal

timbul akibat gula darah yang tinggi, lamanya diabetes,


yang diperberat oleh tekana darah yang tinggi,pasien makin

mudah mengalami kerusakan ginjal.

3) Kerusakan mata

Penyakit diabetes dapat merusak mata dan menjadi

penyebab utama kebutaan. Setelah mengidap diabetes

selama 15 tahun, rata-rata 2% penderita diabetes menjadi

buta dan 10% mengalami cacat penglihatan. Ada tiga

penyakit utama ada mata yang disebabkan oleh diabetes,

antara lain :

a) Retinopati

Kerusakan retina disebut retinopati. Retina

mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah

kapiler yang sangat kecil. Gula darah yang tinggi bisa

merusak pembuluh darah retina. Kebanyakan

mengeluhkan penglihatannya kabur, tetapi juga ada

berat sampai buta.

b) Katarak

Katarak adalah kelainan mata kedua pada penderita

diabetes yang dapat mengakibatkan kebutaan. Lensa

yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi

keruh sehingga menghambat masuknya sinar. Katarak

bisa terjadi pada usia lanjut. Namun, bila ada diabetes,

katarak bisa timbul pada usia muda dan menjadi makin


berat dengan adanya gula darah yang tinggi. Jadi

timbulnya katarak tergantung usia, lamanya diabetes,

dan bagaimana mengontrol gula darah.

c) Glaukoma

Adanya peningkatan gula darah tekanan dalam bola

mata sehingga merusak saraf mata. Pada kasus yang

ringan tidak muncul keluhan, tetapi penglihatan

menurun. Sedangkan pada kasus akut dan berat dapat

menyebabkan sakit kepala yang hebat sampai muntah.

4) Penyakit jantung

Diabetes dapat menyebabkan berbagai penyakit

jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular), seperti

angina (nyeri dada), serangan jantung, tekanan darah tinggi,

dan penyakit jantung koroner. Diabetes Melitus merusak

dinding pembuluh darah yang menybabkan penumpukkan

lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh

darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang

dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian

mendadak bisa terjadi.

5) Hipertensi

Penderita diabetes cenderung terkena hipertensi dua

kali lipat dibandingkan dengan mereka yang tidak

menderita diabetes. Hipertensi merusak pembuluh darah.


Antara 35-75% komplikasi diabetes disebabkan oleh

hipertensi. Beberapa faktor yang terkait dengan terjadinya

hipertensi pada penderita diabetes, seperti kerusakan ginjal,

obesitas, dan pengapuran atau pembuluh darah

(aterosklerosis)

6) Stroke

Dasartimbulnya stroke adalah terjadinya

aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah di otak.

Dimulai dari proses inflamasi atau radang, diikuti dengan

penumpukan lemak, perlekatan, dan pengumpalan sel darah

leukosit dan trombosit, serta kolagen dan jaringan ikat lain

pada dinding pembuluh darah, selanjutnya timbul

penyumbatan serta tidak ada suplai makanan dan oksigen

ke jaringan, sehingga terjadi kematian sel otak di

sekitarnya.

6. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Pilar utama penatalaksanaan DM yaitu:

a. Diet

Tujuan umum penatalaksanaan diet pada pasien Diabetes Melitus

antara lain : mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah

dan lipid mendekati normal, mencapai dan mempertahankan berat

badan dalam batas-batas normal atau kurang lebih 10% dari berat
badan idaman, mencegah komplikasi akut dan kronik, serta

meningkatkan kualitas hidup (Damayanti,2016)

b. Latihan Jasmani

Latihan jasmani mempunyai peran yang sangat penting dalam

penatalaksanaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat

memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki

kendali glukosa dan selain itu dapat pula menurunkan berat badan.

Disamping, kegiatan jasmani sehari-hari, dianjurkan juga

melakukan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)

selama kurang lebih 30 menit. Kegiatan yang dapat dilakukan

adalah jalan kaki atau bersepeda, bermain golf atau berkebun.

Khusus pada diabetes yang menggunakan insulin, ada beberapa

petunjuk olahraga yang perlu diperhatikan, yaitu :

1) Monitor kadar glukosa darah sebelum dan sesduah

berolahraga

2) Hindari gula darah rendah dengan memakan karbohidrat

ekstra sebelum olahraga

3) Hindari olahraga berat selama reaksi puncak insulin

4) Lakukan suntikan insulin di tempat-tempat yang tidak akan

digunakan untuk berolahraga aktif

5) Ikuti saran dokter untuk mengurangi dosis insulin sebelum

melakukan olahraga yang melelahkan atau lama


6) Glukosa darah bisa turun bahkan beberapa jam setelah

berolahraga karena itu sangat penting untuk memeriksa gula

darah secara periodik.(Damayanti,2016)

c. Terapi Farmakologi

Tujuan terapi insulin adalah menjaga kadar glukosa darah normal

atau mendekati normal. Pada Diabetes Melitus Tipe 2, insulin

terkadang diperlukan sebagi terapi jangka panjang untuk

mengendalikan kadar glukosa darah jika dengan diet, latihan fisik

dan Obat Hipoglikemia Oral (OHO) tidak dapat menjaga gula darah

dalam rentang normal. Berdasarkan consensus Perkeni, OHO saat

ini terbagi dalam 2 kelompok yaitu yang memperbaiki kerja insulin

dan obat yang menimgkatkan produksi insulin.

Berdasarkan cara kerja, OHO dibagi menjadi 3 golongan yaitu:

1) Memicu produksi insulin

a) Sulfonilurea

Obat ini telah digunakan dalam menangani hipoglikemia

pada diabetes tipe 2 selama 40 tahun. Mekanisme kerja obat ini

cukup rumit. Ia bekerja terutama pada sel beta pancreas untuk

meningkatkan produksi insulin sebelum maupun setelah

makan. Sel beta pancreas merupakan sel yang memproduksi

insulin dalam tubuh.

Sulfonylurea sering digunakan pada penyandang diabetes

yang tidak gemuk dimana kerusakan utama diduga adalah


terganggunya produksi insulin. Diabetes yang tepat untuk

diberikan obat ini adalah diabetes tipe 2 yang mengalami

kekurangan insulin tapi masih memiliki sel beta yang dapat

berfungsi dengan baik.(Damayanti,2016)

b.) Golongan glinid

Meglitinide merupakan bagian dari kelompok yang

meningkatkan produksi insulin (selain sulfonilurea). Maka dari

itu ia membutuhkan sel beta yang masih berfungsi baik.

Repaglinid dan Nateglinid termauk dalam kelompok ini,

mempunyai efek kerja cepat, lama kerja sebentar, dan

digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah setelah

makan. Repaglinid diserap secara tepat segera setelah dimakan,

mencapai kadar puncak di dalam darah 1

jam.(Damayanti,2016)

c.) Meningkatkan kerja insulin (sensitivitas terhadap insulin)

(1) Binguanid

Metformin adalah satu-satunya binguanid yang

tersedia saat ini. Metformin berguna untuk diabetes gemuk

yang mengalami penurunan kerja insulin. Alasan

penggunaan metformin pada diabetes gemuk adalah

karena obat ini menurunkan nafsu makan dan

menyebabkan penurunan berat badan.


Sebanyak 25 % ari diabetes yang diberikan

metformin dapat mengalami efek samping pada saluran

pencernaan, yaitu rasa tak nyaman di perut, daire dan rasa

seperti logam di lidah. Pemberian obat ini bersama

makanan dan dimulia dengan dosis terkecil dan

meningkatkannya secara perlahan dapat meminimalkan

secara perlahan dapat meminimalkan kemungkinan

timbulnya efek samping. Obat ini tidak seharusnya

diberikan pada penyandang dengan gagal ginjal, hati,

jantug dan pernafasan. Metformin dapat digunakan sebagai

obat tunggal atau dalam kombinasi. Obat-obatan oral

mungkin gagal untuk mengontrol gula darah setelah

beberapa ssat sebelummya berhasil (kegagalan sekunder)

akibat kurangnya kepatuhan diabetes atau fungsi sel beta

yang memperburuk dan/atau terjadinya gangguan kerja

insulin (resistensi insulin).

(2) Tiazolidinedion

Saat ini terdapat 2 tiazolinedion di Indonesia yaitu

rosiglitazone dan pioglitazone. Obat golongan ii

memperbaiki kadar glukosa darah dan menurunkan

hyperinsulinemia (tingginya kadar insulin) dengan

meningkatkan kerja insulin (menurunkan resitensi insulin)

pada penyandang Diabetes Melitus tipe 2. Obat golongan


ini juga menurunkan kadar trigloderida dan asam

lemak.(Damayanti,2016)

(3) Rosiglitazone (Avandia)

Dapat pula digunakan kombinasi dengan metformin

pada diabetes yang gagal mencapai target control glukosa

darah dengan pengaturan makan dan olahraga.

Pioglitazone (Actos), juga diberikan untuk meningkatkan

kerja (sensitivitas) insulin. Efek samping dari obat

golongan ini dapat berupa bengkak di daerah perifer

misalnya kaki, yang disebabkan oleh penigkatkan volume

cairan dalam tubuh. Oleh karena itu maka obat golongan

ini tidak boleh diberikan pada diabetes dengan gagal

jantung berat. Selain itu, pada penggunaan obat ini

pemeriksaan fungsi hati secara berkala harus dilakukan.

d.) Penghambat enzim alfa glucosidase

Penghambat kerja enzim alfa-glukosidase seperti

akarbose, mengahmbat penyerapan karbohidrat dengan

menghambat enzim disakarida di usus (enzim ini

bertanggungjawab dalam pencernaan karbohidrat). Obat ini

terutama menurunkan kadar glukosa darah setelah makan.

Efek sampingnya yaitu kembung, buang angina dan diare.

Supaya lebih efektif obat ini harus dikonsumsi bersama

dengan makanan.
Obat ini sangat efektif sebagai obat tunggal pada diabetes

tipe 2 dengan kadar glukosa darah puasanya kurang dari 200

mg/dL (11.1 mmol/l) dan kadar glukosa darah setelah makin

tinggu. Obat ini tidak mengakibatkan hipoglikemia dan boleh

diberikan bak pada peyadan diabetes gemuk maupun tidak,

serta dapat diberikan bersama dengan sulfonilurea, metformin

atau insulin.(Damayanti,2016)

d. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan pada pasien Diabetes Melitus diperlukan

karena penatalaksanan Diabetes Melitus memerlukan perilaku

penangan yang khusus seumur hidup. Pasien tidak hanya belajar

keterampulan untuk merawat diri sendiri guna menghindari

fluktuasi kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus

memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari

komplikasi diabetic jangka panjang. Pasien harus mengerti

mengenai nutrisi, manfaat dan efek samping

terapi.(Damayanti,2016)

B. Tinjauan Tentang Mekanisme Koping

1. Definisi Mekanisme Koping

Koping merupakan respon individu terhadap situasi yang

membahayakan dirinya baik secara fisik maupun psikis. Keefektifan

strategi koping yang digunakan oleh individu dalam menghadapi

stressor yaitu jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan


adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan,

tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik

maupun psikologis (Setyorini, 2017). Pada dasarnya mekanisme

koping adalah mekanisme pertahanan diri terhadap perubahan yang

terjadi baik dalam diri maupun dari luar diri.

2. Model Mekanisme Koping (Rahmawati 2016)

a. Mekanisme koping yang berfokus pada masalah adalah mekanisme

koping yang melibatkan tugas dan upaya langsung untuk mengatasi

ancaman itu sendiri. Contohnya yaitu negosiasi, konfrontasi, dan

mencari saran.

b. Mekanisme koping berfokus pada kognitif, dimana seseorang

mencoba untuk mengontrol makna dari suatu masalah dan dengan

demikian menetralisinya. Contohnya yaitu perbandingan positif,

ketidaktahuan selektif, subtitusi penghargaan, dan devalusi benda

yang diinginkan.

c. Mekanisme koping berfokus pada emosi, dimana pasien

berorientasi pada tekanan emosional moderat. Contohnya termasuk

penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti penyangkalan,

denial, supresi, dan proyeksi.

3. Jenis Mekanisme Koping (Rahmawati 2016)

Gaya koping merupakan penentuan dari gaya seseorang dalam

memecahkan suati masalah berdasarkan tuntutanyang dihadapi.


a. Gaya koping positif

Gaya koping positif merupakan gaya yang mampu

mendukung integritas ego, yaitu:

1) Problem sovling merupakan suatu usaha untuk memecahkan

masalah, dimana gaya koping ini masalah harus dihadapi,

dipecahkan, dan tidak dihindari atau menganggapmasalah itu

tidak berarti. Pemecahan masalah ini digunakan untuk

menghindari tekanan atau beban psikologis akibat adanya

stressor yang masuk dalam diri seseorang.

2) Utilizing sosial support merupakan suatu tindak lanjut dari

menyelesaikan masalah yang dialami, oleh sebab itu apabila

seseorang mempunyai masalah yang tidak bisa diselesaikan

sendiri, seharusnya tidak disimpan sendiri tetapi carilah

dukungan orang lain yang dapat dipercaya dan mampu

memberikan bantuan dalam bentuk masukan ataupun saran dan

lainnya.

3) Looking for silver lining masalah yang berat terkadang akan

membawa kebutaan dalam upaya menyelesaikan masalah,

walaupun sudah berusaha dengan maksimal, terkadang masalah

belum dapat diselesaikan, oleh sebab itu seberat apapun

masalah yang dihadapi harus tetap berfikir positif dan

mengambil hikmah dari setiap masalah yang dihadapi. Pada

fase ini manusia diharapkan mampu menerima kenyataan


sebagai sebuah ujian dan cobaan yang harus dihadapi dan

berusaha menyelesaikan masalah tanpa menurunkan semangat

motivasi.

b. Gaya Koping Negatif

Gaya koping negatif yang dapat menurunkan integritas ego,

dimana gaya koping ini dapat merusak dan merugikan dirinya

sendiri, yang terdiri dari sebagai berikut:

1) Avoidance merupakan suatu usaha untuk mengatasi situasi

tekana dengan cara lari dari situasi tersebut dan menghindari

masalah dan pada akhirnya terjadi penumpukan masalah.

Bentuk melarikan diri seperti merokok, menggunakan obat-

obatan, dan berbelanja tujuannya untuk menghilangkan

masalah tetapi hal itu akan menambah masalah.

2) Self-blam yaitu ketidakberdayaan atas masalah yang dihadapi

biasanya menyalahkan orang diri sendiri dan dapat

menyebabkan seseorang menarik diri dari lingkungan sosial.

3) Wishfull thinking merupakan kesedihan mendalam yang

dialami seseorang akibat kegagalan mencapai tujuan, karena

penentuan keinginan terlalu tinggi sehingga sulit tercapai.

4. Respon koping (Rahmawati 2016)

Menurut Model Adaptasi Stres Stuart respon individu terhadap

stres berdasarkan predisposisi, sifat stresor, persepsi terhadap situasi


dan analisis sumber koping dan mekanisme koping. Respon koping

klien dievaluasi dalam suatu rentang yaitu adaptif atau maladaptif.

a. Respon mekanisme koping adaptif

Respon yang mendukung fungsi integritas, pertumbuhan,

belajar dan mencapai tujuan seperti berbicara dengan orang lain,

memcahkan masalah secara efektif, tehnik relaksasi, latihan

seimbang dan aktivitas konstruktif. Dimensi koping adaptif antara

lain :

1) Koping aktif, dicirikan dengan adanya pemecahan masalah

2) Penggunaan pertolongan,misalnya dengan meminta

bantuan orang lain dalam mengatasi situasi yang membuat

tertekan

3) Penyusuna positif yaitu berpikir positif terhadap situasi

yang membuat tertekan

4) Pengalihan diri yaitu megalihkan kecemasan dengam

menggunakan aktivitas yang lebih positif

5) Perencanaan yaitu mengatur strategi untuk mengatasi

masalah atau situasi yang membuat tertekan

6) Penerimaan yaitu menerima keadaan, masalah atau situasi

yang membuat individu tertekan

7) Koping agama,misalnya seseorang melibatkan unsur agama

dalam mengatasi masalah atau situasi yang membuat

tertekan
8) Humor yang mengatasi masalah atau situasi menekan

dengan menceritakan hal-hal yang lucu

b. Respon mekanisme koping maladaptif

Respon yang mengahambat fungsi integrasi, memecahkan

pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menghalangi

penguasaan terhadap lingkungan, seperti makan berlebihan, atau

bahkan tidak makan, kerja berlebihan, menghindari, marah-marah,

mudah tersinggung, dan menyerang.

Mekanisme koping maladaptif dapat memberi dampak yang

buruk bagi seseorang seperti isolasi diri, berdampak pada

kesehatan diri, bahkan terjadinya risiko bunuh diri.Dimensi koping

maladaptif, antara lain:

1) Penolakan yaitu menolak kenyataan yang sedang terjadi

2) Penggunaan zat yaitu mengalihkan rasa cemas dengan

mengguanakan zat atau obat-obatan seperti alcohol dan

obat-obatan terlarang.

3) Penggunaan dukungan emosional yaitu mencari dukungan

secara emosional seperti perasaan nyaman dari orang lain

4) Ketidakberdayaan yaitu upaya seseorang untuk mengurangi

situasi yang membuat tertekan dengan cara menyerah

kepada situasi tersebut

5) Pelepasan yaitu pelampiasan emosi negatif baik pada diri

sendiri maupun orang lain


6) Menyalahkan diri sendiri yaitu menyalahkan diri atas

situasi yang membuat tertekan atau terhadap masalah yang

sedang dihadapi

C. Tinjauan Tentang Self-Care Management

1. Self Care Management Menurut Dorothea Orem

Self care menurut Orem adalah kemampuan individu dalam

melakukan aktifitas perawatan diri untuk mempertahankan hidup,

meningkatkan, dan memelihara kesehatan serta kesejahteraan

individu.Perawatan diri didefinisikan sebagai aktifitas individu untuk

mengontrol gejala, melakukan perawatan, keadaan fisik, dan psikologi

serta merubah gaya hidup yang disesuaikan dengan penyakit yang

diderita untuk memelihara hidup, kesehatan, dan kesejahteraan.Tujuan

utama dilakukannya self care management adalah klien dapat efektif

memanajemen kesehatannya secara berkelanjutan, terutama pada klien

dengan penyakit kronis.

Orem mengemukakan bahwa perawatan diri memiliki tujuan dan

berperan terhadap integritas struktural, fungsi, dan perkembangan

manusia. Tujuan yang ingin dicapai yaitu berdasarkan keperluan

universal, perkembangan, dan perawatan kesehatan akibat

penyimpangan kesehatan. Keperluan self care universal ditemukan

pada seluruh manusia dan berhubungan dengan proses kehidupan

individu dalam mencapai kesejahteraan umum. Kebutuhan

perkembangan berhubungan dengan tahapan perkembangan dialami


setiap individu. Kebutuhan pada penyimpangan kesehatan atau

perubahan yang dialami pada tubuh dan fungsi organ individu.

Keharusan melakukan perawatan diri disebut sebagai kebutuhan

perawatan diri dimana individu diharuskan mengetahui cara atau

tindakan yang dilakukan. Orem telah membagi keharusan perawatan

diri ke dalam tiga kategori, diantaranya yaitu keharusan universal yang

bersifat umum bagi seluruh individu dimana individu diharuskan

melakukan perawatan diri untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia

seperti kebutuhan oksigenasi, kebutuhan nutrisi cairan, kebutuhan

istirahat tidur, kebutuhan rekreasi, kebutuhan aman nyaman, dan

meningkatkan fungsi hidup normal. Kategori selanjutnya yaitu

keharusan perkembangan dimana individu diharuskan melakukan

perawatan diri sesuai dengan perubahan citra tubuh yang dialami

akibat bertambahnya usia. Kategori yang terakhir adalah keharusan

akibat perubahan kesehatan akibat dari penyakit, cedera, atau dampak

penanganan penyakit.

Klien dengan penyakit tertentu tentunya memiliki keharusan

melakukan perawatan diri karena adanya penyimpangan kesehatan

yang dialaminya. Keharusan melakukan perawatan diri akibat

penyimpangan kesehatan yang dialami oleh setiap individu berbeda,

disesuaikan dengan penyakit yang diderita. Perilaku perawatan diri

klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya harus diketahui terlebih

dahulu oleh tenaga kesehatan, setelah itu tenaga kesehatan mencari


tahu bagaimana klien melakukan perawatan diri berdasarkan penyakit

yang diderita.

Perihal yang harus diketahui oleh tenaga kesehatan diantaranya

bagaimana klien mencari pelayanan kesehatan, apakah klien

menyadari adanya perubahan kesehatan yang dialami, apakah klien

dan keluarga mengetahui informasi terkait penyakit yang diderita

klien, apakah klien dan keluarga memahami cara merawat dan

mengatasi gejala yang timbul akibat penyakit. Perihal lain yang harus

diketahui oleh tenaga kesehatan, yaitu apakah klien memiliki motivasi

dan kemampuan untuk melakukan perawatan medis, apakah klien

mengetahui perawatan diri yang dapat membantu menangani

penyakitnya selain perawatan medis, apakah klien menerima dan

melaksanakan perawatan medis secara teratur, apakah klien menyadari

akan adanya efek samping dari perawatan medis yang diterima, apakah

klien mengetahui cara mengatasi efek samping yang timbul.

2. Self Care Management Diabetes Melitus

Self Care Management Diabetes Melitus merupakan program yang

harus dijalankan sepanjang kehidupan penderita Diabetes Melitus dan

menjadi tanggung jawab penuh bagi penderita Diabetes Melitus. Self

Care Management Diabetes Melitus bertujuan mengoptimalkan

kontrol metabolik, mengoptimalkan kualitas hidup, serta mencegah

komplikasi akut dan kronis. Beberapa studi menunjukan bahwa


menjaga glukosa darah tetap normal dapat meminimalkan komplikasi

yang terjadi karena Diabetes Melitus.

Self care Diabetes Melitus merupakan tindakan mandiri yang

harus dilakukan oleh penderita DM dalam kehidupannya sehari-hari.

Tujuan melakukan tindakan self care untuk mengontrol glukosa darah.

Tindakan yang dapat mengontrol glukosa darah, meliputi pengaturan

pola makan (diet), latihan fisik (olahraga), perawatan kaki,

penggunaan obat diabetes, dan monitoring gula darah.

Penyakit Diabetes Melitus membutuhkan penanganan seumur

hidup dalam pengendalian kadar gula darah. Terapi pada Diabetes

Melitus memiliki tujuan utama yaitu untuk mengurangi komplikasi

yang ditimbulkan akibat Diabetes Melitus dengan cara menormalkan

aktivitas insulin dan kadar glukosa darah. Hal tersebut dapat dilakukan

dengan cara memelihara kualitas hidup yang baik dan menjaga kadar

glukosa darah dalam batas normal tanpa terjadi hipoglikemia.

a. Terapi nutrisi (manajemen diet)

Penatalaksanaan diet pada pasien Diabetes Melitus

memiliki beberapa tujuan yaitu mempertahankan kadar glukosa

darah dan lipid mendekati normal, mencapai dan

mempertahankan berat badan dalam batas-batas normal atau ±

10% dari berat badan ideal, mencegah komplikasi akut dan

kronik, serta meningkatkan kualitas hidup. Penatalaksanaan

nutrisi dimulai dari menilai kondisi pasien atau status gizi


pasien dengan cara menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT). Hal

ini bertujuan agar pasien mengetahui apakah penderita

mengalami obesitas, normal, atau kurang gizi. IMT normal

orang dewasa adalah antara 18,5-25. Konsumsi makanan untuk

pasien Diabetes Melitus harus diperhatikan, misalnya

mengkonsumsi makanan berkolestrol harus dibatasi karena

akan hiperkolestrolemia yang akan menyebabkan

aterosklerosis. Standar komposisi makanan untuk pasien

Diabetes Melitus yang dianjurkan adalah karbohidrat 45-65 %,

protein 10-20 %, lemak 20-25 %, kolestrol <300 mg/hr, serat

25 g/hr, garam dan pemanis dapat digunakan secukupnya.

b. Latihan fisik (olahraga)

Penatalaksanaan latihan fisik bertujuan untuk

meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki

pemakaian insulin dengan cara menurunkan kadar glukosa.

Manfaat lainnya adalah memperbaiki sirkulasi darah dan tonus

otot, merubah kadar lemak darah yaitu menurunkan kadar

kolestrol total dan trigliserida serta meningkatkan kadar HDL-

kolesterol.

Olahraga bagi penderita diabetes yang dianjurkan adalah

sesuai CRIPE (Contious Rythmiccal Intensicy Progressife

Endurance), yaitu dilakukan secara terus menerus tanpa

berhenti sehingga otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara


teratur. Otot-otot yang berkontraksi secara teratur ini akan

merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke

dalam sel. Latihan CRIPE sebaiknya dilakukan minimal 3 kali

dalam seminggu dan dua hari lainnya melakukan olahraga yang

disenangi penderita diabetes.

Olahraga yang baik dilakukan pada pagi hari sebelum jam

06.00 selama kurang lebih setengah jam. Suasana pada pagi

hari akan membuat penderita lebih nyaman berolahraga dan

tidak mengalami stres karena udara yang masih bersih juga

suasana yang belum ramai. Aerobik merupakan jenis latihan

yang dianjurkan bagi penderita Diabetes Melitus seperti jalan

kaki, jogging, berenang, senam berkelompok atau aerobik dan

bersepeda di mana latihan ini bertujuan untuk meningkatkan

stamina penderita Diabetes Melitus.

Prinsip olahraga bagi penderita Diabetes Melitus:

1) Frekuensi olahraga tiap minggu sebaiknya dilakukan 3-

5kali secara teratur

2) Intensitas ringan dan sedang (60-70 % maximius heart

rate)

3) Durasi 30-60 menit

4) Jenis latihan seperti latihan jasmani endurans (aerobik)


c. Monitoring kadar gula darah

Self-monitoring blood glucose (SMBG) atau dikenal

dengan pemantauan kadar gula darah secara mandiri berfungsi

sebagai deteksi dini dan mencegah terjadinya hiperglikemi

serta hipoglikemi. Dan dalam jangka panjang akan mengurangi

komplikasi diabetik jangka panjang. SMBG telah menjadi

dasar dalam memberikan terapi insulin. Monitoring ini

dianjurkan bagi pasien dengan penyakit Diabetes Melitus yang

tidak stabil, memiliki kecenderungan untuk mengalami ketosis

berat, hiperglikemia dan hipoglikemia tanpa gejala ringan.

d. Terapi farmakologi/ Minum Obat Diabetes Melitus

Kadar gula darah dalam rentang normal atau mendekati

normal adalah tujuan dari terapi farmakologi dengan insulin.

Insulin juga merupakan terapi obat jangka panjang untuk

penderita Diabetes Melitus tipe 2 karena bertujuan untuk

mengendalikan kadar glukosa darah jika dengan diet, latihan

fisik, dan Obat Hipoglikemia Oral (OHO) ketika tidak dapat

menjaga gula darah dalam rentang normal. Insulin dibutuhkan

secara kontemporer selama mengalami sakit, infeksi,

kehamilan, pembedahan, dan beberapa kejadian stres pada

Penderita Diabetes Melitus tipe 2.OHO saat ini terbagi menjadi

2 kelompok yaitu obat yang memperbaiki kerja insulin dan

obat yang meningkatkan kerja insulin. Golongan obat yang


memperbaiki kerja insulin adalah obat-obatan seperti

metformin, glitazone, dan akarbose. Obat-obatan ini bekerja

pada tempat di mana terdapat insulin yang mengatur glukosa

darah seperti pada hati, usus, otot dan jaringan lemak.

Sementara golongan obat yang meningkatkan kerja insulin

adalah sulfonil, repaglinid, nateglinid, dan insulin yang

disuntikkan. Obat-obatan ini berfungsi untuk meningkatkan

pelepasan insulin yang disuntikkan untuk menambah kadar

insulin di sirkulasi darah. Obat-obatan golongan diatas

memiliki mekanisme kerja yang berbeda.

e. Perawatan Kaki

Perawatan kaki merupakan aktivitas penting yang harus

dilakukan penderita Diabetes Melitus untuk merawat kaki yang

bertujuan mengurangi resiko ulkus kaki. Hal-hal yang perlu

diperhatikan saat perawatan kaki adalah penderita Diabetes

Melitus harus memeriksa kondisi kaki setiap hari, mencuci kaki

dengan bersih dan mengeringkannya menggunakan handuk,

memeriksa dan memotong kuku kaki secara rutin, memilih alas

kaki yang nyaman, serta mengecek bagian sepatu yang akan

digunakan.
D. Kerangka Teori

Diabetes Melitus Mekanisme koping Self care


Tipe 2 management

Penatalaksanaan Koping adaptif Koping maladaptif 1. Terapi


diabetes melitus: nutrisi
1. Diet
(manajemen
2. Latihan jasmani 1. Koping aktif 1. Penolakan diet)
3. Terapi 2. Penggunaan 2. Penggunaan zat 2. Latihan fisik
farmakologi pertolongan 3. Penggunaan (olahraga)
4. Pendidikan 3. Penyusunan dukungan 3. Monitoring
kesehatan positif 4. Ketidakberdayaan kadar gula
4. Pengalihan 5. Pelepasan darah
diri 6. Menyalahkan 4. Terapi
5. Perencanaan diri sendiri farmakologi
6. Penerimaan
7. Koping
/ minum
agama obat
8. Humor 5. Perawatan
kaki

Gambar 1.1 Kerangka teori

Keterangan :

`: variabel yang diteliti

: variabel yang tidak diteliti


E. Kerangka konsep

Adaptif
Mekanisme Self care
koping management
Maladaptif

Gambar 1.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

:Mekanisme koping (Variabel Independent)

: self care management (Variabel dependent)

F. Hipotesis

H0 : Tidak ada hubungan mekanisme koping dengan self-care management

pasien Diabetes Melitus tipe 2

Ha : Ada hubungan mekanisme koping dengan self-care management

pasien Diabetes Melitus tipe 2.

Anda mungkin juga menyukai