Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Stroke merupakan penyebab kematian kedua didunia setelah penyakit

jantung dengan angka kematian sekitar 4,4 juta orang pertahun. Insiden

penyakit serebrovaskuler meningkat dengan tajam sesuai pertambahan usia

dan bersama dengan pertambahan populasi usia lanjut akan terjadi

peningkatan beban stroke di masyarakat. Secara umum diketahui sebanyak

25% pasien dengan stroke meninggal dalam bulan pertama dan 40%

meninggal dalam tahun pertama setelah serangan akut dan separuh dari

mereka yang hidup akan mengalami kecacatan fisik.

Hipertensi hingga saat ini disebut sebagai faktor resiko utama untuk

semua jenis stroke baik infark maupun perdarahan serebral. Dari data

penelitian yang ada menunjukkan kontrol terhadap tekanan darah akan

mengurangi resiko stroke. Hipertensi akan mengganggu aliran darah serebral

dan akan berperan pada kejadian penyakit serebrovaskuler. Hipertensi

merupakan faktor resiko utama pada stroke yang dapat di modifikasi.

Tingginya peningkatan tekana darah erat hubungannya dengan resiko

terjadinya stroke.

Hipertensi memegang peranan penting pada patogenesis artherosklerosis

pembuluh darah besar yang selanjutnya akan menyebabkan stroke iskemik

oleh karena oklusi trombotik arteri, emboli arteri ke arteri atau kombinasi

keduanya. Hubungan yang jelas juga ditunjukkan antara hipertensi dan infark
2

lakuner. Stroke kardioembolik juga lebih sering pada individu dengan

hipertensi dan penyakit jantung. Sebagai tambahan hipertensi juga

merupakan faktor resiko utama terjadinya perdarahan intraserebral dan

subaraknoid yang merupakan kedua jenis perdarahan utama pada stroke.

BAB II
3

LAPORAN KASUS

2.1 STATUS PASIEN

IDENTITAS PRIBADI

Nama : Baginda Martua Raja

Umur : 63 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Pukat IV No. 44 Medan

Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Status Perkawinan : Kawin

Tanggal MRS : 01 Agustus 2018

Tanggal KRS : 14 Agustus 2018

2.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama : Lemah lengan kanan dan tungkai kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang pasien datang ke RS Haji Medan dengan

keluhan lemah pada tungkai dan lengan bagian kanan secara tiba-tiba sampai tidak

dapat berdiri. Os merasakan keluhan tersebut ± 1 bulan ini. Os juga mengeluhkan

mulutnya mencong sehingga bahasa yang diucapkan sulit dipahami. OS

mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit diabetes meilitus. Riwayat hipertensi

pun disangkal, Os merupakan perokok aktif. BAB (-), BAK (+).

Riwayat penyakit terdahulu: -

Riwayat penggunaan Obat : -


4

ANAMNESE TRAKTUS

Traktus Sirkulatorius : Dalam batas normal

Traktus Respiratorius : Dalam batas normal

Traktus Digestivus : Dalam batas normal

Traktus Urogenitalis : Dalam batas normal

Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : Tidak dijumpai

Intoksikasi dan Obat-obatan : Tidak dijumpai

ANAMNESA KELUARGA

Faktor Herediter : Tidak ada, disangkal

Faktor Familier : Tidak ada, disangkal

Lain-lain : Tidak ada

ANAMNESA SOSIAL

Kelahiran dan Pertumbuhan : Normal

Imunisasi : Tidak jelas

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Perkawinan dan Anak : Kawin

PEMERIKSAAN JASMANI
5

PEMERIKSAAN UMUM

Tekanan Darah : 160/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Frekuensi Nafas : 20 x/menit

Temperatur : 37 oC

Kulit dan Selaput Lendir : Dalam batas normal

Kelenjar Getah Bening : Dalam batas normal

Persendian : Dalam batas normal

KEPALA DAN LEHER

Bentuk dan Posisi : Bulat dan medial

Pergerakan : Dalam batas normal

Kelainan Panca Indera : Dalam batas normal

Rongga mulut dan Gigi : Dalam batas normal

Kelenjar Parotis : Dalam batas normal

Desah : Tidak ada

Dan lain-lain : Tidak ada

RONGGA DADA DAN ABDOMEN

PARU-PARU

 Inspeksi : Simetris kanan = kiri

 Palpasi : Stem Fremitus Kanan=kiri

 Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru

 Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)

ABDOMEN
6

 Inspeksi : Simetris, Datar

 Palpasi : Soepel, Hepar dan Lien tidak teraba

 Perkusi : Timpani

 Auskultasi : Peristaltik (+) normal

GENITALIA

 Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan

STATUS NEUROLOGI

SENSORIUM : Compos mentis dengan gangguan kognitif

KRANIUM

Bentuk : Bulat lonjong, Normocephali

Fontanella : Tertutup, Keras

Palpasi : A. Temporalis (+), A. Carotis (+)

Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Transiluminasi : Tidak dillakukan pemeriksaan

PERANGSANGAN MENINGEAL

Kaku Kuduk :-

Tanda Kernig :-

Tanda Lasegue :-

Tanda Brudzinski I :-

Tanda Brudzinski II :-

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL


7

Muntah :-

Sakit Kepala :-

Kejang :-

SARAF OTAK/NERVUS KRANIALIS

NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meastus Nasi Sinistra

Normosmia : + +

Anosmia : - -

Parosmia : - -

Hiposmia : - -

NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Visus : TDP TDP

Lapangan Pandang

 Normal : + +

 Menyempit : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Hemianopsia : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Scotoma : Tidak dilakukan pemeriksaan

Refleks Ancaman : + +

Fundus Oculi : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Warna : - -

 Batas : - -

 Ekstavasio : - -

 Arteri : - -

 Vena : - -
8

NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Gerakan Bola Mata : + +

Nistagmus : - -

 Lebar : 3 mm 3 mm

 Bentuk : Bulat, isokor Bulat,isokor

 Refleks cahaya langsung: + +

 Refleks cahaya tak langsung: + +

 Rima Palpebra : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Deviasi Konjugate : - -

 Fenomena Doll’s Eye: Tidak dilakukan pemeriksaan

 Strabismus : - -

NERVUS V Kanan

Motorik

 Membuka dan Menutup Mulut : +

 Palpasi otot masseter dan temporal: Dalam Batas Normal

 Kekuatan gigitan : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Sensorik

 Kulit : Dalam Batas Normal

 Selaput lendir : Dalam Batas Normal

Refleks kornea

 Langsung : +/+

 Tidak langsung : +/+

Refleks masseter : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Refleks bersin :+
9

NERVUS VII

Motorik

 Mimik : +

 Kerut kening : +

 Menutup mata : +/+

 Meniup sekuatnya : +

 Memperlihatkan gigi : +

 Tertawa : +

 Sudut mulut : Dalam Batas Normal

Sensorik

 Pengecapan 2/3 depan lidah : Sulit dinilai

 Produksi kelenjar ludah : Sulit dinilai

 Hiperakusis : TDP

 Refleks stapedial :+

NERVUS VIII Kanan Kiri

Auditorius

 Pendengaran : + +

 Test Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Test Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Test Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Vestibularis

 Nistagmus : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Reaksi Kalori : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Vertigo : Tidak dilakukan pemeriksaan


10

 Tinnitus : Tidak dilakukan pemeriksaan

NERVUS IX, X

Pallatum mole : Dalam Batas Normal

Uvula : Medial

Disfagia :-

Disartria :-

Disfonia :-

Refleks Muntah :+

Pengecapan 1/3 belakang : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

NERVUS XI

Mengangkat bahu : +/+

Fungsi otot Sternokleidomastoideus : +/+

NERVUS XII

Lidah

 Tremor :-

 Atrofi : -

 Fasikulasi : -

Ujung lidah sewaktu istirahat : Dalam Batas Normal

Ujung lidah sewaktu dijulurkan : Dalam Batas Normal

SISTEM MOTORIK D S

Trofi : Normotrofi Normotrofi

Tonus : Normotonus Hipotonus

Kekuatan Otot :
11

ESD : 3 3 3 3 3/3 3 3 3 3 ESS : 5 5 5 5 5/5 5 5 5 5

EID : 3 3 3 3 3/3 3 3 3 3 EIS : 5 5 5 5 5/5 5 5 5 5

Gerakan Spontan Abnormal

 Tremor :-

 Khorea :-

 Ballismus :-

 Mioklonus :-

 Ateotsis :-

 Distonia :-

 Spasme :-

 Tic :-

 Dan lain-lain :-

TES SENSIBILITAS

Eksteroseptif : Nyeri (+), Raba (+), Suhu (+)

Propioseptif : Sikap (berbaring), Gerak (+), Tekan (+)

Fungsi kortikal untuk sensibilatas

 Sterognosis : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Pengenalan 2 titik : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Grafestesia : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

REFLEKS
12

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

 Biceps : ++ ++

 Triceps : ++ ++

 Radioperiost : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 APR : +++ ++

 KPR : +++ ++

 Strumple : - ++

Refleks Patologis Kanan Kiri

 Babinski : + -

 Oppenheim : - -

 Chaddock : - -

 Gordon : - -

 Schaeffer : - -

 Hoffman – Tromner: + -

 Klonus Lutut : - -

 Klonus Kaki : - -

Refleks Primitif : - -

KOORDINASI

Lenggang :+

Bicara :+

Menulis :+

Percobaan Apraksia : +

Mimik : Sulit Dinilai


13

Test telunjuk-telunjuk: +

Tes Telunjuk-hidung : +

Tes tumit-lutut : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

VEGETATIF

Vasomotorik :+

Sudomotorik :+

Pilo-erektor :+

Miksi : + (kateter)

Defekasi :-

Potensi dan Libido : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

VERTEBRA

Bentuk

 Normal :+

 Scoliosis :-

 Hiperlordosis :-

Pergerakan

 Leher :+

 Pinggang :+

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER


14

Laseque : Sulit di nilai

Cross Laseque : TDP

Tes Lhermitte : TDP

Test Naffziger : TDP

GEJALA-GEJALA SEREBELLAR

Ataksia :-

Disartria :-

Tremor :-

Nistagmus :-

Fenomena Rebound :-

Vertigo :-

Dan lain-lain :-

GEJALA-GEJALA EKSTRAPRAMIDAL

Tremor :-

Rigiditas :-

Bradikinesia :-

Dan lain-lain :-

FUNGSI LUHUR

Kesadaran Kualitatif : Compos Mentis dengan gangguan kognitif

Ingatan Baru :+

Ingatan Lama :+
15

Orientasi

 Diri :+

 Tempat :+

 Waktu :+

 Situasi :+

` Intelegensia : Sulit Dinilai

Daya Pertimbangan : Sulit Dinilai

Reaksi Emosi : Sulit Dinilai

Afasia

 Represif :-

 Ekspresif :-

 Apraksia : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Agnosia

 Agnosia visual :-

 Agnosia jari-jari :-

 Akalkulia :-

Disorientasi Kanan-Kiri :-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
16

HEMATOLOGI

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah Rutin

Hemoglobin 14.5 g/dl 13.2-17.3

Eritrosit 4.7 x 106 /µL 4.4 – 5.9

Leukosit 7,710 / µL 4.000 – 11.000

Hematokrit 42.0 % 40-52

Trombosit 272,000 /µL 150000 – 440000

Index Eritrosit

MCV 89.4 fL 80 – 100

MCH 30.8 pg 26 – 34

MCHC 34.6 % 32 – 36

Hitung Jenis Leukosit

Eosinofil 6 %* 1–3

Basofil 0% 0–1

N. Stab 0 %* 2–6

N. Seg 53 % 53 – 75

Limfosit 35 % 20 – 45
17

Monosit 5% 4–8

LED 11 mm/jam* 0-10

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah

GDS 90 mg/dL < 140

Lemak

Kolesterol total 207 mg/dL <220

Fungsi Hati

Bilirubin Total 0.87 mg/dL 0.3-1

Bilirubin direk 0.16 mg/dL <0.25

AST ( SGOT ) 22 U/l <40

Alkali Fosfat 83 U/l* 15-70


18

Fungsi Ginjal

Ureum 20 mg/dL 20 – 40

Kreatinin 1.14 mg/dL 0.6 – 1.1

Asam urat 7.5 mg/dL* 3.4 – 7.0

2.2 KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Keluhan Utama:

Lemah lengan dan tungkai kanan

Riwayat Penyakit Sekarang:

Seorang pasien datang ke RS Haji Medan dengan keluhan lemah pada tungkai dan

lengan bagian kanan secara tiba-tiba sampai tidak dapat berdiri. Os merasakan

keluhan tersebut ± 1 bulan ini. Os juga mengeluhkan mulutnya mencong sehingga

bahasa yang diucapkan sulit dipahami. OS mengatakan tidak memiliki riwayat

penyakit diabetes meilitus. Riwayat hipertensi pun disangkal, Os merupakan

perokok aktif. BAB (-), BAK (+).

Riwayat Penyakit Terdahulu :-

Riwayat Penyakit Keluarga :-

Riwayat Penggunaan Obat :-

STATUS PRESENS

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Nadi : 88 x/i

Frekuensi Nafas : 24 x/i

Temperatur : 37oC
19

STATUS NEUROLOGI

Refleks Fisiologis

B/T : ++/++ +/+

APR/KPR : +++/++ +++/+

Refleks Patologis : Terdapat reflex Hoffman-Tromner pada

tangan kanan pasien dan refleks babinski pada kaki bagian kanan pasien.

Peningkatan Tekanan Intrakranial : DBN

Perangsangan Meningeal:DBN

Kekuatan Otot

ESD : 3 3 3 3 3/3 3 3 3 3 ESS : 5 5 5 5 5/5 5 5 5 5

EID : 3 3 3 3 3/3 3 3 3 3 EIS : 5 5 5 5 5/5 5 5 5 5

DIAGNOSA

DIAGNOSA FUNGSIONAL : Hemiparase Dextra

DIAGNOSA ANATOMI : Hemisphere Serebri Sinistra

DIAGNOSA ETIOLOGIK : Trombus

DIAGNOSA KERJA : Stroke Iskhemik

2.3 DIAGNOSA BANDING

1. stroke hemoragik
20

2. Ensefalopati toksik/metabolic

3. Ensefalitis

4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor

otak)

5. Trauma kepala

6. Migren hemiplegik

7. Abses otak

8. Sklerosis multipel

2.4 PENATALAKSANAAN

 Bed Rest

 Head Up 30O

 IVFD RL 20 gtt/i

 Injeksi Citicholin 500mg/12jam

 Neurodex 2x1 tab

 Paracetamol 3x1 tab

 Amlodipin 1x10mg

 Betahistine 3x1 tab

 Novalgin IV
21

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1.1 Definisi Stroke

Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda

klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal

maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah

atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab

vaskular tanpa di dahulu trauma atau infeksi (Mansjoer, 2000).

Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan penyebab

kematian nomor dua di dunia. Duapertiga stroke terjadi di negara berkembang. Pada

masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami

stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia (Dewanto

dkk, 2009).

3.1.2 Epidemiologi

Stroke menjadi suatu masalah utama di berbagai negara, karena merupakan

penyebab utama kecacaran pada orang dewasa. Menurut WHO, kematian akibat

penyakit pembuluh darah lebih banyak disbanding penyakit lain, yaitu sekitar 15

juta tiap tahun atau sekitar 30% dari kematian total pertahunnya, dan 4,5 juta

diantaranya disebabkan oleh stroke. Di negara ASEAN penyakit stroke juga

merupakan masalah kesehatan utama yang menyebabkan kematian.

Dari data South East Asian Medical Information Centre (SEAMIC)

diketahui bahwa angka kematian terbesar terjadi di Indonesia yang kemudian

diikuti secara berurutan oleh Filipina, Singapura, Brunei. Di Indonesia diperkirakan

terdapat 500.000 orang yang terkena serangan stroke setiap tahunnya, dengan
22

insidensi sekitar 234 per 100.000 penduduk. Dari jumlah tersebut sepertiga dapat

pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai

sedang, dan sepertiga sisanya mengalami gangguan berat hingga mengharuskan

penderita terus menerus di tempat tidur. Insidensi stroke cenderung meningkat

ketika melewati umur 30 tahun. 95 % enderita stroke diatas umur 45 tahun dan dua

per tiga penderita stroke berumur diatas 65 tahun. Stroke terjadi lebih banyak pada

pria daripada wanita. Hal ini terjadi karena wanita hidup lebih lama dadripada

pria,sehingga kejadian stroke terjadi pada usia yang sudah tua dan banyak

menyebabkan kematian pada wanita.

3.1.3 Etiologi

Stroke disebabkan oleh dua hal utama, yaitu penyumbatan arteri yang

mengalirkan darah ke otak (disebut stroke iskemik/non perdarahan) atau karena

adanya perdarahan di otak (disebut stroke perdarahan/hemoragik). Stroke dan

penyakit jantung koroner dapat terjadi kerena adanya dua atau lebih faktor resiko

(multirisk factors), bukan hanya satu faktor. Pemicu stroke ini antara lain

kecenderungan menu harian berlemak, pola dan gaya hidup tidak sehat,

ketidakmampuan beradaptasi dengan stres, faktor hormonal (wanita menopause,

penyakit gondok, penyakit anak ginjal), kondisi jiwa (temperamen tipe A – tipe

orang yang tidak sabar, terburu-buru, selalu ingin cepat), dan seberapa banyak

tubuh terpapar dengan radikal bebas (free radical-oksidan) dan orang-orang yang

tergolong beresiko, misalnya mempunyai turunan kelebihan lemak darah

(hiperlipoproteinemia) yakni mereka yang kolestrol dan triglyserida (TG) dalam

darahnya selalu diatas normal (Gilroy, 1992).

Secara patologi stroke dibedakan menjadi :


23

1. Stroke Iskemik

Stroke iskemik sesuai namanya disebabkan oleh penyumbatan pembuluh

darah otak (stroke nonperdarahan = infark). Otak dapat berfungsi dengan baik jika

aliran darah yang menuju ke otak lancar dan tidak mengalai hambatan. Namun jika

persediaan okesigen dan nutrisi yang dibawa oleh sel-sel darah dan plasma

terhalang oleh suatu bekuan darah atau terjadi thrombosis pada dinding arteri yang

mensuplai otak maka akan terjadi stroke iskemik yang dapat berakibat kematian

jaringan otak yang disuplai. Stroke iskemik dapat disebabkan oleh tiga macam

mekanisme, yaitu (Caplan, 2000) :

a. Trombosis

Trombosis adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi

pada satu pembuluh darah lokal atau lebih.

b. Emboli

Emboli adalah pembentukan material dari tempat lain dalam sstem vaskuler

dan tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade aliran

darah.

c. pengurangan perfusi sistemik umum

pengurangan perfusi sistemik dapat mengakibatkan iskemik karena

kegagalan pompa jantung atau proses pendarahan atau hipovolemik.

2. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua

stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga

terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan

otak. Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan intraserebrum


24

hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura aneurisma sakular

(Berry), ruptura malformasi arteriovena (MAV), trauma, penyalahgunaan kokain,

amfetamin, perdarahan akibat tumor otak, infark hemoragik, penyakit perdarahan

sistemik termasuk terapi antikoagulan (Price, 2005).

3.1.4 Patofisiologi

Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan

otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu

pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. Stroke iskemik

disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya

suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi. Oklusi ini dapat

disebabkan oleh pembentukan trombus pada tempat oklusi tersebut (stroke iskemik

trombotik) maupun pembentukan trombus di tempat lain yang kemudian terbawa

aliran darah dan menyumbat arteri di otak (stroke iskemik embolik).

Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan darah

yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak. Penyumbatnya

adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung kolesterol yang ada dalam

darah. Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis),

pembuluh darah sedang (arteri serebri), maupun pembuluh darah kecil.

Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian dalam

pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga aliran darah tidak lancar dan

tertahan. Oleh karena darah berupa cairan kental, maka ada kemungkinan akan

terjadi gumpalan darah (trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan lama-

lama menjadi sumbatan pembuluh darah. Akibatnya, otak mengalami kekurangan

pasokan darah yang membawa nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh darah.
25

Sekitar 87% kasus stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark. Penurunan

aliran darah yang semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak.

Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan

hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi–reaksi berantai yang

berakhir dengan kematian sel–sel otak dan unsur–unsur pendukungnya. Secara

umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan

tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik

dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat

daerah penumbra iskemik.

Sel–sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat

berkurang fungsi–fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat

iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya

dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral

(luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran

terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi

kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi

reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian.

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap,

yaitu :

Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion


26

Tahap 2 :

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi

Tahap 4 : Apoptosis

3.1.5 Klasifikasi

Menurut Junaidi tahun 2010, klasifikasi stroke iskemik berdasarkan

perjalanan klinisnya yaitu:

a) Transient Ischemic Attack (TIA)

Serangan stroke sementara, gejala defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari

24 jam.

b) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

Kelainan atau gejala neurologis menghilang antara lebih kurang dari 24 jam sampai

1 minggu.

c) Stroke progresif atau stroke in evolution

Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus berkembang di mana

terlihat semakin berat dan memburuk setelah 48 jam. Defisit neurologis yang

timbul berlangsung bertahap dari ringan sampai menjadi berat.

d) Stroke komplit (completed stroke atau permanent stroke)

Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen dan tidak

berkembang lagi.

3.1.6 Faktor Resiko

Faktor resiko stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang tidak dapat

dimodifikasi dan faktor resiko yang dapat dimodifikasi (Sjahrir H, 2003).


27

1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

a) Usia

Semakin tua usia seseorang akan semakin mudah terkena stroke. Stroke dapat

terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70% kasus stroke sering terjadi pada usia

diatas 65 tahun.

b) Jenis kelamin

Laki-laki lebih mudah terkena stroke. Hal ini dikarenakan lebih tingginya

angka kejadian faktor resiko stroke (misalnya hipertensi) pada laki-laki.

c) Genetik

Beberapa penelitian menunjukkan terdapat pengaruh genetik pada resiko

stroke. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti gen mana yang berperan

dalam terjadinya stroke.

2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

Faktor resiko stroke yang dapat diubah ini penting untuk dikenali. Penangan

berbagai faktor resiko ini merupakan upaya untuk mencegah stroke.

a) Hipertensi

b) Hipertensi merupakan salah satu penyakit utama di dunia, mengenai hamper

50 juta orang di Amerika Serikat dan hampir satu miliar orang di seluruh dunia.

Prevalensi hipertensi meningkat sesuai peningkatan usia.


28

c) Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) dijumpai pada 15-20% populasi usia dewasa.

Diabetes merupakan salah satu faktor resiko stroke iskemik yang utama. Diabetes

akan meningkatkan resiko stroke dua kali lipat. Peningkatan kadar gula darah

berhubungan lurus dengan resiko stroke (semakin tinggi kadar gula darah semakin

mudah terkena stroke).

d) Merokok

Berbagai penelitian menghubungkan kebiasaan merokok dengan

peningkatan resiko penyakit pembuluh darah (termasuk stroke). Merokok memacu

peningkatan kekentalan darah, pengerasan dinding pembuluh darah, dan

penimbunan plak di dinding pembuluh darah. Merokok meningkatkan resiko stroke

sampai dua kali lipat ada hubungan yang linier antara jumlah batang rokok yang

diisap setiap hari dengan peningkatan resiko strok. Resiko stroke akan

bertambah1,5 kali setiap penambahan 10 batang rokok perhari.

e) Dislipidemia

Profil lemak seseorang ditentukan oleh kadar kolestrol darah, kolestrol

LDL, kolestrol HDL, trigliserida, dan Lp(a). kolestrol dibentuk di dalam tubuh

yang terdiri dari dua bagian utama yaitu kolestrol LDL dan kolestrol HDL. kolestrol

LDL disebut juga “kolestrol jahat”, yang membawa kolestrol dari hati ke dalam sel.

jumlah kolestrol LDL yang tinggi dapat menyebabkan penimbunan kolestrol di

dalam sel. Hal ini akan memacu munculnya atherosclerosis (pengerasan / dinding

pembuluh arteri) akan menimbulkan komplikasi pada organ target (jantung, otak,

dan ginjal). Proses tersebut pada otak akan mengakibatkan resiko terkena stroke.
29

f) Riwayat TIA / stroke sebelumnya

Sering seseorang mengalami gangguan darah otak sepintas atau TIA

maka kemungkinan untuk mengalami gangguan peredaran darah otak makin

besar.

g) Hemokonsentrasi

Kadar hematokrit yang tinggi menyebabkan meningkatnya viskositas

darah sehingga berakibat turunnya aliran darah ke otak. Meskipun peningkatan

viskositas darah tidak hanya disebabkan oleh peningkatan hematokrit, namun

bila kadar hematokrit melampaui 46% maka viskositas darah akan meningkat

dengan tajam. Hematokrit juga dapat merintangi aliran darah kolateral pada

daerah otak yang iskemik sehingga mengakibatkan lesi infark yang lebih luas.

3.1.7 Gejala dan Manifestasi Klinis

Stroke iskemik merupakan penyakit yang progresif dengan berbagai macam

tampilan klinis, dari yang ringan hingga berat. Gambaran klinis stroke iskemik

dapat berupa kelemahan anggota tubuh (jarang pada kedua sisi). Hiperrefleksia

anggota tubuh, kelemahan otot-otot wajah, dysarthria, dysfagia, peningkatan reflex

muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, dan penurunan kesadaran

(Price, 2006).

3.1.8 Diagnosis

Diagnosis dapat ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis

dimana didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya


30

dan gejala serta tanda yang sesuai. Untuk mendapatkan diagnosis dan penentuan

jenis patologi stroke, dapat ditegakkan dengan bantuan beberapa instrument berikut

1. Siriraj Score
31

2. Algoritma Stroke Gadjah Mada

Gambar 3.4 Algoritma Stroke Gadjah Mada

Apabila terdapat pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan kesadaran,

nyeri kepala dan terdapat reflek babinski atau dua dari ketiganya maka merupakan

stroke hemoragik. Jika ditemukan penurunan kesadaran atau nyeri kepala ini juga

merupakan stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya didapatkan reflek babinski

positif atau tidak didapatkan penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski

maka merupakan stroke non hemoragik.


32

3.1.11 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang penting untuk mendiagnosis secara tepat stroke dan

subtipenya, serta untuk mengidentifikasi penyebab utamanya, penyakit terkait lain,

menentukan terapi dan strategi pengelolaan terbaik, serta untuk memantau

kemajuan pengobatan. Pemeriksaan yang dilakukan akan berbeda dari pasien ke

pasien. Berikut beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :

a. CT dan MRI

Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari stroke adalah

Computerised Topography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada

kepala. Mesin CT dan MRI masing-masing merekam citra sinar X atau resonansi

magnet. Setiap citra individual memperlihatkan irisan melintang otak,

mengungkapkan daerah abnormal yang ada di dalamnya.

Pada CT, pasien diberi sinar X dalam dosis sangat rendah yang digunakan

menembus kepala. Sinar X yang digunakan serupa dengan pada pemeriksaan dada,

tetapi dengan panjang ke radiasi yang jauh lebih rendah. Pemeriksaan memerlukan

waktu 15 – 20 menit, tidak nyeri, dan menimbulkan resiko radiasi minimal keculi

pada wanita hamil. CT sangat handal mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi

kurang peka untuk mendeteksi stroke iskemik ringan, terutama pada tahap paling

awal. CT dapat memberi hasil negatif-semu (yaitu, tidak memperlihatkan adanya

kerusakan) hingga separuh dari semua kasus stroke iskemik.

Mesin MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk menghasilkan dan

mengukur interaksi antara gelombang-gelombang magnet dan nukleus di atom yang

bersangkutan (misalnya nukleus Hidrogen) di dalam jaringan kepala. Pemindaian


33

dengan MRI biasanya berlangsung sekitar 30 menit. Alat ini tidak dapat digunakan

jika terdapat alat pacu jantung atau alat logam lainnya di dalam tubuh. Selain itu,

orang bertubuh besar mungkin tidak dapat masuk ke dalam mesin MRI, sementara

sebagian lagi merasakan ketakutan dalam ruangan tertutup dan tidak tahan

menjalani prosedur meski sudah mendapat obat penenang. Pemeriksaan MRI aman,

tidak invasif, dan tidak menimbulkan nyeri. MRI lebih sensitif dibandingkan CT

dalam mendeteksi stroke iskemik, bahkan pad stadium dini. Alat ini kurang peka

dibandingkan CT dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.

b. Ultrasonografi

Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang suara

untuk menciptakan citra. Pendaian ini digunakan untuk mencari kemungkinan

penyempitan arteri atau pembekuan di arteri utama. Prosedur ini aman, tidak

menimbulkan nyeri, dan relatif cepat (sekitar 20-30 menit).

c. Angiografi otak

Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra

sinar-X kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat

memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di kepala dan leher. Angiografi otak

menghasilkan gambar paling akurat mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk

mencari penyempitan atau perubahan patologis lain, misalnya aneurisma.

d. Pungsi lumbal

Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas. Sebagai

contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan infeksi susunan saraf

pusat serta cara ini juga dilakukan untuk mendiagnosa perdarahan subaraknoid.
34

Prosedur ini memerlukan waktu sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah

pembiusan lokal.

e. EKG

EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau

penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke. Prosedur EKG biasanya

membutuhkan waktu hanya beberapa menit serta aman dan tidak menimbulkan

nyeri.

f. Foto toraks

Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk mencari

kelainan dada, termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi pasien stroke, cara ini juga

dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab setiap perburukan keadaan pasien.

Prosedur ini cepat dan tidak menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian

khusus untuk melindungi pasien dari pajanan radiasi yang tidak diperlukan (Feigin,

2009).

g. Pemeriksaan darah dan urine

Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab stroke

dan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke. Pemeriksaan yang

direkomendasikan:

Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine untuk

mengidentifikasi infeksi dan penyakit ginjal (Feigin, 2009).

1. Hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti trombositosis,

trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk sikle cell disease).


35

2. Laju endap darah untuk medeteksi terjadinya giant cell arteritis atau

vaskulitis lainnya.

3. Serologi untuk sifilis.

4. Glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau hiperglikemia. Lipid

serum untuk melihat faktor risiko stroke.

Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine untuk

mengidentifikasi infeksi dan penyakit ginjal.

3.1.12 Penatalaksanaan

Manajemen stroke fase akut menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia (PERDOSSI):

1) Airway and Breathing:

Pembebasan jalan napas bagian atas merupakan prioritas yang pertama

supaya bersih dan bebas hambatan. Setelah itu dilakukan penilaian tingkat

kesadaran, kemampuan bicara, dan kontrol pernapasan dengan menanyakan

nama dan alamat penderita. Kesulitan untuk m emperoleh udara dan saluran

napas bagian atas umumnya karena kesadaran menurun, mungkin diperlukan

guedel atau jalan nafas hidung. Jika penderita dengan kesadaran sangat menurun

dan tidak mampu mengendalikan sekret oral, pertimbangkan untuk intubasi dan

ventilasi mekanik. Setelah potensi jalan na fas terkendali, observasi terus-

menerus terhadap irama dan frekuensi pernapasan harus dilakukan.


36

2) Sirkulasi (Circulation )

Stabilisasi sirkulasi penting untuk perfusi organ-organ tubuh yang adekuat.

Termasuk komponen sirkulasi adalah denyut nadi, frekuensi detak jantung, dan

tekanan darah. Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan pada kedua sisi. Setelah

itu dilakukanpemeriksaan denyut nadi pada keempat ekstremitas secara simetris.

Jika mungkin, monitor kardiak dan tekanan darah, pemasangan pulse- oksimetri,

dan dilakukan deteksi EKG.

3) Disaritmia jantung

Disaritmia jantung terjadi jika terjadi pelepasan katekolamin otak yang

bukan saja memengaruhi hantaran listrik jantung tetapi juga menimbulkan

dekompensasi kordis (gagal jantung kongestif) atau infark miokard akut. Jika

sirkulasi telah stabil maka penilaian setiap 15 menit diperlukan untuk menilai

kondisi di atas. Selain itu, pada penderita strokeakut harus segera

dipasangIntravenous Fluid Drip (IVFD ).

4) Manajemen peninggian TIK

Beberapa hal yang berperan besar dalam menjaga TIK agar tidak meninggi

pada stroke antara lain:

 Mengatur posisi kepala lebih tinggi 15-30 derajat

 Mengusahakan tekanan darah yang optimal

 Mengatasi kejang
37

 Menghilangkan rasa cemas

 Mengatasi rasa nyeri

 Menjaga suhu tubuh normal <37,5 derajat Celcius

 Koreksi kelainan metabolit dan elektrolit

 Mengatasi hipoksia

 Pemberian larutan manitol 20-25% dengan dosis 0,75-1 mg/kgBB bolus diikuti

0,25-0,5 mg/kg BB setiap 3-5 jam tergantung pada respon klinis

5) Drug/ Medication

Terapi medik stroke merupakan intervensi medik dengan tujuan mencegah

meluasnya proses sekunder dengan penyelamatan neuron-neuron di daerah

penumbra serta merestorasi fungsi neurologik yang hilang. Pengobatan medik yang

spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:

a) Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena

stroke, apabila memungkinkan sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan pemulihan

sirkulasi dan perfusi jaringan otak disebut sebagai terapi reperfusi. Terapi reperfusi

adalah pemberian antikoagu lan pada stroke iskemik akut. Obat-obatan yang

diberikan adalah heparin atau heparinoid. Obat ini diharapkan akan memperkecil

trombus yang terjadidan mencegah pembentukan trombus baru.

b) Penggunaan obat yang dapat menghancurkan emboli atau trombus pada

pembuluh darah. Obat yang diakui FDA adalah pemakaian r-TPA (recombinant-
38

Tissue Plasminogen Activator) yang diberikan pada penderita stroke akut dengan

syarat-syarat tertentu baik intravena maupun intra arterial sebelum kurang dari 3

jam setelah awitan stroke.

Diharapkan dengan pengobatan ini, terjadi penghancuran trombus dan

reperfusi jaringan otak dan perubahan ireversibel pada otak yang terkena, terutama

daerah penumbra.

Upaya rehabilitasi harus segera dikerjakan sedini mungkin apabila keadaan

pasien sudah stabil. Tatalaksana dan rehabilitasi dini di unit stroke dapat

menyelamatkan hidup dan membantu pasien pulih lebih cepat.

3.1.13 Prognosis

Outcome yang mengikuti stroke dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

usia pasien, penyebab stroke, dan kelainan lain yang berkaitan dengan akibat dari

stroke itu sendiri. Tidak kurang dari 80% pasien stroke bertahan paling tidak satu

bulan. Survival rate 10 tahun di masyarakat tercatat 35%. Setengah hingga dua per

tiga pasien yang selamat dari serangan akut memperoleh kembali fungsi normal

dan sisanya memerlukan perawatan lebih lanjut. Pasien yang selamat setelah

serangan stroke akut, memerlukan pengawasan dalam pengobatan, pengendalian

berbagai faktor risiko, dan perawatan baik oleh keluarga maupun tenaga medis agar

tidak terjadiserangan stroke ulang yang berakibat fatal.


39

3.2.1 Definisi Hipertensi

peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah

diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima

menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang

berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan

pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak

(menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan

yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan

jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter

dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun masyarakat

diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan.

3.2.2 Etiologi

Penyebab hipertensi sesuai dengan tipe masing-masing hipertensi, yaitu:

1) Hipertensi esensial atau primer

Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui,

sementara penyebab sekunder dari hipertensi esensial juga tidak ditemukan.

Pada hipertensi esensial tidak ditemukan penyakit renivaskuler, gagal ginjal

maupun penyakit lainnya, genetic serta ras menjadi bagian dari penyebab

timbulnya hipertensi esensial termasuk stress, intake alcohol moderat,

merokok, lingkungan dan gaya hidup (Triyanto, 2014)


40

2) Hipertensi sekunnder

Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti kelainan

pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid),

hiperaldosteronisme, penyakit parenkimal (Buss & Labus, 2013)

3.2.3 Faktor resiko

1) Faktor resiko yang dapat dirubah

a. Usia

Factor usia merupakan salah satu faktor resiko yang berpengaruh terhadap

hipertensi karena dengan bertambahnya usia maka semakin tinggi pula

resiko mendapatkan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring dengan

bertambahnya usia maka semakin tinggi pula resiko mendapatkan

hipertensi, hal ini disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuhnya yang

mempengaruhi pembuluh darah, hormone serta jantung (Triyomo, 2014)

b. Lingkungan

Hubungan antara stress dengan hipertensi melalui saraf simpatis, dengan

adanya peningkatan aktivitas saraf simpastis akan meningkatkan tekanan

darah secara intermiten (Triyono, 2014)

c. Obesitas

Penderita obesitas dengan hipertensi memiliki daya pompa jantung dan

sirkulasi volume darah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

penderita yang memiliki berat badan normal (Triyono, 2014)


41

d. Rokok

Kandungan rokok yaitu nikotin dapat menstimulus pelepasan katekolamin.

Katekolamin yang mengalami peningkatan dapat menyebabkan

peningkatan denyut jantung, iritabilitas miokardial serta terjadi

vasokontriksi yang dapat meningkatkan tekanan darah (Ardiansyah, 2012)

e. Kopi

Substansi yang terkandung dalam kopi adalah kafein. Kafein sebagai anti-

adesine (berperan untuk mengurangi kontraksi otot jantung dan relaksasi

pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan darah turun dan

memberikan efek rileks) menghambat reseptor untuk berikatan dengan

adenosine sehingga menstimulus system saraf simpatis dan menyebabkan

pembuluh darah mengalami kontriksi disusul dengan terjadinya

peningkatan tekanan darah (Blush,2014)

2) faktor resiko yang tidak bias dirubah

a) Genetik

Faktor genetik ternyata juga memiliki peran terhadap angka kejadian

hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar 70-80 % lebih banyak pada

kembar monozigot (satu telur) dari pada heterozigot (beda telur). Riwayat

keluarga yang menderita hipertensi juga menjadi pemicu seseorang

menderita hipertensi, oleh sebab itu hipertensi disebut penyakit turunan

(Triyanto, 2014).
42

b) Ras

Orang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar untuk menderita

hipertensi primer ketika predisposisi kadar renin plasma yang rendah

mengurangi kemampuan ginjal untuk mengekskresikan kadar natrium yang

berlebih (Kowalak, Weish, & Mayer, 2011).

3.2.4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor medulla otak. Rangsangan pusat vasomotor yang

dihantarkan dalam bentuk impuls bergerak menuju ganglia simpatis melalui

saraf simpatis. Saraf simpatis bergerak melanjutkan ke neuron preganglion

untuk melepaskan asetilkolin sehingga merangsang saraf pascaganglion

bergerak ke pembuluh darah untuk melepaskan norepineprin yang

mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Mekanisme hormonal sama halnya

dengan mekanisme saraf yang juga ikut bekerja mengatur tekanan pembuluh

darah (Smeltzer & Bare, 2008). Mekanisme ini antara lain :

a. Mekanisme vasokonstriktor norepineprin-epineprin

Perangsangan susunan saraf simpatis selain menyebabkan eksitasi

pembuluh darah juga menyebabkan pelepasan norepineprin dan epineprin

oleh medulla adrenal ke dalam darah. Hormon norepineprin dan epineprin

yang berada di dalam sirkulasi darah akan merangsang pembuluh darah


43

untuk vasokonstriksi. Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor

(Saferi & Mariza, 2013).

b. Mekanisme vasokonstriktor renin-angiotensin

Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan memecah plasma menjadisubstrat

renin untuk melepaskan angiotensin I, kemudian dirubah menjadi

angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat. Peningkatan tekanan

darah dapat terjadi selama hormon ini masih menetap didalam darah

(Guyton, 2012). Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh

darah perifer memiliki pengaruh pada perubahan tekanan darah yang terjadi

pada lanjut usia (Smeltzer & Bare, 2008). Perubahan struktural dan

fungsional meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan

penurunan kemampuan relaksasi otot polos pembuluh darah akan

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah,

sehingga menurunkan kemampuan aorta dan arteri besar dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume

sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan

tahanan perifer(Saferi & Mariza, 2013).

3.2.5. Manifestasi klinik

Penderita mengalami hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya antara

lain :
44

a. Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan ayunan langkah tidak

mantap.

b. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena peningkatan

tekanan intrakranial yang disertai mual dan muntah.

c. Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita.

d. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi darah

akibat vasokonstriksi pembuluh darah.

e. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak hipertensi.

f. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari peningkatan aliran

darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh glomerulus. Hipertensi sering

ditemukan tanpa gejala (asimptomatik), namun tanda-tanda klinis seperti tekanan

darah yang menunjukkan kenaikan pada dua kali pengukuran tekanan darah secara

berturutan dan bruits (bising pembuluh darah yang terdengar di daerah aorta

abdominalis atau arteri karotis, arteri renalis dan femoralis disebabkan oleh stenosis

atau aneurisma) dapat terjadi. Jika terjadi hipertensi sekunder, tanda maupun

gejalanya dapat berhubungan dengan keadaan yang menyebabkannya. Salah satu

contoh penyebab adalah sindrom cushing yang menyebabkan obesitas batang tubuh

dan striae berwarna kebiruan, sedangkan pasien feokromositoma mengalami sakit

kepala, mual, muntah, palpitasi, pucat dan perspirasi yang sangat banyak(Kowalak,

Weish, & Mayer, 2011).


45

3.2.6 Komplikasi

Komplikasi pada penderita hipertensi menurut Corwin (2009) menyerang organ-

organ vital antar lain :

a. Jantung

Hipertensi kronis akan menyebabkan infark miokard, infark miokard menyebabkan

kebutuhan oksigen pada miokardium tidak terpenuhi kemudian menyebabkan

iskemia jantung serta terjadilah infark.

b. Ginjal

Tekanan tinggi kapiler glomerulus ginjal akan mengakibatkan kerusakan progresif

sehingga gagal ginjal. Kerusakan pada glomerulus menyebabkan aliran darah ke

unit fungsional juga ikut terganggu sehingga tekanan osmotik menurun kemudian

hilangnya kemampuan pemekatan urin yang menimbulkan nokturia.

c. Otak

Tekanan tinggi di otak disebabkan oleh embolus yang terlepas dari pembuluh darah

di otak, sehingga terjadi stroke. Stroke dapat terjadi apabila terdapat penebalan pada

arteri yang memperdarahi otak, hal ini menyebabkan aliran darah yang diperdarahi

otak berkurang.
46

3.2.7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi

Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi sangat penting

untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan nonfarmakologis pada

penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah tinggi dengan cara

memodifikasi faktor resiko yaitu :

1) Mempertahankan berat badan ideal

Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body Mass Index dengan rentang

18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan rumus membagi berat badan

dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Obesitas yang

terjadi dapat diatasi dengan melakukan diet rendah kolesterol kaya protein dan

serat. Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan darah

diastolik sebesar 5 mmHg(Dalimartha, 2008).

2) Mengurangi asupan natrium (sodium)

Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet rendah garam yaitu

tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6gr NaCl atau 2,4 gr garam/hari), atau

dengan mengurangi konsumsi garam sampai dengan 2300 mg setara dengan satu

sendok teh setiap harinya. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan

tekanan darah diastolik sebesar 2,5 mmHg dapat dilakukan dengan cara mengurangi

asupan garam menjadi ½ sendok teh/hari(Dalimartha, 2008).

3) Batasi konsumsi alkohol


47

Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau lebih dari 1 gelas

per hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah, sehingga membatasi atau

menghentikan konsumsi alkohol dapat membantu dalam penurunan tekanan darah

(PERKI, 2015).

4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet

Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan jumlah natrium yang

terbuang bersamaan dengan urin. Konsumsi buah-buahan setidaknya sebanyak 3-5

kali dalam sehari dapat membuat asupan potassium menjadi cukup. Cara

mempertahankan asupan diet potasium (>90 mmol setara 3500mg/hari) adalah

dengan konsumsi diet tinggi buah dan sayur.

5) Menghindari merokok

Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita hipertensi seperti

penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama rokok adalah tembakau, didalam

tembakau terdapat nikotin yang membuat jantung bekerja lebih keras karena

mempersempit pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta

tekanan darah(Dalimartha, 2008).

6) Penurunan stress

Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah sementara,

menghindari stress pada penderita hipertensi dapat dilakukan dengan cara relaksasi

seperti relaksasi otot, yoga atau meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf

sehingga menurunkan tekanan darah yang tinggi (Hartono,2007).


48

b. Penatalaksanaan Farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan

penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :

1) Diuretik (Hidroklorotiazid)

Diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih dalam tubuh sehingga

daya pompa jantung menjadi lebih ringan.

2) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)

Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk menghambat aktifitas

saraf simpatis.

3) Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)

Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya pompa jantung,

dengan kontraindikasi pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan seperti

asma bronkial.

4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)

Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot

polos pembuluh darah.

5) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril)

Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat angiotensin II dengan

efek samping penderita hipertensi akan mengalami batuk kering, pusing, sakit

kepala dan lemas.


49

6) Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)

Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-obatan jenis penghambat

reseptor angiotensin II diberikan karena akan menghalangi penempelan zat

angiotensin II pada reseptor.

7) Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.

B. Latihan Slow Deep Breathing

1. Pengertian

Latihan slow deep breathing adalah tindakan yang dilakukan secara sadar untuk

mengatur pernafasan secara lambat dan dalam sehingga menimbulkan efek

relaksasi(Tarwoto, 2011). Menurut Potter & Perry (2006) relaksasi dapat

diaplikasikan sebagai terapi non farmakologis untuk mengatasi stress, hipertensi,

ketegangan otot, nyeri dan gangguan pernafasan. Terjadi perpanjangan serabut otot,

menurunnya pengiriman impuls saraf ke otak, menurunnya aktifitas otak dan fungsi

tubuh lain pada saat terjadinya relaksasi. Respons relaksasi ditandai dengan

penurunan tekanan darah, menurunnya denyut nadi, jumlah pernafasan serta

konsumsi oksigen(Potter & Perry, 2006 dalam Tarwoto, 2011).

Latihan slow deep breathing yang terdiri dari pernafasan abdomen (diafragma) dan

purse lip breathingdapat digunakan sebagai asuhan keperawatan mandiri dengan

mengajarkan cara melakukan nafas dalam (menahan inspirasi secara maksimal),


50

nafas lambat dan cara menghembuskan nafas secara perlahan dengan metode

bernafas fase ekshalasi yang panjang (Smeltzer & Bare, 2008).


51

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Definisi stroke berdasarkan WHO adalah suatu tanda klinis yang

berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-

gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian

tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah

stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga

terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan

otak.

Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain

hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,

diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan

kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak.Diagnosis stroke

hemoragik dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

neurologis, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, CT

scan, dan MRI.

Penatalaksanaan umum stroke akut adalah :

1. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan

2. Stabilisasi hemodinamik
52

3. Pemeriksaan awal fisik umum meliputi tekanan darah, pemeriksaan jantung,

pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan

okulomotor, keparahan hemiparesis).Pada PSA aneurisma, tekanan darah harus

dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebri untuk

mencegah risiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan berulang.

Untuk mencegah terjadinya PSA berulang, pada pasien stroke PSA akut, tekanan

darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg, sedangkan TDS 160-180 mmHg

sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah terjadinya vasospasme.

4. Pengendalian peninggian tekanan intrakranial

Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus

dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada

hari-hari pertama setelah serangan stroke.Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg

dan CPP > 70 mmHg. Penatalaksanaan pasien dengan peningkatan TIK adalah :

 Tinggikan posisi kepala 20o – 30o

 Posisi pasien hendaklah menghindari penekanan vena jugular

 Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

 Hindari hipertemia

 Jaga normovolemia

 Osmoterapi atas indikasi :


53

- Manitol 0,25-0,5 mg/kgBB selama > 20 menit, diulangi setiap 4-6 jam

dengan target ≤ 310 mOsm/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari

selama pemberian osmoterapi.

- Kalau perlu berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV

5. Pengendalian kejang

Bila kejang berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti

oleh fenitoin loadingdose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50

mg/menit.Bila kejang belum teratasi maka perlu dirawat di ICU.

6. Pengendalian suhu tubuh

Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan

antipiretika dan diatasi penyebabnya. Berikan acetaminophen 650 mg bila suhu

lebih dari 38,5oC (AHA Guideline) atau 37,5oC (ESO Guideline).

Anda mungkin juga menyukai