Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka diuraikan beberapa konsep yang mendasari pelaksanaan penelitian


sesuai dengan judul penelitian. Adapun uraian konsep dan teori dalam tinjauan
pustaka mencakup konsep stress hospitalisasi.

A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep stress hospitalisasi
a. Definisi Stress Hospitalisasi

Stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan


tekanan, perubahan, ketegangan emosi. Segala masalah atau tuntutan
penyesuaian diri, dan karena itu sesuatu yang mengganggu keseimbangan
(Sunaryo, 2004). Stress hospitalisasi adalah reaksi yang harus dihadapi
dengan lingkungan yang asing, pemberi asuhan tidak dikenal, dan
kehilangan kemandirian (Wong, 2003).

Hospitalisasi suatu proses karena suatu rencana atau darurat yang


mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, mendapatkna
pengobatan dan perawatan sampai anak kembali ke rumah (Supartini
2004 dalam Masulili, 2011). Hospitalisasi adalah suatu kondisi seseorang
karena sakit dan masuk rumah sakit atau selama seseorang berada di
rumah sakit karena sakit (Dorland 2000 dalam Masulili, 2011).

b. Penyebab Stress Hospitalisasi

Stres yang terjadi pada anak menurut Wong (2008) merupakan


akibat perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan dan
anak memiliki sejumlah keterbatasan mekanisme koping untuk
menyelesaikan masalah ataupun kejadian-kejadian yang bersifat
menekan. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres adalah kurang kendali

6
akan peningkatan fisik persepsi ancaman dan dapat mempengaruhi
keterampilan koping anak-anak, efek cahaya, suara dan bau yang
berlebihan mengganggu stimulasi sensorik, dan ketergantungan diskusi
dengan kelompok usianya. Stres yang dialami anak adalah terjadi suatu
perpisahan antara orang tua dan teman sebaya, kehilangan kontrol,
ketergantungan, perubahan peran keluarga, cedera dan nyeri tubuh, dan
rasa takut terhadap sakit itu sendiri (Wong, 2003).

Menurut Wong (2008), faktor resiko yang meningkatkan


kerentanan anak terhadap stress hospitalisasi adalah temperamen sulit,
ketidaksesuaian anak dengan orang tua, jenis kelamin laki-laki,
kecerdasan dibawah rata-rata

c. Tanda dan Gejala Stres

Menurut Foster (1989), tanda dan gejala stres anak usia sekolah
terdiri dari:

1) Fisik, yang ditandai dengan: peningkatan denyut nadi atau HR,


Peningkatan tekanan darah, kesulitan bernafas, sesak nafas, sakit
kepala, migran, kelelahan, sulit tidur, masalah pencernaan yaitu diare,
mual muntah, maag, radang usus besar, sakit perut, gelisah, keluhan
somatik, penyakit ringan, keluhan psikomatik, Frekuensi buang air
kecil, BB meningkat atau menurun atau lebih 4,5 kg.
2) Emosional, yang ditandai dengan : gampang marah, reaksi berlebihan
terhadap ituasi tertentu yang relative kecil, luapan kemarahan, cepat
marah, permusuhan, kurang minat, menarik diri, apatis, tidak bisa
bangun di pagi hari, cenderung menangis, menyalahkan orang lain,
sikap mencurigakan, khawatir, depresi, sinis, sikap negatif, menutup
diri dan ketidakpuasan

7
3) Intelektual, yang ditandai dengan : menolak pendapat orang lain,
daya hayal tinggi (khawatir akan penyakitnya), konsentrasi menurun
terutama pada pekerjaan yang rumit, penurunan kreatifitas, berpikir
lambat, reaksi lambat, sulit dalam pembelajaran, sikap yang tidak
peduli, malas.
d. Faktor Yang Mempengaruhi Stres Hospitalisasi
1) Cemas Karena Perpisahan
Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam 3 tahap, yaitu:
a) Tahap Protes ( Phase of Protest )
Tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit, dan
memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif,
seperti menendang, menggigit, memukul, mencubit, mencoba
untuk membuat orang tuanya tetap tinggal, dan menolak
perhatian orang lain.
b) Tahap Putus Asa ( Phase of Despair )
Tahap ini anak tampak tegang, tangisnya berkurang, tidak aktif,
kurang berminat untuk bermain, tidak ada nafsu makan, menarik
diri, tidak amu berkomunikasi, sedih, apatis, dan regresi
(mengompol atau menghisap jari)
c) Tahap Keintiman Kembali ( Phase of Detachment )
Tahap ini secara samar – samar anak menerima perpisahan,
mulai tertarik dengan apa yang ada disekitarnya, dan membina
hubungan dangkal dengan orang lain. Anak mulai kelihatan
gembira. Fase ini terjadi setelah perpisahan yang lama dengan
orang tua. (Wong, 2002)
2) Kehilangan Kendali
Anak berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan otonominya.
Hal ini terlihat jelas dalam perilaku mereka dalam hal kemampuan
motorik, bermain, melakukan hubungan interpersonal, melakukan

8
aktivitas sehari – hari (Activity of Daily Living – ADL ), dan
komunikasi. (Nursalam)
3) Takut akan cedera tubuh dan nyeri
Reaksi anak terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu masih bayi,
namun jumlah variabel yang mempengaruhi responnya lebih
kompleks dan bermacam - macam. Anak akan bereaksi terhadap rasa
nyeri dengan menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi,
menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan
tindakan yang agresif seperti menggigit, menendeng, memukul, atau
berlari keluar (Nursalam, 2005).
Berdasarkan reaksi stres yang muncul , maka dapat tingkat stres
dapat dikategorikan sebagai berikut: 1 = stres ringan (satu gejala
dalam pilihan yang ada), 2 = stres sedang (separuh dari gejala yang
ada), 3 = stres berat (lebih dari separuh gejala yang ada), 4 = stress
sangat berat (semua gejala yang ada. (Modifikasi dari pengukuran
tingkat kecemasan, Nursalam, 2003).

e. Faktor penyebab stress hospitalisasi

Beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres ketika anak


menjalani hospitalisasi seperti:

1) Faktor Lingkungan rumah sakit; Rumah sakit dapat menjadi suatu


tempat yang menakutkan dilihat dari sudut pandang anak-anak.
Suasana rumah sakit yang tidak familiar, wajah-wajah yang asing,
berbagai macam bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau yang
khas, dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan baik bagi anak
ataupun orang tua. (Norton-Westwood,2012 dalam Yuli Utami,
2014).

9
2) Faktor Berpisah dengan orang yang sangat berarti; Berpisah dengan
suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar digunakan sehari-
hari, juga rutinitas yang biasa dilakukan dan juga berpisah dengan
anggota keluarga lainnya (Pelander & Leino-Kilpi,2010 dalam Yuli
Utami, 2014).
3) Faktor kurangnya informasi yang didapat anak dan orang tuanya
ketika akan menjalani hospitalisasi. Hal ini dimungkinkan mengingat
proses hospitalisasi merupakan hal yang tidak umum di alami oleh
semua orang. Proses ketika menjalani hospitalisasi juga merupakan
hal yang rumit dengan berbagai prosedur yang dilakukan (Gordon
dkk,2010 dalam Yuli Utami, 2014).
4) Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian; Aturan ataupun
rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang dijalani seperti tirah
baring, pemasangan infus dan lain sebagainya sangat mengganggu
kebebasan dan kemandirian anak yang sedang dalam taraf
perkembangan (Price & Gwin,2005 dalam Yuli Utami, 2014).
5) Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan;
semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah sakit, maka
semakin kecil bentuk kecemasan atau malah sebaliknya (Pelander &
Leino-Kilpi,2010 dalam Yuli Utami, 2014).
6) Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit; khususnya
perawat; mengingat anak masih memiliki keterbatasan dalam
perkembangan kognitif, bahasa dan komunikasi. Perawat juga
merasakan hal yang sama ketika berkomunikasi, berinteraksi dengan
pasien anak yang menjadi sebuah tantangan, dan dibutuhkan
sensitifitas yang tinggi serta lebih kompleks dibandingkan dengan
pasien dewasa. Selain itu berkomunikasi dengan anak juga sangat
dipengaruhi oleh usia anak, kemampuan kognitif, tingkah laku,

10
kondisi fisik dan psikologis tahapan penyakit dan respon pengobatan
(Pena & Juan,2011 dalam Yuli Utami, 2014).

f. Dampak Hospitalisasi Terhadap Anak


1) Faktor risiko individual
Faktor risiko membuat anak-anak tertentu lebi rentan terhadap stres
hospitalisasi ditunjukan dengan perilaku pasca hospitalisasi (Wong,
Hockenberry, Eaton, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2009) yaitu:
a) Anak kecil, beberapa anak mulai menjauh dari orang tua dapat
berlangsung dari beberapa menit (paling banyak) sampai
beberapa hari, sering dilanjutkan dengan perilaku ketergantungan
seperti: kecenderungan untuk berpegangan erat dengan orang
tua, menuntut perhatian orang tua, sangat menentang perpisahan.
Perilaku negatif lainnya: ketakutan baru, tidak mau pergi tidur,
terbangun dimalam hari, menarik diri dan pemalu, hiperaktivitas,
temper tantrum, rewel terhadap makanan, dekat dengan selimut
dan mainan, regresi keterampilan yang baru saja dipelajari
(misal: toileting sendiri)
b) Anak yang lebih tua, perilaku negatif antara lain: dingin secara
emosional, dilanjutkan dengan ketergantungan pada orang tua
yang intens dan menuntut, marah pada orang tua, dan cemburu
dengan orang lain (misalnya: sibling).
Gangguan emosinal jangka panjang terjadi dapat berkaitan dengan
lama dan jumlah masuk rumah. Oleh karena itu hospitalisais yang
berulang dikaitkan dengan gangguang dimasa yang akan datang.
Akan tetapi jika kunjunagn keluarga yang sering dapat mengurangi
efek tersebut (Wong, Hockenberry, Eaton, Wilson, Winkelstein &
Schwartz, 2009).

11
Faktor-faktor yang membuat anak lebih rentan terhadap dampak
emosional dan hospitalisasi menyebabkan kebutuhan anak menjadi
berbeda secara signifikan yaitu pengalaman sebelumnya dan
pengenalan terhadap peristiwa-peristiwa medis, lama dan jumlah
masuk rumah sakit. Oleh karena itu, pengalaman sebelumnya dapat
dengan mudah menggantikan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak
diketahui dan sudah diketahui (Wong, Hockenberry, Eaton, Wilson,
Winkelstein & Schwartz, 2009).
g. Keuntungan hospitalisasi

Hospitalisasi tidak hanya menimbulkan stres bagi anak-anak, tetapi


hospitalisasi juga dapat memberi manfaat dari hospitalisasi yaitu: anak
pulih dari sakit, hospitalisasi memberikan kesempatan pada anak untuk
mengatasi stres dan merasa kompoten dalam kemampuan koping mereka,
lingkungan rumah sakit dapat memberikan pengalaman sosialisasi yang
baru bagi anak untuk memperluas hubungan interpersonal anak (Wong,
Hockenberry, Eaton, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2009).

h. Tatalaksana stress hospitalisasi

Perawat memiliki peranan penting dalam memberikan dukungan


bagi anak dan keluarga guna mengurangi respon stres anak terhadap
hospitalisasi. Intervensi untuk meminimalkan respon stres terhadap
hospitalisasi menurut Hockenberry dan Wilson (2007), dapat dilakukan
hal-hal sebagai berikut: (1) meminimalkan pengaruh perpisahan, (2)
meminimalkan kehilangan kontrol dan otonomi, (3) mencegah atau
meminimalkan cedera fisik, (4)

12
2. Caring Perawat
a. Pengertian Caring Perawat

Caring juga merupakan sikap peduli, menghormati dan menghargai


orang lain, artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-
kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berfikir dan bertindak.
Memberikan asuhan (Caring) secara sederhana tidak hanya sebuah
perasaan emosional atau tingkah laku sederhana, karena caring tercermin
pada mutu pelayanan keperawatan dan mutu pelayanan dapat memuncul
persepsi apakah pelayanan di rumah sakit tersebut baik atau tidak
(Dwidiyanti, 2010).

Caring mencerminkan apa yang berhubungan dengan individu hal


ini menggambarkan hubungan yang luas dari cinta orang tua sampai
hubungan pertemanan dari kepedulian terhadap binatang peliharaannya
untuk merawat dan melayani klien. “Caring membuat kemungkinan”
perhatian seseorang terhadap orang lain, kejadian, atau sesuatu yang
memberikan petunjuk kepada individu untuk peduli. Caring sebagai
struktur mempunyai implikasi praktis untuk mengubah praktik
keperawatan dimana perawat membantu klien pulih dari sakitnya dan
mengelola dan membangun kembali hubungan. Caring membantu
perawat mengenali intervensi yang baik dan kemudian menjadi perhatian
dan petunjuk untuk memberikan caring nantinya.

Teori caring keperawatan memiliki tema-tema yang serupa.


Pelayanan banyak melibatkan hubungan antar individu. Hubungan
pemberi layanan dapat bersifat terbuka dan tertutup. Perawat dan klien
masuk dalam suatu hubungan yang tidak banyak sekedar seseorang
“melakukan tugas untuk” yang lainnya. Ada hubungan memberi dan

13
menerima yang terbentuk sebagai awal dari saling mengenal dan peduli
antara perawat dan klien (Setiawan, 2009).

Caring merupakan pengetahuan manusia, inti dari praktik


keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal (Dwidiyanti, 2010). Caring
bukan semata-mata perilaku, caring adalah cara yang memiliki makna dan
memotivasi tindakan. Caring ini juga diartikan sebagai tindakan yang
bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil
meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Dwidiyanti, 2010).

Selanjutnya menyatakan bahwa caring merupakan manifestasi dari


perhatian kepada orang lain, berpusat pada orang, menghormati harga diri
dan kemanusiaan, komitmen untuk mencegah terjadinya suatu yang
memburuk, memberi perhatian dan konsen, menghormati kepada orang
lain dan kehidupan manusia, cinta dan ikatan, otoritas dan keberadaan,
selalu bersama, empati, pengetahuan, penghargaan dan menyenangkan
(Dwidiyanti, 2010).

Caring sebagai suatu proses yang memberikan kesempatan kepada


seseorang (baik pemberi asuhan (carrer) maupun penerima asuhan) untuk
pertumbuhan pribadi, yang didukung dengan aspek-aspek pengetahuan,
penggantian irama, kesabaran, kejujuran, rasa percaya, kerendahan hati,
harapan dan keberanian (Potter dan Perry, 2005).

Terdapat tujuh asumsi yang mendasari konsep caring (Dwidiyanti,


2010), yaitu :

1) Caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktikkan secara


interpersonal
2) Caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam
membantu memenuhi kebutuhan manusia atau klien.

14
3) Caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak hanya
saat itu saja namun juga mempengaruhi akan seperti apakah
seseorang tersebut nantinya.
4) Lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung
perkembangan seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam
memilih tidakan yang terbaik untuk dirinya sendiri.
5) Caring lebih kompleks dari pada curing, praktik caring memadukan
antara pengetahuan biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku
manusia yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan dan
membantu klien yang sakit.
6) Caring merupakan inti dari keperawatan. Bahwa sikap caring
diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan niat baik.
7) Caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek
fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Bersikap caring untuk klien dan
bekerjasama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan
esensi keperawatan.
b. Perilaku caring

Perilaku caring (caring act) adalah suatu tindakan yang dilakukan


dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh (Dwidiyanti,
2010). Tindakan dalam bentuk perilaku caring seharusnya diajarkan pada
manusia mulai sejak lahir, masa perkembangan, masa pertumbuhan
sampai di kala meninggal.

Perilaku caring adalah esensi dari keperawatan yang membedakan


dengan profesi lain dan mendominasi serta mempersatukan tindakan-
tindakan keperawatan. Caring dalam keperawatan adalah fenomena
transkultural dimana perawat berinteraksi dengan klien, staf dan
kelompok lain. Perilaku caring bertujuan dan berfungsi membangun

15
struktur social,pandangan dan nilai kultur setiap orang yang berbeda pada
satu tempat dengan tempat lain (Dwidiyanti, 2010).

c. Faktor-faktor Pembentuk Caring

Fokus utama dari keperawatan adalah faktor-faktor yang


bersumber dari perspektif humanistik yang dikombinasikan dengan dasar
pengetahuan ilmiah (Pratiwi. R., 2001). Watson kemudian
mengembangkan sepuluh faktor tersebut untuk membantu kebutuhan
tertentu dari pasien dengan tujuan terwujudnya integritas fungsional
secara utuh dengan terpenuhinya kebutuhan biofisik, psikososial dan
kebutuhan interpersonal.

Indikator caring perawat Dalam membangun pribadi caring


perawat dapat melalui pengembangan indikator 10 faktor caring (Pratiwi.
R, 2001) sebagai berikut :

1) Pendekatan humanistik dan altruistik.


2) Menanamkan sikap penuh harapan.
3) Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain
4) Hubungan saling percaya dan saling membantu
5) Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negative
6) Menggunakan problem solving dalam mengambil keputusan
3. Konsep Keperawatan Profesional
a. Pengertian Perawat

Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang
berarti merawat atau memelihara. Perawat adalah seseorang (seorang
profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan
kewenangan melaksanakan pelayanan atau asuhan keperawatan pada
berbagai jenjang pelayanan keperawatan (Kusnanto, 2004).

16
b. Peran utama perawat profesional

Peran utama perawat professional adalah memberikan asuhan


keperawatan kepada manusia (sebagai objek utama kajian filsafat ilmu
keperawatan: ontologism) yang meliputi (Nursalam,2009):

1) Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan dan


kebutuhan klien
2) Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan, mulai dari pemeriksaan fisik, psikis dan
spiritual
3) Memberikan asuhan keperawatan kepada klien (klien, keluarga, dan
masyarakat) mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks.

Pelayanan yang diberikan oleh perawat harus dapat mengatasi


masalah-masalah fisik, psikis dan social spiritual pada klien dengan focus
utama merubah perilaku klien (pengetahuan, sikap dan ketrampilannya)
dalam mengatasi masalah kesehatan sehingga klien dapat mandiri
(Nursalam, 2009).

c. Proses keperawatan

Model ilmu keperawatan dari adaptasi Roy memberikan pedoman


kepada perawat dalam mengembangkan asuhan keperawatan. Unsur
proses keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosis
keperawatan, intervensi dan evaluasi (Nursalam, 2009).

1) Pengkajian

Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang


perilaku klien sebagai suatu system adaptif yang berhubungan
dengan masing-masing model adaptasi: adaptasi, fisiologis, konsep

17
diri, fungsi peran, dan ketergantungan. Oleh karena itu, pengkajian
pertama diartikan sebagai pengkajian perilaku, yaitu pengkajian klien
terhadap masing-masing model adaptasi secara sistematik dan
holistic. Pelaksanaan pengkajian dan pencatatan pada empat model
adaptif akan memberikan gambaran keadaan klien kepada tim
kesehatan yang lain.

2) Perumusan diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah respons individu terhadap


rangsangan yang timbul dari diri sendiri maupun dari luar. Sifat
diagnisis keperawatan adalah berorientasi pada kebutuhan dasar
manusia, menggambarkan respons individu terhadap proses kondisi
dan situasi sakit dan berubah bila respons individu juga berubah.

3) Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan


tujuan merubah atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan
residual. Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan klien
dalam menggunakan koping secara luas, supaya stimulasi secara
keseluruhan dapat terjadi pada klien. Tujuan intervensi keperawatan
adalah mencapai kondisi yang optimal dengan menggunakan koping
yang konstruktif. Tujuan jangka panjang harus dapat
menggambarkan penyelesaian masalah adaptif dan ketersediaan
energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tujuan jangka pendek
mengidentifikasi harapan perilaku klien setelah manipulasi stimulus
fokal, kontekstual dan residual.

18
4) Evaluasi

Penilaian terakhir proses keperawatan didasarkan pada tujuan


keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari criteria hasil
yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu.

d. Pengetahuan perawat tentang manajemen stress hospital


a) Definisi Pengetahuan
 berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui
pengamatanin derawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda
atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya. Atau dengan pengertian lain bahwa pengetahuan
adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari
oleh seseorang.Pengetahuan tidak dibatasi pada
deskripsi,hipotesis,konsep, teori, prinsip, dan prosedur yang
secara probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru
dikenalnya, la akanmendapatkan pengetahuan tentang bentuk,
rasa dan aroma masakan tersebut. (Wikipedia.com)
 Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera
manusia,yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuanmanusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan

19
domain yangsangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang (Notoatmodjo 2003)
 Menurut epistemologi setiap pengetahuan manusia itu adalah
hasil dari berkontaknya dua macam besaran, yaitu
a) benda atau yang diperiksa, diselidiki, dan akhirnya
diketahui (obyek),
b) manusiayang melakukan pelbagai pemeriksaan,penyelidika
n,dan akhirnya mengetahui (mengenal) benda atau hal tadi
(Ensiklopedi Indonesia).
 Adapun pengethaun itu ialah kesatuan subyek yang mengetahui
dan obyek yang diketahui. Satukesatuan dalam mana obyek itu
dipandang oleh subyek sebagai diketahui (M.J. Langeveld).
 Pengetahuan dapat dirumuskan sebagai partisipasi oleh suatu
realita dalam suatu realita yang lain,tetapi tanpa terjadinya
modifikasi-modifikasi dalam kualitas yang lain itu, sebaliknya
subyek yang mengetahui dipengaruhi (Max Scheler 1874-
1928). Knowledge is relation between object andsubject (James
K. Feibleman).
 Menurut Mohamad Adlany, 2010, maksud dari pengetahuan
(knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam
jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi,
persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam
sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi,
tradisi,keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran.
Dalam komunikasi keseharian, kita sering menggunakan
kalimat seperti, “Saya terampil mengoperasikan mesin ini”,
“Saya sudah terbiasa menyelesaikan masalah itu”, “Saya
menginformasikan kejadian itu”, “Saya meyakini bahwa
masyarakat pasti mempercayai Tuhan”, “Saya tidak emosi

20
menghadapi orang itu”, dan “Saya mempunyai pikiran-pikiran
baru dalam solusi persoalan itu”.Ketika mengamati atau
menilai suatu perkara, kita biasanya menggunakan kalimat-
kalimat seperti, saya mengetahuinya, saya memahaminya, saya
mengenal, meyakini dan mempercayainya. Berdasarkan
realitas ini, bisa dikatakan bahwa pengetahuan itu memiliki
derajat dan tingkatan.Disamping itu, bisa jadi hal tersebut bagi
seseorang adalah pengetahuan, sementara bagi yang lainnya
bukan pengetahuan. Terkadang seseorang mengakui bahwa
sesuatu itu diketahuinya dan mengenal keadaannya dengan
baik, namun, pada hakikatnya, ia salah memahaminya dan
ketikadan dengan seseorang yang sungguh sungguh
mengetahui realitas tersebut, barulah iamenyadari bahwa ia
benar-benar tidak memahami permasalahan tersebut
sebagaimana adanya.
 Pengetahuan adalah suatu keadaan yang hadir dikarenakan
persentuhan kita dengan suatu perkara.Keluasan dan kedalaman
kehadiran kondisi-kondisi ini dalam pikiran dan jiwa kita
sangat bergantung pada sejauh mana reaksi, pertemuan,
persentuhan, dan hubungan kita dengan objek-objek eksternal.
Walhasil, makrifat dan pengetahuan ialah suatu keyakinan yang
kita miliki yang hadir dalam syarat-syarat tertentu dan terwujud
karena terbentuknya hubungan-hubungan khususantara subjek
(yang mengetahui) dan objek (yang diketahui) dimana
hubungan ini sama sekali kitatidak ragukan. John Dewey
menyamakan antara hakikat itu sendiri dan pengetahuan dan
beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil dan
capaian dari suatu penelitian danobservasi. Menurutnya,
pengetahuan seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan ia

21
dengan realitas-realitas yang tetap dan yang senantiasa
berubah.(Mohammad Adlany 2010)

Dari berbagai definisi pengetahuan di atas, dapat diambil


ringkasan atau diberibatasan tentang definisi pengetahuan berikut ini:

a) sesuatu yang ada atau dianggap ada


b) sesuatu hasil persesuaian subjek dengan objek
c) hasil kodrat manusia ingin tahu
d) hasil persesuaian antara induksi dengan deduksi
e) sebagai suatugambaran objek-objek eksternal yang hadir dalam
pikiran manusia
f) sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran
seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan
hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya.
b) Faktor yang mempengaruhi pengetahuan perawat

Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal.

Faktor internal meliputi :

a) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi
proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah
yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri
individu, kelompok atau masyarakat. Beberapa hasil
penelitian mengenai pengaruh pendidikan terhadap
perkembangan pribadi, bahwa pada umumnya pendidikan
itu mempertinggi taraf intelegensi individu.

22
b) Persepsi
Persepsi, mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

c) Motivasi
Motivasi merupakan dorongan, keinginan dan tenaga
penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk
melakukan sesuatu dengan mengenyampingkan hal-hal
yang dianggap kurang bermanfaat. Dalam mencapai tujuan
dan munculnya motivasi memerlukan rangsangan dari
dalam diri individu (biasanya timbul dari perilaku yang
dapat memenuh kebutuhan sehingga menjadi puas)
maupun dari luar (merupakan pengaruh dari orang
lain/lingkungan). Motivasi murni adalah motivasi yang
betul-betul disadari akan pentingnya suatu perilaku dan
dirasakan suatu kebutuhan.

d) Pengalaman
Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui,
dikerjakan), juga merupakan kesadaran akan suatu hal
yang tertangkap oleh indra manusia. Pengetahuan yang
diperoleh dari pengalaman berdasarkan kenyataan yang
pasti dan pengalaman yang berulang-ulang dapat
menyebabkan terbentuknya pengetahuan. Pengalaman
masalalu dan aspirasinya untuk masa yang akan datang
menentukan perilaku masa kini.

Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan antara lain


meliputi lingkungan, sosial ekonomi, kebudayaan dan informasi.
Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi pengembangan

23
sifat dan perilaku individu. Sosial ekonomi, penghasilan sering
dilihat untuk menilai hubungan antara tingkat penghasilan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kebudayaan adalah perilaku
normal, kebiasaan, nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam
suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup. Informasi
adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan yang dapat
menimbulkan kesadaran dan mempengaruhi perilaku. Pengukuran
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita
ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat
tersebut diatas

3. Sikap Perawat tentang stress Hospitalisasi


A. Definisi Sikap

Sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu
disiapkan, dipelajari, dan diatur melalui pengalaman, yang memberikan pengaruh
khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek, dan keadaan.

Menurut Sukidjo sikap adalah keadaan mental dan saraf dan kesiapanyang diatur
melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamis atauterarah terhadap
respon indi1idu pada semua obyek dan situasi yang berkaitandengannya. Sikap
merupakan penilaian seseorang terhadap stimulus atau obyek.Setelah orang
mengetahui stimulus atau obyek proses selanjutnya akan menilaiatau bersikap
terhadap stimulus atau obyek tersebut.

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

1. Menerima ( Receiving )

24
Menerima, diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).

2. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan danmenyelesaikan tugas yang


diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (Valuing)

Menghargai adalah suatu sikap yang menghormati apa sesuatu, tetapitidak untuk
merubah perilaku sendiri. misalnya ketika ketika seorang pasienmeminta sesuatu
yang bertentangan dengan kodisi keadaannya. maka yang harus perawat lakukan
adalah mengatakan kepada pasien bahwa permintaan tersebut bisa terpenuhi ketika
kondisi pasien sudah normal kembali

B. Komponen Sikap

Kognisi seseorang berada dalam tahap mempelajari yaitu tahap


mengenalmasalah dan tahap mencari informasi yang dibutuhkan untuk mengatasi
masalahtersebut . Kepercayaan dari pengirim berita, berita itu sendiri, dan
keadaan.semakin besar prestise sang komonikator akan semakin besar pula
perubahansikap yang ditimbulkan.Kecenderungan berprilaku menyukai sang

komunikator menghasilkan perubahan sikap, sebab orang mencoba untuk mengenal


komunikator yangdisukai dan cenderung untuk mengadopsi sikap dan perilaku orang
yang disukai.

1. N'ilai dan Sikap

25
Nilai sangat terkait dengan sikap, nilai membantu sebagi jalan untuk mengatur
sikap nilai didefinisikan sebagi konstelasi dari suka, tidak suka,titik pandang,
keharusan.

2. Sikap dan Kepuasan Kerja

Suatu sikap yang dipunyai individu mengenai pekerjaannya dihasilkan dari persepsi
mereka terhadap pekerjaannya, didasarkan pada faktor lingkungan kerja, gaya
super1isi, kebijakan dan prosedur

3. Sikap dan Perilaku


melalui tindakan dan belajar seseorang akan mendapatkan kepercayaan dan sikap
terhadap sesuatu yang pada giliranya akan mempengarui perilaku. Kepercayaan
merupakan sesuatu yang didasari atas pengetahuan, pandapat dan keyakinan nyata.
Sikap adalah e1aluasi perasaan dan kecenderungan seseorang yang relatif konsisten
terhadap sesuatu obyek atau gagasan. Sikap akan menempatkan orang menyukai atau
tidak menyukai sesuatu tersebut.

Faktor yang mempengaruhi Perubahan Sikap


Adanya imbalan dan hukuman dimana individu mengasosiasikan reaksinya yang
disertai imbalan dan hukuman.-.Stimulus mengandung harapan bagi individu
sehingga dapat terjadi perubahan dalam sikap.
Stimulus mengandung prasangka bagi individu yang mengubah sikap semula
Sikap dan pelaku pelayanan
Soegiarto (1999) menyebutkan lima aspek yang harus dimiliki jasa
pelayanan, yaitu :
A. Cepat, waktu yang digunakan dalam melayani tamu minimal sama dengan
batas waktu standar. merupakan batas waktu kunjung dirumah sakit yang
sudah ditentukan waktunya.

26
B. Tepat, kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan
konsumen. Bagaimana perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien
yaitu tepat memberikan bantuan dengan keluhan"keluhan dari pasien.
C. Aman, rasa aman meliputi aman secara fisik dan psikis selama
pengkonsumsian suatu poduk atau. Dalam memberikan pelayanan jasa yaitu
memperhatikan keamanan pasien dan memberikan keyakinan dankepercayaan
kepada pasien sehingga memberikan rasa aman kepada pasien.
D. Ramah tamah, menghargai dan menghormati konsumen, bahkan pada saat
pelanggan menyampaikan keluhan. Perawat selalu ramah dalam
menerimakeluhan tanpa emosi yang tinggi sehingga pasien akan merasa
senang danmenyukai pelayanan dari perawat
E. N'yaman, rasa nyaman timbul jika seseorang merasa diterima apa
adanya.Pasien yang membutuhkan kenyaman baik dari ruang rawat inap
maupunsituasi dan kondisi yang nyaman sehingga pasien akan merasakan
kenyamanan dalam proses penyembuhannya .
Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
aspek"aspek kualitas pelayanan keperawatan adalah sebagai berikut
1. .Penerimaan meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang,
selalutersenyum, menyapa semua pasien. Perawat perlu memiliki minat
terhadaporang lain, menerima pasien tanpa membedakan golongan, pangkat,
latar belakang sosial ekonomi dan budaya, sehingga pribadi utuh. +gar
dapatmelakukan pelayanan sesuai aspek penerimaan perawat harus memiliki
minatterhadap orang lain dan memiliki wawasan luas. –
2. Perhatian, meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
perlu bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan
pertolongan kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan
imbalan,memiliki sensiti1itas dan peka terhadap setiap perubahan pasien,
maumengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien.

27
3. Komunikasi, meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan
komunikasiyang baik dengan pasien, dan keluarga pasien. +danya komunikasi
yangsaling berinteraksi antara pasien dengan perawat, dan adanya hubungan
yang baik dengan keluarga pasien.
4. Kerjasama, meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan
kerjasamayang baik dengan pasien dan keluarga pasien.
5. Tanggung jawab, meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam
tugas,mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas,
konsistenserta tepat dalam bertindak.

28
B. Kerangka Teori

Hospitalisasi Anak Faktor kecemasan Anak

o Faktor lingkungan
Rumah
o Faktor Berpisah
o Kurangnya Informasi
o Faktor Kehilangan

Keperawatan Profesional Faktor Pengalaman

Pengetahuan Perawat Faktor Perilaku atau berinteraks

Sikap Perawat (caring perawat)

 Baik dengan petugas RS


 Kurang Baik

 Faktor yang mempengaruhi


Pendidikan

29
Persepsi CEMAS

Motivasi

Pengalaman

Dampakm Hospitalisasi Anak

Resiko Individual

30
B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau
variable-variabel yang akan diamati melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,
2010).

Kerangka konsep pada penelitian ini bagaimana sikap perawat dalam manajemen stress
hospitalisasi pada anak Di Rumah Sakit Roemani Semarang Tahun 2019

C. Variabel Penelitian

Definisi Variabel bebas dan terikat

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang
berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2010). Variabel adalah
sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh
suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu. Berdasarkan hubungan fungsional
antara variabel satu dengan lainnya, variabel dibedakan menjadi dua, yaitu variabel
tergantung, akibat, terpengaruh atau variabel dependen dan variabel bebas, sebab,
mempengaruhi atau variabel independen.

Variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini adalah sikap manajemen stress
perawat pada anak yang meliputi perawat yang ramah dan sopan terhadap pasien, perhatian,
peduli, dukungan, motivasi ataupun dengan metode pengalihan stress pada anak seperti
dengan metode audio,metode bercerita.

Variabel dependen atau variabel terikat dalam penelitian ini adalah Tingkat Kecemasan
Pasien anak diantaranya perasaan cemas, takut, gelisah, tegang, marah, depresi, gangguan
tidur, gemetar, gangguan kecerdasan.

31
D. Hipotesis penelitian

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Biasanya


hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel, variabel bebas dan
terikat. Hipotesis berfungsi untuk menentukan ke arah pembuktian, artinya hipotesis ini
merupakan pernyataan yang harus dibuktikan (Notoatmodjo, 2010).

Hipotesis alternatif (HA) merupakan hipotesis yang menyatakan adanya suatu


perbedaan antara dua variabel (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis nol (H0) merupakan hipotesis
yang merupakan hipotesis yang menyatakan suatu kesamaan atau tidak adanya suatu
perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok atau lebih mengenai suatu hal yang
dipermasalahkan (Notoatmodjo, 2010).

Ha : Ada Gambaran Caring Perawat Tentang Tingkat kecemasan

Sikap perawat mengatasi kecemasan hospitalisasi pasien anak dir s Roemani


Semarang Tahun 2019

Ho : Tidak Ada Gambaran Caring Perawat Tentang Tingkat Kecemasan

Hospitalisasi Pasien anak di Rumah Sakit Roemani Semarang Tahun 2019.

32
33

Anda mungkin juga menyukai