Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TUGAS SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI

Disusun Oleh :

Nama : Rafif Prabaswara Ramadhan

NIM : 03021281823064

Kelas :B

Kampus : Indralaya

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020
PERATURAN MENGENAI PERTAMBANGAN MINERAL DAN
BATUBARA

1. UUD 1945 Pasal 33

UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 yang menyangkut mengenai Energi Dan Sumber
Daya Mineral menjelaskan bahwa bumi dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat, oleh sebab itu bumi dan
kekayaan alam harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk kemakmuran
rakyat.

Pasal 33 Sebelum Amandemen

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pasal 33 Setelah Amandemen

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional. ****)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-
undang. ****)
2. UU No. 4 Tahun 2009

Dalam konsiderans menimbang dinyatakan bahwa kebutuhan dari


pengaturan ini adalah untuk dapat mengelola dan mengusahakan potensi mineral
dan batubara secara mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan
benvawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara
berkelanjutan.
Kemudian, pada Penjelasan Umum ditegaskan pula bahwa UU ini adalah
untuk menjawab tantangan utama yang dihadapi pertambangan mineral dan
batubara (minerba), yaitu globalisasi yang mendorong demokratisasi, otonomi
daerah, hak asasi manusia, lingkungan hidup, perkembangan teknologi dan
informasi, hak atas kekayaan intelektual serta tuntutan peningkatan peran swasta
dan masyarakat. Bahwa usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi
dan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia dan
mempercepat pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi
masyarakat/pengusaha kecil dan menengah serta mendorong tumbuhnya industri
penunjang pertambangan.
Tujuan UU ini mendukung politik hukum kedaulatan energi, karena
memenuhi indikator: ‘Penyediaan, pemanfaatan dan pengusahaan sumber daya
energi dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat’. Namun arah politik
hukum ini tidak menegaskan penting Indonesia untuk pelan-pelan melepaskan diri
dari ketergantungan pada energi fosil (dalam hal ini minerba).

Kebijakan penting dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang


Pertambangan Mineral dan Batubara adalah:

a. Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai
oleh negara dan pengembangan serta pendayagunaannya dilaksanakan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha.
b. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang
berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat
setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batubara berdasarkan
izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-
masing.
c. Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah,
pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan berdasarkan
prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan
Pemerintah dan pemerintah daerah.
d. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang
sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
e. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah
dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kecil dan
menengah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang pertambangan.
f. Kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan
prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat untuk
menciptakan Rangkuman Isi UU No. 4 Tahun 2009

BAB I KETENTUAN UMUM


- Dalam bab ketentuan ini menjelaskan definisi-definisi yang berhubungan
dengan pertambangan mineral dan batu bara, seperti apa itu pertambangan,
mineral, batubara, dan lain-lain.
BAB II ASAS DAN TUJUAN
- Pada bab ini menjelaskan asas pengelolaan pertambangan dan tujuan
pengelolaan mineral dan batubara.
BAB III PENGUASAAN MINERAL DAN BATUBARA
- Pada bab ini menjelaskan mengenai siapa yang menguasai atau yang
memiliki kewenangan penguasaan mineral dan batubara.
BAB IV KEWENANGAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL
DAN BATUBARA
- Pada bab ini menjelaskan kewenangan pengelolaan pertambangan mineral
dan batubara.
BAB V WILAYAH PERTAMBANGAN
- Pada bab ini menjelaskan bahwa wilayah pertambangan adalah sebagai
bagian dari tata ruang nasional merupakan landasan bagi penetapan kegiatan
pertambangan dan penetapannya secara transparan, terpadu, dan bertanggung
jawab. Pada bab ini juga terbagi atas IV bagian. Bagian pertama yaitu hal
umum, bagian kedua Wilayah Usaha Pertambangan , bagian ketiga Wilayah
Pertambangan Rakyat, dan bagian keempat wilayah Pencadangan Negara
BAB VI USAHA PERTAMBANGAN
- Dibagian bab ini menjelaskan bahwa Usaha Pertambangan terbagia atas 2
yaitu Mineral dan Batu Bara, meliputi IUP, IPR, dan IUPK
BAB VII IZIN USAHA PERTAMBANGAN
- Pada bab ini menjelaskan mengenai segala hal yang berhubungan dengan
IUP, dimana ada IUP Ekplorasi dan IUP Operasi Produksi
BAB VIII PERSYARATAN PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN
- Pada bab ini menjelaskan segala hal mengenai syarat sah perizinan usaha
pertambangan dimana Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha
pertambangan di WIUP
BAB IX IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT
- Pada bab ini menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan IPR, dimana ada
pertambangan mineral logam, miniral non logam, batuan dan batubara
BAB X IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS
- Pada bab ini menjelaskan mengenai IUPK, dan juga IUPK diberikan
kepada menteri mengingat kepentingan daerah
BAB XI PERSYARATAN PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS
- Pada bab ini menjelaskan mengenai hal-hal yang harus dipenuhi dalam
melakukan IUPK, syarat ini hampir sama dengan syarat perizinan IUP.
BAB XII DATA PERTAMBANGAN
- Pada bab ini menjelaskan mengenai analisis data pertambangan, dan
bertujuan Untuk menunjang penyiapan WP dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi pertambangan, Menteri atau gubernur sesuai
dengan kewenangannya dapat menugasi lembaga riset negara dan/atau
daerah untuk melakukan penyelidikan dan penelitian tentang pertambangan
BAB XIII HAK DAN KEWAJIBAN
- Pada bab ini menjelaskan mengenai hak dan kewajiban seputar pihak-
pihak dalam IUP, IPR, dan IUPK
BAB XIV PENGHENTIAN SEMENTARA KEGIATAN IZIN USAHA
PERTAMBANGAN DAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS
- Pada bab ini menjelaskan tentang mekanisme penghentian sementara
kegiatan IUP dan IUPK
BAB XV BERAKHIRNYA IZIN USAHA PERTAMBANGAN DAN IZIN
USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS
- Pada bab ini menjelaskan tentang disaat kapan suatu IUP dan IUPK
berakhir
BAB XVI USAHA JASA PERTAMBANGAN
- Pada bab ini menjelaskan mengenai usaha jasa pertambangan
BAB XVII PENDAPATAN NEGARA DAN DAERAH
- Pada bab ini menjelaskan tentang pendapatan negara dan daerah yang
sumbernya dari pertambangan dan juga menjalaskan pembagian
pendapatan negara dan daerah dalam tanda kutip
BAB XVIII PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN USAHA
PERTAMBANGAN
- Pada bab ini menjelaskan tentang kecocokan tanah pertambangan atau
pengelolaan tanah di wilayah pertambangan dan juga pemanfaatan ulang
tanah.
BAB XIX PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PERLINDUNGAN
MASYARAKAT
- Pada bab ini menjelaskan tentang bagaimana pembinaan dan pengawasan
perlindungan masyarakat yang berhubungan dengan pertambangan
BAB XX PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SERTA PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN
- Pada bab ini menjelaskan mengenai penelitian dan pengembangan serta
pendidikan dan pelatihan mengenai pertambangan mineral dan batubara
BAB XXI PENYIDIKAN
BAB XXII SANKSI ADMINISTRATIF
BAB XXIII KETENTUAN PIDANA
BAB XXIV KETENTUAN LAIN-LAIN
BAB XXV KETENTUAN PERALIHAN
BAB XXVI KETENTUAN PENUTUP
3. PP No. 23 Tahun 2010

Rangkuman Isi PP No. 23 Tahun 2010

BAB I KETENTUAN UMUM


BAB II IZIN USAHA PERTAMBANGAN
BAB III IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT
BAB IV IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS
BAB V PENCIUTAN WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN DAN
WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS
BAB VI PENGHENTIAN SEMENTARA KEGIATAN USAHA
PERTAMBANGAN
BAB VII PENGUTAMAAN KEPENTINGAN DALAM NEGERI,
PENGENDALIAN PRODUKSI, DAN PENGENDALIAN PENJUALAN
MINERAL DAN BATUBARA
BAB VIII PENINGKATAN NILAI TAMBAH, PENGOLAHAN DAN
PEMURNIAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB IX DIVESTASI SAHAM PEMEGANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN


DAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS YANG SAHAMNYA
DIMILIKI OLEH ASING
BAB X PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN OPERASI PRODUKSI
BAB XI TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN
BAB XII PENGEMBANGAN DAN PEMBERADAYAAN MASYARAKAT DI
SEKITAR WIUP DAN WIUPK
BAB XIII SANKSI ADMINISTRATIF
BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN
BAB XV KETENTUAN PENUTUP
4. PP No. 24 Tahun 2012

Perubahan pada PP Nomor 24 Tahun 2012

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Perrierintah Nomor 23 Tahun
2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral
dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5111), diubah sebagai berikut:

1. Diantara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 6 disisipkan 2 (dua) ayat
yakni ayat (3a) dan ayat (3b), sehingga Pasal 6 menjelaskan
mengenai :

- Pihak-pihak yang terkait dengan pemberian IUP. IUP diberikan


oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota berdasarkan
permohonan badan usaha, koperasi, dan perseorangan.

2. Diantara Pasal 7 dan Pasal 8 disisipkan 2 (dua) pasal yakni


Pasal 7A dari Pasal 7B.

- Pasal 7A menjelaskan mengenai pemegang IUP atau IUPK


yang tidak boleh memindahkann IUP dan IUPK-nya kepada
pihak lain.

- Pasal 7B menjelaskan mengenai IUP atau IUPK yang


dipegang oleh BUMN sebagian WIUP aatu WIUPK Operasi
Produksinya dapat dialihkan kepada pihak lain.

3. Ketentuan ayat (3) Pasal 9 diubah, sehingga Pasal 9


menjelaskan tentang :

- Dalam satu WUP dapat terdiri atas satu atau beberapa WIUP.

- Setiap pemohon hanya dapat diberikan satu WIUP.

4. Ketentuan Pasal 74 ditambah 2 (dua) ayat, yakni ayat (4) dan


ayat (5) serta ditambah Penjelasan ayat (4) dan ayat (5},
sehingga Pasal 74 menjelaskan tentang :

- Pengajuan pemegang IUP dan IUPK.

- Syarat penciutan atau pengembalian WIUP atau WIUPK.


- Yang dimaksud dengan wilayah pencadangan negara.

5. Penjelasan Pasal 7S ayat (1) huruf b diubah sehingga


berbunyi menjadi sebagaimana tercantum dalam Penjelasan
Pasal 76.

6. Ketentuan Pasal 97 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (11)
diubah serta diantara ayat {1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu)
ayat yakni ayat (la) dan Penjelasan ayat (1) dihapus sehingga Pasal
97 menjelaskan mengenai :

- Kewajiban pemegang IUP dan IUPK dalam rangka penanaman modal


asing.

- Kepemilikan saham peserta Indonesia.

- Divestasi saham dan penawaran saham.

7. Ketentuan Pasal 98 diubah, sehingga Pasal 98 menjelaskan


mengenai peserta Indonesia yang sahamnya tidak boleh
terdelusi menjadi lebih kecil dari jumlah saham sesuai
kewajiban divestasi.

8. Diantara Pasal 112 dan Pasal 113 disisipkan 2 (dua) pasal yakni
Pasal 112A dan Pasal 112B.

- Pasal 112A menjelaskan mengenai hal-hal yang berlaku bila


Peraturan Pemerintah ini sudah diberlakukan.

- Pasal 112B menjelaskan mengenai :

 Perpanjangan kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan


pertambangan batubara.

 Bagaimana cara memperoleh IUP

 Permohonan IUP

 Syarat administratif, teknis, lingkungan, dan finansial saat


permohonan IUP

 Pertimbangan menteri dalam memberikan IUP

 Syarat menteri utnuk menolak memberikan IUP


 Hal-hal yang dilakukan dalam penolakan IUP

Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
5. PP No. 01 Tahun 2014

Perubahan PP Nomor 01 Tahun 2014

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5111) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5282), diubah
sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 112 diubah sehingga Pasal 112 yang menjelaskan tentang :
- Ketentuan penandatangan kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan
pertambagan.
- Perpanjangan kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan
pertambagan.
- Kewajiban mengenai kuasa pertambangan, surat izin pertambangan
daerah, dan surat izin pertambangan rakyat, yang diberikan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Di antara Pasal 112B dan Pasal 113 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni pasal
112C yang menjelaskan tentang :
- Kewajiban dalam melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam
negeri oleh pemegang kontrak karya.
- Kewajiban dalam melakukan pengolahan dan pemurnian hasil
penambangan di dalam negeri oleh pemegang IUP Operasi Produksi.
- Pemegang kontrak karya dan pemegang IUP Operasi Produksi yang dapat
melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu.

Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
6. PP No. 77 Tahun 2014

Perubahan pada PP Nomor 77 Tahun 2014

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang


Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5111) sebagaimana telah dua kali diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5489), diubah sebagai berikut:

1. Diantara Pasal 7B dan Pasal 8 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal 7C yang
menjelaskan tentang :
- Kepemilikan saham asing atas IUP dan IUPK yang melakukan perubahan
status perusahaan dari penanaman modal dalam negeri menjadi penanaman
modal asing.
2. Ketentuan ayat (3) Pasal 32 diubah sehingga Pasal 32 yang menjelaskan
tentang :
- Badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan peta
WIUP beserta batas dan koordinat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah penerbitan
peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan harus menyampaikan
permohonan IUP Eksplorasi kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
- Apabila badan usaha, koperasi, atau perseorangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja tidak menyampaikan
permohonan IUP, dianggap mengundurkan diri dan uang pencadangan
wilayah menjadi milik Negara.
- Badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mengundurkan diri
maka WIUP akan menjadi wilayah terbuka.
3. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga menjelaskan tentang :
- Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan
pengangkutan dan penjualan, kegiatan pengangkutan dan penjualan dapat
dilakukan oleh pihak lain yang memiliki IUP Operasi Produksi khusus
untuk pengangkutan dan penjualan.
- Pihak lain yang dimaksud adalah pihak lain yang memiliki IUP Operasi
Produksi lainnya yang memiliki fasilitas pengolahan dan pemurnian atau
IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian.
4. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 46 dihapus, sehingga Pasal 46
menjelaskan tentang :
- Pemegang IUP Operasi Produksi yang telah memperoleh perpanjangan
IUP Operasi Produksi sebanyak 2 (dua) kali dalam jangka waktu 3 (tiga)
tahun sebelum jangka waktu masa berlakunya IUP Operasi Produksi
berakhir harus menyampaikan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/
walikota sesuai dengan kewenangannya mengenai keberadaan potensi dan
cadangan mineral atau batubara pada WIUP-nya.
5. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 73 dihapus, sehingga Pasal 73 yang
menjelaskan tentang :
- Pemegang IUPK Operasi Produksi yang telah memperoleh perpanjangan
IUP Operasi Produksi sebanyak 2 (dua) dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun
sebelum jangka waktu masa berlakunya IUPK berakhir, wajib
menyampaikan kepada Menteri mengenai keberadaan potensi dan
cadangan mineral logam atau batubara pada WIUPK-nya.
6. BAB V diubah sehingga BAB V berbunyi sebagai berikut:
BAB V
PENCIUTAN DAN PENGEMBALIAN WILAYAH IZIN USAHA
PERTAMBANGAN DAN WILAYAH IZIN USAHA
PERTAMBANGAN KHUSUS
7. Ketentuan ayat (4) Pasal 74 diubah, diantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 4
(empat) ayat yakni ayat (4a), ayat (4b), ayat (4c), dan ayat (4d), serta ayat (5)
dihapus, sehingga Pasal 74 menjelaskan tentang :
- Pemegang IUP sewaktu-waktu dapat mengajukan permohonan kepada
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
untuk menciutkan sebagian atau mengembalikan seluruh WIUP.
- Pemegang IUPK sewaktu-waktu dapat mengajukan permohonan kepada
Menteri untuk menciutkan sebagian atau mengembalikan seluruh WIUPK.
8. Di antara Pasal 75 dan Pasal 76 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 75A,
Pasal 75B, dan Pasal 75C yang menjelaskan tentang :
- UP Eksplorasi yang telah dicabut atau yang tidak ditingkatkan menjadi
IUP Operasi Produksi, WIUP Eksplorasinya dikembalikan kepada
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
- IUPK Eksplorasi yang telah dicabut atau yang tidak ditingkatkan menjadi
IUPK Operasi Produksi, WIUPK Eksplorasinya dikembalikan kepada
Menteri.
- IUP Operasi Produksi yang habis masa berlakunya setelah mendapatkan 2
(dua) kali perpanjangan, WIUP Operasi Produksinya dikembalikan kepada
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
setelah menyampaikan keberadaan potensi dan cadangan mineral atau
batubara pada WIUP-nya.
- UPK Operasi Produksi yang habis masa berlakunya setelah mendapatkan 2
(dua) kali perpanjangan, WIUPK Operasi Produksinya dikembalikan
kepada Menteri setelah menyampaikan keberadaan potensi dan cadangan
mineral atau batubara pada WIUPK-nya.
9. Penjelasan Pasal 94 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagaimana
tercantum dalam penjelasan Pasal 94 ayat (1).
10. Ketentuan ayat (2) Pasal 95 diubah sehingga Pasal 95 yang menjelaskan
tentang :
- Komoditas tambang yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya terdiri atas
pertambangan yaitu mineral logam, mineral bukan logam, batuan, dan
batubara.
- Apa-apa saja yang dilakukan dalam peningkatan nilai tambah dari mineral
logam, mineral bukan logam, batuan, dan batubara.
11. Ketentuan ayat (1), ayat (la), ayat (2), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat
(11) Pasal 97 diubah, diantara ayat (la) dan ayat (2) disisipkan 4 (empat) ayat
yakni ayat (1 b), ayat (lc), ayat (1d), dan ayat (le), diantara ayat (2) dan ayat
(3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a), ketentuan ayat (3), ayat (4), dan
ayat (5) dihapus, diantara ayat (7) dan ayat (8) disisipkan 2 (dua) ayat yakni
ayat (7a) dan ayat (7b), diantara ayat (8) dan ayat (9) disisipkan 2 (dua) ayat
yakni ayat (8a) dan ayat (8b),dan diantara ayat (10) dan ayat (11) disisipkan 1
(satu) ayat yakni ayat (10a), sehingga Pasal 97 menjelaskan tentang :
- Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi dalam
rangka penanaman modal asing, setelah 5 (lima) tahun sejak berproduksi
wajib melakukan divestasi saham secara bertahap.
- Kewajiban divestasi saham bagi pemegang IUP Operasi Produksi.
- Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau
pemurnian dalam rangka penanaman modal asing tidak wajib
melaksanakan divestasi saham.
- Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi yang
sahamnya telah terdaftar di bursa efek di Indonesia diakui sebagai peserta
Indonesia paling banyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh
saham.
- Penawaran divestasi saham kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota setempat dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender setelah 5 (lima) tahun sejak
berproduksi.
- Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, harus
menyatakan minatnya dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh)
hari kalender setelah tanggal penawaran.
- Hal-hal yang berkaitan bila pemerintah tidak berminat terhadap penawaran
divestasi saham atau tidak ada jawaban dari Pemerintah dalam jangka
waktu 60 (enam puluh).
- Hal-hal yang berkaitan dengan pembayaran dan penyerahan saham yang
dibeli oleh peserta Indonesia.
12. Ketentuan Pasal 98 diubah, sehingga Pasal 98 yang menjelaskan tentang :
- Dalam hal terjadi peningkatan jumlah modal perseroan yang
mengakibatkan saham peserta Indonesia terdilusi, pemegang IUP Operasi
Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib menawarkan saham kepada
peserta Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (2) sesuai
dengan kewajiban divestasi saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97
ayat (la), ayat (lb), ayat (lc), dan ayat (1d).
13. Ketentuan angka 2 Pasal 112 diubah, diantara angka 1 dan angka 2 disisipkan
1 (satu) angka yakni angka la, diantara angka 2 dan angka 3 disisipkan 1
(satu) angka yakni angka 2a, serta angka 7 dan angka 8 dihapus, sehingga
Pasal 112 menjelaskan tentang :
- Hal-hal yang berlaku bila Peraturan Pemerintah tersebut sudah berlaku.
- Yang berhubungan dengan Kontrak karya dan perjanjian karya
pengusahaan pertambangan batubara.
14. Ketentuan Pasal 112A diubah sehingga menjelaskan tentang:
- Wilayah kontrak/perjanjian yang tidak mendapatkan persetujuan Menteri.
- Wilayah kontrak/perjanjian sebagai wilayah potensi dan
cadangan/penambangan
15. Ketentuan angka 1, angka 2, angka 3, angka 8, angka 9, dan angka 10 Pasal
112B diubah, serta ditambahkan 1 (satu) angka yakni angka 11, sehingga
Pasal 112B menjelaskan tentang :
- Perpanjangan kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan
pertambangan batubara menjadi IUPK Operasi Produksi perpanjangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 angka 2 diberikan oleh Menteri
setelah wilayahnya ditetapkan menjadi WIUPK Operasi Produksi oleh
Menteri.
- Permohonan IUPK Operasi Produksi perpanjangan sebagaimana dimaksud
pada angka 2 paling sedikit harus memenuhi persyaratan: administratif,
teknis, lingkungan, dan finansial.
16. Di antara ketentuan Pasal 112C dan Pasal 113 disisipkan 2 (dua) Pasal yakni
Pasal 112D dan Pasal 112E menjelaskan tentang :
- Pasal 112 D mengenai pemegang kontrak karya dan perjanjian karya
pengusahaan pertambangan batubara.
- Pasal 112E mengenai Gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib menyerahkan dokumen IUP Eksplorasi, IUP
Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan
penjualan, atau IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau
pemurnian dalam rangka penanaman modal asing yang telah diterbitkan
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini kepada Menteri dalam
jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan
Pemerintah ini untuk diperbarui IUP-nya oleh Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
7. PP No. 01 Tahun 2017
Perubahan pada PP Nomor 01 Tahun 2017

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun


2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral
dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5111) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan
Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 263,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5597),
diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) diubah dan di antara ayat (1)
dan ayat (2) Pasal 45 disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a) yang
menjelaskan tentang :
- Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi mineral
logam, mineral bukan logam jenis tertentu, atau batubara
diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya paling cepat dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun dan paling lambat dalam jangka waktu
1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu IUP
Operasi Produksi.
- Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi mineral
bukan logam ataci batuan diajuRan kepada Menteri, gubernur,
atau bupati/walikot.a sesuai dengan kewenangarinya paling
cepat dalam jangka waktu 2 (dan) tahun dan paling lambat
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya
jangka waktu IUP Operasi Produksi.
- Syarat-syarat dalam permohonan perpanjangan IUP Operasi
Produksi.
- Penolakan terhadap permohonan perpanjangan IUP Operasi
Produksi.
- Ketentuan bagi pemegang IUP Operasi Produksi yang telah
memperoleh perpanjangan IUP Operasi Produksi.
2. Ketentuan ayat (1) Pasal 72 diubah sehingga menjelaskan tentang :
- Pihak dan waktu yang ditentukan dalam permohonan perpanjangan IUPK
Operasi Produksi.
- Syarat-syarat dalam permohonan perpanjangan IUPK Operasi Produksi.
3. Ketentuan ayat (1) Pasal 85 diubah sehingga menjelaskan tentang :
- Pemegang IUP Operasi Produksi mineral atau batubara yang
menjual mineral atau batubara yang diproduksi wajib
berpedoman pada harga patokan.
4. Ketentuan Pasal 97 diubah sehingga menjelaskan tentang :
- Pemegang IUP dan IUPK dalam rangka penanaman modal
asing, setelah 5 (lima) tahun sejak berproduksi wajib
melanjutkan divestasi sahamnya secara bertahap, sehingga
pada tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51% (lima
puluh satu persen) dimiliki peserta Indonesia.
5. Ketentuan angka 3 dihapus dan angka 5 Pasal 1l2C diubah,
sehingga menjelaskan tentang :
- Kewajiban yang harus dilakukan oleh pemegang kontrak karya yaitu
melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.
6. Setelah Pasal 112E ditambahkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 112F
yang menjelaskan tentang :
- Pihak yang membangun fasilitas pemurnian di dalam negeri wajib
memanfaatkan mineral logam dengan kriteria tertentu.

Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
8. PP No. 08 Tahun 2018

Isi PP Nomor 08 Tahun 2018

Didalamnya disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal 85A yang berbunyi sebagai
berikut:

“Pasal 85A

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan batubara untuk kepentingan dalam negeri


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1), Menteri menetapkan harga jual
batubara tersendiri.”

Pasal II

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


9. KEPMEN ESDM No. 1796 K/30/MEM/2018

Isi KEPMEN ESDM No. 1796.K/30/MEM/2018


KESATU : Menetapkan Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta
Penerbitan Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan
Batubara, yang terdiri atas:
a. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan
Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi, tercantum dalam
Lampiran I;
b. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan
Izin Usaha Pertambangan Khusus Eksplorasi, tercantum dalam
Lampiran II;
c. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta
Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi,
tercantum dalam Lampiran III;
d. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta
Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi
Produksi, tercantum dalam Lampiran IV;
e. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta
Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi
khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, tercantum dalam
Lampiran V;
f. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta
Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi
khusus untuk pengangkutan dan penjualan, tercantum dalam
Lampiran VI;
g. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta
Perpanjangan Izin Usaha Jasa Pertambangan, tercantum dalam
Lampiran VII;
h. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, dan Penerbitan
perubahan saham, direksi dan komisaris yang diterbitkan oleh
gubernur untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan
batubara, tercantum dalam Lampiran VIII;
i. Pedoman Pelaksanaan Permohonan dan Evaluasi pencairan
Jaminan Kesungguhan Eksplorasi, tercantum dalam Lampiran
IX;
j. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Persetujuan
Program Kemitraan, tercantum dalam Lampiran X;
k. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan
Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi untuk penjualan,
tercantum dalam Lampiran XI;
l. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, dan
Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi
Produksl hasil perubahan bentuk pengusahaan
pertambangan dari Kontrak Karya, tercantum dalam
Lampiran XII; dan
m. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, dan
Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi
Produksi Operasi Produksi perpanjangan dari Kontrak
Karya dari Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara yang telah berakhir,
tercantum dalam Lampiran XIII, yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri
ini.
KEDUA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
10. KEPMEN ESDM No. 1798 K/30/MEM/2018

Isi KEPMEN ESDM No. 1798.K/30/MEM/2018


KESATU : Menetapkan Pedoman Pelaksanaan Penyiapan, Penetapan, dan
Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan
Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) Mineral dan
Batubara yang terdiri atas:
a. Pedoman pelaksanaan penyiapan dan penetapan WIUP
mineral logam dan batubara yang tercantum dalam Lampiran
I;
b. Pedoman pelaksanaan penyiapan dan penetapan WIUPK
yang tercantum dalam Lampiran II;
c. Format koordinat pemetaan WIUP atau WIUPK yang
tercantum dalam Lampiran III;
d. Format peta WIUP dan WIUPK yang tercantum dalam
Lampiran IV;
e. Pedoman pelaksanaan penyusunan kodefikasi WIUP, atau
WIUPK yang tercantum dalam Lampiran V;
f. Pedoman pelaksanaan pemberian WIUP mineral bukan
logam dan/atau WIUP batuan yang tercantum dalam
Lampiran VI;
g. Pedoman penerbitan rekomendasi pemberian WIUP mineral
bukan logam dan/atau WIUP batuan yang berada dalam
WIUP mineral logam dan/atau WIUP batubara yang
tercantum dalam Lampiran VII;
h. Pedoman penyusunan keanggotaan, persyaratan, dan tugas
dan wewenang panitia lelang WIUP dan WIUPK yang
tercantum dalam Lampiran VIII;
i. Pedoman pelaksanaan lelang WIUP mineral logam dan
WIUP batubara serta WIUPK kepada badan usaha yang
tercantum dalam Lampiran IX;
j. Pedoman pelaksanaan pemberian WIUPK serta prioritas yang
tercantum dalam Lampiran X; dan
k. Persyaratan peserta lelang WIUPK kepada badan usaha,
WIUP mineral logam dan WIUP batubara, dan peserta
pemberian WIUPK secara prioritas yang tercantum dalam
Lampiran XI,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri
ini.
KEDUA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
11. KEPMEN ESDM No. 24 K/30/MEM/2019
Isi KEPMEN ESDM No. 24 K/30/MEM/2019
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 1798 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyiapan,
Penetapan, dan Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin
Usaha Pertambangan Khusus Mineral dan Batubara diubah sebagai berikut:
1. Lampiran I, Lampiran IX, dan Lampiran X diubahtercantum dalam
Lampiran I, Lampiran II, dan LampiranIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dariKeputusan Menteri ini
2. Lampiran XI dihapus.
Pasal II
Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
12. PERDA Sumsel No. 5 Tahun 2011

Bab-Bab yang Ada di PERDA SUMSEL No.5 Tahun 2011

BAB 1 KETENTUAN UMUM

BAB II WILAYAH PERTAMBANGAN

BAB III IZIN USAHA PERTAMBANGAN

BAB IV PENCIUTAN WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN DAN


WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS

BAB V PENGHENTIAN SEMENTARA

BAB VI PENGUTAMAAN KEPENTINGAN DALAM NEGERI,


PENGENDALIAN PRODUKSI, DAN PENGENDALIAN PENJUALAN
MINERAL DAN BATUBARA
BAB VII PENINGKATAN NILAI TAMBAH, PENGOLAHAN DAN
PEMURNIAN MINERAL DAN BATUBARA
BAB VIII DIVESTASI SAHAM PEMEGANG IZIN USAHA
PERTAMBANGAN YANG SAHAMNYA DIMILIKI OLEH ASING
BAB IX PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN OPERASI
PRODUKSI

BAB X REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG


BAB XI TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN
BAB XII PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI
SEKITAR WIUP
BAB XIII PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PERLINDUNGAN
MASYARAKAT
BAB XIV PENDAPATAN DAERAH
BAB XV SANKSI
BAB XVI KETENTUAN PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai