Anda di halaman 1dari 8

ANTIRETROVIRAL

ANTI HIV

A. NUCLEOSIDE REVERSE TRANSCRIPTASE INHIBITOR


1. ZIDOVUDINE
1.1 Mekanisme kerja dan mekanisme resistensi
Setelah masuk kedalam sel host, zidovudine difosforilasimoleh ensym timidin kinase
menjadi monofosfat kemudian difosfat dan akhirnya oleh nukleosida difosfat kinase
menjadi aktiv zidovudine 5-trifosfat. Waktu paruh zidovudine 5-tifosfat kurang
lebih 3 jam . Zidovudine 5-tifosfat mengakhiri perpanjangan rantai DNA melalui cara
berkompetisi dengan timidine trifosfat untuk bergabung dengan DNA. Zidovudine juga
sedikit menghambat DNA polymerase-? seluler dan mitokondrial polymeras- ? serta
monofosfat menghambat secara kompetetif thymidilate kinase seluler. Efek ini
berperan dalam menimbulkan efek sitotoksik dan efek samping.

Resistensi zidovudine berkaitan dengan mutasi kodon reverse transcriptase


41,67,,70,215, dan 219. Kodon yang banyak berperan adalah kodon 41, 215, dan 219.
Mutasi terakumulasi secara bertahap dan berkembangnya resistensi terjadi pada
sepertiga pasien pertahunnya pada monoterapi tunggal Zidovudine. Telah dilaporkan
terjadi reistensi silang nukleosida yang analog pada terapi jangka panjang yaitu
dengan terjadinya mutasi pada kodon 62, 75, 77, 116 dan khususnya 151.

1.2 Penggunaan terapi


Zidovudine telah direkomendasikan oleh FDA untuk dipakai pada terapi dewasa dan
anak-anak yang menderita infeksi HIV, sebagai obat monoterapi atau kombinase dengan
agen antiretrovirus lainnya . Hal ini juga direkomendasikan untuk mencegah
transmisi virus prenatal pada wanita hamil terinfeksi HIV dan

direkomendasikan pula untuk para petugas kesehatan yang terpapar pengobatan


profilaksis HIV.

Zidovudine adalah anti retroviral pertama yang memperlihatkan efek klinis yang
bermakna pada terapi infeksi HIV. Sejak dikeluarkannya pada tahun 1987, keefektifan
Zidovudine telah diakui pada bebarapa percobaan klinik. Pada monoterapi dini
pasien-pasien dengan penyakit yang berat, menunjukkan Zidovudine meningkatkan
survival 24 minggu. Pada studi selanjutnya menunjukkan menurunnya resiko progresi
penyakit pada penderita simptomatik dan asimptomatik pada periode lebih 12 bulan.
Zidovudine dikombinasi dengan agen inhibitor reverse transcriptase lainnya dapat
meningkatkan efektifitasnya dibandingkan penggunaan tunggal. Zidovudine dikombinasi
dengan lamivudine menurunkan progfesifitas penyakit sebesar 66%. Akan lebih efektif
jika dikombinasi dua nulkeosida yang analog yaitu dkombinasi dengan protease
inhibitor dan nukleosida analog atau nukleosida analog dengan non-nulkeosida
reverse transcriptase inhibitor . Regimen ini dapat mengontrol viremia dan secara
substansial meningkatkan jumlah CD4 dan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
Pemberian Zidovudine pada ibu hamil yang terinfeksi HIV dan anak yang akan
dilahirkan, Zidovudine menurunkan 2/3 resiko transmisi perinatal. Zidovudine juga
diberikan pada petugas kesehatan segera setelah terpapar cairan tubuh yang
terkontaminasi untuk mencegah transmisi HIV.

1.3 Efek samping


Efek samping yang biasanya timbul adalah anoreksia, lwmah, sakit kepala, nyeri
otot, mual dan insomnia. Anemia dapat timbul 4 minggu setelah dimulainya terapi,
hal ini terjadi pada 7% pasien dengan HIV berat dan mungkin menyebabkan efek toksik
pada eritroid stem sel. Perlu evaluasi berkala terhadap terjadinya deplesi sel
precursor darah merah sum-sum tulang, elevaasi serum eritropoitin serta kadar
vitamin B12 dan serum folat.

Pada pemberian Zidovudine neutropenia juga dapat terjadi dalam 4 minggu saat
dimulainya terapi dan 37% cenderung pada HIV berat. Pemakaian zidovudine jangka
panjang dapat menyebabkan hiperpigmentasi kuku, myopi,toksik hepatic dengan atau
tanpa steatorhoe dan asidosis laktat. Zidovudine dapat menyebabkan kerusakan oto
karena menurunkan jumlah DNA mitokondria, dengan cara menghambat DNA polymerase-?
mitokondria.

2. DIDANOSINE
2.1 Mekanisme kerja dan mekanisme resistensi
2�3�-dideoxyadenosine 5�-triphosphate (ddATP) adalah metabolit aktif
intraseluler dari didanosine yang berkompetisi dengan seluler dATP untuk
bergabung dengan DNA virus. Didanosine masuk kedalam sel melalui sebuah carier
nukleobase dan mengalami monofosforilasi oleh 5�-nukleotidasae. Metabolit ini
kemudian diubah menjadi monofosfat dideoxyadenosine oleh adenilsuksinat sintetase
dan a denilsuksinatliase. Fosforilase menghasilkan difosfat dan akhirnya membentuk
akit trifosfat yang berakumulasi dalam intraseluler.

Penurunan kepekaan didanisine berhubungan denga adanya mutasi pada kodon 74 reverse
transcriptase. Hal ini menyebabkan 5-26 kali lipat penurunan kepekaan didanosine.
Mutasi yang menyebabkan resistensi terjadi pada kodon 184,65, 135, dan 200.

2.2 Penggunaan terapi


FDA merekomendasikan didanosine yang dikombinasi dengan agen antiretroviral lainnya
untuk terapi infeksi HIV pada dewasa dan anak-anak. Untuk mengontrol viremia dan
meningkatkan jumlah sel CD4 dengan menggunakan multiple drug regimen yaitu
didanosine dan non-nucleosida reverse transcriptase inhibitor serta protease
inhibitor.

3. STAVUDINE
3.1 Mekanisme kerja dan mekanisme resistensi
Setelah difusi pasif kedalam sel stavudine harus difosforilasi agar dalam bentuk
aktifnya yaiut stavudin trifosfat. Pertama kali difosforilase oleh timidine kinase.
Tidak seperti zidovudine monofosfat, stavudine monofosfat tidak diakumulasi dalam
sel. Selanjutnya peristiwa fosforilasi dikatalisis oleh thymidilate kinasae dan
pirimidine difosfat kinase. Stavudine trifosfat menghambat reverse
transkriptasedengan cara berkompetisi dengan 2�-deoxytimidine-5�-trifosfat,yang
menyebabkan terminasi untai DNA. Karena timinide kinase mempunyai afinitas yang
tinggi terhadap zidovudine dibandingkan dengan stavudine, maka zidovudine mempunyai
efek antagonis terhadap stavudine.

Tidak seperti nukleosida analog, dasar genetic terjadinya resistensi stavudin masih
sedikit diketahui. Paparan HIV-1 terhadap stavudine secara invitro terjadi mutasi
pada kodon 75, dan resistensi berlipat 7 kali pada kodon 50, mekanisme resistensi
ini tidak jelas hubungannya terhadapterjadinya mutasi. Strain-strain yang sangat
resisten terhadap multiple nukleosida reverse transcriptase inhibitor secara
konsisten
resisten pula terhadap stavudine.

3.2 Penggunaan terapi


FDA merekomedasikan stavudine yang dikombinasikan dengan agen antiretroviral
lainnya untuk terapi infeksi HIV. Stavudin yang dikombinasi dengan lamivudine dapat
menurunkan 1.6 log 10 copies permililiter plasma HIV RNA. Stavudine yang
dikombinasi dengan didanosine dan hidroxyurea terjadi penurunan median plasma HIV
RNA dari 1.2 menjadi 1.9 log 10 copies permililiter.
3.3 Efek samping
Efek samping utama adalah dose-related neuropati perifer. Termasuk neuropati
diantaranya rasa tebal , tidak terasa dan nyeri pada kaki yang akan hilang bila
peggunaannya dihentikan.Dapat timbul asidosis laktat. Efek lainnya yang sering
ditemui adalah sakit kepala, mual dan rash.

4. ZALCITABINE
4.1 Mekanisme kerja dan mekanisme resistensi
Zalcitabine masuk kedalam sel melalui mekanisme mediated-carier dan non-mediated
carier. Agen ini pertama kali difosforilasi oleh dexycytidine kinase dan
selanjutnya oleh kinase seluler diubah menjadi metabolit aktif yaiatu
dideoxycytidine 5�-trifosfat. Adanya trifosfat mengakhiri pemanjangan DNA virus.

4.2 Penggunaan terapi


FDA merekomendasi penggunaan zalcitabin yang dikombinasi dengan agen antiretroviral
lainnya untuk mengobati infeksi HIV pada dewasa. Monoterapi zdovudine jelas lebih
superior dibandingkan dengan monoterapi zalcitabine. Beberapa penelitian
menunjukkan manfaat klinis zalcitabine dikombinasi dengan zidovudine dibandingkan
dengan monoterapi zidovudine. Sejak efektifitas terapi zalcitabine lebih rendah
dibandingkan dengan antiviral lainnya, penggunaan agen ini sudah banyak
ditinggalkan.

4.3 Efek samping


Efek samping tersering adalah neuropati perifer , stomatitis, rash dan
pancreatitis. Neuropati yang berat terjadi pada 15% pasien. Gejala dapat memburuk
setelah penghentian terapi dan kemudian perlahan-lahan membaik. Terjadi pada 3%
pasien stomatitis dengan ulcerasi pada mukosa bucal, palatum, lidah atau faring.

5. LAMIVUDINE
5.1 Mekanisme kerja dan reistensi
Lamivudine masuk kedalam sel dengan cara difusi pasif kemudian difosforilasi
menjadi metabolit aktif, yaitu lamivudine trifosfat. Lamivudine trifosfat
berkompetisi dengan deoxycystidine trifosfat untuk berikatan dengan reverse
transcriptase dan bergabung dengan DNA sehingga mengakibatkan terminasi untai DNA.

Resistensi tinggi Lamivudine berjalan cepat tidak seperti analog nukleosida


lainnya. Mutasi tunggal pada kodon 184 menyebabkan resistensi level tinggi dan juga
mengakibatkan sedikit hambatan partumbuhan virus. Mutasi kodon mengembalikan
zidovudinw sensitive menjadi zidovudine resisten HIV. Terjadi resistensi silang
didadosine dan zalcitabine, Namun penurunan sensitifitas terhadap agen ini lebih
rendah jika dibandingkan dengan lamivudine

5.2 Penggunaan terapi


FDA merekomendasikan penggunaan lamivudine dikombinasi dengan agen antiretroviral
lainnya untuk terapi HIV pada dewasa dan anak-anak. Beberapa penelitian telah
mengkonfirmasi penggunaan lamivudine dengan multiple drug regimen yaitu analog
nukleosida lainnya, protease inhibitor dan atau NNRTI

5.3 Efek samping


Efek samping yang signifikan dari lamivudine jarang ditemui. Pernah dilaporkan
adanya efek samping sakit kepala dan mual yang terjadi karena memakai dosis lebih
tinggi dari yang direkomendasikan. Pancreatitis pada anak juga pernah dilaporkan
tetapi hal ini belum dikonfirmasi dengan penelitian uji coba klinik.

6. ABACAVIR
6.1 Mekanisme kerja dan mekanisme resistensi
Abacavir mengalami fosforilasi oleh enzim yang tidak memfosforilasi NRTI lainnya.
Agen ini dimonofosforilasi oleh jalur yang melibatkan adenosine fosfotransferase
dan kemudian mengalami difosforilasi dan trifosforilasi. Resistensi isaolat klinis
pada pasien yan telah menerima NRTI sebelumnya dikaitkan dengan mutasi multiple.
Strain-strain yang resisten terhadap NRTI lainnya juga resisten terhadap abacavir.

6.2 Penggunaan terapi


FDA merekomendasikan penggunaan abacavir dikombinasi dengan agen antiretroviral
lainnya untuk mengobati infeks HIV pada dewasa dan anak. Kombinasi abacavir ,
zidovudine, dan lamivudine lebih meningkatkan aktivitas efikasinya pada penderita
dewasa maupun anak-anak. Beberapa studi menunjukan hasil yang efektif bila
abacavir dikombinasi dengan nukleosida analog, non-nukleosida reverse transcriptase
inhibitor dan protease inhibitor. Terjadi penurunan yang drastis pada plasma HIV-1
RNA pada pasien yang mendapatkan tiga obat regimen dibandingkan zidovudine ditambah
lamivudine.

6.3 Efek samping


Efek samping yang sering ditemui adalah gejala gastrointestinal, neurologik, dan
gejala hipersensitifitas yang unik. Pada pasien klinik juga banyak ditemui gejala
mual, muntah diare, dan nyeri abdomen. Pada 40% pasien dapat terjadi asthenia.

B . NON-NUCLEOSIDE REVERSE TRANSCRIPTASE INHIBITOR

1. NEVIRAPINE
1.1 Mekanisme kerja dan mekanisme resistensi
Nevirapine berdifusi ke dalam sel dan berikatan dengan reverse transcriptase
yang berdekatan dengan catalytic-site. Hal ini menginduksi perubahan konformasi
menjadi enzim inaktif. Resistensi berkembang cepat pada sel-sel yang terpapar
nevirapine. FDA merekomendasikan terjadinya reaksi silang pada semua
nonnukleosida reverse transcriptase inhibitor. Resistensi level tinggi
berkaitan dengan terjadinya mutasi reverse transcriptase pada kodon 101,103,106,
108, 135, 181, 188 dan 190. Mutasi tunggal pada 103 dan 181 menurunkan
kepekaan sebesar 100 kali lipat.

1.2 Penggunaan terapi


FDA merekomendasikan nevirapine dikombinasi dengan agen antiretroviral
lainnya untuk mengobati infeksi HIV pada dewasa dan anak-anak. Dapat diberikan
lebih efektif dalam jangka panjang dengan menggunakan regimen multi drug.
Dalam rangka mencegah terjadinya transmisi vertical dari ibu hamil yang
terinfeksi kepada janin yang akan dilahirkan nevirapine dibeerikan sebagai
dosis tunggal,oral saat intrapartum yang dikuti dosis tunggal pada janin baru
lahir, lebih superior dibandingkan terapi zidovudine complicated.

Pada penelitian terakhir yang mengevaluasi nevirapine dalam regimen tiga obat
bahwa 52 % pasien dewasa menunjukkan plasma HIV-1 RNA dibawah 400 copies
permililiter jika diberi kombinasi nevirapone , zidovudine dan didanosine

1.3 Efek samping


Efek samping yang paling sering ditemui adalah sakit kepala, rash, demam, faatig,
somnolens mual dan meningkatnya enzim hati. Pada 16 % pasien terjadi rash yaitu
erupsi macular dan papular didaerah badan, muka dan ekstremitas yang umumnya
terjadi pada 6

minggu pertama pengobatan. Pruritus juga sering ditemui. Steven-Jhonson syndrome


terjadi pad 0,3% kasus . Sedangkan 1% dapat terjadi nevirapine induce hepatitis.

2. DELAVIRDINE
2.1 Mekanisme kerja dan mekanisme resistensi
Setelah masuk kedalam sel delavirdine merikatan dengan kantung hidrofobik pada p66b
subunit reverse transcriptase. Ikatan ini mengubah konformasi pada enzim yang
stabil menjadi bentuk inaktif. Delavirdine transcriptase komplek distabilisasi oleh
hydrogen yang berikatan dengan residu lys-103 dan interaksi hidrofobik yang kuat
dengan residu pro-236. Konsentrasi delavirdine yang tinggi dibutuhkan untuk dapat
menghambat polymerase seluler dari pada reverse transcriptase.

Sama seperti NNRTI yang lainnya, resistensi level tinggi terhadap agen ini juga
mudah terjadi. Sebagian besar strain klinik yang resisten mengalami mutasi pada
reverse transcriptase kodon 181 dan atau 103. Terdapat bukti yang menunjukkan
reistensi terhadap delavirdine mungkin mengembalikan zidovudine sensitive
menjadi zidovudine resisten.

2.1 Penggunaan terapi


Delavirdine dikombinasi dengan agen antiretroviral lainnya dapat digunakan
sebagai obat infeksi HIV pada dewasa. Penelitian mengenai terapi awal
monoterapi delavirdine manunjukkan penurunan sementara plasma RNA HIV-1 pemakaian
monoterapi ini yang dapat dengan cepat menyebabkan terjadi
resistensi.Penelitian lebih lanjut mengenai kombinasi dengan analog nukleosida
menunjukkan penurunan yang bermakna RNA HIV-1 pada plasma. Delavirdine
meningkatkan konsentrasi indinavir pada plasma, sehingga menyebabkan
peningkatan efektivitas obat ini.

2.2 Efek terapi


Efek samping yang sering terjadi rash meningkat dari 18-36 % hal ini terjadi pada
beberapa minggu pertama pemberian terapi. Dermatitis yang berat seperti Steven �
Jhonson syndrome jarang terjadi

3. EFAVIRENZ
3.1 Mekanisme kerja dan mekanisme resisten
Efavirenz berdifusi ke dalam sel dimana ini akan terikat dengan site
aktif yang
berdekatan dari reverse transcriptase. Hal ini menyebabkan perubahan
konformasi enzim ini dan akan menghambat fungsinya.
Resistensi level tinggi dari efavirenz dapat terjadi invitro dan in vivo. Mutasi
yang paling sering terjadi pada pasien yang diterapi dengn efavirenz adalah pada
kodon 103. Mutasi lainnya juga dilaporkan pada kodon 100, 106, 188 dan 190.

3.2 Penggunaan terapi


Efavirenz dapat dikombinasi dengan agen antiretroviral lainnya digunakan untuk
terapi infeksi HIV-1 yang direkomendasikan oleh FDA untuk diberikan satu kali
sehari. Penelitian monoterapi awal jangka pendek menunjukkan efek antiviral
signifikan. Penelitian lebih lanjut mengevaluasi kombinasi efavirenz dalam
kombinasi multi drug untuk terapi infeksi pada dewasa dan anak .Pada pasien
antiretroviral-na�ve, supresi RNA HIV-1 hingga pada level yang tidak terdeteksi
terjadi pada 70% pasien yang menerima efavirenz, zidovudine dan lamivudine dan 48 %
pada mereka indinavir ditambah zidovudine dan lamivudine. Efavirenz yang diberikan
dalam terapi kombinasi menunjukkan aktivitasnya pada pasien yang sebelumnya telah
mengalami kegagalan terapi.

3.3 Efek samping


Efek samping yang sering terjadi adalah sakit kepala, pusing, mimpi buruk,
gangguan konsentrasi dan rash. Gejala saraf pusat terjadi pada dosis awal terapi
dan terjadi selama beberapa jam
Pada 27% pasien rash timbul di minggu pertama atau minggu kedua dan jarang
menyebabkan putus obat. Rash yang serius tidak terjadi. Terjadi peningkatan enzim
hati, elevasi kadar lipid dan terjadi positip palsu pada pengguna mariyuana.

C. PROTEASE INHIBITOR
1. SAQUINAVIR
1.1 Mekanisme kerja dan mekanisme resistensi
Protease HIV memotong poliprotein virus (gag-pol) menjdi bentuk enzim aktif dan
protein structural. Saquinavir secara reversible terikat padaactive site protease
HIV, mencegah proses polipeptida dan maturasi virus selanjutnya. Dengan adanya
saquinavir partikel virus dihasilkan dalam kondisi immature dan noninfeksius.

Pada saat replikasi virus dengan adanya saquinavir dapat menyeleksi viru-virus yang
resisten. Diantara pasien yang diterapi saquinavir setiap saa timbul reistensi yang
dikaitkan dengan adanya akumulasi progresif mutasi.

1.2 Penggunaan terapi


Pada tahun 1995 saquinavir menjadi obat protease pertama yang direkomendasikan FDA
untuk mengobati infeksi HIV. Saquinqvir pada umumnya diresepkan bersama kombinasi
denan retonavir karena adanya interaksi farmakologi yang menguntungkan.

1.3 Efek samping


Efek samping yang paling sering adalah gejala gastrointestinal termasuk mual,
muntah, diare, parestesis, dan abdominal discomfort. Mekanisme terjadinya efek
samping ini masih belum jelas.

2. INDINAVIR
2.1 Mekanisme kerja adnmekanisme resistensi
Indinavir berikatan secara reversible active site dari protease inhibitor yang
mencegah proses polipeptida virus dan maturasi virus. Dengan adanya indinavir
partikel virus yang dihasilkan menjadi immature dan nnoninfeksius.

Dengan adanya indinavir replikasi virus dapat menyeleksi virus yang resisten.
Resistensi indinavir di klinik dikaitkan dengan akumulasi progresif mutasi dari
kodon. Mutasi kodon yang paling penting adalah pada posisi 46 dan 82.

2.2 Penggunaan terapi


Diindikasikan menggunakan indinavir untuk terapi infeksi HIV pada anak-anak dan
dewasa. Pada pasien yang sensitive terhadap indinavir terjadi penurunan level RNA
HIV-1 di plasma.

2.3 Efek samping


Efek samping yang unik adalah timbulnya kristaluria. Presipitasi indinavir dan
adanya metabolit di urin dapat menyebabkan colic renalis. Pada 3% pasien dapat
terjadi batu ginjal. Untuk mengurangi efek samping ini disarankan untuk minum yang
cukup agar urine teteap dalam keadaan terdelusi. Penggunaan jangka panjang
indinavir dapat menurunkan dstribusi lemak tubuh pada beberapa pasien. Dapat timbul
pula kehilangan rambut,kulit kering, bibir kering dan pecah-pecah, dan ingrowing
nails. Gejala gastrointestinal dan gangguan system saraf adalah efeksamping yang
sering terjadi.

3. RITONAVIR
3.1 Mekanisme kerja dan mekanisme resistensi
Ritonavir berikatan secara reversible di activesite protease HIV yang mencegah
proses polipeptida dan maturasi virus selanjutnya. Dengan adanya ritonavir dapat
menghasilkan produk partikel virus yang immature dan noninfeksius.

3.2 Penggunaan terapi


Ritonavir diindikasikan untuk terapi infeksi HIV pada anak dan dewasa. Pada pasien
yang sensitive terhadap ritonavir terjadi penurunan level RNA HIV-1 di plasma.
Ritonavir merupakan protease inhibitor pertama yang mempunyai manfaat survival.

3.3 Efek samping


Efek samping ritonavir tergantung pada dosis misalnya gejala gastrointestinal
antara lain adalah mual, diare, anorexia, nyeri perut dan hilang rasa. Periferal
dan perioral parestesia juga sering timbul. Ritonavir menyebabkan peningkatan dose-
dependent pad serum kolesterol dan trigliderida. . Pada pemakaian ritonavir jangka
panjang perlu dipertimbangkan akan timbulnya aterosklerosis.

4. NELFINAVIR
4.1 Mekanisme kerja dan mekanisme resistensi
Nelfinavir menghambat protease dengan cara berikatan secara reversible pada active
site, sehingga mencegah proses polipeptida dan maturasi virus lebih lanjut.
Partikel virus yang dihasilkan menjadi immature dan noninfeksius.

4.2 Penggunaan terapi


Nelfinavir diindikasikan untuk terapi infeksi HIV pada dewasa dan anak-anak. Pada
pasien yang sensitive dan monoterapi nelfinavir terjadi penurunan level RNA HIV-1
di plasma.

4.3 Efek samping


Efek samping yang sering terjadi adalah diare. Efek samping lain yang dapat
timbul adalah diabetes, intoleransi glukosa , elevasi kadar trigliserida,dan
elevasi kadaar kolesterol.
5. AMPRENAVIR
5.1 Mekanisme kerja dan mekanisme resistensi
Ampenavir menghambat protease dengan cara terikat secara reversible pada active
site sehingga mencegah proses polipeptida dan maturasi virus lebih lanjut. Partikel
virus yang dihasilkan menjadi immature dan noninfeksius.

Dengan adanya amprenavir , replikasi virus dapat menimbulkan seleksi terhadap virus
yang resistensi terhadap obat.

5.2 Penggunaan terapi


Amprenavir yang dikombinasikan dengan agen antiretroviral lainnya diindikasikan
untuk pengobatan HIV pada anak dan dewasa. Pada pasien yang sensitive dapat terjadi
penurunan plasma level RNA HIV

5.3 Efek samping


Efek samping yang sering timbul adlah mual, muntah, diare, hiperglikemi, fatig,
parestesi dan sakit kepala. Pada penelitian monoterapi amprenavir dalam 7 sampai 12
hari diawal terapi dapat terjadi rash di 5 dari 35 pasien selama 24 minggu.

6. LOPINAVIR
6.1 Mekanisme kerja dan mekanisme resistensi
Lopinavir menghambat secara reversible pad active site protease HIV sehingga
mencegah terjadinya proses polipeptida dan maturasi virus selanjutnya. Dengan

adanya lopinavir partikel virus yang dihasilkan menjadi immature dan noninfeksius.

6.2 Penggunaan terapi


Direkomendasikan FDA sebagai obat untuk terapi infeksi HIV pada dewasa dan anak-
anak. Lopinavir dapat dipertimbangkan sebagai obat pilihan terhadap terapi HIV yang
tidak ada respon positif dari obat golongan protease inhibitor lainya.

6.3 Efek samping


Lopinavir umumnya dapat ditoleransi dengan baik . Efek yang dapat timbula adalah
gejala gastrointestinal dan diare dan mual. Juga dapat terjadi elevasi kadar
kolesterol dan trigliserida.

Epidemiologi resistensi pada HIV


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vercauteren J,dkk pada tahun 2008 yang ditulis
dalam naskahnya Prevalence and apidemiology of HIV type 1 drug resistence among
newly diagnosed therapy-na�ve patients in Belgium from 2003 to2006 manunjukkan
bahwa prevalensi keseluruhan penyebaran HIV-1 yang reisiten obat di Belga adalah
sebesar 9,5 % (27/285 ,95% CI;6,6-13,4). Dari pasien yang terinfeksi tersebut
sebagian besar terinfeksi dengan hepatitis B yang berkaitan erat dengan penyebaran
resistensi obat.

Anda mungkin juga menyukai