Anda di halaman 1dari 22

PENYAKIT TBC PARU

1) Pengertian TBC

TBC adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobakterium tuberkulosis(
Price,Sylvia A.2005:853).

TBC adalah penyakit akibat infeksi kuman mycobakterium tuberkulosis dengan lokasi
terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer(Arief Mansjoer,2000).

Tuberkulosis merupakan penyakit menular granulomarosa kronis yang disebabkan oleh


mycobakterium tuberkulosis. Pada umumnya menyerang paru tetapi dapat juga mengenai
semua organ atau jaringan dalam tubuh. Secara khas pusat dari granuloma mengenai nekrosis
kaseosa yang menimbulkan ” Tuberkel Lunak ”(Robins Stanley,1995:161).
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang dapat mempengaruhi
semua jaringan tubuh tetapi paling umum terlokalisasi di paru –
paru(sloane,ethel,2003:277).
Dari beberapa pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan yang dimaksud dengan
TBC paru adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobakterium
tuberkulosis pada paru – paru.

2) Anatomi sistem pernapasan

Secara anatomi organ pernapasan dibagi menjadi dua bagian besar yaitu organ saluran
pernapasan bagian atas yang terdiri dari hidung,faring,laring dan trakea, sedangkan organ
pernapasan bagian bawah yang terdiri dari bronkus, bronkiolus dan unit pertukaran gas yaitu
bronkiolus respiratorus, duktus alveoli dan alveoli yang merupakan struktur dasar paru –paru.

 Hidung

Struktur hidung terdiri dari lapisan luar(kulit dan jaringan yang menonjol dari
wajah),lapisan tengah(lapisan tulang rawan dan otot – otot),lapisan dalam (selaput lendir
yang berlipat – lipat yaitu konka nasalis) yang berjumlah tiga yaitu konka nasalis
inferior,konka nasalis media,dan konka nasalis superior. Hidung didukung oleh tulang hidung
nasal prosesus dari maksilaris dan tulang rawan yang membentuk dinding dan septum
hidung. Dihidung juga terdapat sinus paranalis yang terdiri dari sinus frontal,sinus
ethmoid,sinus spenoid dan sinus maksilaris. Sinus ini memproduksi mukus untuk
melembabkan jalan napas atas dan memberikan resonansi selama vokal.Fungsi hidung yaitu
1) sebagai saluran udara pernapasan,2) filter udara pernapasan oleh silia,3) menghangatkan
dan melembabkan udara pernapasan oleh mukosa dan 4) resepsi odor sebagai indera
pencium.

 Faring

Faring adalah tabung mukular berukuran 12,5 cm yang membentang dari bagian dasar
tulang tengkorang sampai esofagus. Faring terbagi menjadi nasofaring,orofaring dan
laringofaring. Semua area faring dipersyarafi oleh nervus vasial. Secara langsung nasofaring
berada disamping nasal caviti dan menyambungkan hidung dengan 2 nares posterior Tuba
eustakia berasal dari telinga tengah ke nasofaring. Orofaring terletak dibagian posterior dari
oral caviti dimana terdapat ovula,palatum molle dan 2 tonsil. Laringofaring terdapat diantara
laring dan esofagus serta merupakan bagian akhir dari faring dimana terdapat epiglotis yang
melindungi jalan napas saat menelan makanan.

 Laring

Laring menghubungkan jalan napas atas ke trakea dan pita suara. Laring merupakan tube
atau saluran tabung pendek berbentuk seperti kotak tringular dan ditopang oleh sembilan
cincin kartilago dan juga ditopang oleh mukosa dan ligamen. Pada laring juga terdapat
epiglotis yang berfungsi menutup trakea saat menelan untuk mencegah aspirasi makanan.
Laring mempunyai lapisan mukosa yang sangat sensitif terhadap stimuli partikel asing.
Terdapat dua cabang nervus vagus pada sebelah dalam laring yang memberikan gerakan
penghantar rangsangan. Semua rangsangan dari saraf laringeal superior mensuplai beberapa
gerakan pada semua rangsangan sensorik dan stimuli terakhir dari saraf ini adalah timbulnya
refleks batuk.

 Trakea

Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 – 20 cincin yang terdiri dari tulang
kartilago yang berbentuk huruf ”C ” dan didalamnya terdapat epitelium serta diselingi oleh
sel goblet(untuk produksi mukus). Silia berfungsi untuk mendorong benda asing kearah
laring dan faring yang masuk bersama – sama udara pernapasan. Karina terletak diantara T5
dan merupakan tanda titik dimana trakea dibagi menjadi dua cabang bronkus.

 Bronkus
Bronkus dekstra 5 cm lebih pendek dari bronkus sinistra dan lebih dekat ke ventrikal
tubuh,sedangkan bronkus kiri lebih panjang dan ramping dan letaknya lebih horisontal.
Didalam lobus pulmonal dekstra bronkus terbagi menjadi 3 cabang. Pada lobus pulmonal
sinistra terbagi menjadi dua cabang. Bronkus akan bercabang – cabang lagi menjadi 19
segmen bronkus pulmonari yaitu lobus kanan 10 segmen dan lobus kiri 9 segmen. Segmen
bronkus ini akan terbagi lagi menjadi subsegmental bronkiolus.

 Bronkiolus

Struktur bronkiolus berbeda dengan saluran pernapassan besar. Bronkiolus tidak memiliki
kartilago dan mukosanya tidak mempunyai sel goblet. Pada akhir bronkiolus subsegmental
akan bersambungan dengan bronkiolus terminali yang akan menyalurkan udara ke saluran
alveolar. Bronkiolis terminal mengandung epitelium dan sel – sel darah. Pada kedua paru –
paru terdapat 35.000 bronkiolus yang lebih lanjut akan membagi ke dalam unit terminal
respiratori yang merupakan tempat terjadinya pertukaran gas.

 Paru – paru.

Paru – paru adalah organ berbentuk piramid seperti spon dan berisi udara,terletak dalam
rongga thoraks. Paru kanan memiliki tiga lobus dan paru kiri memiliki dua lobus. Setiap paru
memiliki apeks yang mencapai bagian atas iga pertama,bagian dasar terletak di atas
diafragma,permukan medial yang terpisah dari paru lain oleh mediastinum dan permukaan
kostal terletak di atas kerangka iga. Pada permukaan medial paru memiliki hilus(akar) yang
merupakan tempat masuk dan keluarnya pambuluh darah bronki pulmonal dan bronkial dari
paru. Pada paru terdapat unit pertukaran gas yang terdiri dari respiratori bronkialis/kantong
alveoli (gelembung hawa) dan alveoli (terminal kantong udara) dan memiliki acini yang
memiliki jaringan arteri dan vena pulmonal. Kantong alveolar terbentuk oleh 5 lapisan sel
membran ephitelium yang terdiri dari 2 tipe cell. Dimana sel – sel ini mengandung sekret
surfaktan dan lipoprotein yang berfungsi untuk menentukan tegangan alveoli sehingga paru
akan mudah memompa udara.

2. Etiologi/penyebab

Penyebab tuberkuloosis paru (TBC) adalah mycobakterium tuberkulosis yang biasanya


ditularkan melalui inhalasi percikan ludah orang ke orang sehingga bakteri mengkolonisasi
bronkiolus dan alveolus ( Corwin,Elizabeth J.2000:414).
3. Patofisiologi

Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu
saluran pernapasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi
kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone ) yang cara penularannya dengan droplet
yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya
(Sylvia.A.Price.2006.hal 754 ).
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan
dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan
ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-
mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup
oleh manusia melalui saluran pernapasan ke paru-paru dan bersarang serta berkembang biak
di paru-paru. Pada permulaan penyebaran, akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa
muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau
pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan
menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang
lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini
terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa
membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari-hari pertama ini di
gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan
menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah
bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan
infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila
terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon
yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan
menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru
atau pun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus
(Sylvia.A Price:2006;754).
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama
atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif.(Syilvia.A Price:2006;754)

Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan trakea dan
saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif
yaitu 600-1000cc/24 jam.Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya
ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas. ( Soeparman,1990: 821)

4. Manifestasi klinis

Gejala akibat infeksi mycobakterium tuberkulosis adalah batuk produktif yang


berkepanjangan( lebih dari 3 minggu),nyeri dada dan hemoptisis. Gejala sistemik termasuk
demam menggigil, keringat malam, kelemahan,hilangnya napsu makan dan penurunan berat
badan. Seseorang yang dicurigai menderita TB harus dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan fisik,tes tuberkulin mantoux,foto toraks dan pemeriksaan bakteriologi atau
histologi (Price,Sylvia.A,2006:854)
Sedangkan menurut Corwin(2000:416) gambaran klinis tuberkulosis mungkin belum
muncul pada infeksi awal dan mungkin tidak akan pernah muncul apabila tidak terjadi infeksi
aktif. Apabila timbul infeksi aktif,pada pasien biasanya terlihat demam yang biasanya pada
pagi hari,malaise,keringat malam,napsu makan hilang dan terjadi penurunan berat
badan,batuk purulen produktif disertai nyeri dada.

Pemeriksaan diagnostik

1) Laboratorium

1. Diagnosis TB ditegakkan dengan pemeriksaan 3 specimen dahak dalam waktu 2 hari,


yaitu sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS)
a) S (Sewaktu) ; dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama
kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.

b) P (Pagi) ; dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK

c) S (Sewaktu) ; dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.

2. Biakan dahak dapat meningkatkan jumlah yang positif, tetapi mungkin memerlukan 4-8
minggu sebelum mendapatkan hasilnya. Pada penyakit yang lebih ringan dan sedikit TB,
hapusan mungkin negatif, tetapi biakan positif.

3. Tes resitensi obat hanya dapat dilakukan di laboratorium khusus.

4. Seka laring pada pasien-pasien yang tidak mempunyai dahak.

5. Bronkoskopi. Bila metode-metode lain telah gagal membantu menegakkan diagnosis.

6. Cairan pleura. TB kadang-kadang dapat ditemukan dalam cairan yang telah diputar
dengan sentrifuge tetapi biasanya ditemukan dengan biakan.

7. Biopsi pleura. Dapat bermanfaat bila TB ditemukan pada cairan pleura.

8. Biopsi paru. Diagnosis ditegakkan berdasarkan histologi atau dengan ditemukannya TB


di spesimen tersebut.

9. Pemeriksaan Sinar X (Radiologi)

Diagnosis pasti tuberkulosis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rontgen saja karena
walaupun jarang dapat terjadi bronkitis tuberkulosis yang tak tampak pada pemeriksaan
rontgen paru.

Gambaran rontgen yang memberi kesan kuat tentang adanya tuberkulosis adalah :

a) Bagian atas paru menunjukkan bayangan berupa bercak atau bernoduler.


b) Kavitas (lubang) khususnya bila terdapat lebih dari satu lubang.
c) Bayangan dengan pengapuran dapat menyebabkan kesulitan dalam diagnosis.

Bayang-bayang lain yang mungkin berkaitan dengan tuberkulosis adalah :

a) Bayangan bentuk oval atau bundar soliter (tuberkuloma)


b) Kelainan pada hilus dan mediastrum disebabkan oleh pembesaran kelenjar limfe
c) Bayangan titik-titik kecil yang terbesar.
5. Pemeriksaan Tes Tuberkulin

Sekalipun tes tuberkulin yang dilakukan dengan baik sangatlah bermanfaat untuk mengukut
prevalensi tuberkulosis pada suatu masyarakat, tetapi pada banyak negara miskin, tes ini
kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik. Hal ini disebabkan oleh hasil tes yang bisa
negatif, akibat keadaan gizi buruk atau adanya penyakit lain sekalipun pasien menderita TB
aktif.

Tes yang kuat positif tentunya merupakan indikasi pada tuberkulosis, tetapi tes negatif belum
berarti tidak ada tuberkulosis.(Crofton, Jhon. 2002 : 98 – 104)

1. Klasifikasi Pasien TBC

Klasifikasi TB dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat


pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor
determinan untuk menetapkan strategi terapi. Klasifikasi TB paru dibagi sebagai berikut :

1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria :

1) Dengan atau tanpa gejala klinik


2) BTA positif : Mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan
positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
2. TB paru BTA negatif dengan kriteria :
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.
2) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
3. Bekas TB Paru dengan kriteria
1) Bakteriologin (mikroskopin dan biakan) negatif.
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif. Menunjukkan serial foto yang
tidak berubah.
4) da riwayat pengobatan OAT yang adekuat/lebih mendukung.
6. Manajemen therapi

Dalam pengobatan TB Paru dibagi 2 bagian :


1. Jangka pendek

Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan

1) Strecptomisin injeksi 750 mg


2) Ethambutol 1000 mg
3) Isoniazid 400 mg
2. Jangka panjang

Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-
9 bulan.

1. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam


pemeriksaan sputum BTA Å dengan kombinasi obat :

1) Rifampicin
2) Isoniazid (INH)
3) Ethambutol
4) Pyridoxin (B6)

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mencegah kematian, mencegah
kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan.

Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah rifampisin, INH,
pirasinamid, streptomisin dan ethambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah kanamisin,
kuinolon, maurolide dan amoksilin + asam klavulanat, derivat rifampisin/INH

Obat – obatan yang digunakan dalam pengobatan TBC ( Price,Sylvia A.2005:859) :

Nama obat Dosis Anak Dosis Dewasa Efek samping

Obat lini
pertama
Isoniazid (INH) PO : 300 mg PO: 300 mg Kemerahan,hepatitis,neuropati
5 – 10 10- 20 mg/ perifer,efek pada SSP ringan
mg/kgbb /hr kgbb /hr

Rifampisin PO: 450 mg PO: 450 mg Gangguan pencernaan,


(RIF) 10 mg/kgbb/hr 10-20 perdarahan, kemerahan,gagal
mg/kgbb/hr ginjal dan demam

Pirazinammid PO : 500 mg PO : 500 mg Hepatitis,hiperurisemia,


(PZA) 15 – 30 15 – 30 Ganggguan pencernaan dan
mg/kgbb/hr mg/kgbb/hr kemerahan

Etambutol PO : 400 mg PO : 400 mg Neuritis optikus dan


(EMB) 15-25 15-25 kemerahan
mg/kgbb/hr mg/kgbb/hr

Sterptomisin IM :400 IM 400 Ototoksik,keracunan pada


(SM) mg/ml mg/ml ginjal
20-40 mg/dl 15 mg/ml

Obat Lini kedua


Kapreomisin IM 15-30 Ig IM 15 – 30 Kemerahan pada auditorius,
mg/ml vestibular dan ginjal
Etionamid IM 15 – 20 IM 15 – 20 Gangguan pencernaan,
mg/ml mg/ml hepatotoksik,hipersensitivitas
Sikloresin IM 15 – 20 IM 15 – 20 Psicosis,kejang,sakit kepala
mg/ml mg/ml
Kanamisin IM,IV,PO PO 4- 6 g/hr Keracunan pada auditorius,
15 mg/kg/hr ventibular dan gnjal

Tabel 2. jenis obat,dosis dan efek samping pada pengobatan TBC

Terdapat 5 jenis obat yang sekarang dikenal sebagai obat esenssial dalam pengobatan
tuberkolosis yaitu : isoniasid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), streptomyzin S), dan
etambutol (E). dalam menangani pasien TBC ini pengobatannya dikategorikan dalam 3
kategori.

 Kategori I : penderita TB Paru BTA positif

 Kategori II : penderita Paru BTA negatife Rontgen Positif yang “sakit berat”

 Kategori III : penderita TB Ekstra Paru Berat

PRINSIP PENGOBATAN :

Obat diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis
tepat selama 6 – 8 bulan supaya semua kuman dapat dibunuh. Dosisi tahap intensif dan dosisi
tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya saat perut kosong.( Depertemen
Kesehatan RI,pedoman nasional penanggulangan tuberculosis,2006:40 – 420)

CARA PEMBERIAN OBAT :

KATEGORI I :

Tahap Lamanya Dosis/hari/kali Jumlah


pengobatan pengobatan hari/kali
Tablet Tablet Tablet Tablet menelan
isoniasid rifampisin pirasinamid etambutol obat
@ 300 @ 450 @ 500 mg @ 250
mg mg mg

Tahap 2 bulan 1 1 3 3 60
intensif
(dosis
harian)

Tahap 4 bulan 2 1 – – 54
lanjutan
(dosis 3 x
seminggu)

Tabel 3. Obat TB Paru kategori I


Keterangan : dosis diatas untuk penderita dengan BB antara 33 – 50 kg
KATEGORI II :

Tahap Lamanya Tablet Tablet Tablet Etambutol Streptomisin Jumlah


pengobatan pengobatan isoniasid rifampisin pirasinamid Injeksi hari/kali
@ 300 @ 450 mg @ 500 mg Tablet Tablet menelan
mg @ @ obat
250 250
mg mg

Tahap 2 bulan 1 1 3 3 – 0,75gr 60


intensif
1 bulan 1 1 3 3 – – 30
(dosis
harian)

Tahap 5 bulan 2 1 – – 2 – 66
lanjutan
(dosis 3 x
seminggu)

Tabel 4. Obat TB Paru kategori II

KATEGORI III :

Tahap Lamanya Dosis/hari/kali Jumlah


pengobatan pengobatan hari/kali
Tablet Tablet Tablet menelan
isoniasid rifampisin pirasinamid obat
@ 300 @ 450 @ 500 mg
mg mg

Tahap 2 bulan 1 1 3 60
intensif
(dosis
harian)

Tahap 4 bulan 2 1 – 54
lanjutan
(dosis 3 x
seminggu)

Tabel 5. Obat TB Paru Kategori III


Keterangan : dosis diatas untuk penderita dengan BB antara 33 – 50 kg
UNUTK SISIPAN :

Tahap Lamanya Dosis/hari/kali Jumlah


pengobatan pengobatan hari/kali
Tablet Tablet Tablet Tablet menelan
isoniasid rifampisin pirasinamid etambutol obat
@ 300 @ 450 @ 500 mg @ 250
mg mg mg

Tahap 1 bulan 1 1 3 3 30
intensif
(dosis
harian)

Tabel 6. Obat TB Paru sisipan


Satu Paket Obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dos kecil.

7. Komplikasi

Penyakit tuberkulosis paru apabila tidak ditangani dengan benar dan sampai sembuh
dapat mengakibatkan komplikasi yang dikelompokkan menjadi dua yaitu komplikasi dini dan
komplikasi lanjutan.

1) Komplikasi dini yaitu pleuritis,efusi pleura,empiema dan laringitis.


2) Komplikasi lanjutan yaitu obstruksi jalan napas soft(sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis) kerusakan parenkim paru yang berat/fibrosis parukorpulmonal ,
amiloidosis , karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa,TB milliar dan kavitis
TB(Sudoyo,Arul.W.2006 :993)

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. Pengkajian
1. Pengkajian Inti
a. Usia : semua rentang usia memiliki resiko untuk terkena penyakit TB paru
b. Jenis kelamin : baik laki – laki maupun perempuan dapat terkena penyakit TB paru
c. Suku bangsa : semua suku bangsa bisa terkena TB paru
d. Keluhan yang dirasakan masyarakat : adanya salah satu warga atau beberapa orang
warga yang memiliki tanda-tanda TB Paru seperti batuk yang lama, demam tinggi,
BB menurun,dll.
e. Pengkajian Fisik meliputi tanda-tanda vital, pemeriksaan dahak, pemeriksaan darah,
status nutrisi.
f. Angka kematian penderita TB Paru di Indonesia mencapai angka 250 juta kasus baru
diantaranya 140 ribu menyebabkan kematian.
2. Pengkajian Instrumen
a. Lingkungan fisik
 Pemukiman : daerah pada penduduk.
 Sanitasi :
- penyediaan air bersih
- peneyediaan air minum
- pembuangan sampah
 sumber polusi
b. Pelayanan kesehatan dan social
 Pelayanan kesehatan :
- Lokasi sarana kesehatan : bisa dijangkau oleh masyarakat
- Sumber daya yang dimiliki : adanya kader atau tenaga kesehatan yang
terlatih
- Jumlah kunjungan : presentase jumlah penderita TB Paru yang
berkunjung ke pelayanan kesehatan
- Sistem rujukan : memiliki system rujukan ke pelayanan kesehatan yang
lebih tinggi
 Fasilitas social ( pasar, took, swalayan )
- Lokasi : dalam komunitas apakah bisa dijangkau oleh masyarakat
- Kepemilikan : fasilitas dimiliki oleh pribadi/individu atau pemerintah
 Kecukupan : dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
c. Ekonomi
 Jenis pekerjaan : pekerjaan masyarakat setempat, biasanya petani dan tukang,
buruh
 Jumlah penghasilan rata-rata per bulan :
 Jumlah pengeluaran rata-rata per bulan : >Rp. 200.000,00
d. Pendidikan
 Tingkat pendidikan komunitas : rata-rata lulusan SMA
 Fasilitas pendidikan yang tersedia : formal atau non formal
 Jenis bahasa yang digunakan : bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat
e. Kebijakan dan Pemerintahan
 Penyediaan tempat rehabilitasi TB Paru
 Pelatihan PMO (Pengawas Minum Obat)

B. Analisa Data

No. Data Subjektif Data Objektif Etiologi Problem

1. -Masyarakat -Tidak ada Kurangnya Terjadinya


mengatakan pengkhususan pengetahuan penularan TB paru
sering meludah alat tenun dan alat masyarakat
disembarang makan antara tentang penyakit
tempat penderita dengan TB paru
orang yang sehat.
-Masyarakat
mengatakan - 50 KK dari 1000
tidak tahu KK menderita
mengenai penyakit TB paru
penyakit TB ditandai dengan
paru masyarakat
terlihat batuk
terus menerus,
lemas, letih.
2. -Masyarakat -40% dari -kurangnya -terjadi kegagalan
mengatakan masyarakat desa PMO di pengobatan (drop
malas dan sering X masih banyak komunitas. out) di desa X
lupa minum obat yang menderita
karena harus TB paru.
meminum obat
secara rutin -Tidak adanya
dalam jangka pengawas OAT.
waktu yang
lama.
-Masyarakat
mengatakan
kurangnya
pengawasan
dalam minum
OAT
3. -Masyarakat -Masyarakat Status ekonomi Gangguan nutrisi
yang menderita terlihat kurus, rendah
TB paru lemah, letih, dan
mengatakan lesu.
nafsu makan
menurun.
C. DIAGNOSA PERAWATAN
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya faktor resiko :
 Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis
 Kerusakan membran alveolar kapiler
 Sekret yang kental
 Edema bronchial
b. Resiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan :
 Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap
 Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar
 Malnutrisi
 Terkontaminasi oleh lingkungan
 Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman
c. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan, pencegahan,
berhubungan dengan :
 Tidak ada yang menerangkan
 Interpretasi yang salah, tidak akurat
 Informasi yang didapat tidak lengkap
 Terbatasnya pengetahuan / kognitif
d. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan :
 Kelelahan
 Batuk yang sering, adanya produksi sputum
 Dyspnoe
 Anoreksia
 Penurunan kemampuan finansial (keluarga).
D. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya faktor resiko :


 Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis
 Kerusakan membran alveolar kapiler
 Sekret yang kental
 Edema bronchial

a. INTERVENSI
1. Kaji dyspnoe, takipnoe, bunyi pernafasan abnormal. Meningkatnya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan fatique.
TB paru dapat menyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang berasal dari
bronchopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural efusion dan
meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.

2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit,
selaput mukosa dan warna kuku.
Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan

3. Demontrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan nafas dengan bibir disiutkan, terutama


pada klien dengan fibrosis atau kerusakan parenkhim.
Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan nafas dan
mengurangi residu dari paru-paru
4. Anjurkan untuk bedrest/mengurangi aktivitas
Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi
5. Kolaborasi
Monitor BGA
Menurunnya oksigen ( PaO2 ), saturasi atau meningkatnya PaCo2 menunjukkan
perlunya penanganan yang lebih adekuat atau perubahan therapi.
6. Memberikan oksigen tambahan
Membantu mengoreksi hipoksemia yang secara sekunder mengurangi ventilasi dan
menurunnya tegangan paru.
2. Resiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan :
 Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap
 Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar
 Malnutrisi
 Terkontaminasi oleh lingkungan
 Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman

Intervensi
1. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui
bronkhus pada jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan
potensial infeksi melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi.
Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang
diberikan untuk mencegah komplikasi.
2. Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti
anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi
pencegahan.
3. Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk
Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
4. Gunakan masker setap melakukan tindakan
Untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi
5. Monitor temperatur
Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
6. Ditekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani
Periode menular dapat terjadi hanya 2 – 3 hari setelah permulaan kemoterapi tetapi
dalam keadaan sudah terjadi kavitas atau penyakit sudah berlanjut sampai tiga bulan.

KOLABORASI
7. Pemberian terapi untuk anak
a. INH, Etambutol, Rifampisin
INH adalah obat pilihan bagi penyakit TB primer dikombinasikan dengan obat-obat
lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan
etambutol untuk 2 bulan pertama.
b. Pyrazinamid ( PZA ) / aldinamide, Paraamino Salicyl ( PAS ), Sycloserine,
Streptomysin
Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
c. Monitor sputum BTA
Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai batas waktu
yang ditentukan.

3. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan


dengan :
 Tidak ada yang menerangkan
 Interpretasi yang salah, tidak akurat
 Informasi yang didapat tidak lengkap
 Terbatasnya pengetahuan / kognitif

Intervensi

1. Kaji kemampuan belajar klien misalnya : tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat
partisipasi, lingkungan yang memungkinkan klien untuk belajar, seberapa banyak yang telah
diketahui, media yang tepat dan siapa yang dipercaya.
Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan
tergantung pada sebatasmana kemampuan klien.

2. Mengidentifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya : hemoptisis,


nyeri dada, demam, kesulitan nafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Mengindikasikan perkembangan penyakit atau efek samping dari pengobatan yang
membutuhkan evaluasi secepatnya.

3. Menekankan pentingnya asupan diet TKTP dan intake cairan yang adekuat.
Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan yang memadai
membantu mengencerkan dahak.

4. Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan untuk klien dan keluarga misalnya :
jadwal minum obat.
Informasi tertulis dapat mengingatkan klien tentang informasi yang telah diberikan.
Pengulangan informasi dapat membantu mengingatkan klien.

5. Menjelaskan dosis obat, frekwensi, tindakan yang diharapkan dan perlunya therapi dalam
jangka waktu lama. Mengulangi penyuluhan mengenai potensial interaksi antara obat yang
diminum dengan obat / subtansi lain.
Meningkatkan partisipasi klien dan keluarga untuk mematuhi aturan therapi dan mencegah
terjadinya putus obat.

6 Jelaskan tentang efek samping dari pengobatan yang mungkin timbul, misalnya : mulut
kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
Dapat mencegah keraguan terhadap pengobatan dan meningkatkan kemampuan klien untuk
menjalani terapi.

7 Merujuk pemeriksaan mata saat memulai dan menjalani therpi etambutol.


Efek samping utama etambutol adalah menurunkan ketajaman penglihatan dan juga
mengurangi kemampuan untuk mempersepsikan warna hijau.

8 Memberikan dorongan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan


kecemasan/keprihatinannya serta memberikan jawaban yang jujur atas pertayaannya. Jangan
berusaha menyangkal pernyataanya.
Memberikan kesempatan untuk mengubah pandangannya yang salah dan meredakan
kecemasannya. Penyangkalan terhadap perasaannya akan memperburuk mekanisme koping
yang merugikan kesehatannya.

9 Review tentang cara penularan TB ( misalnya : umumnya melalui inhalasi udara yang
mengandung kuman, tapi mungkin juga menular melalui urine jika infeksinya mengenai
sistem urinaria ) dan resiko kambuh kembali.
Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan / kambuh kembali. Komplikasi
yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penyembuhan TB meliputi : formasi abses,
empisema, pneumothorak, fibrosis, efusi pleura, empyema, bronkhiektasis, hemoptisis,
ulcerasi GI, fistula bronkopleural, TB laring, dan penularan kuman.

4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan :


 Kelelahan
 Batuk yang sering, adanya produksi sputum
 Dyspnoe
 Anoreksia
 Penurunan kemampuan finansial (keluarga).

Intervensi
Kaji dan komunikasikan status nutrisi klien dan keluarga seperti yang dianjurkan :
1. Catat turgor kulit

2. Timbang berat badan

3. Integritas mukosa mulut, kemampuan dan ketidakmampuan menelan, adanya bising usus,
riwayat nausea, vomiting atau diare.
Digunakan untuk mendefinisikan tingkat masalah dan intervensi

4. Mengkaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai


Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.

5. Memonitor intake dan output secara periodik.


Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.

6. Catat adanya anoreksia, nausea, vomiting, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan
medikasi. Monitor volume, frekwensi, konsistensi BAB.
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan
intake nutrisi.
7. Anjurkan bedrest
Membantu menghemat energi khususnya terjadinya metabolik saat demam.

8. Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi


Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk
pengobatan yang dapat merangsang vomiting.

Anda mungkin juga menyukai