a. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo.
Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada jam 7
untuk membran timpani kiri dan jam 5 untuk membran timpani kanan. Pada membran
timpani terdapat 2 serat, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang mengakibatkan adanya
refleks cahaya kerucut. Bila refleks cahaya datar, maka dicurigai ada kelainan pada tuba
eustachius.
b. Retraksi membran timpani menggambarkan suatu kondisi di mana bagian gendang
telinga terletak lebih dalam di dalam telinga daripada posisi normalnya. Gendang telinga
terdiri dari dua bagian, pars tensa , yang merupakan bagian utama gendang telinga, dan
pars flaccida , yang merupakan bagian lebih kecil dari gendang telinga yang terletak di atas
pars tensa. Salah satu atau kedua bagian ini dapat ditarik. Segmen gendang telinga yang
retraksi sering dikenal sebagai kantong retraksi. Istilah "atelektasis" atau kadang-kadang
"otitis media rekat" dapat digunakan untuk menggambarkan penarikan sebagian besar area
pars tensa.
Tiga faktor harus terjadi agar membran timpani dapat ditarik kembali:
- Tekanan telinga tengah negatif
Ketika tekanan gas di dalam telinga tengah kurang dari tekanan atmosfer, gendang
telinga dapat tersedot ke ruang telinga tengah. Hal ini disebabkan oleh pembukaan tabung
Eustachius yang tidak adekuat dan penyerapan udara dari ruang telinga tengah. Orang
dengan tuba Eustachius yang licin juga dapat menyebabkan tekanan telinga tengah negatif
dengan mengendus berulang kali untuk mencoba menjaga agar tuba Eustachius tertutup.
- Kelemahan dari membran timpani
Lapisan tengah pars tensa diperkuat oleh serat protein kolagen. Lapisan ini
mungkin lebih lemah di kuadran postero-superior (kuartal belakang atas) atau setelah
gendang telinga sembuh setelah perforasi atau tabung tympanostomy (grommet) sehingga
cenderung retraksi di daerah ini. Pars flaccida rentan terhadap retraksi karena tidak
mengandung lapisan kolagen yang sama.
- Peningkatan luas permukaan membran timpani
Di seluruh tubuh, sel-sel kulit baru terus diproduksi untuk menggantikan sel-sel
kulit lama yang mengering dan mengelupas. Pertumbuhan sel-sel baru di permukaan
gendang telinga tidak biasa karena sel-sel baru bermigrasi di atas permukaan dan bergerak
keluar sepanjang saluran telinga. Sekalipun migrasi di sepanjang saluran telinga tersumbat,
sel-sel baru terus tumbuh sehingga permukaan gendang telinga menjadi lebih besar. Proses
proliferasi dan migrasi ini dapat menyebabkan pembesaran kantong retraksi sehingga
gendang telinga mengembang dan tumbuh lebih dalam ke dalam telinga.
2. Bandingkan Air Conduction (AC) dan Bone Conduction (BC) (tes Rinne).
Letakkan pangkal garpu tala yang bergetar ringan di tulang mastoid, di belakang telinga
dan sejajar dengan saluran telinga. Jika pasien tidak lagi dapat mendengar suara, cepat pindahkan
garpu tala tersebut dekat dengan saluran telinga dan pastikan apakah suara masih dapat didengar.
Di sini bagian "U" dari garpu tala perlu diletakkan menghadap ke depan untuk memaksimalkan
suaranya bagi pasien. Dalam keadaan normal suara terdengar lebih lama melalui udara daripada
melalui tulang (AC>BC). Sensitivitas dan spesifisitas tes Rinne adalah 60 % sampai 90 % dan 95
% sampai 98 %.
- Pada gangguan pendengaran konduktif, suara terdengar melalui tulang sama panjang atau
lebih panjang daripada melalui udara (BC=AC atau BC>AC). Sementara konduksi udara
melalui telinga luar atau tengah terganggu, getaran melalui tulang melewati masalah untuk
mencapai koklea
- Pada gangguan pendengaran sensorineural, suara terdengar lebih lama melalui udara
(AC>BC). Telinga dalam atau saraf koklearis kurang mampu menyalurkan impuls
bagaimanapun getaran tersebut mencapai koklea. Pola yang normal tetap ada.
3. Tympanometry
- Timpanometri merupakan suatu metode pemeriksaan fungsi telinga tengah yang aman dan
cepat pada anak-anak maupun orang dewasa, dimana tekanan udara didalam liang telinga
luar diubah untuk mengukur nilai imitans akustik pada permukaan lateral membran
timpani.
- Pemeriksaan ini sensitif dalam menilai integritas membran timpani dan fungsi telinga
tengah termasuk keadaan tuba Eustachius.
- Pada timpanometri dikenal istilah compliance (kepatuhan) yang maksimun dari telinga
tengah yang di identifikasi sebagai puncak pada timpanogram. Titik maksimum dari
compliance menunjukkan tekanan pada membran timpani lebih mobil dan terjadi ketika
tekann liang telinga luar sama dengan telinga tengah.
- Liden(1969) dan Jerger (1970) mengembangkan suatu klasifikasi timpanogram
- Tipe A : Normal, Kompliance maksimal terjadi pada atau dekat tekanan udara luar
sehingga memberi kesan tekanan udara telinga tengah normal. Puncak compliance antara
tekanan udara – 100 samapi dengan + 100 daPa dengan compliance antara 0,2 ml sampai
dengan 2,5 ml.
Tipe As : Sama dengan tipe A tetapi kepatuhan lebih rendah. Fiksasi / kekakuan osikuler sering
dihubungkan dengan tipe ini. Kompliance < 0,2 ml.
Tipe Ad : Sama dengan tipe A dengan puncak yang tinggi, compliace telinga tengah sangat tinggi
atau hilang. Terdapat pada membran timpani yang lentur atau diskontinuitas rantai osikula,
compliance > 2,5 ml.
- Tipe B : Gambaran timpanogram mendatar atau sangat (flat), puncak berbentuk kubah, tapi
volume liang telinga telinga dalam batas normal yaitu 0,63 ml – 1,46 ml. Hal ini memberi
kesan sedikit atau bahkan tidak ada compliance dan menunjukkan adanya cairan dalam
telinga tengah. Beberapa interpretasi timpanogram tipe B dihubungkan dengan
volume liang telinga : Tipe B (volume liang telinga normal) menunjukkan otitis media
efusi.
Tipe B (volume liang telinga kecil) menujukkan liang telinga tersumbat oleh serumen atau
probe tersumbat karena mengenai dinding liang telinga.
- Tipe C : Puncak timpanogram yang berada pada tekanan negatif yaitu < -100 daPa.
Gambaran ini terdapat pada gangguan fungsi tuba eustachius dan ventilasi telinga tengah
yang inadekuat, atau otitis media yang mengalami penyembuhan.
Gambar timpanogram.
Posterior rhinoscopy
inspeksi nasofaring dan bagian posterior rongga hidung dengan cara rhinoscope, atau dengan
nasopharyngoscope.
- normal : Tidak ada massa atau polip, tidak ada rhinorrhea dan free meatus. Tidak adanya
perdarahan. Permeabilitas yang baik (2-3mm).
- abnormal : Pengurangan permeabilitas, anatomi abnormal dan pewarnaan mukosa. Adanya
tumor, polip, peradangan, rinore, dan / atau perdarahan.
Untuk pemeriksaan ini dipakai kaca tenggorok no.2-4. Kaca ini dipanaskan dulu dengan lampu
spritus atau dengan merendamkannya di air panas supaya kaca tidak menjadi kabur oleh nafas
pasien. Sebelum dipakai harus diuji dulu pada punggung tangan pemeriksa apakah tidak terlalu
panas. Lidah pasien ditekan dengan spatula lidah, pasien bernafas melalui mulut kemudian kaca
tenggorok dimasukkan ke belakang uvula dengan arah kaca ke atas. Setelah itu pasien diminta
bernafas melalui hidung. Perlu diperhatikan kaca tidak boleh menyentuh dinding posterior faring
supaya pasien tidak terangsang untuk muntah.
Sinar lampu kepala diarahkan ke kaca tenggorok dan diperhatikan :
– septum nasi bagian belakang
– nares posterior (koana)
– sekret di dinding belakang faring (post nasal drip).
– dengan memutar kaca tenggorok lebih ke lateral maka tampak konka superior, konka media dan
konka inferior.
– Pada pemeriksaan rinoskopi posterior dapat dilihat nasopharing, perhatikan muara tuba, torus
tubarius dan fossa rossen muller.
Instrumen teleskopik, dengan penerangan listrik, untuk pemeriksaan saluran hidung dan nasofaring.