PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
“KEARIFAN LOKAL SUKU BADUY”
Disusun Oleh:
BAYU PAMUNGKAS
i
Kata Pengantar
Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Pemberdayaan
Masyarakat dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada dosen pembimbing mata kuliah
ini, untuk rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya penyusunan makalah ini, tugas yang kami
laksanakan dapat tercatat dengan rapi dan dapat kita pelajari kembali pada kesempatan yang lain
untuk kepentingan proses belajar, terutama pada mata kuliah Pemberdayaan Masyarakat.
Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah
ini. Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan bersama.
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
2.1 Pengertian Kearifan Lokal.......................................................................3
2.2 Pengertian Suku Baduy............................................................................3
2.3 Asal Usul Suku Baduy.............................................................................4
2.4 Keadaan Sosio Ekonomi dan Demografi..................................................5
2.5 Kearifan Lokal di Suku Baduy..................................................................7
2.6 Dampak Kearifan Lokal dari Suku Baduy.............................................8
BAB IV PENUTUP.............................................................................……..10
4.1 Kesimpulan............................................................................................10
4.2 Saran.......................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
4. Bagaimana kearifan lokal di Suku Baduy?
5. Bagaimana dampak kearifan lokal dari Suku Baduy?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam
dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau
asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
Pendapat mengenai asal usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat
para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari
beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan
Tiongkok, serta cerita rakyat mengenai 'Tatar Sunda' yang cukup minim
keberadaannya. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang
sebelum keruntuhannya pada abad ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran
(sekitar Bogor sekarang). Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah
ujung barat pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda.
Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung
dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk
pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian
penguasa wilayah tersebut, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umun
menganggap bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu
diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk
menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah
Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang
khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Kanekes yang
sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung
Kendeng tersebut (Adimihardja, 2000). Perbedaan pendapat tersebut
membawa kepada dugaan bahwa pada masa yang lalu, identitas dan
kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi
komunitas Kanekes sendiri dari serangan musuh-musuh Pajajaran.
Van Tricht, seorang dokter yang pernah melakukan riset kesehatan pada
tahun 1928, menyangkal teori tersebut. Menurut dia, orang Kanekes adalah
penduduk asli daerah tersebut yang mempunyai daya tolak kuat terhadap
pengaruh luar (Garna, 1993b: 146). Orang Kanekes sendiri pun menolak jika
dikatakan bahwa mereka berasal dari orang-orang pelarian dari Pajajaran, ibu
kota Kerajaan Sunda. Menurut Danasasmita dan Djatisunda (1986: 4-5) orang
Baduy merupakan penduduk setempat yang dijadikan mandala' (kawasan
suci) secara resmi oleh raja, karena penduduknya berkewajiban memelihara
4
kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang), bukan agama
Hindu atau Budha. Kebuyutan di daerah ini dikenal dengan kabuyutan Jati
Sunda atau 'Sunda Asli' atau Sunda Wiwitan (wiwitan=asli, asal, pokok, jati).
Oleh karena itulah agama asli mereka pun diberi nama Sunda Wiwitan.
5
untuk keperluan sehari-hari. Selain ngahuma, orang Baduy juga
bertani untuk memperoleh bahan makanan tambahan. Jenis tanaman
yang ditanam adalah buah-buahan seperti durian, pisang, kelapa dan
jagung serta umbi-umbian seperti singkong, talas dan ubi. Bibit mereka
peroleh secara turun temurun yaitu dari hasil panen sebelumnya yang
ditanam kembali.
6
tempat sampah tersebut ditempelkan pada tiang sosoran rumah
bagian depan, teras atau dalam bahasa daerahnya disebut
gegajegan.Sistem pengetahuan orang Baduy adalah Pikukuh yaitu
memegang teguh segala perangkat peraturan yang diturunkan oleh
leluhurnya. Dalam hal pengetahuan ini, orang Baduy
memiliki tingkat toleransi, tata krama, jiwa sosial, dan teknik
bertani yang diwariskan oleh leluhurnya. Dalam pendidikan modern
orang Baduy masih tertinggal jauh namun mereka belajar
secara otodidak. Jadi sebetulnya orang Baduy sangat informasional,
tahu banyak informasi. Hal ini ditunjang karena kegemaran sebagai
orang rawayan (pengembara).
7
badan juga tidak boleh menggunakan odol/pasta gigi dan sabun, karena akan
mencemari sungai dan lingkungan. Segala kegiatan ini menunjukkan betapa
bersahabatnya warga Baduy dengan alam sekitar tanpa mencemarinya dengan
segala sampah kimia, busa odol dan sabun, kemasan plastik dan sebagainya.
8
Untuk menangani masalah penyakit kulit di Suku Baduy Pengobatan
dilakukan secara berkala oleh petugas kesehatan masyarakat dan juga
mengedukasi agar vpenyakit tidak timbul dikemudian hari.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang
tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal suku
baduy menimbulkan berbagai dampak dalam berbagai aspek khususnya
kesehatan. Seperti pada contohnya menanam padi dan sayuran secara alami
tanpa menggunakan pupuk pestisida. Hal itu akan membuat sayuran menjadi
lebih sehat, terdapat adat istiadat dari suku baduy yaitu ketika mandi mereka
tidak menggunakan sabun, dan juga ketika gosok gigi tidak menggunakan
odol. Selain itu suku baduy juga tidak menggunakan detergen, dan bahan –
bahan kimia lainnya. Hal itu dilakukan agar tidak mencemari lingkungan dan
menjaga agar lingkungan tetap bersih. Namun, dapat menimbulkan dampak
yang kurang baik bagi kesehatan yaitu suku baduy terkena wabah penyakit
kulit. Sebab, penyebab penyakit kulit itu akibat buruknya perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS), seperti berpakaian sampai berminggu-minggu tidak
diganti, mandi tidak menggunakan sabun, dan bahkan warga Baduy ketika
tidur tidak beralas tikar. Meskipun penyakit kulit itu tidak mematikan, karena
menyerang pada bagian kulit saja, seperti luka koreng, tetapi bisa
menurunkan produktivitas.
9
3.2 Saran
1. Sebagai seorang perawat hendaknya kita mengetahui memahami dan
menghargai berbagai macam budaya yang ada di indonesia sehingga
dalam penerapan di lapangan perawat akan memberikan pelayanan yang
terbaik dimasyarakat.
2. Dalam penulisan makalah ini hendaknya perawat dapat menghargai
budaya di indonesia dengan baik di unit rumah sakit puskesmas di rumah
atau di instansi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ary Rantao. 2015. Kearifan Budaya Lokal Suku Baduy. Kompasiana.com. Update
11 September 2017. Pukul 22.17 Wib. (akses online)
http://www.kompasiana.com/aryrantao/kearifan-budaya-lokal-suku-
baduy_5500fc73a33311c56f512ca5
10
11