Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
“KEARIFAN LOKAL SUKU BADUY”

Disusun Oleh:
BAYU PAMUNGKAS

SMA Negeri 1 Cibeber


2019/2020

i
Kata Pengantar

Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Pemberdayaan
Masyarakat dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada dosen pembimbing mata kuliah
ini, untuk rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya penyusunan makalah ini, tugas yang kami
laksanakan dapat tercatat dengan rapi dan dapat kita pelajari kembali pada kesempatan yang lain
untuk kepentingan proses belajar, terutama pada mata kuliah Pemberdayaan Masyarakat.

Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah
ini. Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan bersama.

Cianjur, 20 Februari 2020

Penyusun

DAFTAR ISI
ii
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
2.1 Pengertian Kearifan Lokal.......................................................................3
2.2 Pengertian Suku Baduy............................................................................3
2.3 Asal Usul Suku Baduy.............................................................................4
2.4 Keadaan Sosio Ekonomi dan Demografi..................................................5
2.5 Kearifan Lokal di Suku Baduy..................................................................7
2.6 Dampak Kearifan Lokal dari Suku Baduy.............................................8
BAB IV PENUTUP.............................................................................……..10
4.1 Kesimpulan............................................................................................10
4.2 Saran.......................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang
ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang
tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman
masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat
Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan
yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa
yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana
mereka tinggal tersebar di pulau-pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami
dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari
pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga
perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-
kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda.
Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi.
Dan tak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan politik masyarakat
Indonesia mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan
yang dirangkai sejak dulu. Disisi yang lain bangsa Indonesia juga mampu
menelisik dan mengembangkan budaya lokal.
Budaya lokal di Indonesia biasanya mempunyai pengaruh yang kuat
dalam suatu masyarakat yang turun-temurun sehingga terbentuk kearifan
budaya lokal. Kearifan lokal merupakan kebudayaan lokal yang tercipta dari
hasil adaptasi suatu komunitas yang dikomunikasikan dari generasi ke
generasi. Kearifan lokal digunakan oleh masyarakat lokal untuk bertahan
hidup dalam suatu lingkungannya yang menyatu dengan sistem kepercayaan,
norma, budaya dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut
dalam jangka waktu yang lama.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kearifan lokal?
2. Apa yang dimaksud dengan Suku Baduy?
3. Bagaimana asal usul dari Suku Baduy?

1
4. Bagaimana kearifan lokal di Suku Baduy?
5. Bagaimana dampak kearifan lokal dari Suku Baduy?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dari kearifan lokal.
2. Untuk mengetahui pengertian dari Suku Baduy.
3. Untuk mengetahui asal usul dari Suku Baduy.
4. Untuk mengetahui kearifan lokal di Suku Baduy.
5. Untuk mengetahui dampak kearifan lokal dari Suku Baduy.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kearifan Lokal


Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang
tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal
biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi
2
melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada di dalam cerita rakyat,
peribahasa, lagu, dan permainan rakyat. Kearifan lokal sebagai suatu
pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui
kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan
pemahaman terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat.

2.2 Pengertian Suku Baduy


Orang Baduy/Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat sub-etnis
Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Populasi mereka sekitar 5.000
hingga 8.000 orang, dan mereka merupakan salah satu suku yang menerapkan
isolasi dari dunia luar. Selain itu mereka juga memiliki keyakinan tabu untuk
difoto, khususnya penduduk wilayah baduy dalam. Orang Kanekes memiliki
hubungan sejarah dengan orang Sunda. Penampilan fisik dan bahasa mereka
mirip dengan orang-orang Sunda pada umumnya. Satu-satunya perbedaan
adalah kepercayaan dan cara hidup mereka. Orang Kanekes menutup diri dari
pengaruh dunia luar dan secara ketat menjaga cara hidup mereka yang
tradisional, sedangkan orang Sunda lebih terbuka kepada pengaruh asing dan
mayoritas memeluk Islam.
Baduy terletak di perbukitan Gunung Kendeng, sekitar 40 kilometer
arah selatan Rangkasbitung, desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar,
kabupaten Lebak, provinsi banten. suku Baduy sering disebut urang
Kanekes atau orang Kanekes. Baduy sebetulnya bukanlah nama dari
komunitas yang ada di desa ini. Nama tersebut menjadi melekat karena
diberikan oleh peneliti Belanda yang menyamakan mereka dengan “Badawi
atau Bedoin Arab” yang merupakan masyarakat nomaden atau berpindah-
pindah. Dari Badawi atau Bedoin, kemudian nama itu pun bergeser menjadi
Baduy. Orang Baduy, karena bermukim di Desa Kanekes, sebenarnya lebih
tepat disebut sebagai Orang Kanekes. Namun karena istilah “Baduy” terlanjur
lebih dulu dikenal, maka nama “Baduy” lebih populer ketimbang “Orang
Kanekes”.

2.3 Asal Usul Suku Baduy


Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku
keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang
diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi

3
Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam
dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau
asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
Pendapat mengenai asal usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat
para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari
beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan
Tiongkok, serta cerita rakyat mengenai 'Tatar Sunda' yang cukup minim
keberadaannya. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang
sebelum keruntuhannya pada abad ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran
(sekitar Bogor sekarang). Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah
ujung barat pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda.
Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung
dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk
pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian
penguasa wilayah tersebut, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umun
menganggap bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu
diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk
menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah
Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang
khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Kanekes yang
sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung
Kendeng tersebut (Adimihardja, 2000). Perbedaan pendapat tersebut
membawa kepada dugaan bahwa pada masa yang lalu, identitas dan
kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi
komunitas Kanekes sendiri dari serangan musuh-musuh Pajajaran.
Van Tricht, seorang dokter yang pernah melakukan riset kesehatan pada
tahun 1928, menyangkal teori tersebut. Menurut dia, orang Kanekes adalah
penduduk asli daerah tersebut yang mempunyai daya tolak kuat terhadap
pengaruh luar (Garna, 1993b: 146). Orang Kanekes sendiri pun menolak jika
dikatakan bahwa mereka berasal dari orang-orang pelarian dari Pajajaran, ibu
kota Kerajaan Sunda. Menurut Danasasmita dan Djatisunda (1986: 4-5) orang
Baduy merupakan penduduk setempat yang dijadikan mandala' (kawasan
suci) secara resmi oleh raja, karena penduduknya berkewajiban memelihara

4
kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang), bukan agama
Hindu atau Budha. Kebuyutan di daerah ini dikenal dengan kabuyutan Jati
Sunda atau 'Sunda Asli' atau Sunda Wiwitan (wiwitan=asli, asal, pokok, jati).
Oleh karena itulah agama asli mereka pun diberi nama Sunda Wiwitan.

2.4 Keadaan Sosio Ekonomi dan Demografi


2.4.1 Pendidikan
Baduy Muslim jauh lebih banyak yang mempunyai kemampuan
baca dan tulis dibanding Baduy Luar. Sejumlah 92% suami atau istri
mempunyai kemampuan baca dan tulis. Hal ini menunjukkan memang
Baduy Muslim jauh lebih terbuka dan lebih maju dibanding Baduy Luar
dan juga Baduy Dalam. Orang Baduy baik Baduy Dalam maupun Luar
dilarang sekolah oleh adat . Bagi orang Baduy orang pintar tidak
dibutuhkan, yang penting adalah orang yang ngarti (mengerti),
sehingga tidak ditipu dan dibodohi oleh orang lain.

2.4.2 Mata Pencaharian


Orang Baduy Luar mempunyai pekerjaan sebagai pet ani (98. 6%
untuk suami dan 90. 7% untuk istri). Pekerjaan lainnya adalah
berdagang dan bertenun (terutama untuk istri), karena bisa dilakukan di
rumah sambil mengasuh anak. Tidak banyak jenis pekerjaan yang
dilakukan oleh orang Baduy karena hidupnya masih sepenuhnya
mengandalkan sumberdaya alam. Demikian juga untuk Baduy Dalam
yang bahkan 100% pekerjaannya adalah sebagai pet ani karena memang
domisilinya jauh di daerah pedalaman sehingga tidak ada pilihan
pekerjaan, jika ada yang berdagang itupun hanya satu atau dua orang
dan selalu dil akukan oleh pendatang. Untuk Baduy Muslim lebih
banyak variasi jenis pekerjaannya yaitu selain sebagai petani juga ada
yang bekerja sebagai guru, buruh at au ibu rumah tangga. Secara adat
memang Baduy Muslim sudah dianggap bukan orang Baduy sehingga
Baduy Muslim sudah seperti perkampungan lainnya di Indonesia. Mata
pencaharian orang Baduy adalah berl adang dengan menanam padi.
Padi hanya boleh ditanam di lahan ladang kering tanpa pengairan yang
disebut huma. Padi tidak boleh dijual dan harus disimpan dengan baik

5
untuk keperluan sehari-hari. Selain ngahuma, orang Baduy juga
bertani untuk memperoleh bahan makanan tambahan. Jenis tanaman
yang ditanam adalah buah-buahan seperti durian, pisang, kelapa dan
jagung serta umbi-umbian seperti singkong, talas dan ubi. Bibit mereka
peroleh secara turun temurun yaitu dari hasil panen sebelumnya yang
ditanam kembali.

2.4.3 Pengetahuan Tentang Kesehatan


Masyarakat Etnik Baduy Dalam memperoleh
pengetahuan didapat melalui pendidikan informal, yaitu didapatkan
secara turun temurun yang disampaikan oleh orang. Kategori usia
anak sangat menentukan siapa yang harus memberikan
pengetahuan tentang bekal hidupnya sebagai warga Tangtu. Dari
fakta yang ditemukan dilapangan, usia anak-anak 0-5 tahun
pendidikan sepenuhnya ditangani oleh orang tua masing-masing
sesuai jenis kelaminnya. Sedangkan usia 6 th ke atas lebih tua
banyak ditangani oleh kokolot adat. Pendidikan selanjutnya
diserahkan kepada adat atau yang diberi wewenang oleh adat
untuk transfer pengetahuan. Pengetahuan dimaksud diantaranya,
tentang hak dan kewajiban manusia sebagai warga Baduy.
Termasuk di dalamnya perihal budi pekerti dalam kehidupan sehari
-hari. Memang tidak ada pendidikan formal, tidak ada lokasi
sekolahan atau ruang khusus untuk menerima pelajaran.
Sehingga pengetahuan-pengetahuan tersebut disampaikan kepada
warganya yang berhak diantaranya melalui ; ceritera sehari -hari
tentang baik-buruk, boleh-tidaknya dilakukan secara adat ataupun
secara umum. Lebih banyak disampaikan tentang bagaimana
menghormati dan menghargai sesama manusia, bagaimana menjaga
lingkungan alam. Untuk menjaga lingkungan alam ini diantaranya
memang tampak dalam pola tata-letak perkampungan dan menjaga
kebersihan lingkungan kampungnya. Ini diwujudkan dengan
menyediakan tempat sampah dari bambu dianyam yang diberi ti
ang, tujuannya memudahkan untuk memasukkan sampah ke dalam
keranjang sampah tanpa turun dari lantai panggung. Umumnya

6
tempat sampah tersebut ditempelkan pada tiang sosoran rumah
bagian depan, teras atau dalam bahasa daerahnya disebut
gegajegan.Sistem pengetahuan orang Baduy adalah Pikukuh yaitu
memegang teguh segala perangkat peraturan yang diturunkan oleh
leluhurnya. Dalam hal pengetahuan ini, orang Baduy
memiliki tingkat toleransi, tata krama, jiwa sosial, dan teknik
bertani yang diwariskan oleh leluhurnya. Dalam pendidikan modern
orang Baduy masih tertinggal jauh namun mereka belajar
secara otodidak. Jadi sebetulnya orang Baduy sangat informasional,
tahu banyak informasi. Hal ini ditunjang karena kegemaran sebagai
orang rawayan (pengembara).

2.5 Kearifan Lokal di Suku Baduy


Berladang/ bercocok tanam/ bertani merupakan pekerjaan utama suku
Baduy. Tidak diperbolehkan penggunaan bahan-bahan kimia seperti pestisida
terutama bagi orang Baduy Dalam yang hanya mengunakan pola tradisional
organik dengan dibantu doa serta mantra-mantra. Dengan demikian pola
tanam organik bebas kimia seperti ini, kenyataannya terbukti lebih
bermanfaat dan menyehatkan dan malah sekarang mulai banyak ditiru oleh
‘orang kota’ yang peduli untuk menjaga kesehatannya.
Makanan dan minuman warga baduy dibuat sendiri dari kegiatan
berladang, dan pasti tidak tercemar bahan kimia pengawet seperti formalin
dan borax. Salah satu minuman khas yang dibuat adalah campuran jahe dan
gula aren (bisa dibeli sebagai oleh-oleh) yang sungguh sangat menyegarkan
badan setelah jalan-jalan diperkampungan Baduy yang berbukit dengan
pemandangan alamiah yang masih indah dan berudara segar.
Kain dan baju yang dipakai oleh warga Baduy merupakan hasil tenunan
sendiri dengan memanfaatkan bahan dan pewarnaan alamiah yang ramah
lingkungan dari hutan yang ada. Demikian pula tas dibuat sebagai kerajinan
tangan suku Baduy (kain tenun dan tas dapat dibeli sebagai oleh-oleh dari
suku Baduy Luar yang tinggal mulai tapak batas sampai dengan jembatan
bambu di kampung Gajeboh). Melalui warna baju yang dikenakan kita dapat
membedakan suku Baduy Luar umumnya mengenakan warna hitam
sedangkan Baduy Dalam warna putih. Untuk kegiatan membersihkan gigi dan

7
badan juga tidak boleh menggunakan odol/pasta gigi dan sabun, karena akan
mencemari sungai dan lingkungan. Segala kegiatan ini menunjukkan betapa
bersahabatnya warga Baduy dengan alam sekitar tanpa mencemarinya dengan
segala sampah kimia, busa odol dan sabun, kemasan plastik dan sebagainya.

2.6 Dampak Kearifan Lokal dari Suku Baduy


Kearifan lokal pada suku baduy membuat mereka semakin membudaya.
Adat istiadat yang telah ada turun temurun warisan dari nenek moyang
mereka selalu dijaga dan dilestarikan agar tidak punah. Kearifan lokal suku
baduy menimbulkan berbagai dampak dalam berbagai aspek khususnya
kesehatan. Seperti pada contohnya menanam padi dan sayuran secara alami
tanpa menggunakan pupuk pestisida. Hal itu akan membuat sayuran menjadi
lebih sehat dikonsumsi karena tidak mengandung bahan kimia dan juga
mengandung gizi lebih bagus dibandingkan sayuran yang menggunakan
pupuk pestisida.
Disamping itu ada adat istiadat dari suku baduy yaitu ketika mandi
mereka tiddak menggunakan sabun, dan juga ketika gosok gigi tidak
menggunakan odol. Selain itu suku baduy juga tidak menggunakan detergen,
dan bahan – bahan kimia lainnya. Hal itu dilakukan agar tidak mencemari
lingkungan dan menjaga agar lingkungan tetap bersih. Namun, adat istiadat
tersebut juga menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kesehatan yaitu
suku baduy terkena wabah penyakit kulit yang bernama Frambusia.
Frambusia, patek atau puru (bahasa Inggris: yaws) adalah infeksi tropis pada
kulit, tulang dan sendi yang disebabkan oleh bakteri spiroket Treponema
pallidum pertenue. Penyakit ini berawal dengan pembengkakan keras dan
bundar pada kulit, dengan diameter 2 sampai 5 cm. Sebab, penyebab penyakit
Frambusia itu akibat buruknya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
seperti berpakaian sampai berminggu-minggu tidak diganti, mandi tidak
menggunakan sabun, dan bahkan warga Baduy ketika tidur tidak beralas tikar.
Meskipun penyakit Frambusia itu tidak mematikan, karena menyerang pada
bagian kulit saja, seperti luka koreng, tetapi bisa menurunkan produktivitas.
Disinilah peran pemerintah dan tenaga kesehatan untuk mengedukasi
dan mengatasi masalah yang ditimbulkan kearifan lokal pada masyarakat.

8
Untuk menangani masalah penyakit kulit di Suku Baduy Pengobatan
dilakukan secara berkala oleh petugas kesehatan masyarakat dan juga
mengedukasi agar vpenyakit tidak timbul dikemudian hari.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang
tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal suku
baduy menimbulkan berbagai dampak dalam berbagai aspek khususnya
kesehatan. Seperti pada contohnya menanam padi dan sayuran secara alami
tanpa menggunakan pupuk pestisida. Hal itu akan membuat sayuran menjadi
lebih sehat, terdapat adat istiadat dari suku baduy yaitu ketika mandi mereka
tidak menggunakan sabun, dan juga ketika gosok gigi tidak menggunakan
odol. Selain itu suku baduy juga tidak menggunakan detergen, dan bahan –
bahan kimia lainnya. Hal itu dilakukan agar tidak mencemari lingkungan dan
menjaga agar lingkungan tetap bersih. Namun, dapat menimbulkan dampak
yang kurang baik bagi kesehatan yaitu suku baduy terkena wabah penyakit
kulit. Sebab, penyebab penyakit kulit itu akibat buruknya perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS), seperti berpakaian sampai berminggu-minggu tidak
diganti, mandi tidak menggunakan sabun, dan bahkan warga Baduy ketika
tidur tidak beralas tikar. Meskipun penyakit kulit itu tidak mematikan, karena
menyerang pada bagian kulit saja, seperti luka koreng, tetapi bisa
menurunkan produktivitas.

9
3.2 Saran
1. Sebagai seorang perawat hendaknya kita mengetahui memahami dan
menghargai berbagai macam budaya yang ada di indonesia sehingga
dalam penerapan di lapangan perawat akan memberikan pelayanan yang
terbaik dimasyarakat.
2. Dalam penulisan makalah ini hendaknya perawat dapat menghargai
budaya di indonesia dengan baik di unit rumah sakit puskesmas di rumah
atau di instansi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Dian Sobarna. 2014. Suku baduy Semakin Membudaya. Wordpress.com. Update


11 September 2017. Pukul 21.33 WIB. (akses online)
https://dayensobarna.wordpress.com/2014/03/19/suku-baduy-semakin-
membudaya/

Ary Rantao. 2015. Kearifan Budaya Lokal Suku Baduy. Kompasiana.com. Update
11 September 2017. Pukul 22.17 Wib. (akses online)
http://www.kompasiana.com/aryrantao/kearifan-budaya-lokal-suku-
baduy_5500fc73a33311c56f512ca5

Wikipedia. 2016. Kearifan Lokal. Id. wikipedia.org.id. Update 11 September


2017. Pukul 22.32 WIB. (akses online)
https://id.wikipedia.org/wiki/Kearifan_lokal

Wikipedia. 2017. Urang Kenakes. Id.wikipedia.org. Update 11 September 2017.


Pukul 21.30 WIB. (akses online)
https://id.wikipedia.org/wiki/Urang_Kanekes

10
11

Anda mungkin juga menyukai