Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

SC (SECTION CAESAREA) + KPD

1.1 Konsep Dasar


1.1.1 Definisi
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Operasi Caesar atau sering disebut dengan seksio sesarea adalah melahirkan
janin melalui sayatan dinding perut (abdomen) dan dinding rahim (uterus). Seksio
sesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan
utuh serta bera janin diatas 500gram. ( Wiknjosastro,2005).

Ketuban pecah dini / Early Premature Rupture Of membrane (PROM)


adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan multipara kurang dari 5 cm (Prawirohardjo, 2005).
Sedangkan menurut Yulaikhah (2009), ketuban pecah dini adalah pecahnya
ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, kondisi ini merupakan penyebab
terbesar persalinan premature dengan segala akibatnya.

1.1.2 Klasifikasi
1) Abdomen (SC Abdominalis)
(1) Sectio Caesarea Transperitonealis
a. Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.
b. Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
(2) Sectio caesarea ekstraperitoneali
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2) Vagina (sectio caesarea vaginalis)

1
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
(1) Sayatan memanjang (longitudinal)
(2) Sayatan melintang (tranversal)
(3) Sayatan huruf T (T Insisian)
3) Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
Kelebihan :

(1) Mengeluarkan janin lebih memanjang


(2) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
(3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan :

(1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial
yang baik.
(2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah
dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan. Untuk mengurangi kemungkinan
ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu
lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun.
Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik.
Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
4) Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
(1) Penjahitan luka lebih mudah
(2) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
(3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum

2
(4) Perdarahan kurang
(5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan :
(1) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
(2) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

1.1.3 Etiologi atau Indikasi SC


Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor
sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai
berikut:
1) CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2) PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa

3
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi.
3) KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4) Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5) Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6) Kelainan Letak Janin
(1). Kelainan pada letak kepala
a. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya
akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
d. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,

4
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
1.1.4 Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan
ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak,
placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin
besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post
partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post
de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan
luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap
janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam
keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati,
sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa
atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas
yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot
nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan
dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi.

5
6
1.1.5 Manifestasi Klinis
1) Preeklamsia ringan
Preeklamsia ringan diikuti oleh beberapa gejala klinis antara lain:hipertensi
antara 140/90 atau kenaikan systole dan diastole 30 mmHg/15 mmHg.oedema
kaki tangan atau muka atau kenaikan berat badan I kg/mgg.proteinuria 0.3
gr/24 jamatau plus 1-0,oliguria.
2) Preeklamsia berat
Preeklamsia berat ditandai dengan gejala klinis;hipertensi 160/110 mmHg,
proteinuria 5gr/24 jam atau plus 4-5 oliguria 400cc/24 jam.oedema paru dapat
disertai sianosis.serta disertai keluhan subjektif:nyeri kepala frontal,gangguan
penglihatan,nyeri epigastrium.
3) Eklampsia
Eklampsia ditandai dengan gejala-gejala preeclampsia yang disertai koma
ataupun konvulsi.

1.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1) Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3) Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4) Urinalisis / kultur urine
5) Pemeriksaan elektrolit

1.1.7 Penatalaksanaan Medis Post SC


1) Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.

7
2) Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
(1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
(2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
(3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
(4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
(5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan
pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
4) Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
5) Pemberian obat-obatan
(1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
(2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

8
(3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
6) Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
7) Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.

1.1.8 Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1) Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi:
(1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
(2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
(3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2) Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3) Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme
paru yang sangat jarang terjadi.
4) Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
5) Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

9
1.2 Menajemen Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin,
prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
1) Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register ,
dan diagnosa keperawatan.
2) Keluhan utama
3) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat kesehatan dahulu:\
(2) Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
(3) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
(4) Riwayat kesehatan keluarga:
(5) Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan
kepada klien.
4) Pola-pola fungsi kesehatan
(1) pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
(3) Pola aktifitas
Pada pasien post partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat

10
lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
(4) Pola eleminasi
Pada pasien post partum sering terjadi adanya perasaan sering/susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono,
yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
(5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubahan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
(6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
(7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
(8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
(9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep
diri antara lain dan body image dan ideal diri
(10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan
nifas.
5) Pemeriksaan fisik
(1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.

11
(2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah
(3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
(4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
(5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
(6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae. Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang
striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
(7) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
(8) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
(9) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
(10) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

12
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat
trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
2) Risiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan / luka kering bekas operasi
3) Ansietas b.d kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi
1.2.3 Intervensi Keperawatan

Nyeri akut b.d pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat


trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
nyeri klien berkurang/terkontrol.
1 KH:
- Klien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol
- Wajah tidak tampak meringis
- Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai
kemampuan
Intervensi Rasional
1) Lakukan pengkajian secara 1) Mempengaruhi pilihan/pengawasan
komprehensif tentang nyeri keefektifan intervensi.
meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri dan faktor
presipitasi.
2) Observasi respon nonverbal dari 2) Tingkat ansietas dapat
ketidaknyamanan (misalnya wajah mempengaruhi persepsi/reaksi
meringis) terutama terhadap nyeri.
ketidakmampuan untuk
berkomunikasi secara efektif.
3) Kaji efek pengalaman nyeri 3) Mengetahui sejauh mana pengaruh
terhadap kualitas hidup (ex: nyeri terhadap kualitas hidup pasien.
beraktivitas, tidur, istirahat,
rileks, kognisi, perasaan, dan
hubungan sosial)
4) Ajarkan menggunakan teknik 4) Memfokuskan kembali perhatian,
nonanalgetik (relaksasi progresif, meningkatkan kontrol dan
latihan napas dalam, imajinasi, meningkatkan harga diri dan
sentuhan terapeutik) kemampuan koping.
5) Kontrol faktor - faktor lingkungan 5) Memberikan ketenangan kepada
yang yang dapat mempengaruhi pasien sehingga nyeri tidak
respon pasien terhadap bertambah
ketidaknyamanan (ruangan, suhu,

13
cahaya, dan suara) 6) Analgetik dapat mengurangi
6) Kolaborasi untuk penggunaan pengikatan mediator kimiawi nyeri
kontrol analgetik, jika perlu. pada reseptor nyeri sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri

Risiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan / luka bekas operasi (SC)
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan klien
tidak mengalami infeksi.
KH:
- Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio
laesea)
- Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi =
60 - 100x/ menit.
- WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
Intervensi Rasional
1) Tinjau ulang kondisi dasar / faktor 1) Kondisi dasar seperti diabetes /
risiko yang ada sebelumnya. Catat hemoragi menimbulkan potensial
waktu pecah ketuban. risiko infeksi / penyembuhan luka
yang buruk. Pecah ketuban yang
terjadi 24 jam sebelum pembedahan
dapat menimbulkan koriamnionitis
sebelum intervensi bedah dan dapat
mempengaruhi proses penyembuhan
luka
2) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, 2) Mengetahui secara dini terjadinya
rubor, dolor, tumor, fungsio laesa). infeksi sehingga dapat dilakukan
pemilihan intervensi secara tepat
dan cepat
3) Lakukan perawatan luka dengan 3) Meminimalisir adanya kontaminasi
teknik aseptik. pada luka yang dapat menimbulkan
infeksi.
4) Inspeksi balutan abdominal 4) Balutan steril menutupi luka dan
terhadap eksudat/rembesan. melindungi luka dari cedera /
Lepaskan balutan sesuai indikasi kontaminasi. Rembesan dapat
menandakan terjadinya hematoma
yang memerlukan intervensi lanjut
5) Anjurkan klien dan keluarga untuk 5) Cuci tangan menurunkan resiko
mencuci tangan sebelum/sesudah terjadinya infeksi nosokomial.
menyentuh luka.
6) Pantau peningkatan suhu, nadi, dan 6) Peningkatan suhu, nadi, dan WBC
pemeriksaan laboratorium jumlah merupakan salah satu data
WBC / sel darah putih. penunjang yang dapat
mengidentifikasi adanya bakteri di
dalam darah. Proses tubuh untuk

14
melawan bakteri akan meningkatkan
produksi panas dan frekuensi nadi.
Sel darah putih akan meningkat
sebagai kompensasi untuk melawan
bakteri yang menginvasi tubuh.
7) Risiko infeksi pasca melahirkan dan
7) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb proses penyembuhan akan buruk
dan Ht. Catat perkiraan kehilangan bila kadar Hb rendah dan terjadi
darah selama prosedur kehilangan darah berlebihan.
pembedahan.
8) Mempertahankan keseimbangan
8) Anjurkan intake nutrisi yang nutrisi untuk mendukung perpusi
cukup. jaringan dan memberikan nutrisi
yang perlu untuk regenerasi selular
dan penyembuhan jaringan
9) Antibiotik dapat menghambat proses
9) Kolaborasi penggunaan antibiotik infeksi
sesuai indikasi

Ansietas b.d kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,


penyembuhan, dan perawatan post operasi.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x6 jam diharapkan
ansietas klien berkurang dengan.
KH:
- Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah.
- Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
Intervensi Rasional
1) Kaji respon psikologis terhadap 1) Keberadaan sistem pendukung klien
kejadian dan ketersediaan sistem (misalnya pasangan) dapat
pendukung. memberikan dukungan secara
psikologis dan membantu klien
dalam mengungkapkan masalahnya
2) Tetap bersama klien, bersikap 2) Keberadaan perawat dapat
tenang dan menunjukkan rasa memberikan dukungan dan
empati. perhatian pada klien sehingga klien
merasa nyaman dan mengurangi
ansietas yang dirasakannya.
3) Observasi respon nonverbal klien 3) Ansietas seringkali tidak dilaporkan
(misalnya: gelisah) berkaitan secara verbal namun tampak pada
dengan ansietas yang dirasakan. pola perilaku klien secara nonverbal
4) Dukung dan arahkan kembali 4) Mendukung mekanisme koping
mekanisme koping. dasar, meningkatkan rasa percaya
diri klien sehingga menurunkan
ansietas
5) Berikan informasi yang benar 5) Kurangnya informasi dan

15
mengenai prosedur pembedahan, misinterpretasi klien terhadap
penyembuhan, dan perawatan post informasi yang dimiliki sebelumnya
operasi. dapat mempengaruhi ansietas yang
dirasakan
6) Diskusikan pengalaman / harapan 6) Klien dapat mengalami
kelahiran anak pada masa lalu. penyimpangan memori dari
melahirkan. Masa lalu / persepsi
yang tidak realistis dan abnormalitas
mengenai proses persalinan SC akan
meningkatkan ansietas.
7) Evaluasi perubahan ansietas yang 7) Identifikasi keefektifan intervensi
dialami klien secara verbal yang telah diberikan

1.2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Ukuran intervensi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan,
tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau
tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.

1.2.5 Evaluasi
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada
akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap
proses keperawatan.

16

Anda mungkin juga menyukai